Anda di halaman 1dari 5

IMPLEMENTASI ETIKA KEPEMIMPINAN DALAM MEWUJUDKAN

PEMERINTAHAN YANG BAIK

Indonesia merupakan Negara yang berjuang dalam melawan korupsi.


Pemerintah merupakan salah satu unsur penting dan utama dalam penyelengaraan
pelayanan kepada masyarakat. Tercapainya pelayanan yang baik dan efektif itu
tergantung pada strategi apa yang akan dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai
tujuan Negara. Jika terjadi penyimpangan seperti korupsi, kolusi dan nepotisme
terjadi maka kerugian besar akan ditanggung oleh masyarakat negara pada umumnya,
mengingat salah satu tujuan membentuk pemerintah adalah untuk meningkat
kesejahteraan masyarakat. Lebih penting dari itu bahwa keberadaan satu negara dalam
hubungannya dengan negara lain, yaitu pengakuan suatu negara yang merdeka itu di
dasarkan atas adanya pemerintahan yang berdaulat (Asfarosya, 2017). Kemajuan
suatu Negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilan dalam
melaksanakan pembangunan. Keberhasilan pembangunan terutama ditentukan oleh
factor sumber daya manusia yaitu manusia sebagai actor yang paling dominan.
Indonesia merupakan salah satu Negara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman
kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya, jika dibandingkan dengan Negara
lain dikawasan
Asia bukanlah sebuah Negara yang kaya namun bahkan menjadi Negara yang
miskin. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya manusia
Indonesia yang tidak dikembangkan dengan maksimal. Kualitas ini menyangkut dari
pada kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat
kejujuran dari aparat penyelenggara negar menyebabkan terjadi korupsi. Kristiawan
(2016) menyebutkan bahwa dimana revolusi mental dan pendidikan karakter dapat
menjadi suatu pemecahan masalah dalam masalah rapuhnya moral di Indonesia.
Korupsi adalah kejahatan White collar crime atau kejahatan yang mengacu pada
kejahatan orang-orang terpandang atau orang yang memiliki kekuasaan dan
kedudukan (Mahardika, 2019). Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan
patologi social yang sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan
bermasyrakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi yang seperti ini terjadi dalam semua
tingkatan pemerintahan, tidak hanya di pusat tetapi juga di daerah-daerah. Bahkan,
sejak diberlakukannya otonomi daerah berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah di ta-hun 2001 telah terjadi kecenderungan korupsi di
Pemerintahan Daerah yang semakin meningkat secara drastis oleh para birokrat atau
pejabat yang melakukan pelayanan publik.
Korupsi birokrasi (bureaucratic corruption) sebagai suatu perilaku yang
dirancang yang sesungguhnya merupakan suatu perilaku yang menyimpang dari
norma-norma yang diharapkan yang sengaja dilakukan untuk mendapatkan imbalan
material atau penghargaan lainnya selanjutnya korupsi birokrasi adalah sebuah
pembengkokan hukum dan ketidakjujuran seorang birokrat dalam menjalankan
amanah dari rakyat (Awaludin, 2016). Selanjutnya , Bentuk-bentuk korupsi birokrasi
dalam pelayanan publik dapat diidentifikasi dari perilaku-perilaku seperti suap,
penggelapan, penyalahgunaan wewenang, perolehan barang dan jasa yang dilakukan
secara illegal dan ketidakpatuhan birokrat dalam melakukan tugas (Awaludin, 2016).
Maka dari itu pemerintahan yang bersih saat ini menjadi tujuan mendasar bagi
kelangsungan hidup suatu negara dalam upaya mewujudkan reformasi birokrasi. Era
liberalisasi ekonomi yang ditandai dengan tingkat kompetisi tinggi antar negara
menuntut kesiapan sumber daya dan perangkat kelembagaan dan hukum yang
mendukung pasar yang sehat. Karena itu pemberantasan korupsi menjadi keharusan
jika suatu negara ingin survive dan diperhitungkan dalam politik intenasional.
Pembahasan tentang faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya
korupsi birokrasi serta dampak-dampak korupsi terhadap Negara dan bagaimana etika
dalam berpolitik dan bernegara menjadi sangat penting sebagai cara pencegahan
praktek korupsi di Indonesia.
Dalam RPJMN 2010-2014, terdapat 11 (sebelas) Prioritas Nasional, salah satu
diantaranya adalah Ketahanan Pangan (prioritas ke-5).[1] Dalam rangka mewujudkan
terciptanya ketahanan pangan tersebut, diperlukan Kepemimpinan Nasional dalam
usaha menjabarkan visi-misi pada serangkaian program, mengalokasikan sumberdaya
yang langka, memfokuskan perhatian pada tujuan-tujuan, dan mengkoordinasikan
perubahan-perubahan yang terjadi. Kepemimpinan tidak lepas dari fenomena
kemasyarakatan yang sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup suatu bangsa
dalam menata kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada level kepemimpinan
nasional, baik pemimpin di sektor formal maupun informal, pada semua strata/jenjang
institusi atau organisasi, memiliki kemampuan dan kewenangan untuk mengerahkan
ataupun mengarahkan segenap sumber daya nasional dengan dilandasi paradigma
nasional.
Pemimpin merupakan agen perubahan, orang yang perilakunya akan lebih
mempengaruhi orang lain dari pada perilaku orang lain yang mempengaruhi mereka
(Gibson, Ivanchevich, & Donnely, 1995). Hasil studi tentang kehidupan serta karier
pemimpin-pemimpin besar yang berhasil telah menunjukkan adanya sifat-sifat pribadi
tertentu yang merupakan kualitas pribadi pemimpin yang esensial dan harus dipunyai
oleh setiap pemimpin, sebagai berikut:
1) Integritas;
2) Pengetahuan;
3) Keberanian;
4) Inisiatif;
5) Kemampuan memutuskan;
6) Kebijaksanaan;
7) Keadilan;
8) Dapat dipercaya;
9) Sikap;
10) Tahan menderita;
11) Kegembiraan;
12) Tidak mementingkan diri sendiri;
13) Loyalitas;
14) Kemampuan untuk mempertimbangkan.
Implementasi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KUBI) yang disusun
oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional yang diterbitkan oleh Balai
Pustaka (2002), bermakna: pelaksanaan, penerapan. Kepemimpinan adalah “the
ability of an individual to influence, motivate, and enable others to contribute toward
the effectiveness and success of the organizations of which they are members”
(Robert J. House, 2004). [Terj: “kemampuan seseorang untuk mempengaruhi,
memotivasi, dan memungkinkan orang lain untuk memberikan sumbangan bagi
efektivitas dan keberhasilan organisasi dimana mereka adalah anggotanya.”]
Kepemimpinan bukanlah sebuah posisi ataupun jabatan yang diberikan, melainkan
pada sebuah proses pembelajaran dan praktek. Kepemimpinan adalah sebuah proses
yang akan membentuk seorang pemimpin dengan karakter dan watak sebagai berikut:
jujur terhadap diri sendiri (integrity), bertanggungjawab secara tulus (compassion),
memiliki pengetahuan (cognizance), keberanian bertindak sesuai dengan keyakinan
(commitment), kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain (confidence) dan
kemampuan untuk meyakinkan orang lain (communication).
Hasil studi tentang kehidupan serta karier pemimpin-pemimpin besar yang
berhasil telah menunjukkan adanya sifat-sifat pribadi tertentu yang merupakan
kualitas pribadi pemimpin yang esensial dan harus dipunyai oleh setiap pemimpin.
Sifat merupakan bawaan yang mempengaruhi segala tingkahlaku, perbuatan serta
tindakan dalam mengambil suatu keputusan. Dengan didasarkan pada pandangan
Traits Theory atau Teori Sifat Kepemimpinan, yang memandang pentingnya sifat
manusia dalam kepemimpinan, maka sifat-sifat kepemimpinan yang harus
diimplementasikan sebagai berikut:

a. Integritas (Integrity)
John C. Maxwell dalam bukunya Mengembangkan Kepemimpinan di Dalam
Diri Anda, meletakkan integritas sebagai faktor kepemimpinan yang paling penting.
Integritas meneguhkan adanya konsistensi antara apa yang kita katakan dengan apa
yang kita perbuat. Integritas sepintas terlihat sepele, namun kegagalan para pejabat
pemerintah dan negara dalam menjalankan roda organisasi/instansi karena kurangnya
integritas yang berujung pada KKN, meskipun pemimpinnya cakap dalam berpolitik
dan bernegara.

b. Pengetahuan (Cognizance)
Pemimpin harus memiliki pengetahuan tentang tujuan, asas organisasi yang
dipimpinnya, serta cara-cara untuk menjalankannya secara efisien, serta mampu
memberikan keyakinan kepada orang-orang yang dipimpin dalam mencapai tujuan-
tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Sebagai pemimpin, seseorang harus berperan
mendorong anggotanya untuk beraktivitas sambil memberi sugesti dan semangat agar
tujuan dapat tercapai.
c. Keberanian (Courage)
“Keberanian sejati adalah kebajikan tertinggi,” sebagaimana diungkapkan oleh
Sir Winston Churchill. Keberanian adalah karakter utama dari seorang pemimpin
sejati. Hal itu tercermin dan terlihat dalam perkataan, perbuatan dan tindakan seorang
pemimpin. Tidak akan ada terobosan signifikan tanpa keberanian mengambil risiko.
Keberanian berarti memiliki kepastian dan keteguhan dalam mengambil keputusan
atau bertindak. Namun, keberanian berbeda dengan tindakan sesaat yang tidak
terfokus dan tanpa perhitungan. Keberanian ditunjukkan oleh seorang pemimpin
setelah melakukan analisis atas suatu situasi, dan mengambil keputusan berdasarkan
analisis tersebut. Setelah itu, baru lah seorang pemimpin melaksanakan dengan
sepenuh hati keputusan yang telah dibuatnya, apapun risiko yang harus dihadapinya.

d. Inisiatif (Initiative)
Mengimplementasikan sifat inisiatif (ide untuk menggerakkan). Pemimpin
harus mempunyai kemampuan melihat apa yang seharusnya dikerjakan, kemampuan
menghadapi situasi tanpa adanya sarana/alat-alat atau cara-cara yang biasa dipakai.
Dengan demikian, mereka yang dipimpin benar-benar merasakan bahwa sifat
kepemimpinan hadir dalam diri pemimpinnya, yaitu pemimpin yang telah menjadi
penggerak bagi mereka. Kualitas inisiatif atau prakarsa biasanya berkaitan erat
dengan kreativitas. Seorang pemimpin yang kreatif dan penuh ide, serta berani
mengambil keputusan dan melaksanakan keputusan itu, akan menjadi pemimpin yang
mampu menggerakkan seluruh anggota organisasi yang dipimpinnya.

e. Kebijaksanaan/kebajikan (Wisdom)
Kebijaksanaan (wisdom), atau disebut pula sebagai kebajikan, merupakan
kearifan seorang pemimpin dalam memutuskan sesuatu sehingga keputusannya adil
dan bijaksana. Adalah penting untuk mengimplementasikan sifat kebijaksanaan dalam
kepemimpinan, karena berdampak pada hubungan-hubungan maupun pengaruh dalam
sebuah organisasi yang dipimpin. Kebijaksanaan menjadi suri teladan bagi bawahan
dan orang lainnya. Pemimpin yang bijaksana akan dihormati oleh bawahan bukan
karena jabatan atau kedudukannya, melainkan karena kualitas kepemimpinannya.
Faktor yang penting dalam kebijaksanaan adalah kesopanan. Pengaruh
kepemimpinan secara spesifik beranjak dari kepribadian pemimpin. Apabila karakter
pemimpin positif, maka akan menularkan pengaruh positif, dan sebaliknya, bila
karakternya didominasi oleh unsur negatif, maka pengaruhnya tentu akan negatif.
Oleh karena itu, dalam praktek kepemimpinan sehari-hari, pemimpin yang memimpin
dengan penuh kesopanan, selalu tersenyum, dan mampu mengendalikan diri dari
sikap marah yang berlebihan, akan lebih diterima dan diikuti serta perintahnya
dijalankan daripada pemimpin yang perilakunya kasar, jarang tersenyum, dan
kerapkali bertindak tidak sopan.
f. Keadilan
Bagaikan bentangan layar, sifat dan sikap adil seorang pemimpin akan
menggerakkan seluruh potensi kapal kepemimpinan seseorang menuju arah yang
diinginkan. Tanpa berlaku adil, kapal kepemimpinan hanya terombang-ambing di
samudera masalah yang begitu luas. Tujuan organisasi akan sulit tercapai karena
seorang pemimpin yang tidak adil tidak akan dapat menjadi panutan dan arahan serta
perintah-perintahnya tidak akan dilaksanakan oleh anggota organisasi. Padahal,
lingkungan internal maupun eksternal organisasi seringkali menghadirkan masalah
yang sangat kompleks.
Sifat adil akan selalu menjadi takaran dalam kepemimpinan. Oleh karena itu,
dalam kepemimpinan, sifat adil harus senantiasa terwujud dan diimplementasikan
dalam menjalankan roda organisasi. Sifat adil berarti tidak memihak dalam suatu
situasi konflik, baik atas alasan demi kepentingan pribadi maupun kelompok. Sifat
adil juga tampak dari pemberian imbalan (reward) dan sanksi (punishment) terhadap
bawahan. Pemimpin harus mampu menempatkan kepentingan yang lebih besar dar
kepentingan yang sempit. Kualitas pribadi dari sifat adil dan tindakan yang adil ini
tampaknya mudah diucapkan, tetapi tidak gampang dipraktekkan.

g. Kepercayaan (Trust)
Kepercayaan merupakan landasan kepemimpinan. Kepercayaan orang adalah
hal yang sangat penting, dan merupakan suatu modal dasar bagi seorang pemimpin.
Kepercayaan orang terletak pada karakter, dan karakter adalah modal sang pemimpin.
Jenderal H. Norman Schwarzkoff menekankan pentingnya karakter.
Schwarzkoff mengungkapkan, bahwa Kepemimpinan adalah kombinasi antara
strategi dan karakter, namun jika anda harus kehilangan salah satunya, lebih baik anda
tidak punya strategi. Mengapa? Setiap karakter memungkinkan terciptanya
kepercayaan. Dan kepercayaan memungkinkan terciptanya kepemimpinan. Jika orang
mempercayai kita, mereka akan mendukung kita untuk berhasil. Kepercayaan dapat
menuntun pada kesuksesan. Jika orang tidak percaya kepada pemimpinnya, maka
akan ditinggalkan oleh anggotanya. Hasilnya adalah kegagalan.
Jadi, implementasi sifat-sifat kepemimpinan dalam praktek kepemimpinan
nasional tersebut mencakup butir-butir sebagai berikut:
1) Integritas;
2) Pengetahuan;
3) Keberanian;
4) Inisiatif;
5) Kebijaksanaan;
6) Keadilan;
7) Dapat dipercaya;
8) Sikap tidak mementingkan diri sendiri.
Disamping itu pula harus memiliki kegembiraan, tahan menderita,
kemampuan memutuskan, memiliki loyalitas dan kemampuan untuk
mempertimbangkan.

Anda mungkin juga menyukai