Modul 3 Pemodelan Hujan Limpasan Menggunakan Data Satelit - OK
Modul 3 Pemodelan Hujan Limpasan Menggunakan Data Satelit - OK
Juni 2022
Modul 3 – Pemodelan Hujan Limpasan Menggunakan Data Satelit
Bahan Ajar Bimbingan Teknis Analisis Stabilitas Bendungan dan Analisis Debit Banjir Menggunakan Data Hujan Satelit
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
pengembangan Modul 3 – Pemodelan Hujan Limpasan Menggunakan Data Satelit sebagai
materi inti/substansi dalam pelatihan analisis debit banjir menggunakan data hujan satelit.
Modul ini disusun untuk memenuhi kebutuhan kompetensi dasar Aparatur Sipil Negara
(ASN), maupun perencana profesional di bidang sumber daya air.
Pelatihan analisis debit banjir menggunakan data hujan satelit merupakan rangkaian 3
(tiga) topik, yaitu analisis curah hujan, analisis debit banjir, dan pemodelannya. Penyusunan
modul yang sistematis diharapkan mampu mempermudah peserta pelatihan dalam
memahami dan menerapkan materi dasar-dasar perencanaan alur dan bangunan sungai.
Penekanan orientasi pembelajaran pada modul ini lebih menonjolkan partisipasi aktif dari
para peserta.
Akhirnya, ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada Tim Penyusun
dan Narasumber, sehingga modul ini dapat diselesaikan dengan baik. Penyempurnaan
maupun perubahan modul di masa mendatang senantiasa terbuka dan dimungkinkan
mengingat akan perkembangan situasi, kebijakan dan peraturan yang terus menerus
terjadi. Semoga Modul ini dapat memberikan manfaat bagi peningkatan kompetensi
ASN/perencana professional di bidang SDA.
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 5-2. Penyimpangan hujan satelit sebelum dan setelah terkoreksi .................. 5-18
Gambar 7-2. Peta kemiringan lereng DAS Bendungan Songputri. ................................. 7-2
Gambar 7-3. Peta tata guna lahan DAS Bendungan Songputri...................................... 7-3
Gambar 7-4. Data elevasi muka air harian Waduk Songputri ......................................... 7-6
Gambar 7-5. Data elevasi muka air jam-jaman Waduk Songputri .................................. 7-7
Gambar 7-6. Hubungan Elevasi-Volume Waduk (kiri) dan lengkung aliran pelimpah (kanan)
................................................................................................................................ 7-7
Gambar 7-8. Distribusi temporal berdasarkan hujan di Waduk Songputri .................... 7-10
Gambar 7-10. Hasil kalibrasi banjir peristiwa banjir November 2017............................ 7-13
Gambar 7-11. Hasil verifikasi banjir peristiwa banjir Oktober 2018............................... 7-13
Gambar 8-1. DAS Bendungan Tandung dan DAS Rongkong ........................................ 8-1
Gambar 8-3. Error seri hujan harian sebelum dan sesudah koreksi terhadap pos DAS
Rongkong ................................................................................................................ 8-3
Gambar 8-4. Error seri hujan harian maksimum tahunan (HHMT) sebelum dan sesudah
koreksi terhadap pos DAS Rongkong ...................................................................... 8-3
Gambar 8-5. Hujan tahunan GPM sesudah koreksi dibandingkan pos Das Rongkong .. 8-4
Gambar 8-7. Konfigurasi model Hec-HMS untuk Bendungan Tandung ......................... 8-6
Gambar 8-9. Hidrograf banjir PMF dan setengah PMF menggunakan metode I dan metode
II .............................................................................................................................. 8-9
Gambar 8-10. Hidrograf banjir 100 dan 1000 tahunan menggunakan metode I dan metode
II .............................................................................................................................. 8-9
Gambar 8-13. Hidrograf banjir rencana (1000 tahunan, ½ PMF, PMF) Bendungan Tandung
.............................................................................................................................. 8-11
Gambar 9-1. DAS Bendungan Tilong dan pos hujan dan grid GPM ............................... 9-1
Gambar 9-2. Data hujan dan muka air peristiwa banjir Februari 2020 dan April 2021 .... 9-3
Gambar 9-3. Error seri hujan harian sebelum dan sesudah koreksi terhadap pos DAS Tilong
................................................................................................................................ 9-3
Gambar 9-4. Error seri hujan harian maksimum tahunan (HHMT) sebelum dan sesudah
koreksi terhadap Pos DAS Tilong ............................................................................ 9-3
Gambar 9-7. Peta tutupan lahan, jenis tanah dan kemiringan lereng DAS Bendungan Tilong
................................................................................................................................ 9-6
Gambar 9-8. Kalibrasi dan verifikasi model banjir Bendungan Tilong. ............................ 9-8
Gambar 9-9. Hidrograf banjir rencana (1000 tahunan, ½ PMF, PMF) Bendungan Tilong 9-
10
DAFTAR TABEL
Tabel 1.2. Pedoman teknis analisis debit banjir desain .................................................. 1-2
Tabel 5.2. Contoh data hujan harian stasiun hujan ...................................................... 5-13
Tabel 5.3. Contoh interval dan koefisien koreksi data TRMM (Tidak berlaku secara umum
untuk seluruh lokasi) ............................................................................................. 5-13
Tabel 5.4. Contoh pengalian data hujan dengan koefisien koreksi ............................... 5-14
Tabel 5.7. Contoh perhitungan error rata-rata sebelum dan sesudah koreksi .............. 5-18
Tabel 7.1. Kelas kemiringan lereng di DAS Bendungan Songputri ................................. 7-2
Tabel 7.2. Jenis penggunaan lahan di DAS Bendungan Songputri ................................ 7-3
Tabel 7.3. Jenis penggunaan lahan di DAS Bendungan Songputri ................................ 7-4
Tabel 7.5. Koefisien korelasi antara hujan bulanan ground dan TRMM ......................... 7-6
Tabel 7.6. RMSE antara hujan bulanan ground dan TRMM di wilayah studi .................. 7-6
Tabel 7.7. Hasil analisis frekuensi dengan metode GEV ................................................ 7-8
Tabel 7.9. Pemilihan metode dan parameter perhitungan debit banjir .......................... 7-11
Tabel 7.10. Hasil perhitungan parameter tlag untuk unit hidrograf SCS ......................... 7-12
Tabel 8.2. Metode pilihan untuk analisis banjir rencana ................................................. 8-7
Tabel 8.3. Komposisi Rata-rata Textur Tanah DAS Bendungan Tandung...................... 8-7
Tabel 9.2. Hujan rencana GPM sebelum dan sesudah koreksi serta pos El Tari ........... 9-4
Tabel 9.3. Hujan rencana rata-rata DTA Bendungan Tilong ........................................... 9-5
Tabel 9.5. Komposisi rata-rata textur tanah DAS Bendungan Tilong.............................. 9-7
DAFTAR ISTILAH
Banjir
Peristiwa meluapnya air sungai melebihi palung sungai atau genangan air yang terjadi pada
daerah yang rendah dan tidak bisa terdrainasikan
Bendungan
Bangunan yang berupa urukan tanah, urukan batu, dan beton, yang dibangun selain untuk
menahan dan menampung air, dapat pula dibangun untuk menahan dan menampung
limbah tambang, atau menampung lumpur sehingga terbentuk waduk
Suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak
sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari
curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah
topografi dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh
aktivitas daratan
Debit maksimum dari suatu sungai, atau saluran yang besarnya didasarkan/terkait dengan
periode ulang tertentu
Air yang masuk ke dalam sungai melalui permukaan tanah dan bawah permukaan
Terdiri dari aliran bawah permukaan (subsurface) ditambah aliran yang berasal dari air
tanah
Debit aliran
Volume air yang mengalir melalui penampang melintang sungai atau saluran dalam satuan
waktu tertentu, dinyatakan dalam satuan l/s atau m3/s
Hidrograf Banjir
Hubungan antara muka air/debit dan waktu yang terbentuk akibat suatu/series dari hujan
lebat
Hidrograf Satuan
Hidrograf (hubungan antara muka air/debit dan waktu) yang terbentuk dari satu satuan
hujan efektif, dengan durasi waktu curah hujan tertentu
Hujan Efektif
Akumulasi curah hujan yang terjadi selama satu hari dan tercatat sebagai curah hujan
paling tinggi dalam satu tahun
Hujan Wilayah
Tebalnya curah hujan turun dan merupakan batas atas secara fisik untuk suatu durasi dan
daerah aliran sungai tertentu
Hujan Rencana
Karakteristik DAS
Gambaran spesifik mengenai DAS yang dicirikan oleh parameter yang berkaitan dengan
keadaan morfometri, topografi, tanah, geologi, vegetasi, penggunaan lahan, hidrologi dan
manusia
Periode Ulang
Selang waktu pengulangan suatu kejadian (terlampaui) pada kurun waktu tertentu (T)
Data yang keluar dari populasinya dan jarang terjadi serta besarannya jauh dari yang
lainnya, nilainya bisa sangat besar atau kecil dibandingkan dengan yang lainnya
Tinggi tampungan air dalam mm yang diukur dengan alat penakar hujan
Waktu Konsentrasi
Waktu yang diperlukan air hujan untuk mengalir dari titik terjauh pada suatu DAS ke titik
yang ditinjau yang terletak di bagian hilir sungai
Debit banjir terbesar yang mungkin terjadi dengan mengandaikan semua faktor secara
kebetulan menghasilkan curah hujan dan limpasan terbesar dan tidak akan terlampaui
Elevasi muka air maksimum dalam waduk pada kondisi eksploitasi normal
Penelusuran Banjir
Proses pelacakan banjir untuk menentukan waktu kejadian, muka air di dalam waduk, dan
Balai Teknik Bendungan – Ditjen SDA x
Juni 2022
Modul 3 – Pemodelan Hujan Limpasan Menggunakan Data Satelit
Bahan Ajar Bimbingan Teknis Analisis Stabilitas Bendungan dan Analisis Debit Banjir Menggunakan Data Hujan Satelit
Tampungan Banjir
Ruang di dalam waduk untuk menampung banjir, yang besarnya sama dengan selisih
antara muka air maksimum pada waktu banjir dan muka air normal
Tinggi Jagaan
Jarak vertikal dari puncak bendungan sampai elevasi muka air maksimum waduk yang
diperoleh dari hasil perhitungan banjir desain pelimpah.
Waduk
BAB 1
PENDAHULUAN
Bendungan, selain memiliki manfaat yang besar, juga memiliki potensi bahaya besar.
Peristiwa keruntuhan bendungan akan menyebabkan banjir yang parah sampai jauh ke hilir
yang akan menyebabkan banyak korban jiwa, properti, fasilitas umum dan kerusakan
lingkungan yang parah di daerah hilir. Untuk mencegah bencana tersebut, perancangan
bendungan harus didesain dengan baik, serta bendungan yang sudah ada harus dipantau
dan dipelihara dengan baik. Pelimpah, dalam hal ini merupakan infrastruktur yang sangat
penting dalam pengendalian banjir bendungan. Untuk meningkatkan keamanan
bendungan, diperlukan kajian mengenai kapasitas pelimpah untuk mengalirkan debit banjir
sesuai dengan periode ulang yang ditetapkan.
Analisis debit banjir merupakan salah satu aspek penting baik untuk perencanaan
bendungan maupun sebagai aspek yang perlu diperhatikan. Permasalahan muncul karena
umumnya di negara berkembang termasuk di Indonesia, data yang dapat digunakan dalam
analisis debit banjir, terutama data curah hujan, sangat terbatas atau bahkan tidak tersedia.
Salah satu solusi yang dapat digunakan sebagai data hujan adalah data hujan satelit. Akan
tetapi berdasarkan kajian lain diketahui bahwa curah hujan satelit memiliki deviasi
dibandingkan dengan data stasiun hujan sehingga perlu dilakukan koreksi terlebih dahulu
sebelum kemudian dihitung menjadi hujan rencana.
Hujan rencana kemudian digunakan dalam analisis hujan efektif yang kemudian
ditransformasi menjadi debit banjir menggunakan metode hidrograf satuan melalui proses
kalibrasi sesuai dengan SNI 2415:2016. Apabila kalibrasi tidak dapat dilakukan, maka
analisis debit banjir perlu dibandingkan dengan beberapa metode baik dalam analisis hujan
efektif maupun hidrograf satuan. Debit banjir yang dihitung menggunakan berbagai periode
ulang termasuk dalam kondisi Probable Maximum Flood (PMF) dan kemudian digunakan
sebagai dasar dalam analisis penelusuran banjir. Dalam analisis penelusuran banjir, dapat
diketahui besaran elevasi muka air waduk dengan dimensi pelimpah tertentu yang menjadi
acuan dalam kondisi keamanan bendungan mengikuti SNI 3432:2020.
Modul 3 “Pemodelan Hujan Limpasan Menggunakan Data Satelit” ini merupakan bagian
ketiga dari tiga modul yang disiapkan untuk kegiatan bimbingan teknis “Analisis Debit Banjir
Desain dengan Menggunakan Data Hujan Satelit”. Setelah melewati bimbingan teknis ini
diharapkan peserta dapat melakukan analisis data hujan, termasuk menggunakan data
satelit, hingga memperoleh debit banjir dan dapat mengkaji keamanan bendungan sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
Setelah mengikuti rangkaian pembelajaran dengan bahan yang tertera pada modul ini,
diharapkan peserta mampu memahami langkah pengumpulan data serta pemodelan hujan
limpasan. Pengumpulan data yang dijabarkan dalam modul ini adalah berupa data DEM,
tutupan lahan, jenis tanah dan data hujan satelit. Pemodelan hujan limpasan dalam modul
ini dijelaskan secara beruntut dari pengolahan data spasial untuk memperoleh batas DAS
dan parameter model, serta langkah pemodelan menggunakan model HEC-HMS.
BAB 2
PANDUAN APLIKASI HYDROGNOMON
UNTUK MENGHITUNG HUJAN RENCANA
Langkah penggunaan aplikasi Hydrognomon mulai dari input data sampai mengeluarkan
hasil berupa hujan rencana adalah sebagai berikut.
Menginput data time-series, mulai dari judul, komentar, jenis variabel (hujan/debit),
satuan ukuran, serta jumlah angka di belakang koma
Menginput interval temporal data time series serta tipe interval (untuk hujan digunakan
tipe sum/cumulative, sementara untuk debit digunakan)
Analisis statistik dilakukan secara langsung oleh program dengan memilih menu
Hydrology- Pythia
Ubah skala horizontal menjadi linear, dan pilih distribusi probabilitas yang akan
digunakan (Untuk GEV, pilih L-moments GEV Max)
BAB 3
PENGUNDUHAN DATA DEM, TATA GUNA
LAHAN, DAN JENIS TANAH
Bab ini berisikan tentang penjelasan serta langkah-langkah pengunduhan data yang
tersedia secara daring yang diperlukan pemodelan hujan limpasan menggunakan HEC-
GeoHMS. Data yang diperlukan untuk pemodelan hujan limpasan terdiri atas data topografi
berupa data Digital Elevation Model (DEM), data tata guna lahan, dan data jenis tanah.
Data topografi yang dibutuhkan dalam HEC-GeoHMS adalah DEM (Digital Elevation Model)
yaitu data digital yang menggambarkan geometri dari bentuk permukaan bumi atau
bagiannya yang terdiri dari himpunan titik-titik koordinat hasil sampling dari permukaan
dengan algoritma yang mendefinisikan permukaan tersebut menggunakan himpunan
koordinat. Data topografi sangat penting dan menjadi data minimum yang harus ada untuk
menjalankan HEC-GeoHMS. HEC-GeoHMS menggunakan data topografi untuk
menentukan batas DAS, jalur drainase dan karakteristik fisiknya seperti Luas DAS, panjang
sungai serta Kemiringan lahan dan alur sungainya.
Salah satu data DEM yang umum digunakan untuk analisis hidrologi di Indonesia adalah
peta DEMNAS yang dipublikasikan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG). Resolusi
spasial DEMNAS adalah 0,27 arcsecond atau 8 m dengan menggunakan datum vertikal
EGM2008. DEMNAS dibangun dari beberapa sumber data, meliputi data IFSAR (resolusi
5 m), TERRASAR-X (resolusi 5 m), dan ALOS PALSAR (resolusi 11,25 m), dengan
menambahkan data Masspoint hasil stereo-plotting.
Scroll ke bawah dan klik Download di bawah menu DEM Nasional untuk membuka
halaman DEMNAS
Jika sudah mempunyai akun isikan Alamat Email dan Password tapi jika belum tekan
“Register”
Masukkan alamat email yang dipakai untuk registrasi dan password yang didapat
kemudian tekan Login untuk masuk dan kembali ke halaman awal.
Pilih kembali DEMNAS pada menu Download untuk membuka halaman peta pemilihan
data dan ketikkan lokasi yang dicari pada isian pencarian serta pilih salah satu lokasi
yg paling mendekati dari daftar yang ditawarkan.
Pilih dan download data DEM dari kotak‐kotak (Grid) di sekitar titik lokasi yang
diperkirakan mencakup wilayah DAS yg dicari. (kebetulan sebagai contoh hanya
dibutuh 1 kotak saja)
Selanjutnya didapat data DEM dalam satuan jarak Meter yg dapat digunakan dalam
Program Hec‐GeoHMS
Peta tutupan lahan merupakan garis yang menggambarkan batas penampakan area
tutupan di atas permukaan bumi yang terdiri dari bentang alam dan/atau bentang buatan
(Presiden Republik Indonesia, 2011). Penutupan lahan dihasilkan dari kegiatan penafsiran
data citra satelit. Data tutupan lahan dibutuhkan dalam HEC-GeoHMS untuk dilakukan
analisis tumpang susun dengan data jenis tanah untuk menghasilkan nilai Curve Number
(CN).
Data Tata Guna Lahan dapat diambil dari peta Rupabumi Indonesia (RBI) yang dikeluarkan
oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) dan di-overlay dengan citra satelit untuk
mendapatkan kondisi terkini Peta RBI adalah peta yang menampilkan sebagian unsur-
unsur alam dan buatan manusia di wilayah NKRI. Peta RBI memiliki skala 1:250.000,
1:50.000, dan 1: 25.000.
Scroll ke bawah dan klik Download di bawah menu Peta RBI Format shp
Pilih AOI untuk masuk ke halaman pengunduhan data Rupa Bumi ‐ Pilih AOI untuk
mendownload data berdasarkan Area studi ‐ Pilih Per Wilayah untuk mendownload
data berdasarkan wilayah Kabupaten /Kota (harus registrasi terlebih dahulu)
Tambahkan data shapefile Area of Interest dalam format file KML (google earth) atau
zip
Masukkan alamat email yang dipakai untuk registrasi dan password yang didapat
kemudian tekan Login untuk masuk dan kembali ke halaman awal.
Selanjutnya, untuk lebih mudahnya buka file zip dari Vegetasi, Hidrografi dan
Lingkungan terbangun menggunakan Program Global Mapper.
Ekspor semua data shapefile dalam bentuk poligon dalam tampilan tersebut untuk
mendapatkan data shapefile landuse.
Buka Shapefile Landuse yg didapat dengan program Arcgis dan data siap digunakan.
Atur warna legenda untuk landuse supaya dapat lebih menggambarkan kondisi
penggunaan lahan di area studi.
Data Jenis Tanah dibutuhkan untuk mendapatkan klas Hidrologic Soil Group (HSG)
berdasarkan permeabilitas jenis tanah. Dalam HEC-GeoHMS, peta jenis tanah digunakan
untuk analisis tumpang susun dengan data tutupan lahan untuk menghasilkan nilai Curve
Number (CN).
Langkah-langkah pengunduhan data tata guna lahan RBI sampai dengan penentuan
nilai HSG:
Open Folder dari file setup yang baru diunduh lalu klik kanan file tersebut untuk memilih
“Run as Administrator”
Jalankan program instalasi dan klik “Finish” untuk mengakhirinya dengan membiarkan
centang pada checkbox “Launch the program” untuk langsung membuka Program
HWSD
Selanjutnya untuk mendapatkan data jenis tanah wilayah studi, dapat ditambahkan
shapefile wilayah studi, sebagai contoh ditambahkan shapefile grid TRMM wilayah
studi.
Zoom pada wilayah studi dan gunakan “tool SMU Table” untuk menampilkan data jenis
tanah yang terdapat pada wilayah studi. Tekan “Copy” pada tabel yg ditampilkan
kemudian paste pada Excel Workbook. Lakukan yang sama pada setiap jenis tanah
yang terdapat dalam wilayah studi.
Selanjutnya untuk mendapatkan shapefile jenis tanah perlu dilakukan dijitasi karena
program ini tidak menyediakan fasilitas untuk mengambil data shapefile jenis tanah
yang ditampilkan. Untuk itu kita dapat melakukan screenshot dan menyimpannya
sebagai File image berekstensi Jpeg yang nanti akan didijitasi dalam program Arcgis.
Untuk melakukan dijitasi, peta tanah dalam bentuk file Jpeg tersebut harus terlebih
dahulu tergeoreferensi agar letaknya ditampilkan tepat berada pada koordinat yang
tepat. Sebagai acuan digunakan shapefile Grid TRMM yg sebelumnya digunakan
sebagai penanda lokasi pada peta tanah HWSD.
Gunakan tool “add link” pada toolbar Georeferencing untuk menandai ujung atas
sebelah kiri kotak yg berada pada image peta tanah
“Zoom to layer” yg menjadi acuan (Grid TRMM) dan klik juga pada ujung atas sebelah
kiri kotak tersebut sehingga ujung atas sebelah kiri kedua kotak menjadi berhimpit.
Lakukan hal yang sama untuk ujung bawah sebelah kanan kedua kotak sehingga
shapefile kotak acuan berhimpit dengan kotak yang ada pada file image peta jenis
tanah.
Lakukan hal yg sama untuk ujung bawah sebelah kanan kedua kotak sehingga
shapefile kotak acuan berhimpit dengan kotak yang ada pada file image peta jenis
tanah dan pilih Update Georeferencing agar file tersebut ter‐georeferensi.
Selanjutnya dapat dilakukan dijitasi untuk mendapatkan shapefile jenis tanah yaitu
dengan membuat shapefile baru.
Klik kanan shapefile jenis tanah yg baru dan pilih start editing untuk memulai proses
digitasi.
Setelah proses dijitasi selesai, maka didapat shapefile jenis tanah wilayah studi.
BAB 4
DELINEASI BATAS DAS DAN PENENTUAN
PARAMETER
Bab ini akan menjelaskan tentang proses delineasi batas DAS menggunakan HEC-
GeoHMS, juga penentuan parameter karakteristik DAS yang digunakan dalam pemodelan.
Pada DAS kecil, sebenarnya penarikan batas DAS dapat dilakukan secara manual
menggunakan autocad. Hal ini untuk mempersingkat waktu dan upaya yang dikeluarkan,
dimana pada DAS kecil seluruh DAS dapat dianggap menjadi satu kesatuan (single basin)
tanpa perlu dibagi menjadi SubDAS. Di samping itu, aplikasi GIS terkadang mengalami
kesulitan melakukan delineasi pada kasus daerah tangkapan yang kecil.
Pada DAS menengah dan DAS besar, disarankan menggunakan aplikasi GIS untuk
menarik batas DAS serta membagi DAS menjadi beberapa Sub-DAS agar besaran hujan
dan parameter pada masing-masing SubDAS dapat dibuat berbeda sesuai dengan kondisi
nyata. Akurasi dari batas DAS yang dihasilkan bergantung kepada data topografi/DEM
yang digunakan dan agar lebih akurat perlu dilakukan survey lapangan untuk memastikan
arah aliran dari masing-masing alur sungai.
Perkembangan perangkat Geographic Information System (GIS) beberapa tahun ini dapat
membuka peluang untuk mendukung pemodelan hidrologi dalam sistem DAS. Dengan
banyaknya data spasial digital yang mudah diakses melalui beberapa lembaga
digabungkan dengan algoritma spasial, integrasi GIS dengan model hidrologi menjadi
solusi untuk mempermudah kajian hidrologi. Kemampuan untuk melakukan analisis spasial
memiliki keunggulan berupa akurasi yang lebih baik serta lebih efektif dari segi waktu dan
tenaga.
http://downloads.esri.com/archydro/HECGeoHMS/
Jalankan file setup HEC-GeoHMS dan Ikuti instruksi pengaturan di layar.
Paket instalasi HEC-GeoHMS secara otomatis akan menginstal Water Utilities
Application Framework, Arc Hydro Tools dan HEC-GeoHMS.
Secara default, Arc Hydro Tools akan diinstal ke direktori C:\Program Files
(x86)\ESRI\WaterUtils dan HEC-GeoHMS akan diinstal ke direktori C:\Program Files
(x86)\HEC\HEC-GeoHMS.
Tahap ini dimulai dengan membuka sebuah fitur dari ArcGIS yaitu ArcMap yang
merupakan aplikasi utama yang digunakan dalam pengelolahan data GIS.
Tampilkan Catalog yang ada pada menu “Windows” sehingga tampil di sebelah kanan
Data View untuk memudahkan pengambilan data dan hubungkan dengan Folder
pekerjaan sehingga Folder pekerjaan akan tampil pada Catalog.
Selanjutnya dari Menu “Customize” aktifkan Ekstension Spatial Analyst dan Toolbar
HEC-GeoHMS.
Manajemen Data
Data yang disajikan atau dihasilkan oleh program HEC-GeoHMS dikelola melalui asosiasi
peran. Misalnya, ketika DEM ditambahkan ke dokumen ArcMap, HEC-GeoHMS akan
mengaitkannya dengan "RawDEM", yang merupakan DEM asli. Ketika Submenu tool “Fill”
digunakan, program akan secara otomatis menawarkan RawDEM sebagai default untuk
membuat DEM tanpa depresi. Selain mengaitkan kumpulan data dengan peran yang
dimaksudkan saat dibuat, manajemen data memungkinkan pengguna untuk memasukkan
kumpulan data lain dan menetapkan peran kepadanya. Misalnya, jika pengguna telah
mengembangkan arah aliran dan jaringan akumulasi di program lain, pengguna dapat
membawa data ini sebagai lapisan (layer) dan menetapkan peran data tersebut. Submenu
Masukkan data topografi yang sudah disiapkan (dalam contoh ini file topografi.asc)
dengan cara menarik file tersebut dari “Catalog” ke dalam Data Frame “Layers” yang
ada pada “Table of Contents (TOC)”
Agar lebih terlihat jelas perbedaan tinggi pada data topografi tersebut, tampilan warna
legenda topografi tersebut dapat diubah pada pengaturan “Layer Properties” data
tersebut yang akan muncul dengan melakukan double click pada nama file tersebut di
TOC.
Simpan (Save) Proyek pada folder yang sama dengan data yang akan dianalisis.
Tahap Preprocessing dapat dijalankan dengan memilih submenunya mulai dari pilihan
yang teratas dilanjutkan dengan yang dibawahnya.
Submenu DEM Reconditioning dan Build Walls merupakan Submenu yang berfungsi
untuk merekayasa DEM pada wilayah datar agar alur sungai dan batas DAS yang akan
dihasilkan oleh Program HEC-GeoHMS ini akan sesuai dengan kenampakan alur
sungai sebenarnya. (biasanya digunakan pada DAS yang memiliki wilayah bertopografi
datar)
Selanjutnya jalankan semua submenu Preprocessing mulai dari atas ke bawah sebagai
berikut.
Pada tahap ini dilakukan penentuan area DAS yang akan menjadi area studi pada
proyek HMS. Caranya dengan memilih submenu “Start New Project” tentukan nama
dari file Project area dan Project poin. Selanjutnya isikan nama dan deskripsi proyek
serta lokasi tampilan data DAS serta lokasi Folder data yang akan dibuat.
Langkah berikutnya adalah menentukan lokasi outlet dari DAS yang akan dianalisis.
Ada baiknya menambahkan basemap citra landsat dari layanan online Arcgis untuk
meyakinkan pemilihan lokasi outlet yaitu dengan memilih Menu “File” → pilih Submenu
“Add Data” → pilih “Add Basemap” dan pilih “Imagery” dari pilihan yang ada.
Selanjutnya perbesar (zoom) tampilan data frame ke lokasi dan tentukan lokasi outlet
pada alur sungai yang sudah terbentuk dari proses tahap Preprocessing sebelumnya
dengan menggunakan tool “Add Project Point” .
Selanjutnya pilih submenu “Generate Project” untuk mulai pembentukan wilayah DAS
yang akan dianalisis. Selanjutnya Klik “Yes” pada dialog konfirmasi bentuk DAS jika
sudah setuju dengan area project yang terbentuk.
Kemudian klik OK pada dialog konfirmasi file dan tunggu sampai proses
pembentukkannya selesai. Selanjutnya akan terbentuk sebuah Data frame Project
View yang nantinya akan menjadi sebuah permodelan hidrologi program HEC-HMS
Pada tahap ini disediakan submenu untuk melakukan revisi terhadap pembagian SubDAS
dan segmen sungai yang telah terbentuk secara otomatis pada tahap “HMS Project Setup”
sebelumnya (jika diperlukan).
Pada tahap ini disediakan submenu untuk mengisi data karakteristik SubDAS dan alur
sungai dari shapefile hasil bentukan pada tahap sebelumnya yaitu antara lain panjang dan
kemiringan sungai, kemiringan lahan SubDAS, alur sungai terpanjang, titik berat setiap
subdas, ketinggian titik berat dan panjang alur sungai dari titik berat Subdas sampai ke
outlet dari setiap subdas. Data ini akan secara otomatis dihitung dan dicatatkan pada tabel
atribut daripada shapefile Subdas dan sungai tersebut.
Basin Slope
Submenu ini akan mengisikan kemiringan lahan rata-rata dari subDAS (Subbasin) pada
atribut fitur subDAS (dalam contoh ini bernama Subbasin 580) berdasarkan data
kemiringan lahan. Data kemiringan lahan ini bisa didapat dari analisis data topografi yang
digunakan dalam pekerjaan ini dengan menggunakan sebuah tool yang disediakan
Program Arcgis.Langkah-langkah menentukan kemiringan lahan adalah sbb:
Tampilkan tool “Slope” yang terdapat pada bagian System Toolboxes yang terdapat di
Catalog
Pada isian tool Slope, isikan data topografi yang akan dipakai kemudian tentukan folder
penyimpanan file hasil analisis dan beri nama file tersebut “Slope”
Setelah Data kemiringan lahan bernama “Slope” ada pada data frame, selanjutnya
jalankan kembali submenu “Basin slope yang akan merata-rata kemiringan lahan pada
setiap Subdas dan mengisikannya pada tabel atribut SubDAS tersebut (Subbasin580)
Pada tahap ini disediakan pilihan untuk menentukan metode dan memperkirakan sejumlah
parameter hidrologi yang akan dipakai di HEC-HMS.
Proses ini harusnya akan langsung menambahkan sebuah feature (Shapefile) yang berupa
subdas yang sudah terbagi-bagi berdasarkan grid Modclark. Tapi apabila gagal
menambahkan secara otomatis, maka shapefile dapat ditampilkan secara manual dengan
menambahkan file tersebut dari Catalog ke dalam Table of Content dari Data frame dan
pilih nama file tersebut sebagai isian untuk Grid Cell Intersection pada Data Management
Menu Parameters.
Untuk mengisikan nilai CN, dibutuhkan Data Raster Nilai CN wilayah studi.
Nilai CN suatu wilayah bisa ditentukan jika kombinasi jenis penggunaan lahan/Landuse
dengan grup hidrologi tanah/Hydrologic Soil Group (HSG) di dalam wilayah tersebut dapat
diketahui.
Kombinasi Jenis Landuse dengan HSG ini bisa didapat dengan menggabungkan Shapefile
kedua jenis data tersebut menggunakan Tool “Union” yang terdapat pada menu
Geoprocessing program Arcmap sebagai berikut:
Masukkan shapefile Landuse dan HSG kedalam sebuah data frame (dalam contoh ini
diberi nama Analisis)
Jalankan Tool “Union” dan pilih kedua Feautes data tersebut sebagai data yang akan
digabungkan.
Klik “OK” untuk menjalankan proses tersebut dan hasilnya akan tampil di data frame
tersebut.
Shapefile gabungan antara Landuse dan HSG tersebut juga akan memiliki Tabel Atribut
gabungan yang berisi keterangan kombinasi kedua data tersebut.
Masukkan sebuah Lookup table yang berisi acuan Nilai CN untuk suatu kombinasi
Landuse dan HSG di wilayah tersebut.
Join Tabel Atribut kombinasi Landuse dan HSG dengan Lookup Table tersebut dengan
cara klik kanan pada shapefile gabungan kemudian pilih “Join and Relation” dan pilih
“Join” untuk menampilkan Tool “Join Data” serta atur isiannya seperti gambar berikut.
Selanjutnya pada tabel hasil proses join tersebut, tambahkan sebuah kolom atau “Field”
seperti gambar berikut.
Selanjutnya pilih berdasarkan atribut semua baris yang memiliki jenis Hydrologic Soil
Group “A” pada Kolom HSG.
Klik kanan pada kolom Nilai CN yang baru dibuat, jalankan “Field Calculator dan isikan
dengan nilai Looktable A”
Lakukan hal yang sama dengan jenis HSG yang lain sehingga nilai CN tabel tersebut
akan terisi di semua barisnya
Data Raster Nilai CN tersebut kemudian dikopikan kedalam Data Frame Project View
(yg dalam contoh ini bernama “Selorejo” yang sudah diaktifkan untuk kemudian nanti
nilainya dapat dimasukkkan ke dalam Tabel Atribut Subbasin.
Selanjutnya kembali ke Submenu “Subbasin Parameters from Raster” dan isikan nama
file data Raster nilai CN yang baru dibuat tersebut, klik “OK” sehingga Kolom nilai CN
pada Table Subbasin akan terisi.
Selanjutnya kembali ke Submenu “Subbasin Parameters from Raster” dan isikan nama
file data Raster nilai CN yang baru dibuat tersebut, klik “OK” sehingga Kolom nilai CN
pada Table Subbasin akan terisi.
Submenu “Subbasin Parameters from Features” berisi fungsi bagi pengguna jika ingin
mengisi nilai suatu parameter yang ada pada tabel atribut Subbasin dengan nilai suatu Field
dari sebuah data spasial yang berupa Data Features (Shapefile) Sebagai contoh disini akan
dimasukkan data hujan dua tahunan dari Pos hujan yang berada di sekitar wilayah studi.
Untuk pengisian data tersebut terlebih dahulu harus dibuat shapefile Thiessen Poligon
berdasarkan lokasi Pos Hujan untuk melihat pengaruhnya di wilayah studi tersebut dengan
menggunakan sebuah Tool dari ArcMap dengan cara sebagai berikut.
Isikan nama shapefile yang dibuatkan Thiessen Polygon, tentukan file Geodatabse
(.gdb) tempat menyimpan feature Thiessen yang akan dibuat dan kolom dari tabel
atribut feature Pos Hujan yang juga akan menjadi kolom atribut feature Thiessen
Tekan Tombol “Enviroments” dan atur Processing Extent atau wilayah analiss dari
proses ini adalah sama dengan wilayah subbasin kemudian tekan “OK” dan kembali ke
pengaturan “Create Thiessen Poligon”
Selanjutnya tekan “OK” pada pengaturan “Create Thiessen Poligon” untuk memulai
proses
Selanjutnya buka kembali dan atur isian Submenu “Subbasin Parameters from
Features” sehingga kolom “Rain2Yr” terisi sebagai berikut.
BAB 5
PENENTUAN GRID, PENGUNDUHAN DATA
DAN KOREKSI DATA GPM/TRMM
Bab ini akan menjelaskan tentang proses penentuan lokasi untuk pengunduhan data hujan
satelit (GPM atau TRMM), serta langkah-langkah untuk mengunduh data tersebut pada
website NASA.
Jika Batas DAS sudah di dapat, maka dapat ditentukan grid data hujan GPM/TRMM yang
dibutuhkan untuk menganalisis wilayah DAS tersebut. Langkah untuk mengetahui
koordinat wilayah studi dan membuat grid data hujan menggunakan ArcMap adalah
sebagai berikut.
Pilih Data Frame yang akan menampilkan batas wilayah DAS (dalam contoh ini
menggunakan Data Frame “Layers”). Tampilkan batas wilayah DAS (dalam contoh ini
menggunakan Shapefile “ProjectArea”) pada Data View
5-1
Modul 3 – Pemodelan Hujan Limpasan Menggunakan Data Satelit
Bahan Ajar Bimbingan Teknis Analisis Stabilitas Bendungan dan Analisis Debit Banjir Menggunakan Data Hujan Satelit
Ubah Data View menjadi Layout View dengan memilih Submenu “Layout View” di Menu
“View” Tekan kembali Menu “View” dan pilih “Data Frame Properties” untuk
menampilkan pengaturannya. Pilih Tab “Grids” kemudian tekan tombol “New Grid”
*) Catatan pada gambar kiri bawah: untuk TRMM: 15 Min (0,25°), untuk GPM: 6 Min (0,1°)
Grid koordinat Graticule yang ditampilkan di layout View dalam Program Arcmap,
pertama kali akan selalu dalam satuan Decimal Minute Second (DMS). Untuk
merubahnya menjadi Decimal Degree (DD), Grid tersebut harus diubah lewat
Propertiesnya.
Tampilkan kembali Data Frame Properties dan buka Properties Grid “Graticule”
Atur Properties Grid “Graticule” di bagian “Label” sebagai berikut. Jika pengaturan telah
selesai tekan OK untuk menampilkan.
Berdasarkan tampilan “Layout View” tersebut diketahui bahwa wilayah DAS berada
dalam 1 kotak Grid TRMM sehingga hanya membutuhkan 1 set Data TRMM saja.
Dengan grid yang ditentukan, data TRMM atau GPM dapat diunduh melalui website
Giovanni Nasa. Langkah pengunduhan berikut adalah untuk data TRMM akan tetapi dapat
dilakukan juga untuk GPM dengan perbedaan berupa pilihan variabel di samping
perbedaan grid dan waktu temporal data.
Memilih variabel data yg dicari untuk memudahkan pemilihan data dari daftar
ketersediaan data dibantu dengan keyword TRMM/GPM
TRMM; TRMM_3B42
GPM: GPM_3IMERGDF_v06
(Versi FINAL)
Mengisikan koordinat Grid TRMM untuk wilayah data yang akan diunduh dan tekan
“Plot Data” untuk memulai proses penyiapan data yang akan diunduh.
Klik “Download” pada menu “History” untuk menampilkan jenis file data yang dapat
diunduh.
Data dengan ekstension .csv dapat dibuka dengan Program Excel sebagai berikut.
Setelah dikumpulkan data curah hujan baik berupa data hujan stasiun hujan, maupun data
hujan satelit yang dalam contoh di bawah ini menggunakan data TRMM. Data stasiun hujan
yang digunakan dalam koreksi adalah seluruh data hujan yang diperoleh di sekitar area
studi, termasuk stasiun hujan yang memiliki data sangat pendek maupun stasiun hujan
yang terletak pada grid data satelit lain.
Dalam contoh di bawah ini digunakan satu grid data TRMM, apabila dalam praktek
diperoleh lebih dari satu grid, maka langkah di bawah diulang untuk masing-masing grid
TRMM. Cara koreksi yang sama dapat diterapkan untuk data satelit lain seperti data GPM.
Langkah pertama adalah untuk mempersiapkan data hujan harian baik untuk data
hujan satelit maupun data stasiun hujan. Data dalam kajian dipastikan merupakan data
berurutan dalam satu kolom memanjang ke bawah.
Pada tanggal 2 Januari 1998, diketahui terdapat hujan 21,69 mm, yang termasuk dalam
interval hujan 20-30 mm yang dikalikan 1,15.
Hitung frekuensi (jumlah data) dari hujan harian dengan nilai melampaui hujan setiap 5
mm. Frekuensi dapat dihitung dalam excel menggunakan rumus
=FREQUENCY(data_array,bins_array). Data array merupakan data hujan harian, dan
bins_array merupakan batasan nilai hujan (setiap 5 mm mulai dari nol). Frekuensi dari
masing-masing seri data hujan berbeda dengan nilai frekuensi maksimum adalah sama
dengan jumlah data hujan harian yang digunakan.
Sebagai contoh pada tabel di bawah nilai 4008 berarti jumlah data hujan yang lebih
kecil atau sama dengan nol adalah 4008 data (hari).
Semakin besar curah hujan, probabilitas semakin kecil sehingga diperoleh kurva seperti
pada gambar di bawah.
0.6
Lampo
0.5 Leo tatari
0.4 Nupabomba
Probabilitas
Pantoloan
0.3 Boya
Porame
0.2 Tanamea
Tibo
0.1
Grid 7
0.0
Grid 7
0 20 40 60 80 100
Terkoreksi
Hujan (mm)
Untuk membandingkan perbedaan antara data stasiun hujan terhadap data satelit,
dapat dihitung error dari probabilitas kedua seri data. Error dihitung untuk setiap stasiun
hujan dibandingkan dengan data satelit sebelum dan sesudah dikoreksi.
Sebagai contoh, error pada stasiun Lampo adalah sebesar 0,501 – 0,338 = 0,164. Error
kemudian seharusnya berkurang setelah dikoreksi akan tetapi hampir tidak mungkin
error berkurang untuk seluruh stasiun hujan dan seluruh interval hujan. Oleh karena itu
perlu dihitung rata-rata dari error dari hujan 0 mm sampai hujan 300 mm.
Tabel 5.7. Contoh perhitungan error rata-rata sebelum dan sesudah koreksi
Error
Pos
Before After
Lampo 0.0068 0.0042
Leo tatari 0.0068 0.0049
Nupabomba 0.0042 0.0036
Pantoloan Boya
0.0064 0.0052
Porame 0.0079 0.0071
Tanamea 0.0070 0.0049
Tibo 0.0043 0.0027
0.0090
Before After
0.0080
0.0070
0.0060
0.0050
Error
0.0040
0.0030
0.0020
0.0010
0.0000
Lampo Leo tatari Nupabomba Pantoloan Porame Tanamea Tibo
Boya
Pos Hujan
Selanjutnya dilakukan trial and error dari parameter interval dan koefisien koreksi dari
langkah 2 agar nilai error diperoleh sekecil mungkin.
Agar hasil koreksi baik digunakan termasuk dalam penggunaannya berupa analisis hujan
rencana, diperlukan pemeriksaan lengkung kurva durasi untuk seri data HHMT. Langkah
perhitungan kurva durasi HHMT adalah sama persis dengan data harian di atas akan tetapi
data yang digunakan hanya data HHMT.
Menghitung koreksi data hujan satelit. Interval dan koefisien koreksi yang digunakan
adalah sama dengan yang digunakan dalam koreksi data harian.
Menghitung frekuensi
Frequency
Hujan
Nupabo Pantoloa Grid 7
(mm) Grid 7 Lampo Leo tatari Porame Tanamea Tibo
mba n Boya Terkoreksi
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0 0 0 0 0 0 0 0 0
15 0 0 0 0 0 0 0 0 0
20 0 0 0 0 0 0 0 0 0
25 0 0 0 0 0 0 0 0 0
30 0 0 0 0 0 0 0 0 0
35 0 0 0 0 0 0 0 0 0
40 0 0 0 0 0 0 0 0 0
45 0 0 0 0 0 2 1 0 0
50 1 0 0 0 0 6 3 0 0
55 6 0 0 0 0 6 3 0 0
60 9 0 1 1 0 7 3 0 1
65 11 0 1 2 0 9 4 0 3
70 13 0 1 2 0 11 4 0 6
75 14 1 1 2 0 12 5 0 8
80 16 1 1 4 0 12 6 0 11
85 17 1 2 4 0 13 6 0 12
90 17 2 2 4 0 16 6 0 13
95 19 2 2 4 0 16 8 0 14
100 21 2 3 4 0 17 8 0 15
105 21 2 3 4 3 17 9 3 16
110 21 2 3 4 3 17 9 3 17
115 22 2 3 4 3 17 11 3 17
120 22 2 3 4 3 17 12 3 19
125 22 2 3 4 3 17 15 3 19
130 23 3 3 4 3 17 16 5 21
135 23 4 3 4 3 17 16 5 21
140 23 4 3 4 3 17 19 5 21
145 23 4 3 4 3 17 19 5 21
150 23 4 3 4 3 17 19 5 22
155 23 4 3 4 3 17 19 6 22
160 23 4 3 4 3 17 20 6 22
165 23 5 3 4 4 17 20 6 22
170 23 5 3 4 4 17 20 6 22
175 23 5 3 4 4 17 20 6 23
180 23 5 3 4 4 17 20 6 23
185 23 5 3 4 4 17 20 6 23
190 23 5 3 4 4 17 20 6 23
195 23 5 3 4 4 17 20 6 23
200 23 5 3 4 4 17 20 6 23
Menghitung probabilitas
Frequency Probabilitas
Hujan
Pantoloa Grid 7
(mm) Grid 7 Lampo Grid 7 Lampo Leo tatari Nupabomba Porame Tanamea Tibo
n Boya Terkoreksi
0 0 0 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
5 0 0 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
10 0 0 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
15 0 0 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
20 0 0 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
25 0 0 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
30 0 0 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
35 0 0 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
40 0 0 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
45 0 0 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 0.889 0.950 1.000 1.000
50 1 0 0.957 1.000 1.000 1.000 1.000 0.667 0.850 1.000 1.000
55 6 0 0.739 1.000 1.000 1.000 1.000 0.667 0.850 1.000 1.000
60 9 0 0.609 1.000 0.667 0.750 1.000 0.611 0.850 1.000 0.957
65 11 0 0.522 1.000 0.667 0.500 1.000 0.500 0.800 1.000 0.870
70 13 0 0.435 1.000 0.667 0.500 1.000 0.389 0.800 1.000 0.739
75 14 1 0.391 0.800 0.667 0.500 1.000 0.333 0.750 1.000 0.652
80 16 1 0.304 0.800 0.667 0.000 1.000 0.333 0.700 1.000 0.522
85 17 1 0.261 0.800 0.333 0.000 1.000 0.278 0.700 1.000 0.478
90 17 2 0.261 0.600 0.333 0.000 1.000 0.111 0.700 1.000 0.435
95 19 2 0.174 0.600 0.333 0.000 1.000 0.111 0.600 1.000 0.391
100 21 2 0.087 0.600 0.000 0.000 1.000 0.056 0.600 1.000 0.348
105 21 2 0.087 0.600 0.000 0.000 0.250 0.056 0.550 0.500 0.304
110 21 2 0.087 0.600 0.000 0.000 0.250 0.056 0.550 0.500 0.261
115 22 2 0.043 0.600 0.000 0.000 0.250 0.056 0.450 0.500 0.261
120 22 2 0.043 0.600 0.000 0.000 0.250 0.056 0.400 0.500 0.174
125 22 2 0.043 0.600 0.000 0.000 0.250 0.056 0.250 0.500 0.174
130 23 3 0.000 0.400 0.000 0.000 0.250 0.056 0.200 0.167 0.087
135 23 4 0.000 0.200 0.000 0.000 0.250 0.056 0.200 0.167 0.087
140 23 4 0.000 0.200 0.000 0.000 0.250 0.056 0.050 0.167 0.087
145 23 4 0.000 0.200 0.000 0.000 0.250 0.056 0.050 0.167 0.087
150 23 4 0.000 0.200 0.000 0.000 0.250 0.056 0.050 0.167 0.043
155 23 4 0.000 0.200 0.000 0.000 0.250 0.056 0.050 0.000 0.043
160 23 4 0.000 0.200 0.000 0.000 0.250 0.056 0.000 0.000 0.043
165 23 5 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.056 0.000 0.000 0.043
170 23 5 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.056 0.000 0.000 0.043
175 23 5 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.056 0.000 0.000 0.000
180 23 5 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.056 0.000 0.000 0.000
185 23 5 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.056 0.000 0.000 0.000
190 23 5 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.056 0.000 0.000 0.000
195 23 5 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.056 0.000 0.000 0.000
200 23 5 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.056 0.000 0.000 0.000
1.2 Grid 7
1.0 Lampo
Leo tatari
0.8
Probabilitas
Nupabomba
0.6
Pantoloan
0.4 Boya
Porame
0.2 Tanamea
0.0 Tibo
15
30
45
60
75
90
0
105
120
135
150
165
180
195
210
225
240
255
270
285
300
315
330
345
Grid 7
Hujan (mm) Terkoreksi
Menghitung error
Dapat dilakukan trial and error kembali dari lengkung distribusi HHMT agar error dari
HHMT dapat diperkecil kembali.
BAB 6
PEMODELAN HUJAN LIMPASAN
HEC-HMS didesain untuk melakukan simulasi hujan-limpasan pada sistem DAS yang
dendritik. HEC-HMS didesain untuk dapat diaplikasikan pada berbagai kondisi geografis,
termasuk untuk DAS besar hingga DAS kecil baik pada area urban maupun daerah alami.
Analisis dalam program dapat berupa analisis ketersediaan air maupun analisis banjir.
Hidrograf yang dihasilkan dapat digunakan untuk menyelesaikan berbagai masalah seperti:
User Interface dari HEC-HMS secara umum terdiri atas empat bagian sebagai berikut.
▪ Basin Model: Menggambarkan skematisasi DAS baik sebagai lumped model ataupun
dengan skematisasi. Dalam basin model sendiri, terdapat beberapa elemen hidrologi
diantaranya:
▪ Subbasin
Digunakan untuk menggambarkan kondisi fisik DAS. Dengan masukan data hujan,
outflow dari subbasin element dihitung dengan mengurangi hujan dengan
kehilangan air, transformasi hujan efektif menjadi limpasan pada titik outlet dan
menambahkan aliran dasar (base flow)
▪ Reach
Digunakan untuk mengalirkan debit saluran ke hilir dalam basin model. Inflow ke
reach element dapat berasal dari satu atau beberapa elemen hidrologi. Outflow dari
reach dihitung dengan memperhitungkan terjadinya translasi (lag) dan pemipihan
(attenuation) dari hidrograf inflow dengan prinsip channel routing.
▪ Junction
Digunakan untuk menggabungkan aliran dalam saluran dari elemen hidrologi di
hulu junction element. Inflow ke junction element dapat berasal dari banyak elemen
di hulunya. Outflow dihitung dengan menjumlahkan semua inflow yang masuk
junction element dengan asumsi tidak terjadi tampungan pada junction.
▪ Source
Digunakan untuk memasukkan inflow ke basin model. Elemen source tidak
mempunyai inflow. Outflow dari elemen source ditentukan oleh pengguna.
▪ Sink
Digunakan untuk memodelkan outlet dari DAS. Inflow dari elemen Sink dapat
berasal dari satu atau beberapa elemen hidrologi. Tidak ada outflow dari elemen
Sink
▪ Reservoir
Digunakan untuk memodelkan detensi dan pemipihan hidrograf yang disebabkan
oleh waduk atau kolam detensi. Inflow ke elemen reservoir dapat berasal dari satu
atau beberapa elemen hidrologi di hulunya. Outflow dari elemen reservoir dapat
dihitung dengan tiga cara. Pengguna dapat menggunakan hubungan storage-
outflow, elevation-storage-outflow, atau elevation-area-outflow, atau pengguna
dapat menggunakan hubungan elevation-storage, atau elevation–area dan
mendefinisikan satu atau lebih bangunan outlet atau pengguna dapat memberikan
outflow runtut waktu.
▪ Diversion
Digunakan untuk memodelkan aliran ke luar dari saluran utama. Inflow ke elemen
Diversion dapat berasal dari satu atau beberapa elemen hidrologi di hulunya.
Outflow dari elemen diversion terdiri dari aliran yang dibelokkan dan aliran ke hilir.
Subbab ini berisi langkah pengerjaan model HEC-HMS dari pembuatan file hingga
pengeluaran hasil simulasi. Langkah pengerjaan HEC-HMS dalam modul ini menggunakan
versi 4.3, dimana dalam versi ini fungsi objektif untuk kalibrasi dapat dimunculkan untuk
kalibrasi dengan data elevasi muka air waduk. Pada versi selanjutnya, fungsi objektif hanya
muncul ketika kalibrasi dilakukan dengan data debit. Langkah yang sama dapat dilakukan
dengan versi HMS baru maupun lama dengan perbedaan yang minor.
Kasus yang dicontohkan dalam langkah pemodelan adalah pada DAS Selorejo sebagai
single basin dengan memodelkan tampungan waduk sebagai reservoir. Contoh ini tidak
menggunakan hasil HEC-GeoHMS pada bab sebelumnya, melainkan menggunakan input
yang seluruhnya pada HEC-HMS. Hasil HEC-GeoHMS dapat dibuka dengan melompati
beberapa langkah yang dijelaskan pada contoh di bawah ini.
• Membuat project baru melalui menu File – New. Isi nama, deskripsi project, dan
tentukan lokasi save file HMS yang akan dibuat.
Pilih menu Components – Basin Model Manager. Pilih New, beri nama dan deskripsi
basin
Pilih Basin yang baru dibuat, kemudian pilih Subbasin Creation Tool, klik pada toolbar
basin, klik pada window basin model, beri nama subbasin, pilih Create.
Pilih Reservoir Creation Tool, klik pada toolbar reservoir, klik pada window basin model,
beri nama tampungan, Create
Untuk mengubah lokasi subbasin dan reservoir pada peta, pilih Arrow Tool, klik dan
drag pada ikon subbasin dan reservoir
Hubungkan antar subbasin dengan reservoir, klik kanan pada subbasin (hulu), pilih
Connect Downstream, klik pada reservoir Waduk Selorejo (hilir). Jika sukses, maka
muncul garis penghubung seperti pada gambar dibawah
Klik pada subbasin, masukkan data luas, dan pilih metode analisis sebagai berikut:
• Loss Method: SCS CN
• Transform Method: SCS UH
• Baseflow Method: Recession
Input data hujan, debit dan muka air dalam program HEC dapat bersumber dari file
penyimpanan HEC yang disebut file dss (Data Storage System), ataupun dari input data
secara manual dalam bentuk tabel. Penyimpanan data dss memiliki keunggulan
kemudahan serta kestabilan pada HEC-HMS. Program yang digunakan untuk menginput
data dss adalah HEC-DSSVue. Tampilan program HEC-DSSVue adalah sebagai berikut.
Untuk membuat file dss baru, pilih menu File – New, pilih tempat save dan beri nama
sebagai contoh: “Latihan_1.dss”, klik Create.
Untuk memasukkan seri data, Klik Data Entry, pilih Manual Time series
Setelah pengisian data, pilih save untuk menyimpan data time series
Pada Return to data entry screen: Klik yes untuk kembali ke window time series data
entry atau Klik no untuk menutup window time series data entry
Jika ingin mengubah data, klik kanan pada seri data, pilih edit
Buka menu Components – Time series Data Manager, pilih Data Type: Precipitation
Gages (Data Hujan): New, beri nama data dan deskripsi untuk masing-masing data
hujan. Langkah yang sama dapat diulang untuk menambahkan data debit dan elevasi
muka air.
Pilih data time series yang telah dibuat, kemudian masukkan time window sesuai
kejadian banjir untuk model kalibrasi. Untuk model prediksi debit banjir, tanggal dapat
diisikan secara bebas, misalnya 01 Januari 2000.
Kembali pilih menu Components – Time series Data Manager, pilih data tipe Stage
Gages (Data Elevasi Muka Air): New, beri nama data dan deskripsi, masukkan time
window
Untuk menginput Data Time-Series dari DSS, Klik data Time series, kemudian pilih
Data Source berupa Single Record HEC-DSS.
Klik ikon di kanan pada isian DSS Filename, pilih file dss yang berisi data yang
digunakan
Isi DSS Pathname (klik ikon di kanan, pilih seri data yang akan digunakan, klik Set
Pathname)
Untuk mengecek data yang telah diinput, klik pada time series data, pilih tab table dan
graph dengan tampilan sebagai berikut
Kembali pilih Components – Time series Data Manager untuk, pilih data type Discharge
Gages (Data Debit): New, beri nama data dan deskripsi, kemudian masukkan time
window
Klik pada Discharge gage yang telah dibuat, Pilih data Source Manual Entry. Pilih
satuan dan interval waktu
Masukkan data time window berupa data awal dan akhir data serta interval waktu.
Dalam contoh ini, data yang diinput adalah berupa data outflow dari waduk yang
dianggap konstan dengan besaran 11 m3/s.
Inputkan data pada Table berupa data debit
Buka menu Components – Paired Data Manager, pilih tipe data Elevation-Storage
Functions: New, beri nama data dan deskripsi, copy data kurva tampungan dari excel,
paste pada Table paired data yang telah dibuat.
Buka menu Components – Paired Data Manager, pilih tipe data Elevation-Discharge
Functions: New, beri nama data dan deskripsi. Copy data kurva elevasi-debit pelimpah
Pada reservoir dalam basin model, Pilih metode untuk keluaran air (Method: Outflow
Structures) dan tampungan (Storage Method: Elevation-Storage)
Input data Elev-Stor Function sesuai dengan nama data kurva tampungan (elevation-
storage) yang dibuat. Umumnya initial condition adalah berupa elevasi, dimana dalam
kalibrasi, elevasi disesuaikan dengan data pengamatan. Sementara untuk model
prediksi, elevasi awal adalah sama dengan elevasi mercu pelimpah.
Tentukan jumlah bangunan outlet dengan mengklik panah di bagian kanan bangunan
(spillway, outlets, dll.)
Jika ada data pengeluaran debit tercatat dari waduk seperti pengeluaran untuk
kebutuhan PLTA, ubah pilihan pada Release menjadi Yes
Klik pada additional release, pilih gage debit sesuai yang telah dibuat
Pada bagian Spillway, Pilih metode Specified Spillway untuk menggunakan rating curve
yang telah diinput. Sebagai alternatif, dapat digunakan metode Broad Crested untuk
memodelkan pelimpah dengan lebar dan koefisien tertentu tanpa input rating curve.
Pilih nama data Rating curve sesuai dengan paired data elevation-discharge yang
dibuat
Pilih menu Components – Metereologic Model Manager, klik New, beri nama dan
deskripsi dari meteorologic data
Klik pada model metereologi yang dibuat, pilih metode presipitasi Gage Weights dan
pada pilihan Replace Missing: pilih Set to Default
Pilih tab Basins, Pada basin model yang telah dibuat, pada Include Subbasins pilih Yes
untuk menghubungkan basin dan meteorologic model
Pilih menu Components – Control Specification Manager, pilih New, beri nama dan
deskripsi dari control specification
Pilih Control Specification yang baru dibuat, input waktu awal dan akhir simulasi serta
interval waktu simulasi.
Pilih menu Compute – Create Compute – Simulation Run. Beri Nama Simulasi, Pilih
basin model, metereologic model dan control yang digunakan dalam simulasi.
Pilih tab compute, klik pada nama simulasi. Pilih tab ratio, isikan Ratio Method
Precipitation dan isi nilai pengali untuk memasukkan nilai Area Reduction Factor/ARF
Untuk menjalankan model, pilih Run yang telah dibuat pada toolbar, Klik Tool Compute
Current Run
28,000 618.43
Storage (1000 m3)
27,000 617.86
Elev (M)
26,000 617.29
25,000 616.71
24,000 616.14
23,000 615.57
22,000 615.00
140
120
100
80
Flow (cms)
60
40
20
0
00:00 12:00 00:00 12:00
25Dec2007 26Dec2007 27Dec2007
Run:1SubDAS Element:Waduk Selorejo Result:Storage EXPIRED
Run:1SubDAS Element:Waduk Selorejo Result:Pool Elevation EXPIRED
Run:1SubDAS Element:Waduk Selorejo Result:Observed Pool Elevation EXPIRED
Run:1SubDAS Element:Waduk Selorejo Result:Outflow EXPIRED
Run:1SubDAS Element:Waduk Selorejo Result:Combined Inflow EXPIRED
BAB 7
STUDI KASUS: BENDUNGAN SONGPUTRI
DAS Bendungan Songputri termasuk DAS kecil, dengan luas hanya 1,77 km2 dan panjang
sungai utama 1,16 km. Karena ukuran DAS Data topografi diperoleh dari peta DEM SRTM
yang digunakan untuk menghasilkan peta kemiringan lereng dapat dilihat pada gambar di
bawah. Data Tata Guna Lahan diperoleh dari peta RBI dengan tutupan lahan di area DAS
didominasi oleh sawah dan kebun.
Data hujan yang digunakan di dalam kajian ini adalah data hujan harian di Stasiun
Songputri. Data hujan tersedia sepanjang 42 tahun, dari 1977-2018, dengan kandungan
data kosong 9 bulan di tahun 2007, 6 bulan di tahun 2011. 6 bulan di tahun 2000, 10 bulan
di tahun 2001, 6 bulan di tahun 2015. Lokasi pos hujan terletak di dekat Bendungan
Songputri. Sebagai pembanding, diperoleh data 2 stasiun hujan lainnya, yakni Stasiun
Waduk Nawangan dan Stasiun Parangjoho. Ketersediaan data hujan pada ketiga stasiun
serta seri data hujan harian maksimum tahunan (HHMT) dapat dilihat pada tabel di bawah.
Pos Hujan
No Tahun
Songputri Nawangan Parangjoho
20 1994 93 64 119
21 1995 81 89 57
22 1996 93 83 74
23 1997 71 40 58
24 1998 66 102 92
25 1999 87 77 78
26 2000 56 84 84
27 2001 86 68 64
28 2002 83 68 99
29 2003 84 56 118
30 2004 147 89 123
31 2005 132 98 72
32 2006 168 106 64
33 2007 65 147 162
34 2008 96 81 101
35 2009 104 83 73
36 2010 171 121 84
37 2011 103 97 75
38 2012 91 112 79
39 2013 33 97 51
40 2014 48 98 43
41 2015 47 105 49
42 2016 67 115 63
43 2017 299 352 166
44 2018 88 94 62
Jumlah Data 42 44 42
Di samping data hujan harian dari stasiun hujan, dalam kajian ini akan digunakan data hujan
satelit berupa data hujan TRMM karena data hujan harian pada stasiun hujan banyak
mengandung data kosong. Grid TRMM yang digunakan 7.875 LS dan 110.875 BT dengan
nomor grid TRMM3B43_168_443.
Perbandingan antara hujan bulanan groundstation dan TRMM dengan fungsi objektif RMSE
dan koefisien korelasi dapat dilihat pada tabel di bawah. Koefisien korelasi di bawah 0,6
dan RMSE yang di bawah 200 mm/bulan menunjukkan bahwa ketiga stasiun hujan memiliki
kualitas yang cukup baik. Oleh karena itu, data stasiun hujan tidak digunakan untuk analisis
lebih lanjut.
Tabel 7.5. Koefisien korelasi antara hujan bulanan ground dan TRMM
No Nama Pos Hujan Grid 1 Grid 2
1 Nawangan 0.78 0.83
2 Parangjoho 0.76 0.77
3 Songputri 0.69 0.71
Tabel 7.6. RMSE antara hujan bulanan ground dan TRMM di wilayah studi
No Nama Pos Hujan Grid 1 Grid 2
1 Nawangan 105.44 84.12
2 Parangjoho 109.48 92.76
3 Songputri 129.37 111.22
Dalam DAS Bendungan Songputri, terdapat pos duga air yang membaca Tinggi Muka Air
(TMA) di waduk. Pengukuran dilakukan 3 kali dalam satu hari (jam 7:00, jam 12:00 dan jam
18:00). Pencatatan data Elevasi Muka Air Waduk Songputri sepanjang tahun 2007-2019
dapat dilihat pada gambar di bawah.
226
224
222
Elevasi Muka Air (m)
220
218
216
214
212
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Tahun
Pada saat ada hujan besar, seperti peristiwa pada tanggal 29 Desember 2017 pembacaan
elevasi muka air dilakukan dengan interval jam-jaman dengan data yang tercatat pada
gambar di bawah.
225
Elevasi Muka Air Waduk( m)
224
223
222
221
220
219
17:00
11:00
13:00
15:00
17:00
19:00
21:00
23:00
11:00
13:00
15:00
19:00
21:00
23:00
7:00
9:00
1:00
3:00
5:00
7:00
9:00
1:00
3:00
5:00
7:00
11/27/2017 11/28/2017 11/29/2017
7.1.5 Ketersediaan Data Kurva Tampungan Waduk dan Rating Curve Pelimpah
Kurva tampungan dan rating curve Waduk Songputri dapat dilihat pada gambar di bawah.
Data teknis Bendungan Songputri yang digunakan untuk studi hidrologi meliputi:
Gambar 7-6. Hubungan Elevasi-Volume Waduk (kiri) dan lengkung aliran pelimpah
(kanan)
Pemeriksaan data hujan menghasilkan bahwa seri data hujan pada ketiga stasiun layak
digunakan untuk analisis selanjutnya. Hasil analisis frekuensi dengan distribusi probabiltas
GEV dapat dilihat pada tabel di bawah. Secara umum ketiga stasiun hujan memiliki besaran
curah hujan yang mirip dengan family curve yang mirip. Hal tersebut menunjukkan bahwa
hasil analisis menggunakan distribusi probabilitas GEV sudah wajar dan dapat diterima.
500
450
400
Hujan Rencana (mm)
350
300
250
200
150
100
50
0
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000
Periode Ulang (tahun)
Resume perhitungan PMP pada 3 stasiun hujan dapat dilihat pada tabel di bawah. Hujan
PMP Songputri adalah sebesar 698,79 mm. Dibandingkan dengan peta isohyet PMP yang
menunjukkan hujan PMP sebesar 570 mm, nilai tersebut berbeda 129 mm dan masih dapat
dinyatakan wajar. Perbedaan terjadi karena adanya kejadian banjir ekstrim sebesar 299
mm/hari pada tahun 2017, yang tidak tercakup dalam analisis pembuatan peta isohyet PMP
yang dipublikasikan tahun 2011.
Balai Teknik Bendungan – Ditjen SDA 7-8
Juni 2022
Modul 3 – Pemodelan Hujan Limpasan Menggunakan Data Satelit
Bahan Ajar Bimbingan Teknis Analisis Stabilitas Bendungan dan Analisis Debit Banjir Menggunakan Data Hujan Satelit
Weighting Factor
N 38,00 44,00 39,00
Xn 111,80 96,49 92,27
Sn 44,26 46,32 33,47
Xn-m/Xn 0,95 0,94 0,96
Sn-m/Sn 0,72 0,53 0,78
Koreksi Xn-m/Xn 0,97 0,96 0,98
Koreksi N (Xn) 1,00 1,00 1,00
Koreksi Sn-m/Sn (Gambar 3.11) 0,78 0,58 0,85
Koreksi N (Sn) 1,01 1,00 1,01
Xn terkoreksi 108,82 92,24 90,53
Sn terkoreksi 35,05 26,87 28,60
Km 1 jam 4,42 5,56 5,69
Xm (1 jam) 263,93 241,64 253,30
Km 6 jam 10,88 11,83 11,93
Xm (6 jam) 490,05 410,12 431,71
Km 8 jam 12,18 13,10 13,20
Xm (8 jam) 535,64 444,21 467,87
Km (12 jam) 13,41 14,22 14,30
Xm (12 jam) 578,87 474,28 499,50
Km (18 jam) 13,67 14,35 14,42
Xm (18 jam) 588,11 477,84 502,89
Km (24 jam) 15,01 15,62 15,69
Xm (24 jam) 634,85 512,04 539,09
PMP*1.13 717,38 578,61 609,17
Reduction Area Factor 24 hour 0,97 0,97 0,97
PMP 24 hour 698,79 563,62 593,38
DAS Bendungan Songputri tidak memiliki faktor reduksi hujan dari luas, karena luas DAS
yang kecil sehingga dengan rumus dari Pusair, maka nilai pengali hujan adalah 1.
Faktor reduksi dari durasi temporal hujan dalam kasus ini juga adalah 1 karena durasi hujan
rencana adalah 24 jam, sesuai dengan seri data yang digunakan yauti data harian.
Data hujan yang digunakan untuk analisis hidrologi DAS Bendungan Songputri adalah data
Stasiun Songputri. Kedua stasiun lain memiliki lokasi yang cukup jauh dari DAS Songputri
sehingga tidak digunakan untuk analisis lebih lanjut. Karena data hujan yang digunakan
adalah hanya dari satu stasiun maka, hujan pada DAS dianggap merata berdasarkan
Stasiun Songputri.
Karena DAS Songputri termasuk DAS kecil, maka model HMS yang digunakan dalam
analisis adalah DAS tunggal dengan waduk di hilirnya. Skematisasi model HEC-HMS yang
digunakan dapat dilihat pada gambar di bawah. Metode yang digunakan dalam model HEC-
HMS dapat dilihat pada tabel di bawah. Karena model dapat dikalibrasi, maka model dibuat
hanya dengan satu metode yakni hujan efektif SCS Curve Number, Hidrograf Satuan SCS,
dan aliran dasar Recession.
HSG untuk DAS Songputri didominasi oleh kelompok C dengan tekstur Sandy Clay Loam
yang jika dikombinasikan dengan jenis tutupan lahan yang didominasi sawah dan kebun
menghasilkan nilai CN 80,494. Waktu kelambatan yang merupakan input dalam analisis
Hidrograf Satuan SCS, yang dihitung menggunakan metode TR-55. Perhitungan waktu
kelambatan dapat dilihat pada tabel di bawah.
Tabel 7.10. Hasil perhitungan parameter tlag untuk unit hidrograf SCS
Watershed Name W20
Watershed ID 2
Sheet Flow Characteristics
Manning's Roughness Coefficient 0.25
Flow Length (ft) 4422
Two-Year 24-hour Rainfall (in) 3
Land Slope (ft/ft) 0.1825
Sheet Flow Tt (hr) 2.17
Shallow Concentrated Flow Characteristics
Surface Description (1 - unpaved, 2 - paved) 1
Flow Length (ft) 194
Watercourse Slope (ft/ft) 0.0508
Average Velocity - computed (ft/s) 3.64
Shallow Concentrated Flow Tt (hr) 0.01
Channel Flow Characterisitics
Cross-sectional Flow Area (ft2) 20
Wetted Perimeter (ft) 20
Hydraulic Radius - computed (ft) 1.00
Channel Slope (ft/ft) 0.0493
Manning's Roughness Coefficient 0.03
Average Velocity - computed (ft/s) 11.03
Flow Length (ft) 3795
Channel Flow Tt (hr) 0.10
Watershed Time of travel (hr) 2.28
Tlag SCS (minute) 82.16
Parameter berupa CN dan Tlag perlu dilengkapi dengan parameter yang tidak terukur seperti
parameter aliran dasar menggunakan Recession Constant dan Initial Abstraction dari
parameter Losses. Besaran parameter tidak terukur dilakukan melalui kalibrasi Elevasi MA
waduk pada waktu banjir diharapkan dengan interval jam-jaman.
Bendungan Songputri mempunyai catatan tentang kondisi muka air waduk dan hujan jam-
jaman pada waktu banjir besar dengan curah hujan 299 mm/hari dan kenaikan muka air
mencapai lebih dari 3,5 m pada bulan November 2017. Curah hujan jam-jaman diperoleh
dari Stasiun Songputri.Kedekatan antara Elevasi Muka Air Pengamatan dan Simulasi
secara grafis terlihat pada gambar di bawah diatas dan secara matematis dinyatakan oleh
RMSE 0,09 m atau 2,6% dan koefisien korelasi mendekati satu yaitu 0,9986 sehingga dapat
dikatakan hasilnya sangat baik. Secara analitis, kejadian banjir 2 hari berturut-turut tersebut
dianalisis menggunakan Losses SCS secara terpisah yaitu hari pertama menggunakan 78
mm (periode ulang lebih dari 2 tahun) dan hari kedua menggunakan input hujan 299 mm
(periode ulang lebih dari 100 tahun), yang merupakan salah satu keterbatasan pendekatan
ini karena harus di run terpisah. Parameter tak terukur yang diperoleh dari kalibrasi tersebut
adalah lambda (λ)=0,2 dalam perhitungan Initial Abstraction dan parameter aliran dasarnya
Balai Teknik Bendungan – Ditjen SDA 7-12
Juni 2022
Modul 3 – Pemodelan Hujan Limpasan Menggunakan Data Satelit
Bahan Ajar Bimbingan Teknis Analisis Stabilitas Bendungan dan Analisis Debit Banjir Menggunakan Data Hujan Satelit
Sebagai verifikasi model, terdapat data elevasi muka air dan hujan pada bulan Oktober
2018. Pada peristiwa tersebut hujan yang terjadi hanya 82,6 mm/hari sedikit lebih kecil
dibandingkan hujan rencana periode ulang 2 tahun. Hidrograf muka air banjir dapat didekati
dengan baik dengan parameter NSE 0,338, yang menandakan hasil simulasi cukup baik.
Menggunakan model yang telah terkalibrasi, dilakukan analisis perhitungan debit banjir dan
penelusuran banjir pada Bendungan Songputri. Besaran debit banjir dan elevasi muka air
maksimum dapat dilihat pada tabel di bawah. Penelusuran banjir pada periode ulang 100
tahun, 1000 tahun dan PMF dapat dilihat gambar di bawah. Elevasi muka air puncak pada
kondisi PMF adalah 224,95 m. Dibandingkan puncak bendungan di elevasi 227 m, maka
tinggi jagaan Bendungan Songputri adalah 2,05 m memenuhi syarat minimal sebesar 75
cm.
BAB 8
STUDI KASUS: BENDUNGAN TANDUNG
Dalam DAS Rongkong ada 2 pos penakar hujan yaitu Sabbang di dekat muara Sungai
Rongkong dan DAS Rongkong dihilir Bendungan Tandung. Data hujan yang tersedia di
kedua pos tersebut adalah harian mulai pertengahan 2010 sampai akhir 2020.
Menimbang bahwa kedua pos tersebut terletak diluar dan dihilir DAS Bendungan Tandung
serta panjang datanya kurang dari 10 tahun, maka diperlukan data satelit dalam hal ini GPM
yang digunakan meskipun menggunakan grid TRMM.
Data satelit GPM yang diunduh adalah hujan harian dari 4 grid tahun 2001-2020. Grid yang
digunakan grid TRMM dengan titik tengah 2,625 LS dan 119,875 BT (TRMM 1) dan 2,625
LS dan 120,125 BT.
Data debit tidak tersedia sama sekali baik di bendungan baru ini maupun pos duga air hulu
atau hilirnya.
Koreksi dari data hujan harian menghasilkan error setelah koreksi lebih kecil dari sebelum
koreksi (Gambar 8-3), selanjutnya dengan koreksi yang sama ditentukan seri HHMT nya
yang menghasilkan error setelah koreksi lebih kecil sebelum koreksi (Gambar 8-4). Untuk
menverifikasi hasil setelah koreksi ditinjau besaran hujan tahunan GPM terkoreksi dan pos
Sabbang dan DAS Rongkong (Gambar 8-5), mengindikasikan hujan tahunan GPM koreksi
mirip dengan pos hujan.
0.020
0.015
Error
0.010
0.005
0.000
Grid Grid Grid Grid Grid Grid Grid Grid
1_rongkong 1_Sabbang 2_rongkong 2_sabbang 3_rongkong 3_sabbang 4_rongkong 4_sabbang
Grid GPM_Ground Station
Gambar 8-3. Error seri hujan harian sebelum dan sesudah koreksi terhadap pos DAS
Rongkong
0.200
0.150
Error
0.100
0.050
0.000
Grid Grid Grid Grid Grid Grid Grid Grid
1_rongkong 1_Sabbang 2_rongkong 2_sabbang 3_rongkong 3_sabbang 4_rongkong 4_sabbang
Grid GPM_Ground Station
Gambar 8-4. Error seri hujan harian maksimum tahunan (HHMT) sebelum dan sesudah
koreksi terhadap pos DAS Rongkong
Balai Teknik Bendungan – Ditjen SDA 8-3
Juni 2022
Modul 3 – Pemodelan Hujan Limpasan Menggunakan Data Satelit
Bahan Ajar Bimbingan Teknis Analisis Stabilitas Bendungan dan Analisis Debit Banjir Menggunakan Data Hujan Satelit
Yearly Rainfall
7000
6000
5000
Rainfall (mm)
4000
3000
2000
1000
0
Year
Gambar 8-5. Hujan tahunan GPM sesudah koreksi dibandingkan pos Das Rongkong
Selanjutnya seri HHMT digunakan untuk aplikasi perhitungan hujan rencana yang hasilnya
dapat dilihat pada Tabel 8.1.
Mengingat luas DAS sekitar 315,9 km2 dan termasuk DAS menengah ditinjau luasannya,
maka memungkinkan dipilih durasi hujan 24 jam sehingga yang digunakan hanya Areal
Reduction Factor (ARF). Formula yang dikembangkan Pusair akan digunakan, dengan luas
DAS tersebut diatas maka ARF nya 0,78.
1.000
0.950
0.900
0.850
0.800
ARF
0.750
0.700
0.650
0.600
0.550
0.500
0 1000 2000 3000 4000 5000
Luas (km2)
1 harian 2 harian 3 harian
Basin slope dari kelima subDAS tersebut diatas berkisar antara 40% - 51% yang tercuram
adalah W90.
Kasus 2 ini, termasuk kasus dimana tidak tersedia data hidrograf banjir di pos duga air
terdekat maupun di bendungan Tandung. Dengan demikian pendekatan yang dipilih harus
terdiri dari minimal dua set metode dimana metode infiltrasinya ada 2 metode dan metode
transformasi atau Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) juga ada dua jenis. Tabel 8.2
menunjukkan metode yang dipilih dimana penentuan parameter sangat tergantung pada
jenis tanah dan guna lahan untuk metode Losses atau infiltrasi serta metode transformasi
atau HSS tergantung topografinya. Komponen baseflow tidak terlalu besar peranannya
dalam menghasilkan banjir sehingga tidak perlu ada 2 metode pendekatan cukup satu saja.
Metode infiltrasi dari SCS tergantung dari peta digital guna lahan seperti tertera pada
Gambar 8-8, didominasi warna hijau muda atau hutan kering, ini merupakan hulu dari
sungai Rongkong.
Disisi lain, peta jenis tanah dihitung dari data tekstur tanah yang diperoleh dari HWSD, top
soil (0-31 cm kedalaman) dan sub-soil (31-100 cm kedalaman). Tanah terdiri dari dua jenis
bernomor kode 4449 dan 4489. Hasil rata spasial dari top dan sub soil terlihat pada Tabel
8.3 dan dikelompokkan sesuai komposisinya yaitu clay loam dengan Hydrologic soil group
D.
Parameter Losses dari SCS adalah CN hasil overlay HSG (kebetulan homogen terdiri dari
kelompok D saja) dan guna lahan, hasil perhitungan CN dapat dilihat pada Tabel 8.4. Pada
Tabel 8-2 parameter HSS SCS time lag ditentukan dengan bantuan HEC GeoHMS dan
hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 8.4.
Penentuan parameter Losses Green&Ampt (Tabel 8.2) berdasarkan USDA, Tabel 8.5
dimana pilihannya adalah clay loam.
Parameter initial condition pada losses (Tabel 8.2) ditentukan dengan trial error sehingga
kedua metode (Metode I dan II) menghasilkan banjir rencana yang mendekati. Begitu juga
pencarian peaking coefficient dari Snyder, Cp, dilakukan dengan trial and error agar
mendekati satu sama lain sehingga Cp yang terbaik adalah 0,53.
Parameter initial condition Losses untuk SCS yang terbaik adalah menggunakan λ=0.01
dimana intial condition Ia= λ S (S = 254 (100/CN -1) dan initial condition Losses
Green&Ampt adalah 0,15.
Verifikasi set parameter yang telah dhitung dan ditentukan terbukti mewakili jika kedua
metode tersebut menghasilkan hidrograf banjir yang saling mendekati.
Dari kedua metode yang digunakan secara teknis Metode I lebih tergantung dari kondisi
fisiknya, kelemahan metode II adalah Cp (peaking coefficient) ditentukan dengan trial and
error meskipun secara umum peaking coefficient yang ditemukan 0,53 ada diantara 0,4-
0,9.
5000 2500
4000 2000
Debit (m3/s)
Debit (m3/s)
3000 1500
2000 1000
1000 500
0 0
7:00
11:00
15:00
19:00
23:00
3:00
7:00
11:00
15:00
19:00
23:00
3:00
7:00
7:00
11:00
15:00
19:00
23:00
3:00
7:00
11:00
15:00
19:00
23:00
3:00
7:00
01-Jan-00 02-Jan-00 01-Jan-00 02-Jan-00
Gambar 8-9. Hidrograf banjir PMF dan setengah PMF menggunakan metode I dan
metode II
3000 2000
Debit (m3/s)
Debit (m3/s)
2500
1500
2000
1500 1000
1000
500
500
0 0
7:00
11:00
15:00
19:00
23:00
3:00
7:00
11:00
15:00
19:00
23:00
3:00
7:00
7:00
11:00
15:00
19:00
23:00
3:00
7:00
11:00
15:00
19:00
23:00
3:00
7:00
Gambar 8-10. Hidrograf banjir 100 dan 1000 tahunan menggunakan metode I dan metode
II
Hidrograf banjir rencana berbagai periode ulang sampai dengan PMF sudah dapat dihitung
karena parameternya telah ditentukan melalui prosedurnya yang dijelaskan diatas.
Bendungan Tandung mempunyai karakteristik topografi yang yang digambarkan oleh
Gambar 8-11 dan Gambar 8-12.
5000
4000
Debit (m3/s)
3000
2000
1000
0
409 410 411 412 413 414 415 416 417 418 419
Elevasi (m)
Besaran debit banjir dan elevasi muka air maksimum dapat dilihat pada tabel di bawah
(Tabel 8.6). Penelusuran banjir pada periode ulang 100 tahun, 1000 tahun dan PMF dapat
Balai Teknik Bendungan – Ditjen SDA 8-10
Juni 2022
Modul 3 – Pemodelan Hujan Limpasan Menggunakan Data Satelit
Bahan Ajar Bimbingan Teknis Analisis Stabilitas Bendungan dan Analisis Debit Banjir Menggunakan Data Hujan Satelit
dilihat gambar di bawah. Elevasi muka air puncak pada kondisi PMF adalah 417,3 m.
Dibandingkan puncak bendungan di elevasi 418,1 m, maka tinggi jagaan Bendungan
Songputri adalah 0,8 m memenuhi syarat minimal sebesar 75 cm.
Performa hidrograf banjir rencana periode ulang 1000 tahunan, ½ PMF dan PMF dapat
dilihat pada Gambar 8-13.
Gambar 8-13. Hidrograf banjir rencana (1000 tahunan, ½ PMF, PMF) Bendungan
Tandung
BAB 9
STUDI KASUS: BENDUNGAN TILONG
Bendungan Tilong terletak di Desa Noel Nasi Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten
Kupang Propinsi Nusa Tenggara Timur. Lokasi bendungan memiliki jarak ± 31 km dari kota
Kupang. Luas DTA Bendungan Tilong adalah 35,9 km2.
Gambar 9-1. DAS Bendungan Tilong dan pos hujan dan grid GPM
Diluar DAS Bendungan Tilong ada beberapa pos hujan seperti bandara El Tari, Tilong,
Oelnasi, Baun. Ketersediaan data HHMT digambarkan sebagai bar chart dimana terlihat
hujan harian yang tidak lengkap ditandai dengan warna merah. Pos Atambua, Batuliti,
Baumata, Umerese letaknya jauh diluar DAS wilayah studi. Dari pemeriksaan terlihat pos
Baun dan Oelnasi tidak dapat digunakan, sehingga yang digunakan hanya pos hujan di
bandara El Tari. Awal April 2021 terjadi badai Sero yang melanda P. Timor mulai Kupang
sampai Atambua, pada waktu itu hujan harian mencapai 100-300 mm/hari
Balai Teknik Bendungan – Ditjen SDA 9-1
Juni 2022
Modul 3 – Pemodelan Hujan Limpasan Menggunakan Data Satelit
Bahan Ajar Bimbingan Teknis Analisis Stabilitas Bendungan dan Analisis Debit Banjir Menggunakan Data Hujan Satelit
Data satelit GPM yang diunduh adalah hujan harian dari 9 grid tahun 2001-2020. Grid yang
digunakan grid GPM seperti tertera pada Gambar 9-1 atas, grid 123, 124, 125, 117, 118,
119, 108, 109, 110.
Data elevasi muka air dan hujan harian yang tersedia mulai 2020-2021. Peristiwa banjir
yang terpilih ada dua hidrograf banjir seperti terlihat dibawah ini Februari 2020 dan April
2021. Banjir April 2021, hujan badai terjadi dua hari berturut-turut dengan posisi muka air
awal 5 cm diatas pelimpah, sedangkan banjir Februari 2020 hujan lebat terjadi satu hari
dengan posisi muka air awal jauh dibawah pelimpah yaitu di +88,2 m sedangkan elevasi
pelimpah di +100 m. Hujan di Februari 2020 terkonsentrasi 179,2 mm/hari dan yang April
2021 di hari pertama 103,9 mm/hari dan yang kedua 206,1 mm/hari.
Gambar 9-2. Data hujan dan muka air peristiwa banjir Februari 2020 dan April 2021
Koreksi dari data hujan harian menghasilkan error setelah koreksi lebih kecil dari sebelum
koreksi, selanjutnya dengan koreksi yang sama ditentukan seri HHMT nya yang
menghasilkan error setelah koreksi lebih kecil sebelum koreksi. Untuk menverifikasi hasil
setelah koreksi ditinjau besaran hujan tahunan GPM terkoreksi dan pos Sabbang dan DAS
Tilong, mengindikasikan hujan tahunan GPM koreksi mirip dengan pos hujan.
Gambar 9-3. Error seri hujan harian sebelum dan sesudah koreksi terhadap pos DAS
Tilong
Gambar 9-4. Error seri hujan harian maksimum tahunan (HHMT) sebelum dan sesudah
Grid 117 dan Grid 118 tidak dapat digunakan sehingga terpaksa menggunakan grid 119
yang dikombinasikan dengan pos El Tari. Tabel kiri menggambarkan hujan rancangan Grid
119 sebelum dikoreksi dan yang sebelah kanan Grid 119 sesudah dikoreksi. Tabel hujan
rancangan di Bandara El Tari yang indikator kelayakannya R100/R2 mirip dengan Grid 119.
Tabel 9.2. Hujan rencana GPM sebelum dan sesudah koreksi serta pos El Tari
Segitiga polygon Thiessen dibentuk oleh pos El Tari titik tengah Grid 119 dan titik tengah
Grid 107, dari ketiganya yang memiliki pengaruh terhadap hanya El Tari dan Grid 119.
Stasiun El Tari memilki faktor bobot 0,7 sementara grid 119 memiliki faktor bobot 0,3.
Mengingat luas DAS sekitar 35,9 km2 dan termasuk DAS kecil ditinjau luasannya, maka
memungkinkan dipilih durasi hujan 24 jam sehingga yang digunakan hanya Areal Reduction
Factor (ARF). Melalui grafik dibawah ini diperkirakan ARF Bendungan Tilong sekitar 0,98.
1.000
0.950
0.900
0.850
0.800
ARF
0.750
0.700
0.650
0.600
0.550
0.500
0 1000 2000 3000 4000 5000
Luas (km2)
1 harian 2 harian 3 harian
DAS Bendungan Tilong dikonfigurasikan sebagai 1 DAS dan 1 Reservoir dalam HEC HMS
mengingat luasnya hanya 35.9 km2 sehingga dapat diperlakukan sebagai DAS tunggal
Balai Teknik Bendungan – Ditjen SDA 9-5
Juni 2022
Modul 3 – Pemodelan Hujan Limpasan Menggunakan Data Satelit
Bahan Ajar Bimbingan Teknis Analisis Stabilitas Bendungan dan Analisis Debit Banjir Menggunakan Data Hujan Satelit
Bendungan Tilong ini termasuk kasus dimana tersedia data hidrograf banjir berupa data
tinggi muka air Waduk Tilong, dimana metode yang digunakan cukup satu yaitu, SCS CN
untuk infiltrasi dan SCS juga untuk HSS. Pilihan metode untuk analisis banjir rencana yang
melalui proses kalibrasi adalah sebagai berikut.
Parameter Losses dari SCS adalah CN hasil overlay HSG (kebetulan homogen terdiri dari
kelompok D saja) dan guna lahan, hasil perhitungan CN dapat dilihat pada Tabel 9.5.
Gambar 9-7. Peta tutupan lahan, jenis tanah dan kemiringan lereng DAS Bendungan
Tilong
Balai Teknik Bendungan – Ditjen SDA 9-6
Juni 2022
Modul 3 – Pemodelan Hujan Limpasan Menggunakan Data Satelit
Bahan Ajar Bimbingan Teknis Analisis Stabilitas Bendungan dan Analisis Debit Banjir Menggunakan Data Hujan Satelit
Menggunakan rumus Kirpich diperoleh Tc atau waktu konsentrasi 1.79 jam atau waktu
tenggang 0,6 Tc sama dengan 0,6 Tc + 0,5 = 94,4 menit dengan Panjang sungai Lc =
13.630 m; kemiringan S = 0,036.
Metode infiltrasi yang digunakan adalah SCS dimana parameter CN sudah dihitung dan
metode HSS adalah SCS juga dimana time lag atau waktu tenggang juga sudah dihitung.
Parameter tersebut tidak dapat dirubah, yang dapat dirubah adalah initial abstraction dadi
model infiltrasi dan parameter recession dari Model base flow.
Semua parameter harus sama untuk dua kejadian banjir tersebut diatas kecuali initial
abstraction boleh berbeda, karena tingkat kebasahan sebelum hujan turun dapat berbeda.
Data hujan yang diperoleh harian dari pos Tilong oleh karena itu perlu di distribusikan ke
jam-jaman sesuai dengan bentuk hidrograf banjirnya, distribusi hujan dan inflow kedua
peristiwa tersebut dapat dilihatpada gambar dibawah.
Seperti diketahui initial abstraction SCS adalah λ S dimana S = {254*(100/CN -1}, λ=0,1
untuk kalibrasi dan λ=0,25 untuk verifikasi. Parameter baseflow ada dua, pertama recession
contant =0,3 dan ratio to peak=0,1, parameter tersebut sama untuk kedua kejadian. Dengan
demikian untuk banjir rancangan diambail λ=0,2 dan parameter baseflow dan parameter
infiltrasi dan parameter HSS semuanya sama dengan kalibrasi.
Hidrograf banjir rencana berbagai periode ulang sampai dengan PMF sudah dapat dihitung
karena parameternya telah ditentukan melalui prosedurnya yang dijelaskan diatas.
Tampungan Bendungan Tilong mempunyai karakteristik topografi yang digambarkan pada
kurva elevas-luas-volume dibawah. Pelimpah Bendungan Tilong memiliki mercu Ogee
dengan lebar 45 m. Isian parameter pelimpah Ogee dapat dilihat pada gambar di bawah.
Besaran debit banjir dan elevasi muka air maksimum dapat dilihat pada tabel di bawah.
Penelusuran banjir pada periode ulang 100 tahun, 1000 tahun dan PMF dapat dilihat
gambar di bawah. Elevasi muka air puncak pada kondisi PMF adalah 103,7 m.
Dibandingkan puncak bendungan di elevasi 105,2 m, tinggi jagaan yang tersisa 1,5 m
melebihi syarat minimum 0,75 cm. Dengan demikian masih dalam kondisi aman secara
hidrologis.
Bentuk hidrograf banjir rencana serta penelusuran banjir periode ulang 1000 tahunan, ½
PMF dan PMF dapat dilihat pada gambar di bawah.
1000 Tahun
500 103
450 102.5
400 102
Debit (m3/s)
Elevasi (m)
350 101.5
300 101
250
200 100.5
150 100
100 99.5
50 99
0 98.5
7:00
3:00
7:00
3:00
7:00
11:00
15:00
19:00
23:00
11:00
15:00
19:00
23:00
01-Jan-00 02-Jan-00 03-
Jan-
00
Setengah PMP
450 102.5
400 102
350
Debit (m3/s)
101.5
Elevasi (m)
300 101
250
100.5
200
150 100
100 99.5
50 99
0 98.5
7:00
11:00
15:00
19:00
23:00
3:00
7:00
11:00
15:00
19:00
23:00
3:00
7:00
PMF
900 104
800
103
700
Debit (m3/s)
Elevasi (m)
600 102
500
101
400
300 100
200
99
100
0 98
7:00
10:00
13:00
16:00
19:00
22:00
1:00
4:00
7:00
10:00
13:00
16:00
19:00
22:00
1:00
4:00
7:00
Gambar 9-9. Hidrograf banjir rencana (1000 tahunan, ½ PMF, PMF) Bendungan Tilong
Kala Hujan
Inflow Outflow Elevasi
Ulang Rencana
tahun mm m3/s m3/s m
2 133.2 69.8 43.2 100.6
5 184.3 122.9 83 100.9
10 220.9 158.6 112.7 101.1
25 270.5 207 153.1 101.4
50 309.6 245.7 184.2 101.6
100 351.2 285.2 218.2 101.7
200 394.8 326.3 253.9 101.9
1000 506.108 431.3 344.7 102.4
1/2 PMP 456.95 385 304.7 102.2
PMP 913.9 804.9 677.1 103.7
REFERENSI
xii