Anda di halaman 1dari 4

Stunting pada anak di perkotaan Indonesia: Apa

faktor risikonya?
Tri Siswati1, Trynke Hookstra ,2 Hari Kusnanto3

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, Tata Bumi no 3 Banyuraden, Gamping, Kabupaten Sleman, Daerah
1

Istimewa Yogyakarta, Indonesia, 55293 2Vrije Universiteit, De Boelelaan 1105,


1081 HV Amsterdam, 3Belanda Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan,
Universitas Gadjah Mada, Utara Sekip, Sinduadi, Mlati, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia.
55281
*Penulis koresponden: trisiswati14@gmail.com

ABSTRAK
Latar Belakang: Stunting adalah malnutrisi kronis yang dapat terjadi pada semua balita termasuk balita di daerah perkotaan.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko stunting pada anak-anak 0-59 bulan di perkotaan di Indonesia.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional dengan menggunakan data sekunder berdasarkan Riskesdas tahun 2013.
Sampel yang diperoleh 13.248 anak usia 0-59 bulan dari 33 provinsi, yang tinggal di daerah perkotaan, lahir tunggal (37 minggu), usia 37
minggu kehamilan, skor TB/ U -5,99 hingga TB/ U 5,99 SD, dan data yang diobservasi lengkap. Variabel bebas adalah karakteristik anak
(usia, jenis kelamin, berat dan panjang lahir); dan karakteristik rumah tangga, tinggi badan orang tua, pendidikan, pekerjaan, tingkat
ekonomi), sedangkan variabel penentu adalah stunting. Analisis dilakukan dengan regresi logistic multivariat menggunakan Stata13

Hasil: Faktor yang berhubungan dengan terjadinya stunting balita di perkotaan adalah BBLR (AOR 1,2 CI 95% 1,09-1,32); dan bayi lahir
pendek (AOR 1,16 CI95%: 1,99-1,23) dan karakteristik rumah tangga seperti ayah pendek (AOR 1,24, CI95% 1,18 1,31); ibu pendek (AOR
1,23, CI95% 1,17-1,29); ibu berpendidikan rendah (AOR 1,14, CI 95% 1,02-1,23); ayah berpendidikan rendah (AOR 1,13, CI95% 1,02-
1,23), dan tingkat ekonomi menengah dan rendah (AOR 1,12, CI 95% 1,06-1,19; AOR 1,24, CI95% 1,15-1,33).

Kesimpulan: Faktor yang berhubungan dengan balita stunting di perkotaan adalah BBLR dan tinggi badan orang tua.
KATA KUNCI: balita; penentu; Indonesia; perkotaan; pengerdilan

ABSTRAK
Latar Belakang: Stunting pada anak merupakan salah satu bentuk kekurangan gizi kronis, termasuk pada anak-anak di perkotaan.

Tujuan: Penelitian ini untuk mengetahui faktor risiko anak stunting 0-59 bulan di perkotaan Indonesia.

Metode: Penelitian potong lintang dengan menggunakan data sekunder berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Indonesia 2013. Sampel
berjumlah 13.248 anak usia 0-59 bulan dari 33 provinsi, residensi perkotaan, lajang, gestasi 37 minggu, dan skor HAZ 5,99 sampai 5,99
SD. Variabel bebas adalah karakteristik anak (umur, jenis kelamin, ukuran lahir); dan karakteristik rumah tangga (usia orang tua, tinggi,
pendidikan, pekerjaan, tingkat ekonomi), sedangkan variabel terikatnya adalah stunting. Analisis regresi logistik multivariat dilakukan
dengan menggunakan Stata 13.

Hasil: Karakteristik anak seperti berat badan lahir rendah (AOR 1,2 CI 95% 1,09-1,32); dan panjang bayi baru lahir pendek (AOR 1,16
CI95%:1,99-1,23) dan perawakan ayah (AOR 1,24, CI95% 1,18-1,31) dan ibu (AOR 1,23, CI95% 1,17-1,29); pendidikan ibu rendah (AOR
1.14, CI 95% 1.02-1.23); pendidikan ayah rendah (AOR 1,13, CI95% 1,02-1,23), tingkat ekonomi menengah ke bawah (AOR 1,12, CI 95%
1,06-1,19; AOR 1,24, CI95% 1,15-1,33) merupakan faktor yang berhubungan dengan anak stunting perkotaan.
Kesimpulan: Berat badan lahir rendah dan perawakan pendek merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian stunting pada anak di perkotaan
Indonesia.

KATA KUNCI: anak-anak; penentu; Bahasa Indonesia; perkotaan; pengerdilan

2 Tri Siswati, Trynke Hookstra, Hari Kusnanto, Vol 8 No. 1, 2020: 1-8

PENGANTAR

Stunting adalah bentuk malnutrisi kronis Konsekuensi jangka pendek dari


yang paling umum di Indonesia dan negara pengerdilan termasuk risiko penyakit, kerusakan
berkembang lainnya (1). Seperlima anak tubuh ireversibel, gangguan kognitif, penurunan
mengalami stunting (1), dan cenderung mengalami fungsi kognitif, gangguan perkembangan, kematian,
stunting sepanjang siklus hidupnya (2). Stunting
bukan hanya masalah perawakan pendek, tetapi dan gangguan metabolisme (1, 3-4). Sedangkan
juga dapat menimbulkan konsekuensi jangka konsekuensi jangka panjangnya seperti rendahnya
pendek dan jangka panjang (1). kemampuan bahasa dan motorik, rendahnya hasil
belajar dan prestasi sekolah (4), serta rendahnya
produktivitas orang dewasa (5). Stunting di awal tahap pertama meliputi daftar primary sampling unit
kehidupan menyebabkan tingkat metabolisme yang (PSUs) pada tabel master.
lebih rendah, lemak oksidatif (5) dan cenderung
menderita sindrom metabolik karena komposisi Jumlah PSU pada tabel induk sebanyak 30.000
lemak tubuh yang lebih banyak (6). Hal ini relative yang dipilih berdasarkan probability proportional to
lebih kelebihan berat badan dan obesitas pada size (PPS) dengan jumlah rumah tangga sensus
masa remaja dan kehidupan selanjutnya (5-6). Oleh penduduk tahun 2010. Kerangka sampel kedua
karena itu, obesitas meningkatkan risiko sindrom adalah seluruh bangunan sensus yang terdapat
metabolik dan penyakit degeneratif kronis, seperti rumah tangga biasa (tidak termasuk rumah tangga
tekanan darah tinggi, diabetes mellitus, penyakit lembaga: asrama, penjara, dan lain-lain).
jantung koroner, hiperkolesterolemia, stroke, dan Populasinya sebanyak 37.025 anak usia 0-59
kanker (5-8). bulan.
Pemilihan sampel berdasarkan kriteria yaitu tinggal
Kepedulian pemerintah Indonesia dalam di perkotaan, singleton, gestasi 37 minggu, skor
mengatasi stunting pada anak yang prevalensinya HAZ antara -5,99 hingga 5,99 SD, data lengkap
termasuk negara dengan masalah stunting terbesar pada variabel yang diamati. Sebanyak 13.248 balita
setelah Pakistan (45%), Kongo (43%), India (39%), dilibatkan dalam penelitian ini.
Ethiopia (38%), (9), dan kemudian Indonesia
(37,2%) (10). World Health Organization (WHO) Variabel bebas adalah karakteristik anak
menyatakan fokus memerangi gizi buruk anak yang meliputi umur (mo), jenis kelamin (laki-laki dan
dengan mengurangi 40% anak stunting pada tahun perempuan), berat badan lahir (gram), panjang
2025 (9). Bahkan prevalensi stunting meningkat badan baru lahir (pendek jika <48 cm dan normal
sebanyak 0,4% per tahun di Indonesia, dari 35,6% jika 48 cm), dan karakteristik keluarga yaitu
pada tahun 2010 (15) menjadi 37,2% (11) pada pendidikan orang tua (rendah jika <SMP, SMP jika
tahun 2013. SMA, dan SMA jika lebih tinggi dari SMA), status
pekerjaan orang tua (bekerja dan menganggur),
Penentu stunting meliputi faktor proksimat tinggi orang tua, (ayah pendek jika 160 cm, ibu
dan distal, serta faktor langsung dan tidak langsung pendek jika 150 cm, jumlah anggota keluarga (ÿ4
(12). Oleh karena itu, dalam dua dekade terakhir, dan >4), jumlah balita (ÿ2 dan >2), sedangkan
faktor sosial merupakan faktor terpenting yang variabel terikat adalah anak stunting. Anak stunting
mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat (13). kurang dari -2 standar deviasi tinggi badan untuk
Ketimpangan faktor sosial dan struktural usia z skor WHO, sedangkan tinggi badan normal
merupakan faktor penting dalam disparitas status adalah 2 standar deviasi ke atas. Status ekonomi
kesehatan. Faktor-faktor tersebut meliputi ekonomi dibagi menjadi tiga
baik tingkat makro maupun mikro, tingkat sosial, kategori, rendah (kuintil 4 dan 5), menengah (kuintil
jenis kelamin, ras, tingkat pendidikan, pekerjaan, 3) dan tinggi (kuintil 1 dan 2), diukur berdasarkan
lingkungan, air dan sanitasi, perumahan, dan kepemilikan barang-barang rumah tangga.
kebijakan (13-15). Perbedaan tingkat sosial
mempengaruhi perbedaan paparan kesehatan dan Karakteristik dan demografi anak
keparahan penyakit (14). dikumpulkan menggunakan kuesioner individu dan
rumah tangga, sedangkan data status gizi
Studi di negara berkembang menunjukkan dikumpulkan dengan timbangan digital Fesco
bahwa status gizi anak di perkotaan adalah lebih dengan ketelitian 0,1 kg dan pengukuran tinggi
baik daripada anak-anak yang tinggal di pedesaan badan dengan microtoise. Pengumpulan data
(16-17). Faktor yang mendasarinya adalah karena dilakukan oleh tim pencacah terlatih dengan
tempat tinggal memiliki keterkaitan yang erat pendidikan minimal berlatar belakang gelar diploma
dengan akses komunikasi, transportasi, makanan, kesehatan, masing-masing tim terdiri dari 6 orang
sekolah dan pelayanan kesehatan. Subramanian et termasuk ketua. Data ini dijamin keabsahan proses
al., 2003 dan Kien's et al., 2016 menyatakan bahwa dan hasil pengamatannya.
anak-anak yang tinggal di daerah perkotaan
merupakan faktor protektif untuk stunting Data dianalisis dengan STATA 13.
dibandingkan daerah pedesaan (OR 0,75 dan 0,145 Determinan anak stunting dianalisis dengan regresi
masing-masing) (18). logistik. Model determinan stunting dianalisis
Sayangnya, sebanyak seperempat anak stunting dengan
Indonesia tinggal di perkotaan (11). Penelitian ini regresi logistik multivariat dengan odds ratio 95%
bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor confidence interval (CI). Variabel dengan nilai
determinan anak stunting di perkotaan di Indonesia. probabilitas kurang dari 0,25 dalam uji bivariabel ini
selanjutnya dimasukkan dalam analisis pemodelan
BAHAN DAN METODE dengan analisis multivariat.

Penelitian ini merupakan penelitian cross Uji multivariat dilakukan dengan metode enter,
sectional, dengan menggunakan data sekunder sedangkan model yang paling sesuai dipilih
berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Indonesia berdasarkan aike kriteria informasi (AIC). Penyajian
(Riskesdas) 2013. Sampel dipilih dalam 2 tahap, data berupa teks, peta, tabel dan grafik. Penelitian
itu disetujui oleh MHREC Fakultas Kedokteran dukungan sosial dan jaringan yang memadai, serta
UGM No KE/FK/009/EC/2017 tanggal 27 Januari mendorong anaknya untuk mendapatkan pendidikan yang
2017. tinggi, sumber daya manusia yang sehat dan baik (20, 22-
24). Di Iran Timur Laut, tahun 2009 anak-anak lahir dari
HASIL orang tua berpendidikan rendah 15% lebih mungkin
menjadi stunting daripada yang berpendidikan baik (22).
Sebanyak 13.248 anak usia 0-59 bulan
Faktor sosial lain yang mempengaruhi anak
diikut sertakan dalam penelitian. Prevalensi stunting
stunting adalah status ekonomi. Ekonomi adalah akar dari
0-59 anak di perkotaan Indonesia adalah 32,16%, masalah gizi buruk. Masyarakat miskin memiliki
minimal 20,34% (Maluku) dan maksimal 42,75% keterbatasan kemampuan untuk membeli dan memilih
(NTT) (Gambar 1). Sebagian besar, 53,74% anak makanan yang berkualitas baik, sarana dan prasarana
berusia 24-59 bulan, 51,15% laki-laki dan 95,15% kesehatan dan rekreasi, akses air dan perumahan yang
berat lahir normal. Sekitar 41,93% ibu dan ayah baik sehingga anak-anak berisiko lebih besar mengalami
45,52% berpendidikan menengah, 53,40% memiliki gizi buruk (23-24). Penelitian menunjukkan bahwa status
ekonomi rendah lebih cenderung memiliki anak stunting
>4 jumlah anggota keluarga, 98,35% memiliki 2
dibandingkan dengan tingkat ekonomi yang lebih tinggi
jumlah balita, 69,26% memiliki tingkat ekonomi (OR1,24, 95% CI: 1,15-1,33) (lihat Tabel 4).
tinggi, sedangkan ibu 69,11% dan 75,85% ayah
memiliki tinggi normal. Lihat detailnya di Tabel 1. Penelitian ini menunjukkan bahwa orang tua
yang pendek lebih cenderung memiliki anak yang stunting
Secara rinci, prevalensi stunting pada dari biasanya. Namun, genetik tidak mendahului, hanya
anak-anak perkotaan Indonesia juga disajikan berkontribusi pada 15% faktor risiko (25). Faktor risiko
(Gambar 2). utama adalah lingkungan, seperti nutrisi, polusi, air bersih,
higiene-sanitasi, perumahan, infeksi mempengaruhi status
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa usia kesehatan janin (23,26). Ibu pendek juga mencerminkan
dan ukuran lahir kecil (berat badan lahir rendah, malnutrisi kronis sejak masa prenatal, sehingga ibu
panjang badan lahir pendek) berhubungan dengan memiliki panggul kecil, dan janin cenderung menderita
kekurangan nutrisi dan suplai oksigen (25. Ibu
kejadian stunting pada anak (p<0,05), sebagaimana
membutuhkan dukungan untuk mendapatkan hasil
terinci pada Tabel 2. kehamilan yang sehat, baik intervensi sensitif maupun
spesifik (27).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Pendidikan orang tua, pekerjaan ibu, jumlah anak Penelitian ini menunjukkan bahwa kelahiran
<5 tahun, tinggi badan dan status ekonomi orang rendah berat badan dan panjang pendek bayi baru lahir
tua memiliki hubungan dengan kejadian stunting. merupakan penentu kuat anak stunting. Berdasarkan
Seperti detail pada Tabel 3. banyak penelitian, berat badan lahir rendah merupakan
faktor yang paling dominan untuk anak stunting dini (24,28
Model best fit dari uji multivariat - 29). Kelahiran kecil (berat badan lahir rendah dan bayi
menunjukkan bahwa faktor risiko anak stunting di panjang pendek) disebabkan oleh kekurangan gizi kronis
bahkan sebelum masa kehamilan (30-31). Karena stunting
Wilayah perkotaan Indonesia adalah ukuran lahir
adalah suatu kondisi kronis yang menggambarkan
(Panjang lahir dan berat badan lahir), pendidikan pertumbuhan terhambat akibat kekurangan gizi jangka
orang tua, tinggi orang tua, dan status ekonomi. panjang dan manifestasi berat badan lahir rendah (BBLR)
Seperti pada Tabel 4. dan gizi buruk pada masa bayi dan tidak adanya
pertumbuhan yang sempurna pada periode berikutnya
Ini merupakan penelitian big data di 33 defisit panjang berat badan lahir rendah dan baru lahir
provinsi di Indonesia, perwakilan dari seluruh pendek.
provinsi di Indonesia anak. Tapi batasannya adalah
Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang Anak stunting yang mencapai catch-up growth
selama periode emas dalam 1000 hari pertama kehidupan
yang tidak menjelaskan tentang riwayat alamiah
akan tumbuh dengan tinggi badan normal pada remaja
anak stunting, dan beberapa variable langsung dan dewasa. Mereka membutuhkan dukungan nutrisi yang
seperti konsumsi makanan tidak diamati. cukup dalam jumlah dan kualitas termasuk menyusui dan
makanan tambahan (32), bebas polusi asap (33), akses
DISKUSI
air bersih, perumahan yang sehat, kebersihan dan sanitasi
Penelitian ini menunjukkan bahwa rumah yang baik untuk pertumbuhan optimal (15), intervensi dan
tangga ekonomi dan tingkat pendidikan orang tua pencegahan infeksi berulang (15), suplementasi zat gizi
merupakan faktor penentu yang signifikan dari stunting. mikro (26), peningkatan ekonomi rumah tangga (34-35).
Menurut WHO 2005, Social Determinants of Health (SDH) Studi kohort dengan IFLS menunjukkan bahwa anak
termasuk faktor ekonomi, pendidikan dan struktural stunting yang recath-up pada usia dini sebanyak 84%
lainnya berinteraksi mempengaruhi status kesehatan tumbuh sebagai tinggi normal balita, sedangkan mereka
masyarakat (13). yang gagal recatch-up pada masa kritis (1000 hari awal
kehidupan) 77% akan tetap stunting. selama periode pra-
Investasi pendidikan merupakan faktor fundamental untuk pubertas (35).
mencapai derajat kesehatan yang baik (13) dan
memberantas stunting (19-21). Pendidikan orang tua akan Namun, stunting pada awal kehidupan cenderung
mempengaruhi pengetahuan gizi, pola asuh dan pola menumbuhkan stunting pada balita, anak-anak, remaja
makan yang baik, merangsang tumbuh kembang anak dan orang dewasa dengan banyak konsekuensi di
secara optimal (20-22), memperoleh peluang pekerjaan kemudian hari (4), Peningkatan status gizi ibu dan anak
yang lebih baik, ekonomi dan kesejahteraan yang tinggi, selama jendela kesempatan akan mencegah kekurangan
gizi kronis anak termasuk BBLR dan stunting (23), serta
peningkatan ekonomi makro dan mikro (36). Di Indonesia,
investasi kesehatan ibu dan anak memberikan manfaat 48
kali (36).

KESIMPULAN

Sebanyak 32,16% anak Indonesia di perkotaan


mengalami stunting. Faktor yang berhubungan signifikan
dengan stunting adalah ukuran lahir (berat badan lahir
kecil dan panjang badan pendek), orang tua bertubuh
pendek, dan faktor sosial seperti tingkat pendidikan orang
tua yang rendah, ekonomi rumah tangga. Berdasarkan
penelitian ini, intervensi pada pemeriksaan kehamilan dan
kesehatan ibu harus difokuskan pada penurunan angka
kelahiran kecil, dan pelaksanaan program 1000 hari
pertama kehidupan seperti pendidikan gizi orang tua untuk
meningkatkan pengetahuan, sikap, dan praktik. berkaitan
dengan kesehatan dan gizi anak.

PENGAKUAN

Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-


besarnya kepada Badan Litbangkes (Balitbangkes) atas
subset datanya, dan Badan Pengembangan dan
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan
(BPPSDMK) atas pendanaannya.

REFERENSI

1. SIAPA. Perkiraan malnutrisi anak Bersama-


Level dan tren (edisi 2017). Pada tahun 2017.
2. Coulter JBS. Gizi dan malnutrisi pada tingkat
rendah dan negara-negara berpenghasilan
menengah. Anak Int Pediatr Kesehatan.
2014;34(4):233–5.

Anda mungkin juga menyukai