faktor risikonya?
Tri Siswati1, Trynke Hookstra ,2 Hari Kusnanto3
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, Tata Bumi no 3 Banyuraden, Gamping, Kabupaten Sleman, Daerah
1
ABSTRAK
Latar Belakang: Stunting adalah malnutrisi kronis yang dapat terjadi pada semua balita termasuk balita di daerah perkotaan.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko stunting pada anak-anak 0-59 bulan di perkotaan di Indonesia.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional dengan menggunakan data sekunder berdasarkan Riskesdas tahun 2013.
Sampel yang diperoleh 13.248 anak usia 0-59 bulan dari 33 provinsi, yang tinggal di daerah perkotaan, lahir tunggal (37 minggu), usia 37
minggu kehamilan, skor TB/ U -5,99 hingga TB/ U 5,99 SD, dan data yang diobservasi lengkap. Variabel bebas adalah karakteristik anak
(usia, jenis kelamin, berat dan panjang lahir); dan karakteristik rumah tangga, tinggi badan orang tua, pendidikan, pekerjaan, tingkat
ekonomi), sedangkan variabel penentu adalah stunting. Analisis dilakukan dengan regresi logistic multivariat menggunakan Stata13
Hasil: Faktor yang berhubungan dengan terjadinya stunting balita di perkotaan adalah BBLR (AOR 1,2 CI 95% 1,09-1,32); dan bayi lahir
pendek (AOR 1,16 CI95%: 1,99-1,23) dan karakteristik rumah tangga seperti ayah pendek (AOR 1,24, CI95% 1,18 1,31); ibu pendek (AOR
1,23, CI95% 1,17-1,29); ibu berpendidikan rendah (AOR 1,14, CI 95% 1,02-1,23); ayah berpendidikan rendah (AOR 1,13, CI95% 1,02-
1,23), dan tingkat ekonomi menengah dan rendah (AOR 1,12, CI 95% 1,06-1,19; AOR 1,24, CI95% 1,15-1,33).
Kesimpulan: Faktor yang berhubungan dengan balita stunting di perkotaan adalah BBLR dan tinggi badan orang tua.
KATA KUNCI: balita; penentu; Indonesia; perkotaan; pengerdilan
ABSTRAK
Latar Belakang: Stunting pada anak merupakan salah satu bentuk kekurangan gizi kronis, termasuk pada anak-anak di perkotaan.
Tujuan: Penelitian ini untuk mengetahui faktor risiko anak stunting 0-59 bulan di perkotaan Indonesia.
Metode: Penelitian potong lintang dengan menggunakan data sekunder berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Indonesia 2013. Sampel
berjumlah 13.248 anak usia 0-59 bulan dari 33 provinsi, residensi perkotaan, lajang, gestasi 37 minggu, dan skor HAZ 5,99 sampai 5,99
SD. Variabel bebas adalah karakteristik anak (umur, jenis kelamin, ukuran lahir); dan karakteristik rumah tangga (usia orang tua, tinggi,
pendidikan, pekerjaan, tingkat ekonomi), sedangkan variabel terikatnya adalah stunting. Analisis regresi logistik multivariat dilakukan
dengan menggunakan Stata 13.
Hasil: Karakteristik anak seperti berat badan lahir rendah (AOR 1,2 CI 95% 1,09-1,32); dan panjang bayi baru lahir pendek (AOR 1,16
CI95%:1,99-1,23) dan perawakan ayah (AOR 1,24, CI95% 1,18-1,31) dan ibu (AOR 1,23, CI95% 1,17-1,29); pendidikan ibu rendah (AOR
1.14, CI 95% 1.02-1.23); pendidikan ayah rendah (AOR 1,13, CI95% 1,02-1,23), tingkat ekonomi menengah ke bawah (AOR 1,12, CI 95%
1,06-1,19; AOR 1,24, CI95% 1,15-1,33) merupakan faktor yang berhubungan dengan anak stunting perkotaan.
Kesimpulan: Berat badan lahir rendah dan perawakan pendek merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian stunting pada anak di perkotaan
Indonesia.
2 Tri Siswati, Trynke Hookstra, Hari Kusnanto, Vol 8 No. 1, 2020: 1-8
PENGANTAR
Penelitian ini merupakan penelitian cross Uji multivariat dilakukan dengan metode enter,
sectional, dengan menggunakan data sekunder sedangkan model yang paling sesuai dipilih
berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Indonesia berdasarkan aike kriteria informasi (AIC). Penyajian
(Riskesdas) 2013. Sampel dipilih dalam 2 tahap, data berupa teks, peta, tabel dan grafik. Penelitian
itu disetujui oleh MHREC Fakultas Kedokteran dukungan sosial dan jaringan yang memadai, serta
UGM No KE/FK/009/EC/2017 tanggal 27 Januari mendorong anaknya untuk mendapatkan pendidikan yang
2017. tinggi, sumber daya manusia yang sehat dan baik (20, 22-
24). Di Iran Timur Laut, tahun 2009 anak-anak lahir dari
HASIL orang tua berpendidikan rendah 15% lebih mungkin
menjadi stunting daripada yang berpendidikan baik (22).
Sebanyak 13.248 anak usia 0-59 bulan
Faktor sosial lain yang mempengaruhi anak
diikut sertakan dalam penelitian. Prevalensi stunting
stunting adalah status ekonomi. Ekonomi adalah akar dari
0-59 anak di perkotaan Indonesia adalah 32,16%, masalah gizi buruk. Masyarakat miskin memiliki
minimal 20,34% (Maluku) dan maksimal 42,75% keterbatasan kemampuan untuk membeli dan memilih
(NTT) (Gambar 1). Sebagian besar, 53,74% anak makanan yang berkualitas baik, sarana dan prasarana
berusia 24-59 bulan, 51,15% laki-laki dan 95,15% kesehatan dan rekreasi, akses air dan perumahan yang
berat lahir normal. Sekitar 41,93% ibu dan ayah baik sehingga anak-anak berisiko lebih besar mengalami
45,52% berpendidikan menengah, 53,40% memiliki gizi buruk (23-24). Penelitian menunjukkan bahwa status
ekonomi rendah lebih cenderung memiliki anak stunting
>4 jumlah anggota keluarga, 98,35% memiliki 2
dibandingkan dengan tingkat ekonomi yang lebih tinggi
jumlah balita, 69,26% memiliki tingkat ekonomi (OR1,24, 95% CI: 1,15-1,33) (lihat Tabel 4).
tinggi, sedangkan ibu 69,11% dan 75,85% ayah
memiliki tinggi normal. Lihat detailnya di Tabel 1. Penelitian ini menunjukkan bahwa orang tua
yang pendek lebih cenderung memiliki anak yang stunting
Secara rinci, prevalensi stunting pada dari biasanya. Namun, genetik tidak mendahului, hanya
anak-anak perkotaan Indonesia juga disajikan berkontribusi pada 15% faktor risiko (25). Faktor risiko
(Gambar 2). utama adalah lingkungan, seperti nutrisi, polusi, air bersih,
higiene-sanitasi, perumahan, infeksi mempengaruhi status
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa usia kesehatan janin (23,26). Ibu pendek juga mencerminkan
dan ukuran lahir kecil (berat badan lahir rendah, malnutrisi kronis sejak masa prenatal, sehingga ibu
panjang badan lahir pendek) berhubungan dengan memiliki panggul kecil, dan janin cenderung menderita
kekurangan nutrisi dan suplai oksigen (25. Ibu
kejadian stunting pada anak (p<0,05), sebagaimana
membutuhkan dukungan untuk mendapatkan hasil
terinci pada Tabel 2. kehamilan yang sehat, baik intervensi sensitif maupun
spesifik (27).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Pendidikan orang tua, pekerjaan ibu, jumlah anak Penelitian ini menunjukkan bahwa kelahiran
<5 tahun, tinggi badan dan status ekonomi orang rendah berat badan dan panjang pendek bayi baru lahir
tua memiliki hubungan dengan kejadian stunting. merupakan penentu kuat anak stunting. Berdasarkan
Seperti detail pada Tabel 3. banyak penelitian, berat badan lahir rendah merupakan
faktor yang paling dominan untuk anak stunting dini (24,28
Model best fit dari uji multivariat - 29). Kelahiran kecil (berat badan lahir rendah dan bayi
menunjukkan bahwa faktor risiko anak stunting di panjang pendek) disebabkan oleh kekurangan gizi kronis
bahkan sebelum masa kehamilan (30-31). Karena stunting
Wilayah perkotaan Indonesia adalah ukuran lahir
adalah suatu kondisi kronis yang menggambarkan
(Panjang lahir dan berat badan lahir), pendidikan pertumbuhan terhambat akibat kekurangan gizi jangka
orang tua, tinggi orang tua, dan status ekonomi. panjang dan manifestasi berat badan lahir rendah (BBLR)
Seperti pada Tabel 4. dan gizi buruk pada masa bayi dan tidak adanya
pertumbuhan yang sempurna pada periode berikutnya
Ini merupakan penelitian big data di 33 defisit panjang berat badan lahir rendah dan baru lahir
provinsi di Indonesia, perwakilan dari seluruh pendek.
provinsi di Indonesia anak. Tapi batasannya adalah
Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang Anak stunting yang mencapai catch-up growth
selama periode emas dalam 1000 hari pertama kehidupan
yang tidak menjelaskan tentang riwayat alamiah
akan tumbuh dengan tinggi badan normal pada remaja
anak stunting, dan beberapa variable langsung dan dewasa. Mereka membutuhkan dukungan nutrisi yang
seperti konsumsi makanan tidak diamati. cukup dalam jumlah dan kualitas termasuk menyusui dan
makanan tambahan (32), bebas polusi asap (33), akses
DISKUSI
air bersih, perumahan yang sehat, kebersihan dan sanitasi
Penelitian ini menunjukkan bahwa rumah yang baik untuk pertumbuhan optimal (15), intervensi dan
tangga ekonomi dan tingkat pendidikan orang tua pencegahan infeksi berulang (15), suplementasi zat gizi
merupakan faktor penentu yang signifikan dari stunting. mikro (26), peningkatan ekonomi rumah tangga (34-35).
Menurut WHO 2005, Social Determinants of Health (SDH) Studi kohort dengan IFLS menunjukkan bahwa anak
termasuk faktor ekonomi, pendidikan dan struktural stunting yang recath-up pada usia dini sebanyak 84%
lainnya berinteraksi mempengaruhi status kesehatan tumbuh sebagai tinggi normal balita, sedangkan mereka
masyarakat (13). yang gagal recatch-up pada masa kritis (1000 hari awal
kehidupan) 77% akan tetap stunting. selama periode pra-
Investasi pendidikan merupakan faktor fundamental untuk pubertas (35).
mencapai derajat kesehatan yang baik (13) dan
memberantas stunting (19-21). Pendidikan orang tua akan Namun, stunting pada awal kehidupan cenderung
mempengaruhi pengetahuan gizi, pola asuh dan pola menumbuhkan stunting pada balita, anak-anak, remaja
makan yang baik, merangsang tumbuh kembang anak dan orang dewasa dengan banyak konsekuensi di
secara optimal (20-22), memperoleh peluang pekerjaan kemudian hari (4), Peningkatan status gizi ibu dan anak
yang lebih baik, ekonomi dan kesejahteraan yang tinggi, selama jendela kesempatan akan mencegah kekurangan
gizi kronis anak termasuk BBLR dan stunting (23), serta
peningkatan ekonomi makro dan mikro (36). Di Indonesia,
investasi kesehatan ibu dan anak memberikan manfaat 48
kali (36).
KESIMPULAN
PENGAKUAN
REFERENSI