Anda di halaman 1dari 22

ASEAN-CHINA FTA:

DAMPAKNYA TERHADAP EKSPOR INDONESIA DAN CINA

ASEAN-China FTA:
The Impacts on The Exports of Indonesia and China

Sigit Setiawan
Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral, Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan-RI,
Jl. Dr. Wahidin 1 Jakarta 10710, sigit_setiawan@depkeu.go.id

Naskah diterima: 4 Mei 2012


Disetujui diterbitkan: 2 Desember 2012

Abstrak

Kajian ini merupakan penilaian dampak kesepakatan perdagangan barang ASEAN–


China FTA (ACFTA) bagi Indonesia dan Cina. Pendekatan kuantitatif dengan analisis
ekonometrik digunakan untuk menilai pengaruh dari ACFTA terhadap kedua pihak dari sisi
kontribusi ekspor dan pertumbuhannya. Hasil kajian menunjukkan bahwa Indonesia belum
memanfaatkan secara optimal skema ACFTA sehingga memperoleh manfaat lebih sedikit
dibandingkan Cina. Sebagai dampak keikutsertaan dalam ACFTA, ekspor Indonesia ke
Cina meningkat sebesar US$ 116 juta per tahun atau 5,83% per tahun. Sementara ekspor
Cina ke Indonesia sebesar US$ 5,6 miliar per tahun atau 18,55% per tahun. Untuk itu,
Indonesia harus berupaya lebih agresif mengimbangi Cina antara lain melalui kesepakatan
bilateral, penguasaan standar nasional Cina, meminimalkan dampak penyesuaian sektoral
di lima sektor yang paling terpengaruh dan memanfaatkan secara optimal kebijakan anti
dumping.

Kata kunci : Kawasan Perdagangan Bebas, Perdagangan Preferensial, Penilaian


Dampak, Ekspor

Abstract

This study acts as an impact assessment on ACFTA Trade in Goods Agreement toward
two countries: Indonesia and China. A quantitative approach of econometric analysis
is employed to assess the effect of ACFTA to the two countries from two sides: export
contribution and its growth. The result shows that Indonesia has enjoyed less benefits than
China from the ACFTA preferential tariff. Joining ACFTA Indonesia performed an increase
in export to China by US$ 116 million per year or 5.83% increase per annum. Meanwhile,
China’s export to Indonesia amounted to US$ 5.6 billion per year or increase 18.55% per
annum. It is suggested that Indonesia should work more aggressively to balance the ACFTA
benefit such as through bilateral agreement, China national standard acquisition, minimizing
sectoral adjustment impact in the five most affected sectors, and optimizing anti-dumping
policy.

Keyword : Free Trade Area, Preferential Trade, Impact Assessment,Export

JEL Classification : F13, F15, F17

Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.6 NO.2, DESEMBER 2012 129


PENDAHULUAN Ekonomi Menyeluruh antara Negara-
Cina merupakan salah satu negara Anggota ASEAN dan Republik
kekuatan utama ekonomi dunia, dan Rakyat Cina” di Phnom Penh, Kamboja
bersama dengan dua negara Asia Timur pada tanggal 4 Nopember 2002.
lainnya yaitu Jepang dan Korea Selatan Perjanjian di sektor barang menjadi
telah menjadi mitra dagang terpenting bentuk konkrit kerjasama ekonomi
Indonesia dan juga ASEAN dari tahun ke pertama di pihak ASEAN dan Cina, yang
tahun. Untuk meningkatkan hubungan ditandai dengan ditandatanganinya
perdagangan dengan Cina, ASEAN, kesepakatan Trade in Goods Agreement
di mana Indonesia menjadi salah satu dan Dispute Settlement Mechanism
anggota-telah menyepakati kerjasama Agreement pada tanggal 29 November
perdagangan bebas dalam kerangka 2004 di Vientiane, Laos.
ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA). Data statistik perdagangan (IMF,
Dalam kerangka perjanjian tersebut, 2012) menunjukkan bahwa Indonesia
negara-negara yang menjadi anggota selaku negara anggota ASEAN
perjanjian saling memberikan preferential dengan populasi dan pasar terbesar
treatment di tiga sektor: sektor barang, memiliki hubungan perdagangan yang
jasa dan investasi dengan tujuan erat dengan Cina, terlebih setelah
memacu percepatan aliran barang, jasa berlakunya kesepakatan perdagangan
dan investasi diantara negara-negara ASEAN-China FTA. Cina merupakan
anggota sehingga dapat terbentuk salah satu mitra dagang utama
suatu kawasan perdagangan bebas. Indonesia setelah ASEAN. Total nilai
Preferential treatment adalah perlakuan perdagangan Indonesia dan Cina
khusus yang lebih menguntungkan mencapai US$ 36,2 miliar (2010) dan
dibandingkan perlakuan yang diberikan jumlah tersebut merupakan 12,4%
kepada negara mitra dagang lain dari total perdagangan Indonesia.
non anggota pada umumnya. Dalam Sementara itu, nilai perdagangan
kesepakatan di sektor barang, komponen antara kedua negara selama periode
utamanya adalah preferential tariff. 2006-2010 mencatat pertumbuhan
Proses menuju kesepakatan positif rata-rata sebesar 30%.
perjanjian ACFTA diawali dengan Ekspor Indonesia ke Cina
dilakukannya pertemuan tingkat kepala pada tahun 2010 mencapai
negara antara negara-negara ASEAN US$ 15,6 miliar (fob) dan impor Indonesia
dan Cina di Bandar Seri Begawan, dari Cina mencapai US$ 20,6 miliar
Brunei pada tanggal 6 Nopember (cif), sehingga surplus perdagangan
2001 yang kemudian disahkan melalui dimiliki Cina sebesar kurang lebih
penandatanganan “Persetujuan US$ 5 miliar. Angka defisit
Kerangka Kerja mengenai Kerjasama tersebut meningkat sebesar US$

130 Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.6 NO.2, DESEMBER 2012


2,9 miliar dibandingkan defisit dan Cina dalam perjanjian perdagangan
tahun 2009 yang tercatat sebesar barang ACFTA dari sisi kontribusi ekspor
US$ 2,2 miliar, sehingga menimbulkan dan peningkatan pertumbuhannya.
kepanikan banyak pihak di Indonesia Indikator dampak secara makro
yang kemudian menyampaikan tersebut menjadi penting, mengingat
desakan kepada pemerintah untuk kontribusi ekspor akan berdampak
melakukan renegosiasi dengan Cina. terhadap kesejahteraan ekonomi
Untuk mengevaluasi dampak suatu negara. Pendekatan kuantitatif
ACFTA, perlu dilakukan evaluasi atau dengan ekonometrika digunakan untuk
impact assessment terhadap perjanjian mengukur nilai dari dampak suatu FTA.
perdagangan barang ACFTA mengingat Hasil dari analisis diharapkan
implementasinya telah berjalan lebih dari bermanfaat dalam melakukan
lima tahun (Kompas, 2011). Penilaian tinjauan atas efektivitas kebijakan
dampak suatu FTA perlu dilakukan pemerintah di sektor perdagangan
untuk mengetahui apakah tujuan suatu barang dalam kerangka ACFTA,
FTA dapat dipenuhi (Plummer, Cheong khususnya terkait dengan pengaruhnya
dan Hamanaka, 2010). terhadap Indonesia dan Cina dari sisi
Salah satu indikator penting untuk kontribusi ekspor dan peningkatan
menilai dampak suatu FTA adalah pertumbuhannya. Di samping itu
pendapatan nasional. Pendapatan diharapkan hasil kajian ini dapat
nasional merupakan salah satu dari menjadi landasan dalam kajian dampak
tiga indikator untuk menghitung sektoral dan mikro dari keikutsertaan
dampak dari suatu FTA terhadap Indonesia dan Cina dalam ACFTA.
suatu negara dari aktivitasnya dalam
perdagangan internasional (Llyoid TINJAUAN PUSTAKA
dan Mclaren, 2004). Sementara itu, Preferential Tariff ACFTA
salah satu komponen pendapatan Preferential tariff dalam skema
nasional dalam model Keynesian perdagangan barang ACFTA ditetapkan
empat sektor adalah kontribusi ekspor. atas dasar urutan kategori produk
Perubahan kontribusi ekspor terhadap yang paling siap untuk diliberalisasikan
pendapatan nasional Indonesia dan terlebih dulu. Kategori produk yang
Cina dalam konteks berlaku efektifnya paling awal diliberalisasi masuk dalam
perjanjian perdagangan barang ACFTA kategori fast track (jalur cepat) atau
dapat mengindikasikan dampak dari yang lebih dikenal dengan sebutan
ACFTA terhadap kedua negara. Early Harvest Package (EHP). Jadwal
Tulisan ini bertujuan untuk mengukur penurunan tarif kategori EHP disusun
dan menganalisis pengaruh atau dalam tiga tahap, tahap 1 dimulai sejak 1
dampak dari keikutsertaan Indonesia Januari 2004 dilanjutkan tahap 2 tanggal

Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.6 NO.2, DESEMBER 2012 131


Tabel 1. Jadwal Penurunan Tarif Early Harvest Package (EHP)
Tingkat tarif bea Jangka Waktu tidak melewati:
masuk (=X) 1 Jan 2004 1 jan 2005 1 Jan 2006
X ≥ 15% 10% 5% 0%
5% ≤ X < 15% 5% 0% 0%
X < 5% 0% 0% 0%
Sumber : Kementerian Keuangan (2012)

1 Januari 2005 dan tahap terakhir Kerangka EHP Bilateral Indonesia-


dengan tarif diturunkan hingga 0% China FTA memasukkan produk kopi,
berlaku efektif sejak 1 Januari 2006. minyak kelapa/CPO, coklat, barang dari
Berbagai produk yang masuk dalam karet dan perabotan ke dalam kategori
daftar kategori EHP ditetapkan melalui EHP.
dua kerangka, yaitu kerangka ACFTA Kategori produk yang diliberalisasi
dan kerangka bilateral Indonesia-Cina. setelah EHP adalah produk-produk yang
Dalam kerangka ACFTA sebagaimana diturunkan tarifnya dalam jalur normal
ditetapkan dalam Keputusan Menkeu (Normal Track). Pada jadwal penurunan
No. 355/KMK.01/2004 tanggal Normal Track (NT), produk-produk yang
21 Juli 2004 Tentang Penetapan Tarif masuk ke dalam kategori NT minimal
Bea Masuk atas Impor Barang dalam 40% pos tarifnya harus sudah diturunkan
kerangka EHP ACFTA, produk binatang hingga antara 0-5% tahun 2005 dan
hidup, ikan, dairy products, tumbuhan, sudah menjadi 0% pada tahun 2010
sayuran dan buah-buahan dimasukkan (Normal Track I), dengan opsi mundur
dalam kategori EHP. Sedangkan dalam 2 tahun menjadi tahun 2012 (Normal
kerangka bilateral, Keputusan Menkeu Track II). Jumlah lini produk Indonesia
No. 356/KMK.01/2004 tanggal 21 Juli dalam Normal Track II adalah sebesar
2004 tentang Penetapan Tarif Bea 263 pos tarif (6 digit).
Masuk atas Impor Barang Dalam

Tabel 2. Jadwal Penurunan Tarif Normal Track


Tingkat tarif bea Jangka Waktu tidak melewati 1 Januari :
masuk (=X) 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
X >20% 20 20 12 12 5 0/5* 0/5* 0/0*
15%≤X<20% 15 15 8 8 5 0/5* 0/5* 0/0*
10%≤X<15% 10 10 8 8 5 0/0 0/0 0/0*
5%<X<10% 5 5 5 5 0 0 0 0/0*
X ≤ 5% Tetap Tetap Tetap Tetap 0 0 0 0/0*
Sumber : Kementerian Keuangan (2012)

132 Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.6 NO.2, DESEMBER 2012


Kategori produk yang paling akhir (Persetujuan Kerangka Kerja Mengenai
diliberalisasikan atau dikecualikan Kerjasama Ekonomi Menyeluruh Antara
dari liberalisasi dimasukkan dalam Pemerintah Negara-Negara Anggota
jalur sensitif (Sensitive Track). Produk- Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara
produk dalam jalur ini masih dibagi-bagi dan Republik Rakyat Cina). Tarif
ke dalam tiga sub kategori yaitu daftar sebagai bagian pokok dari kesepakatan
sensitif (Sensitive List/SL), daftar sangat perjanjian perdagangan barang
sensitif (Highly Sensitive List/HSL) dan ACFTA, telah diatur dalam serangkaian
daftar pengecualian umum (General peraturan Menteri Keuangan (PMK),
Exclusion List/GEL). Tarif bea masuk dengan PMK terakhir adalah Peraturan
untuk SL akan diturunkan menjadi antara Menteri Keuangan Republik Indonesia
0% hingga 20% pada rentang waktu Nomor 235/PMK.011/2008 tanggal 23
2012 hingga 2017 dan dijadwalkan Desember 2008 tentang Penetapan
menjadi 0% hingga maksimum 5% Tarif Bea Masuk dalam rangka ASEAN-
pada tahun 2018. Untuk HSL, tarif akan China Free Trade Area.
diturunkan menjadi 0% hingga 50%
pada tahun 2015. Untuk GEL karena Standar dan Perdagangan Bebas
merupakan pengecualian dari kategori Standar merupakan salah satu pilar
produk yang diliberalisasikan, tarif yang penting dalam perdagangan bebas,
berlaku adalah tetap tarif MFN (Most- mengingat salah satu prinsip dalam
Favoured Nation). perdagangan bebas adalah transparansi.
Agar prinsip transparansi bisa berjalan,
Regulasi Domestik sebagai perlu ditetapkan standar yang menjadi
Implementasi Kesepakatan Tarif tolok ukur transparansi tersebut baik
ACFTA standar untuk produk barang atau jasa,
Implementasi ACFTA melalui manajemen dan kualifikasi tenaga kerja.
kerangka regulasi telah diatur dalam Penerapan standar boleh
penerbitan beberapa regulasi terkait dilakukan sepanjang tidak menyalahi
mulai dari regulasi yang dikeluarkan prinsip-prinsip yang disepakati dalam
oleh Presiden hingga Menteri. Ratifikasi Persetujuan mengenai Hambatan Teknis
kerangka perjanjian kerja sama terhadap Perdagangan (Agreement on
ekonomi ACFTA ditetapkan dalam Technical Barriers to Trade-WTO) dan
Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun Lampiran 1A : Agreement on Trade in
2004 tentang Pengesahan Framework Goods dari Agreement Establishing
Agreement On The Comprehensive the World Trade Organization (WTO).
Economic Cooperation Between The Dalam kesepakatan tersebut, negara-
Association of South East Asian Nations negara anggota WTO berkewajiban
and The People’s Republic of China menjamin agar standar, peraturan teknis,

Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.6 NO.2, DESEMBER 2012 133


serta prosedur penilaian kesesuaian Kerangka Teoritis
yang diberlakukan oleh pemerintah Kerangka teoritis kajian ini
suatu negara tidak akan dipergunakan terutama didasarkan pada kajian
sebagai hambatan yang tidak perlu dan Llyod dan MacLaren (2004) dan kajian
tidak merupakan hambatan tersembunyi Dee (2011) serta didukung oleh teori
dalam perdagangan internasional. dan model-model preferential trade
Di sisi lain dalam perspektif pelaku dalam Markusen (1995). Studi Llyod
usaha dalam negeri, standardisasi dapat dan MacLaren (2004) memaparkan
menjadi salah satu solusi mengatasi bahwa tiga variabel endogen yaitu:
dampak perdagangan bebas dari (1) pendapatan nasional, (2) terms of
membanjirnya produk impor. Indonesia trade dan (3) kesejahteraan (welfare)
memiliki standar nasional sendiri yang memiliki keterkaitan sangat erat dengan
diterapkan bagi produk barang dan jasa penilaian dampak suatu Free Trade Area
yang diperjualbelikan di pasar Indonesia (FTA) terhadap negara-negara anggota
yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI). dan non-anggota. Kajian oleh Dee
SNI sendiri adalah dokumen yang berisi (2011) dengan menggunakan model
ketentuan teknis (aturan, pedoman atau CGE menghasilkan kesimpulan bahwa
karakteristik) dari suatu kegiatan yang kebijakan liberalisasi perdagangan
hasilnya dirumuskan secara konsesus, (antara lain FTA, preferential trade
kemudian ditetapkan oleh badan agreement/PTA, custom union,
pemerintah yang berwenang yakni common market) akan meningkatkan
Badan Standardisasi Nasional (BSN) keterbukaan pasar yang pada gilirannya
untuk dipergunakan oleh para pemangku akan berkontribusi positif terhadap
kepentingan dengan tujuan untuk pendapatan nasional dan pertumbuhan
mencapai keteraturan yang optimal ekonomi, penciptaan lapangan kerja
ditinjau dari konteks keperluan tertentu dan pertumbuhan produktivitas.
dan berlaku nasional. Adanya SNI yang Keberadaan FTA atau PTA memiliki
berlaku efektif akan dapat memperkuat peran positif sebagaimana dijelaskan
daya saing nasional, meningkatkan dalam model-model preferential trade
transparansi dan efisiensi pasar, dari teori perdagangan internasional
sekaligus melindungi keselamatan (Markusen 1995). Keberadaan ACFTA
konsumen, kesehatan masyarakat, akan menyebabkan terjadinya trade
kelestarian fungsi lingkungan dan creation dan trade diversion yang akan
keamanan. Saat ini secara keseluruhan meningkatkan domestic welfare negara-
telah terdapat sekitar 6.800 SNI dan negara yang terlibat, termasuk Indonesia
sekitar 250 SNI telah bersifat wajib dan Cina yang menjadi obyek studi ini.
antara lain SNI untuk ban, peralatan Dalam trade creation (penciptaan
kompor gas (termasuk tabung gas, perdagangan) arus perdagangan atau
selang dan katupnya) dan terigu. volume perdagangan menjadi semakin

134 Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.6 NO.2, DESEMBER 2012


besar akibat dari pembentukan skema keuntungan dari impor yang dilakukan
free trade area atau customs union. Inggris terhadap daging dombanya,
Pengurangan atau penghapusan tarif sedangkan Inggris memperoleh
dalam skema tersebut menyebabkan keuntungan dapat mengimpor daging
turunnya harga suatu produk sehingga domba lebih murah dari Perancis dari
dapat meningkatkan permintaan impor sebelumnya dengan Selandia
terhadap produk tersebut dan Baru. Dengan demikian kedua negara
menyebabkan terjadinya penciptaan yang terikat dalam kesepakatan free
perdagangan baik dari peningkatan trade memperoleh dampak positif
volume produk yang sudah dengan meningkatnya volume dan
diperdagangkan atau terciptanya pasar nilai perdagangan antar kedua negara
dari produk baru yang harga sebelumnya (Suranovic, 2012).
tidak terjangkau daya beli (Markusen Baik penciptaan perdagangan
1995). Dalam trade diversion, terjadi (trade creation) maupun pengalihan
pengalihan perdagangan dari eksportir perdagangan (trade diversion) akan
yang lebih efisien kepada eksportir yang menciptakan peningkatan volume
kurang efisien dari negara anggota FTA dan nilai perdagangan, meningkatkan
sebagai akibat pembentukan free trade lapangan kerja di sektor produksi,
area atau customs union (Markusen meningkatkan pemasukan pajak dan
1995). Contohnya adalah kasus tingkat kesejahteraan agregat antar
Inggris setelah mengikuti kerangka kedua negara yang tergabung dalam
kesepakatan tarif bersama dengan Uni free trade area tersebut. Hal tersebut
Eropa. Sebelum kesepakatan tersebut dibuktikan oleh model-model preferential
terjadi, Inggris mengimpor daging domba trade.1
dari Selandia Baru sebagai produsen
daging domba termurah. Namun setelah
kesepakatan tarif dengan Uni Eropa METODE PENELITIAN
ditandatangani, mengimpor daging Penurunan tarif NT secara signifikan
domba dari Selandia Baru menjadi pada tingkat tarif yang amat rendah
lebih mahal dibandingkan mengimpor pada rentang 0–5% diberlakukan sejak
daging domba dari Perancis. Dengan 1 Januari 2009 berdasarkan Peraturan
demikian kesepakatan tarif tersebut Menteri Keuangan Republik Indonesia
menyebabkan pengalihan perdagangan No. 235/PMK.011/2008 tanggal 23
dari Selandia Baru - Inggris menjadi Desember 2008 tentang Penetapan
Perancis - Inggris. Perancis memperoleh Tarif Bea Masuk dalam rangka ASEAN-

1. Model sederhana preferential trade menunjukkan trade creation akan meningkatkan domestic
welfare kedua negara. Sedangkan model preferential trade Heckscher-Ohlin menunjukkan bahwa
trade diversion dapat meningkatkan economic welfare, walau terdapat masalah redistribusi
pendapatan (lihat Markusen (1995) pp. 312-320 dan Suranovic, 2012).

Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.6 NO.2, DESEMBER 2012 135


China Free Trade Area. Sebelum PMK komponen dalam pendapatan nasional
tersebut, tarif NT masih berada pada model Keynesian empat faktor.
kisaran 5-20%. Penurunan tingkat Secara lebih detil, pendekatan
tarif secara signifikan ini diasumsikan yang digunakan untuk mengukur
akan memberikan pengaruh yang dampak ACFTA bagi Indonesia dan
signifikan terhadap perkembangan nilai Cina dalam tulisan ini dilakukan dengan
ekspor Indonesia dan Cina sebagai dua mengukur kontribusi nilai ekspor
negara yang terlibat dalam kesepakatan terhadap pendapatan nasional, dimana
perdagangan barang ACFTA. Oleh pendapatan nasional merupakan salah
karena itu, titik waktu 1 Januari 2009 satu dari variabel endogen yang dapat
sebagai tanggal efektif pemberlakuan dijadikan ukuran dalam mengukur
Peraturan Menteri Keuangan Republik dampak suatu FTA sebagaimana
Indonesia No.235/PMK.011/2008 dikemukakan oleh Dee (2011) dan
digunakan untuk mengevaluasi Llyod dan MacLaren (2004). Bila
pengaruh skema ACFTA terhadap kontribusi tersebut positif, maka FTA
Indonesia dan Cina dari sisi kontribusi tersebut berdampak positif bagi kedua
ekspor bagi pendapatan nasional negara, dan berlaku sebaliknya.
dan peningkatan pertumbuhannya. Selain itu dihitung pula persentase
Dalam kajian ini dilakukan suatu pertumbuhan kontribusi nilai ekspor
simulasi kondisi bila periode 1 Januari tersebut sebagai akibat dampak ACFTA.
2009-31 Desember 2011 tidak ada Kontribusi positif tersebut baik
skema tarif ACFTA, dibandingkan secara nominal maupun persentase
dengan kondisi aktual pada periode menunjukkan terjadinya peningkatan
yang sama tersebut (di mana keterbukaan pasar, trade creation
sebenarnya skema tarif ACFTA sudah dan trade diversion sebagaimana
efektif berlaku), maka dapat dihitung teori perdagangan internasional
dampak dari pemberlakuan skema dan model-model preferential trade.
tarif ACFTA pada periode tersebut. Ketiga faktor tersebut selanjutnya
Analisis dampak akan dilakukan berkontribusi positif bagi peningkatan
dengan membandingkan nilai ekspor pendapatan, penciptaan lapangan
barang dalam hubungan perdagangan kerja, pertumbuhan produktivitas
Indonesia–Cina dengan skema tarif dan economic welfare dari negara-
ACFTA dan dengan hasil simulasi negara yang menjadi anggotanya,
tanpa skema tarif ACFTA. Pendapatan khususnya Indonesia dan Cina.
nasional kedua negara dipengaruhi oleh Dalam tulisan ini diasumsikan
peningkatan nilai ekspor, mengingat bahwa satu-satunya faktor ekonomi
nilai ekspor merupakan salah satu yang berpengaruh signifikan pada

136 Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.6 NO.2, DESEMBER 2012


2007 2009 2011

2006 2008 2010

1 Januari 2009
Skema Tarif
ACFTA mulai
Nilai ekspor
berlaku
dalam
hubungan
Kondisi Aktual Dengan Skema Tarif ACFTA(i) perdagangan
kedua negara
pada periode
1 Januari 2009 –
2007 2009 2011
31 Desember
2011 pada
2006 2008 2010 kondisi aktual
dan kondisi
simulasi
Tidak ada diperbandingkan
skema tarif
ACFTA

Simulasi Kondisi Tanpa Skema Tarif ACFTA (ii)


Gambar 1. Kerangka Pemikiran

periode pengamatan 1 Januari 2009- lebih andal dibandingkan hasil ramalan


31 Desember 2011 adalah skema pemodelan ekonometrik tradisional,
tarif ACFTA, sedangkan faktor- khususnya untuk hasil ramalan jangka
faktor ekonomi lain yang mungkin pendek. Namun, tentunya setiap
mempengaruhi perdagangan Indonesia kasus perlu diteliti.” Model ARIMA
dan Cina pada periode tersebut bersifat menekankan pada sifat-sifat probabilistik
tetap (ceteris paribus) sehingga dapat atau stokastik dari runtun waktu
diabaikan. ekonomi dengan menggunakan data
yang bersangkutan untuk memutuskan
Metode Analisis arah kecenderungannya sendiri tanpa
Model yang digunakan untuk melibatkan data lainnya. Sebagai
forecasting dan simulasi dalam kajian ilustrasi, bila dalam model regresi, Y
ini adalah model ekonometrika ARIMA dijelaskan oleh k variabel bebas X1, X2,
atau yang secara populer lebih dikenal X3, ... , Xk, maka dalam model ARIMA,
dengan sebutan metodologi Box- Y dijelaskan oleh nilai-nilai Y sendiri di
Jenkins. Menurut Gujarati (2009), ”Salah waktu sebelumnya.
satu dari alasan populernya pemodelan Model yang digunakan dalam
ARIMA adalah keberhasilannya dalam tulisan ini adalah multiplicative ARIMA
peramalan. Dalam banyak kasus, hasil (non–seasonal dan seasonal) yang
ramalan yang diperoleh oleh metode ini merupakan hasil gabungan proses

Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.6 NO.2, DESEMBER 2012 137


model Autoregressive (AR), differencing (MA) yang dinotasikan dengan ARIMA
dan moving average/rata-rata bergerak (p, d, q)(P,D,Q).

Model AR (p) secara matematis diuraikan sebagai berikut :


(Yt - δ ) = α1 (Yt – 1 - δ) + α2 (Yt – 2 - δ) + ... + αp (Yt – p - δ) + ut ........................ (1)

Dalam persamaan tersebut di atas ke-p atau dikatakan sebagai suatu


fungsi Yt melibatkan nilai data Y lag proses Autoregressive derajat ke-p atau
ke-1, ke-2 dan seterusnya hingga lag AR (p).

Model MA (q) selanjutnya dapat diuraikan dalam notasi


Yt = µ + β0 ut + β1 ut-1 + β2 ut-2 + ... + βq ut-q ......................................................... (2)
di mana
ut = εt + λ1 εt-1 + λ2 εt-2 + λ3 εt-3 + ..... + λp εt-p
ut-1 = εt-1 + λ2 εt-2 + λ3 εt-3 + λ4 εt-4 + ..... + λp εt-p dan seterusnya

Fungsi Yt melibatkan nilai rata-rata Selanjutnya penggabungan model


bergerak dari residual atau suatu proses AR (p) dan model MA (q) sebagai model
Moving Average derajat ke-q atau MA ARIMA (p,q) dapat dinotasikan menjadi
(q).

Yt = θ + α1 (Yt–1 - δ) + α2 (Yt–2 - δ) + ... + αp (Yt–p - δ) + β0 ut + β1 ut-1 + β2 ut-2 + ... + βq ut-q .............. (3)

Bila data yang akan dimasukkan melakukan transformasi data melalui


ke dalam model ARIMA bersifat differencing sebanyak d kali hingga
non-stasioner, maka data harus tercapai kondisi stasionaritas.
distasionerkan terlebih dahulu dengan

Δ Yt = Yt - Yt–1 (differencing pertama)


Δ Yt-1 = Yt-1 - Yt–2 (differencing kedua) dan seterusnya ................................. (4)

Setelah data time series diperhitungkan, maka proses model


distasionerkan dengan differencing ARIMA (p,d,q) menjadi model ARIMA
sebanyak d kali yang diikuti dengan (p,d,q)(P,D,Q) sebagai berikut :
pemrosesan model ARIMA (p,q), Φ(B) δ(B) xt = θ(B) at
maka data time series tersebut telah
Penjabarannya masing-masing
melalui proses model ARIMA (p,d,q).
adalah dalam bentuk perkalian berikut :
Selanjutnya, bila faktor seasonality

138 Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.6 NO.2, DESEMBER 2012


δ(B) = (1 – B )d (1 – Bs )D
Φ(B) = (1 + Φ1 B + ... + Φp Bp ) (1 + Φ1 Bs + ... + Φp Bs x P )
θ(B) = (1 + θ1 B + ... + θp Bq ) (1 + Θ1 Bs + ... + Θ Q Bs x Q )

di mana B = backshift operator


Φ (B) = polinomial untuk autoregressive roots stasioner
δ(B) = unit root yang terkait dengan differencing (reguler dan seasonal)
θ(B) = polinomial moving average (invertible)
at = white-noise innovation (0, σ2a 0 )
p = koefisien AR non-seasonal
q = koefisien MA non-seasonal
d = jumlah non-seasonal differences
P = jumlah koefisien perkalian autoregressive
D = jumlah seasonal differences
Q = jumlah koefisien perkalian moving average
s = seasonal period

Tahap pertama adalah melakukan tertentu. Selanjutnya dengan


pengujian stasionaritas data time menggunakan metodologi yang
series terlebih dahulu dengan melihat dijelaskan oleh Gujarati (2009) untuk
grafik data dan correlogram sebagai menentukan derajat AR dan MA yang
indikasi awal dan dilanjutkan dengan tepat yaitu didasarkan pada analisis
unit root test Augmented Dicky-Fuller correlogram dari data stasioner. Melalui
(ADF) test dan Philip Peron (PP) test cara ini akan dapat diidentifikasi lag-
sebagai pengujian statistik secara rinci. lag dari Autoregressive dan Moving
Pada studi kasus ini data bersifat non- Average yang berdampak signifikan
stasioner, untuk itu dilakukan differencing pada variabel dependen dari model.
hingga kondisi stasionaritas data input Tahap berikut setelah terbentuknya
model tercapai. Guna memastikan model peramalan ARIMA adalah
bahwa hasil differencing tersebut telah menguji apakah hasil model sudah
dicapai, selanjutnya dilakukan tahapan menghasilkan hasil estimasi terbaik.
yang sama dengan sebelumnya, yaitu Merujuk pada metodologi Box-Jenkins,
melihat grafik data dan correlogram lalu dilakukan diagnostic checking pada
sebagai indikasi awal dan dilanjutkan residual hasil estimasi untuk menguji
dengan Augmented Dicky-Fuller (ADF) stasioneritas residual. Hasil estimasi
test. Untuk memperkuat keyakinan baik jika residual dari model tersebut
digunakan satu tes lagi yaitu Philip sepenuhnya bersifat acak (white noise)
Peron (PP) test (Gujarati, 2009). atau stasioner. Diagnostic checking
Perumusan model dapat dilakukan dilakukan dengan melihat hasil analisis
setelah sepenuhnya yakin data telah correllogram dan unit root test seperti
stasioner pada derajat differencing ADF Test dan PP Test.

Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.6 NO.2, DESEMBER 2012 139


Selanjutnya data time series pembentukan model digunakan data
dimasukkan ke dalam estimasi model periode Januari 1990 - Desember 2011,
terbaik untuk dapat diketahui hasil sedangkan untuk simulasi digunakan
simulasinya berupa nilai ekspor periode pengamatan 1 Januari 2009 -
Indonesia ke Cina dan nilai ekspor 31 Desember 2011.
Cina ke Indonesia dalam hubungan
perdagangan kedua negara seandainya HASIL DAN PEMBAHASAN
tidak ada skema tarif ACFTA. Hasil Analisis Struktur Perdagangan
simulasi dibandingkan dengan nilai Indonesia dengan Cina
aktual pada periode yang sama dimana Indonesia selaku negara anggota
perjanjian ACFTA telah efektif berlaku. ASEAN dengan populasi dan
Dari proses pembandingan ini akan pasar terbesar memiliki hubungan
dapat dihitung seberapa besar dampak perdagangan yang erat dengan Cina,
dari skema tarif perjanjian ACFTA terlebih setelah berlakunya kesepakatan
terhadap ekspor Indonesia ke Cina dan perdagangan ASEAN-China FTA.
juga ekspor Cina ke Indonesia. Selain Total perdagangan Indonesia dan Cina
itu walau kedua belah pihak sama-sama mencapai US$ 36,2 miliar (2010) dan
diuntungkan, akan dapat diketahui di jumlah tersebut merupakan 12,4%
antara keduanya pihak mana yang dari total perdagangan Indonesia.
menerima manfaat lebih dibandingkan Ekspor Indonesia ke Cina mencapai
mitranya. Dalam melakukan proses US$ 15,6 miliar (fob) dan impor Indonesia
pengolahan dan analisis tersebut di atas dari Cina mencapai US$ 20,6 miliar (cif),
digunakan software Eviews versi 6. sehingga surplus perdagangan dimiliki
Cina sebesar kurang lebih US$ 5 miliar.
Data Total perdagangan antara kedua
Data yang digunakan adalah negara selama 5 (lima) tahun terakhir
data ekspor Indonesia ke Cina dan (2006-2010) tumbuh positif rata-
data ekspor Cina ke Indonesia yang rata sebesar 30% dengan surplus
bersumber dari data IMF dan diunduh perdagangan berada pada sisi Cina.
melalui CEIC. Data time series relevan Pada tahun 2010 Indonesia mencatat
yang digunakan dalam kajian ini surplus perdagangan sebesar
adalah data ekspor bulanan periode US$ 4,8 miliar, atau naik 43,1%
Januari 1990 - Desember 2011. dibandingkan surplus tahun 2009
Variabel-variabel kajian ini adalah sebesar US$ 3,4 miliar. Namun
ekspor Indonesia dan ekspor Cina khusus terhadap Cina, Indonesia
dengan skema tarif ACFTA, serta hasil mencatat defisit perdagangan sebesar
simulasi ekspor Indonesia dan ekspor US$ 5,1 miliar. Angka defisit tersebut
Cina tanpa skema tarif ACFTA. Untuk meningkat sebesar US$ 2,9 miliar

140 Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.6 NO.2, DESEMBER 2012


dibandingkan defisit tahun 2009 yang dan hal tersebut sudah diantisipasi oleh
tercatat sebesar US$ 2,2 miliar. Cina melalui pembelian SNI tersebut.
Keberhasilan Cina meningkatkan Sekitar 30% SNI telah digunakan oleh
ekspornya secara signifikan ke pasar perusahaan Indonesia dan akan semakin
Indonesia terutama berkat strategi harga besar lagi didorong oleh penerbitan
murah, walau dalam kenyataannya di Peraturan Presiden No 54 Tahun 2011
pasar banyak produknya yang diekspor tentang pengadaan barang dan jasa oleh
memiliki standar kualitas yang rendah pemerintah yang mewajibkan pembelian
dan cepat rusak. Untuk meningkatkan barang yang sesuai dengan SNI.
penetrasinya di pasar Indonesia dan Berdasarkan database CEIC
mengantisipasi keharusan mengikuti (IMF, 2012), ekspor Indonesia ke
SNI di masa depan, Cina telah bergerak Cina periode Januari-Oktober 2011
secara proaktif dan agresif mempelajari adalah sebesar US$ 18,2 miliar
standar produk Indonesia. Tercatat atau naik 57% dibandingkan periode
per Maret 2011 Cina telah membeli dan yang sama pada tahun 2010 sebesar
menguasai 653 SNI dan rencananya US$ 11,6 miliar. Sementara itu, impor
akan membeli 6.779 SNI lagi. Sebagian Indonesia dari Cina periode Januari-
besar SNI yang dibeli Cina tersebut Oktober 2011 tercatat sebesar
merupakan SNI barang elektrik (seperti US$ 21,4 miliar, suatu peningkatan
SNI IEC 62115:2011 untuk standar sebesar 29% dibandingkan periode yang
keselamatan mainan anak-anak dan sama tahun 2010 yang tercatat sebesar
SNI 04-3633-1994 untuk kabel listrik), US$ 16,6 miliar. Bila diproyeksikan
elektronik (seperti SNI 04-1685-1989 hingga akhir tahun 2011 maka ekspor
untuk peralatan elektronik dan listrik Indonesia ke Cina akan tercatat sebesar
yang digunakan rumah tangga, SNI US$ 21,9 miliar dan impor Indonesia
04-6716.1-2002 untuk resistor pada dari Cina akan sebesar US$ 25,7 miliar
peralatan elektronik), mesin dan alat sehingga proyeksi defisit perdagangan
pertanian (seperti SNI 7589:2011 untuk Indonesia dari Cina untuk tahun 2011
traktor pertanian dan SNI 7710:2011 adalah sebesar US$ 3,8 miliar. Proyeksi
untuk peralatan irigasi) (BSN, 2012). angka defisit ini merupakan penurunan
Potensi pasar Indonesia di masa sebesar 24% dari angka defisit tahun
depan sejalan dengan pemenuhan 2010 yang sebesar US$ 5 miliar.
standar domestik SNI sangat besar

Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.6 NO.2, DESEMBER 2012 141


Gambar 3. Kontribusi Ekspor Indonesia ke Tiap Negara Mitra Utama 2010
Sumber : Ditjen Bea Cukai, Kementerian Keuangan (2012), diolah
Cina merupakan negara mitra ke Cina dari total ekspor Indonesia
utama perdagangan Indonesia. Pada adalah sebesar 10% dan kontribusi
tahun 2010 Cina merupakan negara impor dari Cina adalah sebesar 15% dari
yang menjadi tujuan ekspor Indonesia total impor Indonesia. ASEAN sejauh ini
nomor 4 dan asal impor nomor 2 bagi masih menjadi tujuan ekspor dan impor
Indonesia. Kontribusi ekspor Indonesia utama Indonesia.

Gambar 4. Kontribusi Impor Indonesia dari Tiap Negara Mitra Utama, 2010
Sumber : Ditjen Bea Cukai, Kementerian Keuangan (2012), diolah

Hasil Output Model dan Analisis penelitian dihasilkan model ARIMA


yang reasonable fit terhadap data
Output Model untuk Ekspor Indonesia ekspor Indonesia ke Cina. Dalam model
ke Cina Tanpa ACFTA tersebut dihasilkan derajat differencing
(d) = 2, derajat autoregressive (AR) = 12
Dari proses menstasionerkan
dan derajat moving average (MA) = 12.2
data melalui differencing dan
pengidentifikasian derajat AR dan MA Setelah model ARIMA ini
sebagaimana diuraikan pada metode diperoleh menurut langkah-langkah

2 Di atas ARIMA (11,11), Eviews versi 6 mampu mengidentifikasi ARIMA (p, d, q), namun tidak
mampu untuk menggenerate estimasi equation-nya, sehingga estimasi persamaan model tidak
bisa ditampilkan

142 Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.6 NO.2, DESEMBER 2012


dalam metodologi penelitian, Gujarati ACFTA) mencapai US$ 50,198,467,238.
(2009:782) menyatakan model tersebut Berdasarkan hasil simulasi bila tidak
sudah memadai sehingga tidak perlu ada skema preferential tariff ACFTA
mencari model ARIMA lainnya. Hasil pada periode yang sama, total nilai
diagnostic checking melalui grafik ekspor Indonesia ke Cina akan sedikit
second difference data ekspor Indonesia lebih rendah yaitu US$ 49,849,336,667.
ke Cina, correllogram residual model, Dengan demikian, adanya skema
dan dua unit root test yakni ADF test dan preferential tariff ACFTA memberikan
PP test menguatkan keyakinan tersebut. dampak peningkatan total nilai ekspor
Jumlah nilai ekspor aktual Indonesia Indonesia ke Cina net pada periode
ke Cina selama periode Januari tersebut sebesar US$ 349,130,571
2009-Desember 2011(masa tiga tahun atau rata-rata US$ 116,376,857 per
setelah berlaku skema preferential tariff tahunnya.

Gambar 5. Nilai Ekspor Indonesia Ke Cina Aktual Dengan Skema Tarif


ACFTA Dan Estimasi Hasil Simulasi Tanpa Skema Tarif ACFTA
Sumber : Hasil simulasi

Tabel 3. Variabel Nilai Ekspor Dengan Skema ACFTA Dan Nilai Ekspor Tanpa
Skema ACFTA Indonesia ke Cina
Periode Total nilai ekspor (US$000)
Pra ACFTA Jan. –Des. 2006 (1) 8,343,571
Jan. –Des. 2007 (2) 9,675,513
Jan. –Des. 2008 (3) 12,698,031

Pasca ACFTA Aktual (Skema ACFTA) Estimasi Simulasi (No ACFTA)


berlaku Jan. –Des. 2009 (1) 13,414,941 14,713,320
Jan. –Des. 2010 (2) 15,692,620 16,266,470
Jan. –Des. 2011 (3) 21,090,907 18,869,547

Sumber : Hasil analisis

Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.6 NO.2, DESEMBER 2012 143


Tabel 4. Perbandingan Kontribusi Nilai Ekspor terhadap Pendapatan
Nasional Indonesia Dengan dan Tanpa Skema ACFTA

URAIAN Total Kontribusi Ekspor (US$)


Dengan Skema ACFTA (p.a.) 16,732,822,410
Tanpa Skema ACFTA (p.a.) 16,616,445,560
Dampak ACFTA terhadap peningkatan kontribusi 116,376,857
nilai ekspor (p.a.)

Sumber : Hasil simulasi

Nilai ekspor Indonesia ke Cina ACFTA periode 3 dan data aktual pra
telah meningkat sebesar 66,10% atau ACFTA pada periode yang sama dapat
rata-rata tumbuh sebesar 22,03% per diketahui bahwa tanpa ACFTA nilai
tahunnya dalam tiga tahun terakhir ekspor Indonesia ke Cina akan tumbuh
pada masa ACFTA telah berlaku. lebih kecil yakni sebesar 48,6% saja
Tingkat pertumbuhan tersebut masih atau rata-rata tumbuh sebesar 16,2%
di bawah periode 2006-2008 (pra per tahunnya saja. Dengan demikian
ACFTA) yang tercatat sebesar 30,2% kondisi berlakunya skema tarif ACFTA
per tahun. Lonjakan kenaikan tajam memberikan dampak pada peningkatan
pada periode 2009-2011 (pasca ACFTA) pertumbuhan ekspor Indonesia ke Cina
tercatat terjadi pada periode 3 sebesar sebesar 5,83% (secara persentase) per
US$ 5,4 miliar hingga menyebabkan tahun atau meningkatkan pertumbuhan
nilai ekspor periode 3 pasca ACFTA ekspor menjadi 1,36 kali lipat
mencapai 1,7 kali lipat dari periode 3 pra dibandingkan bila skema tarif ACFTA
ACFTA. tidak berlaku.
Selanjutnya dengan membanding
kan antara data simulasi pasca

Tabel 5. Peningkatan Nilai Ekspor Indonesia ke Cina Sebagai Dampak ACFTA


Peningkatan nilai ekspor
URAIAN
Tanpa Skema ACFTA 16,20% p.a.
Dengan Skema ACFTA 22,03% p.a.
Peningkatan nilai ekspor sebagai dampak ACFTA 5,83% p.a.
Derajat peningkatan pertumbuhan ekspor sebagai 1,36 kali lipat p.a.
dampak ACFTA
Sumber : Hasil simulasi

Untuk proyeksi ke depan bila tingkat pertumbuhan tetap sebesar


diasumsikan dalam dua tahun mendatang 22,03% per tahun, nilai ekspor Indonesia

144 Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.6 NO.2, DESEMBER 2012


ke Cina berpotensi meningkat masing- US$ 31,408,156,032 pada periode
masing menjadi US$ 25,737,647,279 Januari-Desember 2013.
periode Januari-Desember 2012 dan

Output Model untuk Ekspor Cina ke Indonesia Tanpa ACFTA

Gambar 6. Hasil Model Ekspor Cina ke Indonesia (ARIMA p=3,d=1, bp=3)


Sumber : Hasil simulasi

Dari proses menstasionerkan dan derajat seasonal autoregressive


data melalui differencing dan (SAR) = 3. Hasil diagnostic checking
pengidentifikasian derajat AR dan (sebagaimana dalam lampiran)
MA dihasilkan model ARIMA yang menegaskan keyakinan bahwa model
reasonable fit terhadap data ekspor tersebut sudah memadai sehingga tidak
Cina ke Indonesia. Dalam model perlu mencari model ARIMA lainnya
tersebut dihasilkan derajat differencing (Gujarati 2009).
(d) = 1, derajat autoregressive (AR) = 3

Gambar 7. Nilai Ekspor Cina ke Indonesia Aktual Dengan Skema Tarif ACFTA
dan Estimasi Hasil Simulasi Tanpa Skema Tarif ACFTA
Sumber : Hasil simulasi

Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.6 NO.2, DESEMBER 2012 145


Tabel 6. Variabel Nilai Ekspor Dengan Skema ACFTA Dan Nilai Ekspor
Tanpa Skema ACFTA Cina ke Indonesia
Periode Total nilai ekspor
(US$000)
Pra ACFTA Januari –Des. 2006 (1) 6,636,894
Januari –Des. 2007 (2) 8,557,877
Januari –Des. 2008 (3) 15,653,324

Pasca ACFTA Kondisi Aktual (Dengan Hasil Estimasi Simulasi


Skema ACFTA) Tanpa Skema ACFTA
Berlaku Januari –Des. 2009 (1) 18,884,160 15,354,070
Januari –Des. 2010 (2) 20,424,210 15,792,490
Januari –Des. 2011 (3) 25,667,664 16,955,388
Sumber : Hasil simulasi

Tabel 7. Perbandingan Kontribusi Nilai Ekspor terhadap Pendapatan


Nasional Cina Dengan dan Tanpa Skema ACFTA
URAIAN Total Kontribusi Ekspor
(US$)
Dengan Skema ACFTA (p.a.) 21,658,678,000
Tanpa Skema ACFTA (p.a.) 16,033,983,000
Dampak ACFTA terhadap peningkatan kontribusi nilai ekspor 5,624,695,000
(p.a.)
Sumber : Hasil simulasi

Total nilai ekspor aktual Cina US$ 5,624,695,000 per tahunnya.


ke Indonesia selama periode Dengan membandingkan antara
Januari 2009 - Desember 2011 yang data aktual pasca ACFTA periode 3
merupakan masa 3 tahun setelah dan data aktual pra ACFTA periode
berlaku skema preferential tariff ACFTA yang sama dapat diketahui bahwa
mencapai US$ 64,976,034,000. Pada nilai ekspor Cina ke Indonesia telah
periode yang sama berdasarkan hasil meningkat sebesar 63,98% atau
simulasi bila tidak ada skema preferential rata-rata tumbuh sebesar 21,33%
tariff ACFTA, total nilai ekspor Indonesia per tahunnya. Tingkat pertumbuhan
ke Cina akan lebih rendah yaitu tersebut masih di bawah periode 2006-
US$ 48,101,948,000. Jadi adanya skema 2008 (pra ACFTA) yang tercatat sebesar
preferential tariff ACFTA memberikan 56% per tahun. Kenaikan signifikan
dampak peningkatan total nilai ekspor sebesar US$ 5,2 miliar menyebabkan
Indonesia ke Cina net selama 3 tahun tingginya nilai ekspor pada periode 3
sejak berlakunya ACFTA sebesar pasca ACFTA hingga mencapai 1,6
US$ 16,874,086,000 atau rata-rata kali lipat dari periode 3 pra ACFTA.

146 Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.6 NO.2, DESEMBER 2012


Tabel 8. Peningkatan Nilai Ekspor Cina ke Indonesia Sebagai Dampak ACFTA
Peningkatan Nilai Ekspor
URAIAN

Tanpa Skema ACFTA 2,77% p.a.


Dengan Skema ACFTA 21,33% p.a.
Peningkatan nilai ekspor sebagai dampak ACFTA 18,55% p.a.
Derajat peningkatan ekspor sebagai dampak ACFTA 7,7 kali lipat p.a.
Sumber : Hasil simulasi

Selanjutnya dengan membanding maupun Cina sama-sama memetik


kan antara data simulasi pasca manfaat dari pemberlakuan skema tarif
ACFTA periode 3 dan data aktual pra ACFTA. Namun dalam konteks hubungan
ACFTA pada periode yang sama dapat perdagangan barang kedua negara,
diketahui bahwa nilai ekspor Cina ke Cina lebih dapat mengoptimalkannya
Indonesia tanpa ACFTA akan tumbuh sehingga manfaat yang diterima dapat
lebih kecil yakni sebesar sebesar 8,32% jauh lebih besar dibandingkan manfaat
saja atau rata-rata tumbuh sebesar yang diterima Indonesia. Walaupun
2,77% per tahunnya. Dengan demikian demikian, dengan adanya skema
kondisi berlakunya skema tarif ACFTA preferential tariff sektor barang ACFTA,
memberikan dampak pada peningkatan manfaat secara jangka panjang terlihat
ekspor Cina ke Indonesia sebesar dari tren positif peningkatan aktivitas
18,55% (secara persentase) per tahun ekspor dalam hubungan perdagangan
atau secara nominal meningkat menjadi kedua negara.
7,7 kali lipat dibandingkan bila skema Dari sudut pandang Indonesia,
tarif ACFTA tidak berlaku. berdasarkan analisis perbandingan
Untuk proyeksi ke depan bila kondisi dengan skema tarif ACFTA dan
diasumsikan dalam dua tahun mendatang hasil simulasi kondisi tanpa skema tarif
tingkat pertumbuhan tetap sebesar ACFTA selama periode pengamatan
21,33% per tahun, nilai ekspor Cina ke 1 Januari 2009 sampai dengan 31
Indonesia berpotensi meningkat masing- Desember 2011, dapat disimpulkan
masing menjadi US$ 31,141,362,202 bahwa ACFTA berpengaruh pada
periode Januari - Desember 2012 dan peningkatan kontribusi ekspor bagi
US$ 37,782,341,229 pada periode pendapatan nasional dan persentase
Januari - Desember 2013. pertumbuhannya. Berdasarkan analisis
menggunakan model ARIMA dapat
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI disimpulkan bahwa skema tarif ACFTA
KEBIJAKAN telah meningkatkan nilai ekspor
Pada dasarnya, kedua negara yang Indonesia ke Cina rata-rata sebesar
menjadi obyek kajian ini yaitu Indonesia US$ 116,376,857 per tahunnya, atau

Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.6 NO.2, DESEMBER 2012 147


berkontribusi langsung terhadap Beberapa rekomendasi terkait
pendapatan nasional Indonesia sebesar kebijakan adalah pertama, kebijakan
rata-rata US$ 116,376,857 per tahun. Di Indonesia dalam mengikuti ASEAN-
luar efek langsung, kontribusi tersebut China FTA memberikan dampak positif
akan memberikan pula dampak ikutan bagi Indonesia dan Cina. Oleh karena
atau turunan yang ditransmisikan ke itu, hubungan kemitraan tersebut perlu
sektor-sektor ekonomi lain sehingga dilanjutkan dan ditingkatkan ke arah yang
pada gilirannya turut berkontribusi pada makin memberikan manfaat optimal bagi
pendapatan nasional. Dari persentase keduanya, khususnya Indonesia yang
pertumbuhan, nilai ekspor Indonesia tertinggal jauh dalam pengoptimalan
ke Cina yang berkontribusi terhadap manfaat ACFTA tersebut. Salah satu
pendapatan nasional Indonesia cara untuk mengoptimalkan manfaat
meningkat rata-rata sebesar 5,83% tersebut bisa melalui kesepakatan
setiap tahunnya sebagai akibat bilateral.
dampak ACFTA. Hal ini berarti adanya Kedua, salah satu strategi Cina
peningkatan 1,36 kali lipat dibandingkan menembus pasar Indonesia adalah
bila Indonesia tidak mengikuti ACFTA. dengan menguasai SNI. Indonesia
Sementara itu dari sudut pandang perlu lebih ekspansif ke pasar Cina dan
Cina, skema tarif ACFTA telah berupaya menguasai standar nasional
meningkatkan kontribusi ekspor Cina ke Cina untuk mempermudah akses masuk
Indonesia bagi pendapatan nasional Cina ke pasar Cina.
rata-rata sebesar US$ 5,624,695,000 Ketiga, dari survei dampak
per tahunnya. Besaran angka tersebut ACFTA yang dilakukan Kementerian
merupakan dampak langsung dari Perindustrian, tercatat lima sektor
kontribusi nilai ekspor terhadap industri paling terpukul oleh dampak
pendapatan nasional Cina, sedangkan ACFTA yaitu elektronik, furnitur, logam,
dampak tidak langsungnya yang akan permesinan dan tekstil. Perhatian
terjadi di putaran-putaran berikutnya khusus pemerintah perlu diberikan untuk
akan menggerakkan aktivitas ekonomi setidaknya meminimalkan seriusnya
di sektor-sektor ekonomi lainnya, yang dampak sectoral adjustment yang terjadi
pada akhirnya akan berkontribusi pada pada kelima sektor tersebut. Keempat,
pendapatan nasional. Dari persentase adanya temuan praktik dumping
pertumbuhan, skema tarif ACFTA telah beberapa produk Cina (Media Indonesia,
meningkatkan pertumbuhan kontribusi 2011) perlu disikapi dengan tegas oleh
nilai ekspor bagi pendapatan nasional pemerintah Indonesia dengan segera
Cina rata-rata sebesar 18,55% per tahun melakukan kebijakan anti-dumping
atau naik 7,7 kali lipat dibandingkan bila terhadap produk-produk tersebut.
Cina tidak mengikuti ACFTA.

148 Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.6 NO.2, DESEMBER 2012


DAFTAR PUSTAKA Kompas. (2011, Januari 24). Hadapi
Perdagangan Internasional dengan
Badan Standardisasi Nasional. (2012). SNI. Diunduh tanggal 30 November
Statistik Nasional Indonesia Diunduh 2012 dari http://www.kompas.com.
tanggal 1 Desember 2012 dari Kompas (2011, Maret 31). Hatta: Jika
http://www.bsn.go.id Merugikan, ACFTA Bisa Distop.
Diunduh tanggal 31 Maret 2011 dari
Bisnis Indonesia. (2011, Maret 25). Cina http://www.kompas.com.
Kuasai 653 SNI. Diunduh tanggal 25
Maret 2011 dari www.ristek.go.id/file/ Llyoid, P., D. Maclaren. (2004). Gains
up load/Referensi/2010/digital-cliping/ and Losses from Regional Trading
Kliping Berita Iptek 25-03-2011.pdf Agreements: A Survey. The Economic
Record. 80 (251). pp. 445-467
Dee, Philippa., et al. (2011). The Impact
of Trade Liberalisation on Jobs and Markusen, J.R. et al. (1995). International
Growth. OECD Trade Policy Working Trade, Theory and Evidence. McGraw-
Papers No. 107. Hill.

Ditjen Bea Cukai, Kementerian Keuangan. Media Indonesia (2011, Maret 24).
(2012). Statistik Ekonomi dan Berlakukan Dumping, Cina Dominasi
Keuangan Indonesia (SEKI). ACFTA. 24 Maret 2011. Diunduh
Diunduh tanggal 4 Januari 2012 dari tanggal 12 April 2011 dari http://www.
http://www.bi.go.id mediaindonesia.com

Gujarati, Damodar N., D.C. Porter. (2009). Plummer, M.G., D. Cheong, dan S.
Basic Econometrics. Mc-Graw Hill Hamanaka. (2010). Methodology for
International Edition. Impact Assessment of Free Trade
Agreements. Asian Development Bank.
IMF. (2012). CEIC Database Diunduh bulan
Februari 2012 dari CEIC Database. Suranovic, Steve. (2012). International
Economics: Theory and Policy, version
Kementerian Keuangan. (2012). 1.0 Flat World Knowledge, Inc.
Perjanjian Internasional. Diunduh
tanggal 24 Februari 2012 dari
www.tarif.depkeu.go.id

Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.6 NO.2, DESEMBER 2012 149


150 Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, VOL.6 NO.2, DESEMBER 2012

Anda mungkin juga menyukai