Anda di halaman 1dari 9

Geomedia

Majalah Ilmiah dan Informasi Kegeografian

Geomedia Vol. 20 No. 1 Tahun 2022 | 33 – 41

https://journal.uny.ac.id/index.php/geomedia/index

Hidrogeomorfologi mataair pada peralihan antara Paleovulkan Gajah dan


Menoreh di Pegunungan Kulonprogo

Maulana Azkaa Salsabila 1, Suhadi Purwantara 2, Muhamad Ervin 3


aJurusan Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta
1maulana.azkaa@student.uny.ac.id*; 2 suhadi_p@uny.ac.id*; 3 muhamadervin.2018@student.uny.ac.id
*korespondensi penulis

Informasi artikel ABSTRAK


Sejarah artikel Kondisi geomorfologis merupakan faktor yang sangat berpengaruh
Diterima : 7 April 2022 terhadap lokasi, persebaran, dan kondisi hidrologis mataair. Penelitian ini
Revisi : 8 Mei 2022 bertujuan; (1) menggambarkan pola distribusi spasial dan karakteristik
Dipublikasikan : 31 Mei 2022 mataair berbasis hidrogeomorfologi pada peralihan antara Paleovulkan
Kata kunci: Gajah dan Menoreh di Pegunungan Menoreh Kulonprogo, (2)
Hidrogeomorfologi mataair mengidentifikasi karakteristik mataair pada peralihan antara Paleovulkan
Paleovulkan Gajah Gajah dan Menoreh di Pegunungan Kulonprogo. Penelitian ini merupakan
Paleovulkan Menoreh penelitian eksploratif-survei. Pengumpulan data dilakukan secara random
Pegunungan Kulonprogo sampling pada masing-masing satuan unit geomorfologi. Teknik analisis
data dibantu dengan analisis geostatistik dan pendekatan keruangan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) bentuklahan berperan dalam
mengontrol lokasi keberadaan mataair. Pola distribusi spasial mataair di
lokasi penelitian bertipe mengelompok. Pengelompokkan ini dikontrol
oleh perpotongan topografi, struktur sesar, dan perpotongan hydraulic
head pada cekungan airtanah. (2) karakteristik mataair dengan tipe
pemunculan paling banyak adalah rheocrene. Rata-rata debit mataair
termasuk pada kelas VI. Studi ini memberikan wawasan tentang
hidrogeomorfologi Paleovulkan yang karakteristiknya sangat bergantung
dari kondisi geomorfologis saat ini.
ABSTRACT
Keywords: Geomorphological conditions are factors that greatly influence the
Springs Hydrogeomorphology location, distribution, and hydrological conditions of the springs. The
Gajah Paleovolcano purpose of this research; (1) describe the spatial distribution pattern and
Menoreh Paleovolcano characteristics of springs based on hydrogeomorphology at the transition
Kulonprogo Mountain Ridge between Paleovulcan Elephant and Menoreh in the Menoreh Mountains
of Kulonprogo, (2) identify the characteristics of springs at the transition
between Paleovolcano Gajah and Menoreh in the Kulonprogo Mountains.
This research is an exploratory-survey research. Data was collected by
random sampling in each geomorphological unit. Data analysis techniques
are assisted by geostatistical analysis and spatial approaches. The results
of this study indicate that (1) landforms play a role in controlling the
location of the springs. The spatial distribution pattern of springs in the
research location is clustered. This grouping is controlled by the
topographic intersection, fault structure, and hydraulic head intersection
in the groundwater basin. (2) the characteristic of springs with the most
types of occurrence is rheocrene. The average spring discharge is included
in class VI. This study provides insight into the hydrogeomorphology of
Paleovolcano whose characteristics are highly dependent on the current
geomorphological conditions.

e-mail: geomedia@uny.ac.id
Hidrogeomorfologi mataair pada peralihan antara Paleovulkan Gajah dan Menoreh di Pegunungan Kulonprogo

Pendahuluan kondisi semacam ini merupakan tantangan dalam


Indonesia merupakan negara kepulauan visi pembangunan yang berkelanjutan.
(Archipelagic State) tropis terbesar di dunia Soeria-Atmadja et al., (1994)
dengan luas lautan yang mempersatukan lebih mengemukakan bahwa pola geotektonik regional
dari 17.508 pulau. Letak Indonesia yang berada tersebut menyebabkan terjadinya kegiatan
pada pertemuan tiga lempeng besar dunia kegunungapian yang tumpang-tindih
(Verstappen, 2013), menyebabkan wilayah (superimposed volcanism) dari waktu ke waktu.
kepulauan Indonesia banyak ditumbuhi oleh Hal ini dapat dilihat dari Paleovulkan Miosen Akhir
pegunungan akibat aktivitas tektonisme dan Menoreh di bagian utara Pegunungan
vulkanisme yang tinggi. Kondisi tersebut memicu Kulonprogo yang menumpang di atas tubuh
proses atmosferik dan oseanik akibat suhu batuan Paleovulkan Gajah yang terletak di
permukaan laut yang tinggi, sehingga berperan selatannya. Batuan ini juga menumpang di atas
penting dalam pembentukan karakteristik pola Formasi Jonggrangan secara tidak selaras. Kondisi
curah hujan yang tinggi (Aldrian & Dwi Susanto, tersebut, menyebabkan pada wilayah peralihan
2003; Asdak, 2014; Chang et al., 2004; Lee, 2015). produk erupsi masa lalu antara Paleovulkan Gajah
Kondisi dengan curah hujan yang tinggi, dan Menoreh masih dapat dikenali dengan jelas.
memberikan manfaat berupa potensi persediaan Produk sisa vulkanisme Paleovulkan Gajah
sumberdaya air yang melimpah. Sumberdaya air dan Menoreh berupa endapan breksi vulkanik
merupakan kebutuhan vital manusia dan dengan fragmen andesit, lapili tuf, tuf, lapili breksi,
merupakan komponen esensial dalam kelestarian sisipan aliran lava andesit, aglomerat, serta
lingkungan dan biodiversitas, keberlangsungan batupasir vulkanik. Selain itu, keterdapatan
kegiatan pengembangan sosial ekonomi hingga batugamping berlapis dan batugamping koral dari
dalam aspek budaya dan kepercayaan religius Formasi Jonggrangan menyebabkan wilayah ini
(Babu et al., 2014; Cosgrove & Loucks, 2015; memiliki permeabilitas dan porositas yang tinggi
Dalcanale et al., 2011; Humphreys, 2009; Mallika et sehingga merupakan akuifer yang baik. Akuifer
al., 2016; Sedhuraman et al., 2014). Lebih lanjut apabila terpengaruh oleh proses dan dinamika
Ashari (2014) menjelaskan bahwa keberadaan dalam geomorfologi berpotensi memunculkan
sumberdaya air menjadi salah satu pertimbangan discharge berupa mataair (Kresic & Stevanovic,
utama dalam pemilihan lokasi permukiman 2010). Kondisi tersebut mengindikasikan wilayah
menetap dan membangun kebudayaan. pada peralihan antara Paleovulkan Gajah dan
Sumberdaya air meliputi yang ada di atas Menoreh memiliki potensi sumberdaya mataair
permukaan bumi sebagai sungai dan di bawah yang melimpah.
permukaan bumi yang meliputi airtanah Lingkungan pegunungan saat ini menjadi
(Viessman & Lewis, 1997) . Menurut Santosa perhatian global dalam program Sustainable
(2006), pergerakan airtanah (groundwater) pada Development Goals yang ke-15, dimana wilayah
berbagai tempat akan mengakibatkan airtanah pegunungan merupakan penyedia sumber air
keluar ke permukaan bumi sebagai mataair terbanyak di dunia. Ketersediaan sumber air pada
(spring). Mataair sebagai salah satu sumber daya sebagian wilayah peralihan antara Paleovulkan
airtanah yang muncul ke permukaan menjadi Gajah dan Menoreh menjadi sumber utama
andalan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pemenuhan air untuk kebutuhan sehari-hari
air sehari-hari. Seiring dengan laju pertumbuhan masyarakat sekitarnya. Kebutuhan air juga terus
demografis, teknologi dan ekonomi dunia, meningkat sejalan dengan perkembangan wilayah
sumberdaya air saat ini secara signifikan telah di sebagian Pegunungan Kulonprogo, terutama
meningkat penggunaannya oleh manusia pada untuk menunjang fungsi tata ruangnya sebagai
berbagai bidang kehidupan. Penggunaan kegiatan kepariwisataan, perkebunan, dan cagar
sumberdaya air yang berlebihan oleh manusia budaya. Perkembangan wilayah juga didukung
yang tidak diikuti oleh pengelolaan yang baik akan oleh keberadaan New Airport International
mengarah pada kerawanan atau kekritisan Yogyakarta sebagai penghubung antara
pemenuhan kebutuhan air. Menurut Asdak (2014), Yogyakarta dengan manca negara.
34| Geomedia : Majalah Ilmiah dan Informasi Kegeografian
Maulana Azkaa Salsabila, dkk | Geomedia Vol 20 No 1 Tahun 2022

Untuk mendukung perkembangan wilayah Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis


tersebut kajian hidrogeomorfologi mataair di menggunakan analisis geostatistik, analisis sistem
Pegunungan Kulonprogo sangat diperlukan, informasi geografis (SIG), analisis pencocokan
terutama mengenai pola distribusi spasial dan (matching) dan analisis deskriptif. Analisis
karakteristik mataair. Hasil data yang bereferensi geostatistik yang digunakan adalah k-Nearst
Neighbor dalam menentukan pola distribusi
geografis dalam jangka panjang dapat menjadi
spasial mataair. Sementara analisis sistem
pertimbangan pengelolaan sumberdaya air yang
informasi geografis (SIG) menggunakan analisis
terintegrasi antara ilmu terapan dan penentu
spasial tumpang susun (overlay) dengan bantuan
kebijakan. Hasil kajian hidrogeomorfologi mataair ArcGIS 10.1. Analisis ini dilakukan untuk
ke depannya dapat digunakan sebagai perangkat menjelaskan korelasi antara kondisi
kebijaksanaan dalam perencanaan lingkungan geomorfologis dengan karakteristik mataair.
yang mendukung prinsip berkelanjutan dengan Analisis pencocokan (matching) dilakukan untuk
memperhatikan kondisi geografis lokal spesifik di mencocokkan karakteristik mataair dengan kriteria
suatu tempat. klasifikasi tipe dan debit mataair. Dalam
menginterpretasikan hasil analisis geostatistik,
Metode analisis sistem informasi geografis (SIG), dan
Pengumpulan Data dan Analisis Data analisis pencocokan (matching) didukung dengan
Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dengan memperhatikan aspek
eksploratif-survei dengan pendekatan keruangan dan konsep dasar geomorfologis,
dan kelingkungan. Metode survei geomorfologi
digunakan dengan memperhatikan aspek Deskripsi Daerah Penelitian
geomorfologi yaitu morfogenesa, morfodinamika, Lokasi penelitian merupakan seluruh wilayah
dan morfokronologi sehingga memungkinkan pada peralihan antara Paleovulkan Gajah dan
untuk mendeskripsikan lokasi penelitian, Paleovulkan Menoreh di Pegunungan
sedangkan metode eksploratif digunakan untuk Kulonprogo. Secara administratif lokasi penelitian
mencari sebab-akibat yang mempengaruhi meliputi 2 Kecamatan di Kabupaten Kulonprogo,
terjadinya fenomena tertentu berkaitan dengan yaitu Samigaluh dan Kalibawang. Kecamatan
kondisi morfoaransemen. Pendekatan keruangan Samigaluh yang termasuk ke dalam lokasi
pada penelitian ini diaplikasikan untuk penelitian meliputi 5 desa, yaitu Desa Pagerharjo,
menunjukkan lokasi dan klasifikasi pola distribusi Desa Ngargosari, Desa Gerbosari, Desa Sidoharjo,
mataair di lokasi penelitian dan hubungannya dan Desa Purwoharjo, sedangkan pada Kecamatan
dengan akibat dari kondisi hidrogeomorfologi. Kalibawang hanya terdiri dari 1 desa, yaitu Desa
Penentuan sampel dengan menggunakan metode Banjarasri. Koordinat UTM lokasi penelitian
random sampling pada masing-masing satuan terletak pada 402650mT - 416498mT dan
unit geomorfologi di lokasi penelitian. 9148279mU – 9154892mU.
Pengumpulan data dilakukan melalui Batas sebelah utara lokasi penelitian
observasi, studi literatur, dan dokumentasi. berbatasan dengan Kabupaten Magelang dan
Observasi dilakukan untuk mendapatkan data Kabupaten Purworejo di sebelah barat. Batas
kondisi geomorfologis yang terdiri dari sebelah timur merupakan wilayah administrasi
morfometri berupa ketinggian tempat dan Desa Banjaroyo dan Banjarharjo yang termasuk
kemiringan lereng dan morfografi, serta kondisi bagian dari Kecamatan Kalibawang. Batas sebelah
hidrologis berupa lokasi mata air dan karakteristik selatan yaitu Desa Banjarsari dan Desa Purwoharjo
mataair. Dokumentasi dilakukan untuk Kecamatan Samigaluh, serta Desa Banjararum
memperoleh data kondisi geomorfologis, Kecamatan Kalibawang. Peta lokasi penelitian
geologis dan penggunaan lahan. Sedangkan, studi ditunjukkan pada Gambar 1. Total luas lokasi
literatur dilakukan untuk memperoleh data penelitian yaitu 43.426.238 m2.
pendukung dari penelitian yang sejenis, baik dari
publikasi buku maupun artikel jurnal.

Geomedia : Majalah Ilmiah dan Informasi Kegeografian |35


Hidrogeomorfologi mataair pada peralihan antara Paleovulkan Gajah dan Menoreh di Pegunungan Kulonprogo

Gambar 1. Peta daerah penelitian

Penggunaan lahan pada lokasi penelitian Hasil Penelitian


dibagi menjadi 7 jenis penggunaan lahan, yaitu Pola Distribusi Spasial Mataair di Lokasi
permukiman, sawah irigasi, sawah tadah hujan, Penelitian
kebun, semak/belukar, tegalan/ladang, dan Keberadaan mataair pada peralihan antara
sungai. Penggunaan lahan di lokasi penelitian Paleovulkan Gajah dan Menoreh di Pegunungan
didominasi oleh jenis perkebunan, yaitu mencapai Kulonprogo tidak menunjukkan jalur-jalur mataair
51,95% dari total luas lokasi penelitian. Fakta yang biasa disebut sebagai sabuk mataair (springs
tersebut dipengaruhi oleh seluruh wilayah terdiri belt) yang sudah tidak jelas keberadaannya.
jenis tanah pegunungan tua yang mendukung Visualisasi distribusi mataair apabila diamati
untuk pertumbuhan tanaman untuk perkebunan. melalui peta dan didukung dengan uji statistik k
Daerah penelitian termasuk beriklim tropika Nearest Neighbor dalam analisis geostatistik
basah dengan rata-rata curah hujan sebesar 2.903 menunjukkan pola distribusi mataair pada lokasi
mm/tahun. Bulan terkering di lokasi penelitian penelitian adalah berpola mengelompok dengan
tercatat terjadi pada bulan Agustus dengan nilai 0,636 (Gambar 2). Hal ini dikarenakan
kejadian 0-2 hari hujan, sedangkan puncaknya Paleovulkan Gajah dan Menoreh sudah
terjadi pada bulan Januari, kecuali Desa Gerbosari mengalami dinamika akibat proses denudasional
dan Pagerharjo yang terjadi pada bulan Maret. stadium awal dan kontrol dari struktur geologi
Pada lokasi penelitian rata-rata suhu udara setempat dengan mengikuti pola-pola struktur
sangat bervariasi, sedangkan pada seluruh lokasi sesar di lokasi penelitian. Setidaknya terdapat 8
penelitian secara umum rata-rata suhu terendah mataair yang terdapat pada kontak dengan sesar-
terjadi pada bulan Juli dan suhu tertinggi terjadi sesar tersebut, secara kontras sebaris mataair
pada bulan April. Suhu terendah tercatat di berturut-turut muncul mengikuti jalur sesar
Sidoharjo dengan nilai 22,1°C, sedangkan suhu ditunjukkan pada Gambar 3.
tertinggi tercatat terjadi di Purwoharjo yaitu Adanya sesaran yang berpola regangan, sesar
mencapai 26,5°C. Di wilayah Desa Purwoharjo naik, dan pergeseran busur magmatik dari utara ke
sekaligus menjadi wilayah dengan suhu rata-rata selatan kemudian dari selatan ke utara
tahunan tertinggi yaitu 25,9°C. Suhu rata-rata menunjukkan adanya perkembangan tatanan
tahunan terendah tercatat terjadi di wilayah Desa tektonik, dalam hal ini regangan berubah menjadi
Sidoharjo yaitu 22,1°C. gaya kompresi. Ciri khas bentuklahan struktural

36| Geomedia : Majalah Ilmiah dan Informasi Kegeografian


Maulana Azkaa Salsabila, dkk | Geomedia Vol 20 No 1 Tahun 2022

adalah ditunjukkan oleh adanya morfologi lereng kondisi air, baik yang ada di permukaan maupun
yang memiliki igir-igir dan keterbikuan yang kuat. yang ada di bawah permukaan, salah satunya
Gaya kompresi pada lokasi penelitian akibat sesar dalam pembentukkan cekungan airtanah dan
meninggalkan banyak bekas berupa perpotongan elevasi muka airtanah akibat kondisi morfometri
topografi. Perpotongan tersebut apabila setempat yang membentuk basin dengan
memotong lintasan airtanah akan memunculkan topografi menurun sehingga menyebabkan
mataair. airtanah yang bergerak dari tempat tinggi ke
tempat rendah menuju ke dasar basin atau
cekungan airtanah tersebut.
Berdasarkan Gambar 4, pola persebaran
mataair selain muncul mengikuti cekungan
airtanah namun juga mengikuti pola sebaran
perubahan elevasi muka airtanah atau hydraulic
head. Untuk mempermudah, penamaan cekungan
dilakukan dalam penelitian ini, yaitu cekungan di
sebelah barat lokasi penelitian, cekungan di
tengah lokasi peneltian bagian selatan, cekungan
di tengah lokasi peneltian bagian utara, dan
cekungan di lokasi penelitian sebelah utara.
Cekungan di sebelah barat pada lokasi peneltian
Gambar 2. Visualisasi Hasil Penentuan Pola ditemukan sebanyak lima mataair, pada cekungan
Distribusi Spasial Mataair di sebelah paling utara dari tubuh Paleovulkan
Menoreh, ditemukan sebanyak enam mataair,
Dalam hidrogeomorfologi, kondisi sedangakan pada cekungan yang terletak pada
bentuklahan berupa kemiringan lereng dan daerah tengah lokasi penelitian teridentifikasi tiga
ketinggian tempat juga akan mempengaruhi mataair. Sekitar 10 mataair muncul tepat pada
perubahan hydraulic head pada lokasi penelitian.

Gambar 3. Peta Geomorfologi dan Lokasi Pemunculan Mataair di Lokasi Penelitian

Geomedia : Majalah Ilmiah dan Informasi Kegeografian |37


Hidrogeomorfologi mataair pada peralihan antara Paleovulkan Gajah dan Menoreh di Pegunungan Kulonprogo

Gambar 4. Peta Lokasi Mataair pada Cekungan Airtanah (CAT) Menoreh di Lokasi Penelitian

Karakteristik Mataair di Lokasi Penelitian 21,05%, tipe gushet 5,26%, dan tipe hillslope
Berdasarkan data eksplorasi sumber mataair hanya 2,64%.
yang ditemukan di seluruh lokasi penelitian, secara Kemudian tipe pemunculan mataair pada
fisik terdapat kecenderungan karakter yang lokasi penelitian teridentifikasi merupakan bertipe
memperlihatkan pola dominan dari klasifikasi- kontak dengan tiga sub-tipe berbeda, yaitu akibat
klasifikasi fisik terhadap klasifikasi mataair yang kontak struktur sesar, perpotongan tinggi muka
telah diajukan oleh Springer et al. (2008). airtanah atau hydraulic-head, dan akibat dari
Diantaranya adalah morfologi pemunculan perpotongan topografi. Persentase masing-
mataair, tipe pemunculannya dan modifikasi yang masing tipe berdasarkan data yang diidentifikasi
dilakukan manusia terhadap lokasi pemunculan di lapangan antara lain tipe perpotongan
Mataair. Selain itu kecenderungan pemunculan topografi sebagai ynag terbanyak ditemukan,
mataair terhadap klasifikasi menurut satuan unit yaitu 73,68%, kemudian akibat dari kontak struktur
lahan juga dapat teridentifikasi dan lebih lanjut sesar sebesar 15,80%, dan akibat dari
merupakan hubungan sebab-akibat dari kondisi perpotongan tinggi muka airtanah atau hydraulic-
geomorfologi di lokasi penelitian. head sebesar 10,52%. Sedangkan untuk tipe fisik
Bentuk pemunculan mataair di lokasi bukan alami, atau akibat campur tangan dan
penelitian menurut Springer et al. (2008) dan modifikasi manusia terhadap mataair di lokasi
Springer & Stevens (2009) yang mengajukan 12 penelitian mencapai 76,32% dengan
tipe bentuk pemunculan mataair. Sebanyak empat pembangunan bak-bak penampung dan pipa-
dari 12 tipe tersebut diidentifikasi dari pengukuran pipa penyalur untuk keperluan konsumsi.
lapangan di lokasi penelitian, yaitu antara lain Karakteristik mataair di lokasi penelitian
gushet, rheocrene, limnocrene, dan hillslope. berdasarkan sifat pengalirannya umumnya
Bentuk pemunculan mataair yang berada di lokasi merupakan mataair perennial yang mengalir
penelitian dominan merupakan bertipe rheocrene sepanjang tahun. Namun demikian, debit setiap
yang meliputi 71,05% dari seluruh sampel mataair, mataair mengalami fluktuasi yang berbanding
kemudian secara berturut-turut dibawahnya lurus perubahan musim antara musim kemarau
merupakan tipe limnocrene dengan persentase dengan musim penghujan. Hasil pengukuran

38| Geomedia : Majalah Ilmiah dan Informasi Kegeografian


Maulana Azkaa Salsabila, dkk | Geomedia Vol 20 No 1 Tahun 2022

debit mataair yang dilakukan di 38 mataair lokasi Vulkan Merapi bagian Selatan (Ratih et al., 2018),
penelitian menunjukkan rata-rata debit 0,13 dan Vulkan Merbabu bagian barat daya (Ashari &
liter/detik. Mengacu pada klasifikasi debit mataair Widodo, 2019), memiliki pola mengelompok dan
menurut Meinzer (1923), rata-rata debit mataair di membentuk pola sabuk mataair stratovolcano.
lokasi penelitian termasuk pada kelas VI. Sebanyak Sementara pada hasil penelitian Aurita &
19 mataair memancurkan debit mataair sekitar Purwantara (2017) di Vulkan Merapi bagian barat
0,1-1 liter/detik (Tabel 1). pola persebaran secara mengelompok mengikuti
alur sungai. Kondisi pola persebaran mataair agak
Tabel 1. Klasifikasi debit mataair berdasarkan berbeda pada peralihan antara Paleovulkan Gajah
Menzier (1923; Todd, 1980) dan Menoreh ditunjukkan oleh pola persebaran
Debit Jumlah yang mengelompok ini tidak hanya sekadar
Kelas mengikuti alur sungai melainkan mengikuti pola
(Lt/det) Mataair
struktur sesar. Keberadaan sesar-sesar
V 1-10 1
memungkinkan munculnya mataair pada zona
VI 0,1-1 19 patahan tersebut (Santosa, 2016).
VII 0,01-0,1 6 Selain itu hasil penelitian mengenai debit
VIII <0,01 12 mataair menunjukkan temuan dalam studi ini.
Jumlah 38 Debit mataair yang bervariasi dengan kondisi
Sumber: Hasil perhitungan data (2018) debit yang cenderung kecil di kawasan peralihan
Paleovulkan Gajah dan Menoreh (vulkan purba)
Debit mataair terbesar di lokasi penelitian berbeda dengan temuan dari (Ratih et al., 2018)
dapat dijumpai pada mataair Tulangan (1,2 pada Vulkan Merapi (vulkan muda) serta (Ashari &
liter/detik) dan merupakan satu-satunya mataair Widodo, 2019) pada Vulkan Merbabu (vulkan tua).
yang termasuk pada kelas V. Sedangkan debit Debit mataair mengalami penurunan seiring
mataair terkecil hanya 0,0 liter/detik di beberapa dengan bertambahnya umur batuan gunungapi.
mataair di lokasi penelitian, hal ini disebabkan Ardina (1985; Santosa, 2006) menjelaskan bahwa
karena mataair tersebut merupakan mataair hal ini dapat terjadi karena dalam
intermitten yang hanya mengalir pada saat musim perkembangannya semakin tua umur batuan
penghujan. Rangkuman dari hasil pengukuran gunungapi, maka proses pemadatan dan
debit mataair ditunjukkan oleh Tabel 2. perekatan berjalan lebih intensif yang
menyebabkan rongga antarbutir menjadi kecil,
Tabel 2. Data debit mataair daerah peralihan sehingga nilai kesarangan dan kelulusannya juga
Paleovulkan Gajah dan Menoreh kecil. Dari hal tersebut mengindikasikan bahwa
n 38 kondisi dan proses geomorfologis memiliki
pengaruh terhadap karakteistik mataair suatu
mean 0,13
Debit bentuklahan.
median 0,10
Mataair Kondisi hidrogeomorfologi di lokasi
(Lt/det) SD 0,21 penelitian juga mempengaruhi pemunculan
Max 1,20 mataair, khususnya pada tingkatan satuan unit
Min 0 lahan yang memiliki karakter yang seragam dan
Sumber: Hasil perhitungan data (2018) spesifik. Sebanyak 55,28% atau setengah populasi
sampel mataair muncul pada satuan unit lahan
Pembahasan intermountain basin atau lembah
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa antarpegunungan Paleovulkan Gajah dan
mataair pada peralihan antara Paleovulkan Gajah Menoreh. Kondisi tersebut sesuai dengan
dan Menoreh memiliki pola persebaran pendapat dari Santosa (2006) bahwa perubahan
mengelompok. Pola yang sama juga dijumpai morfologi lereng, proses geomorfologis, jenis
pada penelitian terdahulu yaitu di Vulkan Merapi batuan, dan struktur geologis penyusun suatu unit
bagian barat (Aurita & Purwantara, 2017), di lahan merupakan faktor penentuan dari
Vulkan Merapi bagian selatan (Ratih et al., 2018), keterdapatan airtanah. Pada wilayah peralihan
dan di Vulkan Merbabu lereng barat daya (Ashari produk erupsi masa lalu antara Paleovulkan Gajah
& Widodo, 2019). Pola persebaran mataair pada dan Menoreh masih dapat dikenali dengan jelas.

Geomedia : Majalah Ilmiah dan Informasi Kegeografian |39


Hidrogeomorfologi mataair pada peralihan antara Paleovulkan Gajah dan Menoreh di Pegunungan Kulonprogo

Produk sisa vulkanisme tersebut meliputi endapan yang menunjukkan bahwa debit mataair semakin
breksi vulkanik dengan fragmen andesit, lapili tuf, mengecil seiring dengan semakin tuanya batuan
tuf, lapili breksi, sisipan aliran lava andesit, gunungapi. Namun demikian, salah satu temuan
aglomerat, serta batupasir vulkanik. Kemudian terpenting dari studi ini adalah bahwa masih
keterdapatan batugamping berlapis dan banyak terdapat mataair perennial yang mengalir
batugamping koral dari Formasi Jonggrangan sepanjang tahun meskipun dengan kondisi debit
menyebabkan wilayah ini memiliki permeabilitas yang fluktuatif.
dan porositas yang tinggi sehingga merupakan Untuk proses evaluasi, penelitian ini masih
akuifer yang baik. Akuifer apabila terpengaruh merupakan ekplorasi awal mengenai studi mataair
oleh proses dan dinamika dalam geomorfologi pada peralihan antara Paleovulkan Gajah dan
berpotensi memunculkan discharge berupa Menoreh. Oleh karena itu, kajian karakteristik
mataair (Kresic & Stevanovic, 2010). matair yang dilakukan di wilayah ini masih
Di sisi lain, pada satuan unit lahan Dataran terbatas. Parameter karakteristik mataair seperti
Alluvial tidak menunjukkan pemunculan mataair, kualitas air mataair sangat direkomendasikan
sedangkan satuan unit lahan Perbukitan Struktural untuk diteliti pada masa mendatang, sehingga
Terbiku Kuat hanya memiliki persentase 10,52%. dapat menjadi pedoman kebijakan dalam
Jika dikaji menurut morfokronologi, satuan unit menentukan pengelolaan dan pemanfaatan air
lahan ini merupakan wilayah dengan batuan induk yang sesuai dengan kualitas mataairnya.
dari tubuh Paleovulkan Gajah yang memiliki usia
paling tua diantara paleovulkan yang ada di Ucapan terima kasih
Pegunungan Kulonprogo. Sedangkan dua satuan Penulis mengucapkan terima kasih kepada
unit lahan yang lain yang memiliki batuan dari pemerintah desa dan juru kunci mataair, yang
tubuh Paleovulkan Menoreh yang lebih muda telah memberikan izin serta pendampingan dalam
masing-masing yaitu Pegunungan Struktural pengukuran objek di lapangan. Ucapan terima
Terbiku Kuat dan Perbukitan Struktural Terbiku kasih juga disampaikan kepada reviewer yang
Sedang dengan persentase kemunculan mataair terlah memberikan kritik dan saran perbaikan,
lebih besar yaitu masing-masing sebesar sebesar sehingga artikel ini dapat memenuhi standar
15,78% dan 18,42%. Hal tersebut sesuai dengan untuk publikasi.
pendapat Verstappen (2013) bahwa wilayah yang
lebih tua dengan tingkat erosi yang kemungkinan Referensi
lebih tinggi dapat menyebabkan terjadinya lereng Aldrian, E., & Dwi Susanto, R. (2003). Identification
mundur yang akan mempengaruhi situasi of Three Dominant Rainfall Regions Within
hidrologi pada suatu wilayah. Indonesia and Their Relationship to Sea
Surface Temperature. International Journal
Simpulan of Climatology, 23, 1345–1452.
Kondisi hidrogeomorfologis pada peralihan Asdak, C. (2014). Hidrologi dan Pengelolaan Air
antara Paleovulkan Gajah dan Menoreh di Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
Pegunungan Kulonprogo memiliki pola distribusi University Press.
spasial dan karakteristik mataair yang khas. Lokasi Ashari, A. (2014). Distribusi Spasial Mataair
pemunculan mataair tidak menunjukkan pola Kaitannya dengan Keberadaan Situs
sabuk mataair seperti pola yang terdapat pada Arkeologi di Kaki Lereng Timur Gunungapi
vulkan aktif pada umumnya, melainkan Sindoro antara Parakan dan Ngadirejo
terdistribusi secara mengelompok dan sebagian Kabupaten Temanggung. Mega Seminar:
mataair muncul secara berturut-turut mengikuti Geografi Untukmu Negeri, 169–179.
jalur sesar serta muncul pada perpotongan Ashari, A., & Widodo, E. (2019).
hydraulic head pada cekungan airtanah. Selain itu, Hidrogeomorfologi Dan Potensi Mataair
karakteristik morfologis dan proses geomorfologis Lereng Baratdaya Gunung Merbabu. Majalah
secara eksogen yang berlangsung lebih dominan Geografi Indonesia, 33(1), 48.
membuat pemunculan mata air banyak terdapat https://doi.org/10.22146/mgi.35570
pada unit lembah antarpegunungan Paleovulkan Aurita, R. P., & Purwantara, S. (2017). Karakteristik
Gajah dan Menoreh. Perbedaan debit mataair Mata Air Kaki Lereng Gunung Merapi dan
antara vulkan muda, vulkan tua dan vulkan purba Pemanfaatannya di Kecamatan Dukun

40| Geomedia : Majalah Ilmiah dan Informasi Kegeografian


Maulana Azkaa Salsabila, dkk | Geomedia Vol 20 No 1 Tahun 2022

Kabupaten Magelang. Geomedia Majalah Development in Agriculture and Technology,


Ilmiah Dan Informasi Kegeografian, 15(2), 11(6), 3724–3727.
45–60. Ratih, S., Awanda, H. N., Saputra, A. C., & Ashari, A.
Babu, M. P., Sankar, G. Jal. Sreenivasulu, V., & (2018). Hidrogeomorfologi Mata Air Kaki
Harikrishna. (2014). Hydrochemical Analysis Vulkan Merapi Bagian Selatan. Geomedia
and Evaluation of Groundwater Quality in Majalah Ilmiah Dan Informasi Kegeografian,
Part of Khrisna District, Adhra Pradesh Using 16(1), 25–36.
Remote Sensing and GIS Techniques. Santosa, L. W. (2006). Kajian Hidrogeomorfologi
International Journal of Engineering Mataair di Sebagian Lereng Barat Gunungapi
Research, 3(3), 476–481. Lawu. Forum Geografi, 20(1), 68–85.
Chang, C. P., Wang, Z., Ju, J., & Li, T. (2004). The https://doi.org/10.23917/forgeo.v20i1.1805
Relationship between Western Maritime Sedhuraman, M., Revathy, S., & Babu, S. S. (2014).
Continent Monsoon Rainfall and ENSO Integration of Geology and Geomorphology
during Northern Winter. Journal of for Groundwater Assessment using Remote
Climatology, 17, 665–672. Sensing and GIS Technique. International
Cosgrove, W. J., & Loucks, D. P. (2015). Water Journal of Innovative Research in Science,
Management: Current and Future Challanges Engineering and Technology, 3(3), 10203–
and Research Directions. Water Resource 10211.
Research (American Geosphysical Union), Soeria-Atmadja, R., Maury, C., Bellon, H.,
51(6), 4823–4839. Pringgoprawiro, H., Polve, M., & Priadi, B.
Dalcanale, F., Fontane, D., & Csapo, J. (2011). A (1994). Tertiary Magmatic Belts in Java.
general framework for a collaborative water Journal of Southeast Asian Earth Sciences,
quality knowledge and information network. 9(2), 13–27.
Environmental Management, 47(3), 443–455. Springer, A. E., & Stevens, L. E. (2009). Spheres of
https://doi.org/10.1007/s00267-011-9622-7 Discharge of Springs. Hydrogeology Journal,
Humphreys, W. F. (2009). Hydrogeology and 17(83).
groundwater ecology : Does each inform the Springer, A. E., Stevens, L. E., Anderson, D. E.,
other ? July 2008, 5–21. Parnell, R. A., Kreamer, D. K., Levin, L. A., &
https://doi.org/10.1007/s10040-008-0349-3 Flora, S. P. (2008). Aridland Springs in North
Kresic, N., & Stevanovic, Z. (2010). Groundwater America: Ecology and Conservation.
Hydrology of Springs: Engineering, Theory, University of Arizona Press and Arizona–
Management, and Sustainability. Elsevier Ltd. Sonora Desert Museum.
Lee, H. S. (2015). General Rainfall Pattern in Todd, D. K. (1980). Groundwater Hydrology (1st
Indonesia and Potential Impacts of Local ed.). John Wiley and Sons.
Seas on Rainfall. Water, 7, 1751–1768. Verstappen, H. T. (2013). Garis Besar Geomorfologi
Mallika, K., Patil, R., Konda, P., & Babu, M. (2016). Indonesia, Terjemahan oleh Sutikno. Gadjah
Integrated Approach Using Remote Sensing Mada University Press.
and GIS Techniques for Delineating Viessman, W., & Lewis, G. L. (1997). Introduction to
Groundwater Potential Zones : A Review. Hydrology: 4th (Fourth) Edition. Harper
International Journal of Society for Scientific Collins.

Geomedia : Majalah Ilmiah dan Informasi Kegeografian |41

Anda mungkin juga menyukai