Anda di halaman 1dari 8

Strategi Pencegahan Korupsi Untuk Mendukung Pembangunan

Korupsi adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk mendapatkan keuntungan pribadi.


Dalam Teori Segitiga Fraud (Fraud Triangle Theory) kecenderungan seseorang melakukan
korupsi disebabkan tiga faktor dalam teori ini, yaitu pressure atau dorongan, opportunity atau
peluang, dan rationalization atau pembenaran. Kecenderungan orang melakukan korupsi
terjadi ketika ada motif, rasionalisasi yang berasal dari masing-masing individu dan ada
kesempatan yang berkaitan dengan sistem yang memiliki celah korupsi.

1. Menurut peserta apakah program-program pencegahan korupsi


saat ini sudah sesuai dengan yang diharapkan? Sebutkan
beberapa contoh yang sudah sesuai dan yang belum sesuai
harapan (di tingkat nasional/daerah)!
Jawab : Menurut penulis, kesesuaian program-program anti korupsi bisa
dinyatakan dari keberhasilan atau peningkatan persentase penilaian program tersebut.
Dalam hal ini, penulis menggunakan data laporan capaian stranas pemberantasan
korupsi triwulan 3 2021. Stranas 2021-2022 menjadikan
- Perizinan dan tata niaga
- Keuangan negara
- Penegakan hukum dan reformasi birokrasi
Sebagai focus pelaksanaan pemberantasan korupsi.
Keberhasilan program antikorupsi di tingkat nasional bisa dilihat dari
Pemanfaatan Data Kependudukan untuk Efektivitas dan Esiensi Kebijakan
Sektoral Berbasis NIK adalah 34,70% atau terjadi peningkatan sebesar 12,65%
jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Secara kualitatif, nilai ini adalah
hasil kontribusi dari capaian pada dua output yang harus dicapai selama 2 tahun
hingga triwulan VIII (B24) nanti. Dua output tersebut adalah (a)
Termanfaatkannya data kependudukan untuk pendataan dan penyaluran program
penanganan Covid-19 dan Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional (46,00%), (b)
Termanfaatkannya data kependudukan untuk perluasan basis pajak dan
optimalisasi penerimaan pajak (2,67%). Aksi ini mendorong efekti-tas dan
e-siensi pendataan dan penyaluran program bantuan dan subsidi dengan
memastikan integritas data penerima.
Disamping itu ada penurunan yang terjadi pada tingkat nasional:
Pembenahan tata kelola penerimaan negara pada Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP) dan Cukai
Tata kelola penerimaan negara pada PNBP dan Cukai ditemukan banyak masalah.
Pada saat ini penerimaan negara melalui PNBP tidak optimal dikarenakan
sejumlah masalah, mulai dari regulasi, mekanisme dan struktur pelaksana yang
masih perlu dilakukan pembenahan tata kelola. Pembenahan tersebut dilakukan
dengan memperbaiki cara menghitung, memungut, dan melaporkan pendapatan
yang bersumber dari PNBP. Oleh sebab itu diperlukannya pembahasan
optimalisasi penerimaan negara melalui pembenahan pengelolaan PNBP pada K/L
tertentu dan PNBP Migas. Adapun permasalahan penerimaan negara pada sektor
cukai adalah potential loss penerimaan negara yang diakibatkan oleh manajemen
yang salah dan adanya produk cukai ilegal. Cara pengelolaan yang belum optimal
ditandai dengan regulasi yang tidak secara komperhensif dapat mengakomodasi
variabel yang berkontribusi pada pendapatan cukai dan mekanisme perhitungan
serta pemungutan yang lemah atau belum sesuai dengan potensi yang dimiliki
sehingga menyebabkan hilangnya potensi pendapatan negara. Oleh karenanya
melalui Aksi ini, diharapkan optimalisasi penerimaan negara dari PNBP dan
sektor cukai dapat tercapai.

Persentase keberhasilan program antikorupsi di tingkat daerah bisa dilihat dari :


Integrasi Perencanaan Penganggaran berbasis Elektronik
Masalah utama sistem perencanaan dan penganggaran nasional saat ini adalah
tidak terintegrasi dan juga kurang sinerginya sistem perencanaan dan
penganggaran baik secara horizontal di Pusat dan di Daerah maupun secara
vertikal antara Pusat dengan Daerah. Seringkali terjadi apa yang direncanakan
beda dengan yang dianggarkan. Pengalokasian anggaran juga tidak mencerminkan
prioritas yang ditetapkan. Akibatnya terjadi inefesiensi, inefektivitas dan tingginya
risiko korupsi dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Tujuan utama
aksi ini adalah mengupayakan tersedianya suatu sistem yang menjamin
teragregasinya data dan informasi secara elektronik pada semua tahap siklus
penganggaran, mulai dari perencanaan, penetapan, pelaksanaan/ penatausahaan
hingga pelaporan atau audit. Dengan demikian Aksi ini diharapkan dapat
menciptakan: 1) proses perencanaan dan penggangaran yang transparan,
partisipatif, dan akuntabel; 2) dokumen perencanaan dan penganggaran yang
berkualitas; 3) program dan belanja pemerintah menjadi efesien dan efektif
Capaian aksi Integrasi perencanaan-penganggaran di daerah pada periode triwulan
3 rata-rata 35% , atau terjadi peningkatan sekitar 17,5% jika dibandingkan dengan
periode sebelumnya. Daerah-daerah yang berkontribusi antara lain Bali, DI
Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Sedangkan penurunan yang terjadi di tingkat daerah :
Implementasi E-payment dan E-katalog
Seperti diketahui, pengadaan barang dan jasa dengan sistem konvensional
telah menimbulkan banyak pemborosan anggaran dan kecurangan atau
penipuan karena proses pengadaan yang berjalan lama dan rumit. Pun harga
dan spesi-kasi barang/jasa yang dirilis tidak transparan dan tidak standar. Aksi
ini diharapkan dapat menciptakan mekanisme pembayaran secara digital
dalam proses pengadaaan barang dan jasa, misalnya melalui penggunaan
Kartu Kredit Pemerintah, internet banking atau mekanisme payment gateway
yang sudah berkembang saat ini. Selain itu proses transaksi belanja
barang/jasa didorong menggunakan platform marketplace. Dengan demikian,
pengadaan barang dan jasa pemerintah akan menjadi transparan dan e-sien
secara waktu dan biaya, serta dapat menurunkan angka korupsi di sektor
pengadaan karena minimnya pertemuan antara penyedia dan pengguna
barang/jasa melalui sistem katalog elektronik
Secara kualitatif, nilai ini terlihat menurun karena ada penyesuaian rumusan output dan
indikator. Ada output dan indikator yang dihapus, ada pula yang mengalami penambahan.
Sehingga perubahan nilai ini bukan karena capaiannnya menurun.
Contohnya:
2. Saat ini Stranas PK telah merumuskan 12 aksi pencegahan
korupsi yang fokus di sektor perizinan, keuangan negara, serta
penegakan hukum dan reformasi birokrasi. Namun beberapa
kendala terkait komitmen dan ego-sektoral masih kerap terjadi.
Menurut peserta bagaimana mengatasi masalah-masalah
tersebut?
Jawab : Masalah korupsi tentu juga adalah masalah integritas yang dimulai
dari komitmen. Nilai dasar integritas dapat memengaruhi secara signifikan penguatan
nilai-nilai antikorupsi dengan membangun sistem berdasarkan pencapaian prinsip
antikorupsi. Integritas terdiri atas dua bentuk, yaitu integritas substantif dan formal
(Bauman, 2011). Setiap individu yang memiliki integritas (khususnya integritas
substantif) akan memunculkan perilaku-perilaku yang sejalan dengan nilai dasar
dalam integritas tersebut. Misalnya komitmen. Berbicara soal perilaku, tentu akan
berbicara soal psikologi. Tepatnya, psikologi komitmen.
Dalam sebuah jurnal Crosby & Taylor 1983, psikologi komitmen dapat menjelaskan
konsep perilaku korupsi. Ditemukan bahwa komitmen akan mencerminkan sikap.
Konstruksi sikap selanjutnya akan membentuk sesuatu yang dinamakan loyalitas.
Loyalitas yang akan membentuk integritas. Korupsi yang terjadi dimana-mana dalam
praktik private sampai public tentu kita harapkan tidak melembaga dalam sebuah
organisasi atau masyarakat. Berdasarkan penelitian Tanner, 2022, individu yang
memiliki komitmen moral yang tinggi cenderung tidak terlibat dalam
perilaku korupsi. Ditemukan bahwa semakin individu menahan korupsi, maka
semakin mereka mendukung integritas, dan semakin tinggi tingkat hasil kejujuran dan
kerendahan hati mereka. Hasil penelitian mereka membuktikan bahwa orang yang
berkompromi dengan integritas, maka mereka kurang bersedia menerima suap.
Maka, menurut saya, narasi yang harus diceritakan oleh pendidikan
anti korupsi bukan hanya menyoal pada kasus-kasus yang terjadi, pengertian dan
klasifikasi korupsi, atau bahkan dukungan terhadap lembaga khusus seperti KPK.
Semua tidak cukup hanya sampai disana. Dalam pendidikan anti korupsi, perlu
mempertimbangkan askpek kognitif dalam pembentukan karakter melalui
psikologi komitmen. Bagaimana menumbuhkan loyalitas, bagaimana menjaga
integritas, dan kemanfaatannya untuk diri sendiri. Karena perubahan besar harus
dimulai dari pendidikan terhadap diri sendiri.
Ada sembilan nilai anti korupsi yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,
baik dalam kehidupan berkeluarga, bekerja, maupun bersosialisasi dalam masyarakat.
Kesembilan nilai anti korupsi dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu
- inti (jujur, disiplin, dan tanggung jawab) yang dapat menumbuhkan sikap
- (adil, berani, dan peduli) sehingga mampu menciptakan
- etos kerja (kerja keras, mandiri, sederhana).
Penjabaran singkat arti nilai-nilai tersebut penting dilakukan oleh kita semua dalam
setiap perilaku di kesehariannya dalam interaksi kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Arti nilai jujur adalah sikap dan perilaku yang mencerminkan kesatuan
antara pengetahuan, perkataan, dan perbuatan. Jujur berarti mengetahui apa yang
benar, mengatakan dan melakukan apa yang benar. Orang yang jujur adalah orang
yang dapat dipercaya, lurus hati, tidak berbohong, dan tidak melakukan kecurangan.
Disiplin adalah kebiasaan dan tindakan yang konsisten terhadap segala bentuk
peraturan atau tata tertib yang berlaku. Disiplin berarti patuh pada aturan. Tanggung
jawab adalah sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya, baik yang berkaitan dengan diri sendiri, sosial, masyarakat, bangsa,
negara maupun agama. Adil berarti tidak berat sebelah, tidak memihak pada salah
satu. Adil juga berarti perlakuan yang sama untuk semua tanpa membeda-bedakan
berdasarkan golongan atau kelas tertentu.
Berani adalah hati yang mantap, rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi
ancaman atau hal yang dianggap sebagai bahaya dan kesulitan. Berani berarti tidak
takut atau gentar. Peduli adalah sikap dan tindakan memperhatikan dan menghiraukan
orang lain, masyarakat yang membutuhkan, dan lingkungan sekitar. Arti nilai kerja
keras yaitu sungguh-sungguh berusaha ketika menyelesaikan berbagai tugas atau
amanah dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Kerja keras berarti pantang
menyerah dan terus berjuang. Mandiri adalah dapat berdiri sendiri. Mandiri berarti
tidak bergantung pada orang lain, juga berarti mampu menyelesaikan, mencari, dan
menemukan solusi atas masalah yang dihadapi. Sederhana adalah bersahaja.
Sederhana berarti menggunakan sesuatu secukupnya dan tidak berlebihan.
Ego sectoral sendiri berkaitan dengan pola pikir dan tindakan yang melekat pada
sektor atau bagian tertentu tidak ingin berbagi informasi dengan pihak lain dalam
suatu organisasi/perusahaan/negara yang sama. Akibatnya bukan hanya mereduksi
efisiensi operasional secara keseluruhan juga akan menggerus moral kebersamaan
sehingga tidak mau berkontribusi dan sangat sulit untuk mencapai sinergi.
Walaupun implementasinya cukup sulit, solusi yang bisa ditawarkan penulis adalah
dengan cara mereviu kembali amanat kewenangan masing-masing unit kerja. Amanat
kewenangan biasanya terkait dengan peraturan perundangan.
Selain amanat terkait kewenangan, juga perlu dibuat proses bisnis secara nasional.
Proses bisnis tata kelola pemerintahan secara nasional sampai saat ini belum
tergambarkan secara jelas. Pembagian wilayah masing-masing kementerian/lembaga
dan peemrintah daerah belum tergambarkan secara jelas dan detil.
Yang sudah tergambarkan sampai saat ini adalah proses perencanaan secara bottom
up melalui Musyawarah Rencana Pembangunan Nasional (Musrengbangnas) yang
digagas oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), yang
memberikan kebutuhan prioritas bagi masing-maisng kementerian. Rencana ini
nantinya akan dijadikan kegiatan prioritas tahunan selama periode Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Selain itu, ada juga proses perencanaan yang sifatnya top down. Yaitu, program kerja
yang sudah disiapkan oleh pemerintah pusat, yang diimplementasikan sampai ke level
pemerintah daerah. Penyusunan bisnis proses nasional bisa menjadi salah satu
alternatif untuk memetakan pembagian pekerjaan secara klir pada masing-masing
instansi.
Selanjutnya, pembagian wilayah pusat daerah juga belum sepenuhnya klir.
Pemerintah pusat, masih banyak terlibat dalam pelaksanaan kegiatan sampai ke detail
dan teknis, yang harusnya bisa dilakukan oleh daerah. Oleh sebab itu, perlu terdapat
garis yang tegas yang membedakan tugas pemerintah pusat dan daerah
(kabupaten/kota). Membangun sinergitas menjadi kata kunci untuk meminimalisir ego
atau kepentingan sektoral. Harus ada persepsi bahwa peraturan perundang-undangan
ini adalah milik negara dan harus berorientasi kepada kepentingan negara.
Harmonisasi satu pintu (one gate policy) sangat penting untuk mencegah ego sektoral.

3. Menurut peserta, apa dampak positif dan negatif dari


permasalahan-permasalahan di sektor perizinan, keuangan
negara dan reformasi birokrasi yang masih terjadi?
Jika masalah-masalah dalam sektor perizinan, keuangan negara dan reformasi
birokrasi dapat diatasi, maka manfaatnya adalah :
Sector perizinan dan tata negara :
 Kemudahan perizinan dalam melakukan usaha dan investasi,
 Peningkatan lapangan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi, 
 Penekanan biaya ekonomi pada akomoditas pokok
apa saja tantangan dan upaya yang berkaitan dengan perizinan dan tata niaga.
Sector keuangan negara :
 Manfaat dari sisi penerimaan, yaitu Tercapainya target penerimaan negara sehingga
pelayanan public dan pembangun menjadi optimal dan tepat sasaran
 Manfaat dari sisi belanja, yaitu tercapainya target pembangunan social terutama pada
proses perencanaan, penganggaran, pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Sector reformasi birokrasi :
 Manfaat reformasi birokrasi akan berdampak langsung kepada perbaikan kualitas
kebijakan public berdasarkan kondisi nyata di lapangan (evidence based), adanya
transparansi untuk kesejahteraan masyarakat, serta peningkatan kualitas pelayanan
masyarakat.

4. Menurut peserta, apakah permasalahan di sektor penegakan


hukum, terkait korupsi penanganan perkara masih terjadi? jika
masih terjadi apa yang menjadi masalah utama? apa dampak
positif dan negatifnya? jika permasalahan ini bisa diselesaikan?
Jawab : Secara umum, penegakan hukum di Indonesia dianggap masih belum
dilakukan secara adil dan transparan. Dari sisi proses penanganan perkara misalnya,
koordinasi aparat penegak hukum masih belum optimal, khususnya terkait pertukaran
informasi/data antar aparat penegak hukum. Tantangan pada era teknologi informasi
juga masih belum ditangani dengan baik. Kehadiran teknologi informasi belum
dimanfaatkan secara baik untuk menciptakan proses penanganan perkara yang cepat
dan transparan. Oleh karenanya aksi ini dimaksudkan untuk menciptakan sinergi
pendataan penanganan perkara pidana korupsi serta koordinasi dan supervisi dengan
memanfaatkan teknologi informasi yang melibatkan seluruh instansi penegakan
hukum. Sehingga harapannya proses penegakan hukum menjadi lebih cepat,
transparan, dan adil.
Jika berdasarkan data, dari hasil monitoring hingga triwulan 3, tergambar bahwa
realisasi capaian aksi Penguatan sistem penanganan perkara tindak pidana yang
terintegrasi adalah 14,69%. Secara kualitatif, nilai ini adalah hasil kontribusi dari
capaian pada keseluruhan tiga output yang harus dicapai selama 2 tahun hingga
triwulan 8 nanti. Ketiga output tersebut adalah:
(a) Meningkatnya kualitas pertukaran data penanganan perkara yang dipertukarkan
melalui Sistem Penanganan Perkara Tindak Pidana Secara Terpadu Berbasis
Teknologi Informasi (SPPT TI) (15,00%)
(b) Meningkatnya pemanfaatan data penanganan perkara hasil pertukaran data melalui
SPPT TI (10,20%)
(c) Menguatnya proses bisnis dan infrastruktur teknologi terkait SPPT TI (21,67%)

5. Bagaimana sebaiknya strategi pencegahan korupsi dapat


diperbaiki agar lebih sustainable, efektif dan berdampak
langsung?
Jawab : Penulis hanya ingin menambahkan cara pencegahan korupsi perlu
ditangani dengan cara
- Mengutip pandangan Robert Klitgaard, dalam kondisi korupsi yang
semakin mengglobal diperlukan adanya pengumpulan pengetahuan dan
data oleh para penegak hukum di suatu negara. Pengumpulan pengetahuan
dan data itulah yang disebut convening. Kalangan perguruan tinggi bisa
ambil peran dalam convening tersebut. Kegiatan itu melibatkan pakar-
pakar, baik lokal maupun internasional, demi menyatukan kepakaran lokal
dengan kepakaran pihak luar penegak hukum. Melalui proses convening,
Klitgaard berharap seluruh pemangku kepentingan pemberantasan korupsi
mendapatkan banyak hal. Misalnya, data dan dana yang cocok untuk
aktivitas mereka, contoh-contoh keberhasilan yang relevan, dan hasil
analisis dalam bentuk model, teori dan kerangka kerja yang bisa
diaplikasikan dalam pemberantasan korupsi.
- Inovasi seorang guru. Mengajarkan nilai antikorupsi tentu memerlukan
cara tersendiri. Di sini, guru dituntut berinovasi agar penanaman nilai
antikorupsi, jadi menyenangkan dan mudah dimengerti.
- Memanfaatkan anti corruption kit untuk aktivis muda yang dibuat oleh
Transparency international :
 Pantau aliran uang pemerintah
 Pantau keluhan dengan kartu laporan warga
 Pemantauan dan pelaporan dengan memanfaatkan
teknologi
 Kreatif dengan komik dan kartun, teater dan drama
 Mobilisasi dengan kelompok muda, integrity camp,
gerakan “zero bribe”, aksi damai atau unjuk rasa,
petisi,
 Melawan korupsi pemilu dengan sumpah pemilu
dan crowd-sourcing

Anda mungkin juga menyukai