Era digital adalah suatu era yang mana penurut pengertiannya memang tidak bisa
didefinisikan secara jelas dikarenakan para ahli tidak bisa mendefinisikannya
disebabkan tidak ada kaitannya dengan ilmu pengetahuan, akan tetapi bisa
didefinisikan sebagai era di mana seluruh tatanan kehidupan bermasyarakat didukung
serta dipermudah dengan adanya tekhnologi yang serba canggih.
Jadi bisa disimpulkan bahwa era digital banyak memberikan dampak positif di
kehidupan bermasyarakat, layaknya pisau bermata dua selain ada dampak positif ada
juga dampak negatifnya, dan pada kesempatan kali ini pembahasan lebih fokus kepada
dampak dari era digital terhadap kohesi sosial di Indonesia.
Pembahasan
Dikarenakan di masa kini khususnya era digital yang didominasi oleh generasi milenial
dan generasi selanjutnya seperti generasi Z yang mana generasi milenial merupakan
generasi dengan usia produktif dan sesuai dengan teori generasi yang disebutkan
bahwa generasi milenial terkenal dengan sifatnya yang memiliki rasa keingintahuan
yang besar serta kreativitas yang tinggi tapi bersamaan juga dengan sifat ambisius dan
ego yang tinggi pula, maka yang akan terkena dampak secara langsung adalah
generasi milenial.
Lalu dampak apa yang terjadi dengan masuk dan tersebarnya Ideologi Transnasional
melalui media sosial terhadap Kohesi Sosial Masyarakat Indonesia ? Dilihat dari definisi
dari Kohesi Sosial Masyarakat yang merupakan ikatan dalam kelompok yang terbentuk
karena ada keinginan untuk tetap bersama agar kelompok tetap utuh untuk
menghadapi usaha-usaha yang mendorong mereka untuk berpisah, bisa disebutkan
Kohesi Sosial Masyarakat Indonesia berdasarkan Ideologi Pancasila.
Jadi dampak yang paling terlihat dengan masuk dan tersebarnya ideologi Transnasional
adalah dengan kemajuan tekhnologi informasi dan komunikasi yang serba digital
menyebabkan alur informasi dari seluruh penjuru dunia tidak dapat dikontrol, batas-
batas antar Negara di dunia maya menjadi tidak jelas, pertukaran ide, gagasan melalui
tekhnologi informasi yang besar besaran, sehingga secara langsung dan tidak langsung
mengubah pandangan hidup, karakter dan pola tindak penggunanya khususnya
generasi milenial, ideologi-ideologi transnasional radikal dengan mudah keluar/masuk
dunia maya seperti Ideologi fundamentalisme, radikalisme dan sebagainya dengan
mudah menginvasi pola pikir generasi milenial, dan dikarenakan ideologi – ideologi ini
bertentangan dengan nilai – nilai yang tercantum pada Pancasila, sehingga bisa
mengancam keutuhan bangsa Indonesia.
1. Jaringan
Karakter mediasosial sendiri merupakan membentuk jaringan diantara
penggunanya, kehadirannya menjadi medium pengguna untuk terhubung secara
mekanisme teknologi, di mana saja, kapan saja, dan dengan siapapun itu.
2. Informasi
Informasi menjadi bagian penting dari media sosial. sebab pengguna media
sosial dapat mengkreasikan representasi identitasnya, memproduksi konten,
serta melakukan interaksi berdasarkan informasi.
3. Arsip
Arsip merupakan sebuah karakter yang menjelaskan bahwa informasi telah
tersimpan dan tidak akan hilang begitu saja serta dapat di akses kapanpun
melalui perangkat apapun.
4. Interaksi
Media Sosial membentuk jaringan antar penggunanya dengan dibangun interaksi
antar penggunanya
5. Simulasi Sosial
Media Sosial sebagai penghubung keberlangsungan masyarakat di dunia maya
yang memiliki dasar keterbukaan tanpa adanya batasan.
6. Konten Pengguna
Media Sosial sebagai penanda bahwa media sosial selain digunakan sebagai
memproduksi konten juga mengonsumsi konten dari pengguna lainnya
Lalu bagaimana cara mencegah agar hal tersebut tidak terjadi, atau meminimalisir
dampak negatif yang mungkin dan atau akan terjadi ? Agar bisa mencegah dengan baik
dibutuhkan kerja sama antara Pemerintah mau pusat ataupun daerah serta
masyarakat, hal yang bisa dilakukan, dari pemerintah bisa dilakukan dengan
memperkuat Ketahanan Nasional, untuk mencapai hal tersebut memerlukan suatu
sistem pelaksanaan terintegrasi yang dapat dituangkan dalam suatu sistem bela negara
serta dengan mengatur undang undang yang tegas seperti Undang Undang ITE yang
mengatur langsung hukum penggunaan media sosial, dan dari masyarakat adalah
dengan mengikuti kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah, seperti bela negara dan
hukum yang berlaku, selanjutnya akan dijelaskan lebih dalam dalam bahasan
selanjutnya
Pancasila sebagai Ideologi Nasional sudah dirumuskan oleh pendiri bangsa sebelum
kemerdekaan Indonesia dengan nilai – nilai yang terkandung di dalamnya sebagai
pedoman dalam menjalani kehidupan sehari – hari sebagai bangsa Indonesia, jadi
sudah sepantasnya kita sebagai masyarakat Indonesia mengamalkan nilai – nilai
Pancasila sebagai pedoman hidup, dan menjiwainya.
Pemerintah
Pendidikan Kewarganegaraan dan Bela Negara
Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan yang bertujuan untuk
mempersiapkan masyarakat atau warga negara berpikir dan bertindak
demokratis dengan kegiatan menanamkan kesadaran kepada generasi
penerus bahwa Pancasila adalah pedoman dan dasar kehidupan
bermasyarakat dan berbangsa Indonesia, diantaranya dari segi psikologis
dengan memberi pelajaran akan pemahaman nilai – nilai Pancasila serta
implementasinya dalam berkehidupan bermasyarakat, memberi pemahaman
akan nilai – nilai luhur bangsa, wawasan kebangsaan, rasa persatuan dan
kesatuan dalam kehidupan sehari – hari, dan kesadaran akan bela negara
demi menjaga keutuhan Kohesi Sosial Masyarakat. Lalu dari segi fisik
diantaranya pelaksanaan tugas sehari – hari dalam rangka mengisi
kemerdekaan Indonesia yang sesuai dengan nilai – nilai Pancasila,
pengabdian sesuai profesi, serta menjunjung tinggi nama Indonesia di dunia
internasional seperti dalam berbagai bidang.
Hukum yang Tegas
Berkaitan dengan bela negara dalam mempertahankan keutuhan Pancasila
serta mempertahankan Kohesi Sosial Masyarakat yaitu Sebagaimana
amanat Undang-Undang Dasar NRI 1945 Pasal 27 ayat (3), bahwa setiap
warga negara berhak serta wajib untuk ikut serta dalam upaya pembelaan
negara serta Undang-Undang No. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
pasal 9 ayat (1), bahwa setiap warga negara berhak dan berkewajiban ikut
serta dalam upaya bela negara, yang dijelaskan kemudian oleh ayat (2)
bahwa salah satu bentuk penyelenggaraan keikutsertaan warga negara
dalam upaya bela negara adalah melalui pelatihan dasar kemiliteran secara
wajib.
Lalu kaitannya dengan penggunaan Media Sosial dari bagian dari Era Digital atau
Tekhnologi yaitu dalam UU No. 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, antara lain: Pasal 28 Ayat (1) UU ITE berisi “Setiap orang dengan sengaja
dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan
kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik”, Pasal 28 Ayat (2) UU ITE berisi
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan
untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok
masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).
Ketentuan pidana pada UU ITE tercantum rincian ancaman pidana bagi penyebar hoax,
Pasal 45 UU ITE berbunyi “setiap orang yang memenuhi unsur yang dimaksud dalam
Pasal 28 Ayat (1) dan (2) maka dipidana penjara paling lama enam tahun dan atau
denda paling banyak Rp 1 Milyar”. Penyebar berita bohong atau hoax dapat dijerat
dengan 2 (dua) Pasal dalam KUHP, yakni Pasal 14 Ayat (1) Barang siapa, dengan
menyiarkan berita bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat,
dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun. (2) Barang siapa
menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menerbitkan
keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau
pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga
tahun. Pasal 15 berisi “Barangsiapa menyiarkan kabar yang tida k pasti atau kabar
yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya
patut dapat menduga bahwa kabar demikian akan atau sudah dapat menerbitkan
keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua
tahun”.
Lalu apa kaitannya Undang Undang ITE dengan membumikan Pancasila sebagai
Ideologi Nasional, dikarenakan seperti yang sudah dijelaskan, berita bohong atau hoax
dapat mengancam keutuhan Pancasila sebagai Ideologi Nasional dan dalam menjaga
Kohesi Sosial Masyarakat, jadi hubungannya yaitu, dengan hukum yang tegas
berkaitan dengan penyebaran berita bohong atau hoax diharapkan kepada pihak yang
berniat untuk menyebarkan berita bohong untuk mengurungkan niatnya karena adanya
hukum tersebut dan ancaman pidana yang menanti, dan untuk pelaku agar
memberikan efek jera agar tidak mengulangi perbuatannya lagi kedepannya, sehingga
dengan berkurangnya berita bohong atau hoax yang mengancam keutuhan Pancasila,
langkah membumikan Pancasila sebagai Ideologi Nasional bisa tercapai.
Masyarakat
Hal yang bisa dilakukan masyarakat adalah berwawasan luas, yaitu memahami
sejarah dan karakteristik bangsanya, memahami konsep Pancasila sebagai
Ideologi Nasional, memahami kondisi dan isu-isu terkini berkaitan dengan
bangsa ini, berpikir kritis, dan mampu menerima perbedaan.Lalu berperan serta
dalam membangun masyarakat melalui kontribusinya dalam berorganisasi di
berbagai aspek kehidupan. Mempunyai moral kewargaan yang sesuai dengan
nilai – nilai Pancasila, serta mengikuti kebijakan yang dibuat oleh pemerintah,
sehingga hubungan antar pemerintah dan masyarakat harmonis sehingga tetap
terjaga Kohesi Sosial Masyarakat.
Berhubungan dengan Ideologi sendiri, Ideologi adalah dasar, landasan, serta pedoman
dalam menjalankan kehidupan, jika sudah terpapar oleh Ideologi lainnya seperti
Ideologi Transnasional membutuhkan banyak waktu dan usaha dan juga banyak pihak
khususnya pihak terkait, agar bisa menanggulangi atau “Healing/Penyembuhan”
masyarakat yang telah terpapar Ideologi tersebut.
Lalu langkah apa saja yang bisa dilakukan, langkah tersebut adalah deradikalisasi,
yang dapat didefinisikan sebagai upaya dan strategi dalam mengatasi masalah
radikalisme yang bersifat recovery, atau bahasa kekiniannya “healing” kepada pihak –
pihak yang terlibat dalam gerakan ini baik pelaku penyebar radikalisme maupun korban
yang dituju, mereka seringkali telah mengalami ideologisasi atas gerakan radikalisme
Deradikalisasi bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah pendidikan
perdamaian yang merupakan cara efektif. Pendidikan ini berproses dalam
pembelajaran yang mengajarkan kenyataan akan keberagaman (pluralisme) agama,
ras, suku, budaya, dan bahasa yang harus dikelola dan dihormati. Dengan tujuan agar
pihak yang sudah terpapar paham radikalisme yang diberikan Pendidikan perdamaian
dapat menjauhkan diri dari sikap dan tindakan-tindakan ekstrem dan radikal.
Pendidikan perdamaian sendiri bisa diterapkan secara umum kepada masyarakat yang
telah terpapar ideologi Transnasional, lalu bagaimana dengan anak bangsa yang
terpapar ? Dalam penanganan anak dibutuhkan pendampingan psikologis karena pada
umumnya kondisi anak yang terpapar Ideologi tersebut mengalami gangguan psikologis
atas apa yang terjadi pada mereka sehingga dibutuhkan terapi dan konseling dan
dalam pelaksanaan terapi dan konseling tersebut dibutuhkan kecakapan komunikasi
yang dilakukan oleh psikolog atau pekerja sosial dalam praktik ini bukan sekadar untuk
berinteraksi tetapi juga memulihkan anak akan paham radikalisme, langkah tersebut
adalah komunikasi terapeutik, dan pihak terkait yang melakukan adalah Civil Society
Against Extremism (CSave) adalah salah satu lembaga masyarakat sipil yang
bekerjasama dengan pemerintah (Kementerian Sosial) untuk memberikan
pendampingan psikologis terhadap anak-anak tersebut.
1. Fase Prainteraksi
Dalam fase ini tenaga medis bertugas untuk mengkaji perasaan, fantasi dan rasa
takut dalam diri sendiri, menganalisis kekuatan dan keterbatasan professional
diri sendiri, mengumpulkan data tentang pasien jika memungkinkan dan
merencanakan pertemuan pertama dengan pasien.
Pada Tahapan ini tenaga medis yang mendampinginya biasanya mencari tahu
informasi yang berkaitan dan berhubungan dengan anak, dan dengan
berpedoman pada data ini tenaga medis dalam menyusun intervensi maupun
model komunikasi/interaksi yang tepat dengan anak yang akan ditangani.
Pada tahapan ini digunakan tenaga medis untuk berkomunikasi santai dengan
anak selama 15 menit dengan bertujuan membangun hubungan dan
membangun kepercayaan.
3. Fase Kerja
Pada fase ini petugas medis bertugas untuk mengkaji stressor yang relevan,
meningkatkan pengembangan pemahaman dan penggunaan mekanisme koping
pasien yang konstruktif, mendiskusikan dan mengatasi resistens.
4. Fase Terminasi
Pada fase tenaga medis bertugas untuk menetapkan realitas perpisahan,
meninjau kembali kemajuan terapi dan pencapaian tujuan, mengkaji secara
timbal balik perasaan penolakan, kehilangan, kesedihan, dan kemarahan serta
perilaku yang terkait.
Pada fase akhir untuk mengakhiri keseluruhan fase. Proses dalam fase ini
sangat penting untuk menguatkan anak bahwa proses bermain dan terapi telah
selesai dan mereka mungkin tidak bertemu lagi. Namun dengan juga
meyakinkan anak bahwa ke depan ia tetap bersedia untuk mendampingi bila
anak membutuhkan pertolongan.
Penutup
Dalam pembahasan kali ini dapat disimpulkan bahwa Media Sosial yang merupakan
bagian dari Era Digital atau Era Tekhnologi memberikan dampak yang besar terhadap
Kohesi Sosial Masyarakat dan lebih menekankan dampak negatif dari Media Sosial
yang bisa mengancam keutuhan Ideologi Nasional, serta langkah – langkah yang perlu
dilakukan untuk mencegah ataupun mengatasi dampak negatif tersebut.
Diharapkan agar kedepannya masalah ini bisa dicegah dari awal sehingga tidak
menimbulkan banyak dampak negatif, dan agar hal tersebut bisa dicapai dibutuhkan
kerja sama dengan berbagai pihak khususnya Pemerintah dengan masyarakat agar
Kohesi Sosial Masyarakat dengan Ideologi Nasional bisa terjaga hingga generasi
selanjutnya.
Daftar Pustaka
Nurrosikin, A. M. (2021). Infiltrasi ideologi khilafah melalui media sosial di era pandemi
covid-19: tinjauan teori media massa McLuhan (Doctoral dissertation, UIN Sunan Ampel
Surabaya).
Iqbal, M. (2019). Efektifitas Hukum Dan Upaya Menangkal Hoax Sebagai Konsekuesni
Negatif Perkembangan Interkasi Manusia. Literasi Hukum, 3(2), 1-9.
Mufid, F. L., & Hariandja, T. R. (2019). Efektivitas Pasal 28 Ayat (1) UU ITE tentang
Penyebaran Berita Bohong (Hoax). Jurnal Rechtens, 8(2), 179-198.
Kusmanto, T. Y., Fauzi, M., & Jamil, M. M. (2015). Dialektika radikalisme dan anti
radikalisme di pesantren. Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, 23(1), 27-50.
Haloho, H. N., & Kurniasari, N. (2020). Komunikasi Terapeutik Psikolog Dan Pekerja
Sosial Dalam Proses Pemulihan Anak Terpapar Radikalisme. ORASI: Jurnal Dakwah
dan Komunikasi, 11(1), 117-134.