Anda di halaman 1dari 69

PROPOSAL

PENGARUH PENAMBAHAN VARIASI PANJANG SERAT LIMBAH


KALENG MINUMAN TERHADAP KUAT TEKAN BETON

OLEH :

MUH. IDUL MULYONO

D051181333

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan infrastruktur yang meningkat berdampak pada material-materil
yang digunakan. Umumnya material yang digunakan dalam pembangunan yaitu
beton yang merupakan bahan bangunan yang telah lama dikenal dan paling banyak
dipergunakan. Hal ini dikarenakan beton memiliki sifat mudah dibentuk sesuai
dengan keinginan, bahan dasar penyusun mudah didapatkan dan mudah dalam
perawatan. Beton merupakan bahan yang sangat kuat, tahan karat dan tahan
terhadap api. Selain itu, kelebihan beton yang lebih menonjol dibandingkan bahan
konstruksi yang lain yaitu memiliki kuat tekan yang tinggi (Hariyono 2011).
Berdasarkan hal tersebut, muncullah berbagai macam invovasi yang dilakukan untuk
meningkatkan kualitas dan mutu dari beton. Salah satunya dengan memanfaatkan
limbah sebagai bahan tambah dalam campuran beton.

Sampah merupakan limbah padat yang memiliki potensi untuk dapat diolah
kembali sehingga memiliki nilai ekonomis. Sampah terbagi menjadi dua, yaitu
organik dan anorganik. Sampah dengan konsentrasi dan kuantitas yang tinggi
tentunya akan membawa dampak negatif bagi lingkungan terutama pada kesehatan
manusia sehingga perlu dilakukan penangan terhadap limbah padat ini. Daur ulang
sering menjadi alternatif solusi bagi penanganan limbah padat. Daur ulang sendiri
pada hakikatnya memiliki makna menjadikan sesuatu yang tidak bermanfaat menjadi
sesuatu yang lebih bermanfaat. Banyak macam-macam limbah padat yang dapat
didaur ulang seperti kertas, pakaian, logam, plastik, kaca, barang elektronik tertentu,
dan sebagainya.

Alumunium adalah salah satu bahan yang dapat didaur ulang. Dibandingkan
dengan bahan lain, alumunium mempunya kelebihan yaitu bisa didaur ulang kapan
saja atau tidak terbatas waktu karena proses ini tidak mengubah struktur alumunium
ini sendiri. Alumunium banyak digunakan pada kehidupan sehari-hari seperti kaleng
minuman, peralatan masak, mobil, sepeda, komputer, dan sebagainya. Kaleng
minuman atau makanan adalah salah satu limbah terbesar pada alumunium,
banyaknya penggunaan alumunium sebagai wadah dari makanan atau minuman
juga berbanding lurus dengan limbah yang dihasilkan. Salah satu alternatif daur
ulang pada kaleng bekas minuman ini adalah menjadikannya serat, dengan cara
membuat limbah kaleng tersebut menjadi lempengan datar yang nantinya akan
dipotong kecil-kecil dengan ukuran tertentu dan menjadikannya seperti serat-serat.
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, penambahan serat (fiber) ke
dalam campuran beton dapat meningkatkan kuat tekan dan mengurangi sifat getas
beton.

Beton sendiri merupakan material konstruksi yang saat ini sangat umum
digunakan dalam pembangunan suatu konstruksi. Beton merupakan suatu
campuran dari beberapa bahan yaitu kerikil, pasir, semen, dan air yang mempunyai
takaran tertentu dan dicampur dalam suatu cetakan yang nantinya akan mengeras.
Beton mempunyai kelemahan dalam kuat tarik dan kelebihan dalam kuat tekan.
Penambahan serat pada beton diyakini dapat menambah kuat sifat mekanik beton
tersebut.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang dibahas dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh penambahan 10% serat limbah kaleng minuman pada


kuat tekan beton dengan variasi dimensi 0x0 cm, 0,2x4 cm, 0,2x6 cm, dan
0,2x8 cm pada umur 7, 14, dan 28 hari.
2. Bagaimanakah perbandingan nilai kuat tekan beton sebelum dan sesudah
ditambahkan dengan limbah kaleng minuman.

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan 10% serat limbah kaleng


minuman pada kuat tekan beton dengan variasi panjang 0cm, 4cm, 6cm,
dan 8cm pada umur 7, 14, dan 28 hari.
2. Untuk mengetahui perbandingan nilai kuat tekan beton sebelum dan
sesudah dilakukan penambahan limbah kaleng minuman.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dari Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi salah satu wawasan untuk
pengembangan teknologi bahan.
2. Bagi pihak produsen beton, semoga penelitian ini dapat dijadikan sebagai
salah satu cara untuk meningkatkan kualitas dari beton.
3. Bagi para peneliti dan pembaca, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
informasi atau referensi untuk melakukan penelitian-penelitian lebih lanjut
mengenai beton.

E. Batasan Masalah
Untuk mengetahui ruang lingkup penelitian ini, maka diperlukan Batasan-
Batasan masalah yaitu sebagai berikut:

1. Agregat kasar dan agregat halus berasal dari daerah gowa.


2. Semen yang digunakan merupakan semen Portland tipe 1
3. Variasi penambahan serat limbah kaleng minuman yang digunakan adalah
10% dari volume beton silinder.
4. Standar yang digunakan dalam pengujian mengacu pada Standar Nasional
Indonesia (SNI).
5. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bahan, Konstruksi, dan Struktur
Bangunan Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin,
Gowa.
6. Variasi panjang Serat Limbah kaleng minuman dengan dimensi 0x0 cm, 0,2x4
cm, 0,2x6 cm, dan 0,2x8 cm..
7. Benda uji yang digunakan berbentuk silinder diameter 10 cm dan tinggi 20
cm.
8. Pengujian beton dilakukan pada umur 7, 14, dan 28 hari.
9. Tidak dilakukan penelitian mengenai zat yang terkandung pada limbah kaleng
minuman ini dan tidak membahas mengenai reaksi kimia yang terjadi pada
campuran terhadap bahan – bahan yang digunakan.
.

F. Sistematika Penulisan
Sistemanika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari 5 bab yang secara
berurutan menerangkan tentang hal – sebagai berikut :
BAB I. PENDAHULUAN
Pada bab ini akan menbahas mengenai latar belakang, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, Batasan masalah, sistematika penulisan, dan
keaslian penelitian yang akan dilakukan.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan kajian literatur yang menjelaskan tentang teori- teori
dasar yang berhubungan dengan penelitian terdahulu dan gambaran umum
mengenai beton, material pembuatnya, bahan tambah pada beton berupa serat limbah
kaleng minuman, serta definisi mengenai kuat tekan pada beton. Selain itu, pada bab ini
juga berisi tentang tinjauan empiris terkait penelitian terdahulu yang relevan dengan
penelitian yang akan dilakukan
BAB III. METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan mengajikan bahasan mengenai jenis penelitian, lokasi dan
waktu, pembuatan benda uji, pengujian kuat tekan mortar dan metode analisis data.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan menyajikan hasil analisis perhitungan data- data yang
diperoleh dari percobaan di laboraturium serta pembahasan dari hasil pengujian
yang diperoleh dalam bentuk tabel, gambar, dan grafik.
BAB V. PENUTUP
Dalam bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah
dilakukan.
G. Keaslian Penelitian

Peneliti Dhia karima Habibatul Amiroh Muh. Idul Mulyono

Tahun 2018 2019 2022


Pengaruh Variasi Fraksi Dari Pengaruh Penambahan Variasi
Pengaruh Variasi Panjang Serat
Serat Kaleng Terhadap Besaran Kaleng Terhadap Kuat Lentur, Panjang Serat Limbah Kaleng
Judul Minuman Terhadap Kuat Tekan
Karakteristik Beton Lendutan, dan Pola Retak Balok
Penelitian Beton
Beton Bertulang

- Benda uji berbentuk silinder -Benda uji berbentuk balok dengan -Benda uji berbentuk silinder (10
dengan ukuran 15 cm x 30cm. dimensi 15x20x130. cm x 20 cm) berjumlah 36 buah
- Komposisi serat kaleng - Variasi penambahan serat kaleng - Variasi penambahan limbah
bervariasi 10 %, 15 %, dan 20 dengan dimensi 0,2x4 cm dan 0,2x8 serat kaleng minuman dengan
%. cm. variasi dimensi 0x0 cm, 0,2x4
- Metode pembuatan bahan - Metode pembuatan bahan tambah cm, 0,2x6 cm, dan 0,2x8 cm.
tambah serat kaleng dengan serat kaleng dengan menggunting - Metode pembuatan bahan
Variabel
mengunting kaleng sesuai kaleng sesuai ukuran variasi yang tambah limbah serat kaleng
Penelitian
ukurang yang di tentukan. telah di tentukan. minuman dengan meggunting
- Pengujian kuat tekan beton - Pengujian kuat lentur, lendutan, kaleng sesuai variasi ukuran
dan pola retak balok beton. yang telah di tentukan.
- Metode perawatan wet curing
- Pengujian kuat tekan beton.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Beton
Menurut SNI-03-2847-2002, pengertian beton adalah campuran antara
semen Portland atau semen hidraulik lainnya, agregat halus, agregat kasar,
dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk masa padat.
Beton disusun dari agregat kasar dan agregat halus. Agregat halus yang
digunakan biasanya adalah pasir alam maupun pasir yang dihasilkan oleh
industri pemecah batu, sedangkan agregat kasar yang dipakai biasanya
berupa batu alam maupun batuan yang dihasilkan oleh industri pemecah
batu.

B. Beton Berserat
Beton fiber (serat) merupakan beton yang terdiri dari semen hidrolik, air,
agregat halus, agregat kasar dan serat (serat baja, plastik, glass maupun
serat alami) yang disebar secara diskontinu. Tjokrodimuljo (1996)
mendefinisikan beton serat (fiber concrete) sebagai bahan komposit yang
terdiri dari beton biasa dan bahan lain yang berupa serat (batang-batang
dengan diameter antara 5 dan 500 μm dengan panjang sekitar 2,5 mm
sampai 10 mm). Penambahan serat pada beton dimaksudkan untuk
memperbaiki kelemahan sifat yang dimiliki oleh beton yaitu memiliki kuat tarik
yang rendah.

Salah satu sifat penting dari beton adalah daktilitas. Daktilitas yaitu
kemampuan struktur atau komponennya untuk melakukan deformasi inelastik
bolak-balik berulang di luar batas titik leleh pertama, sambil mempertahankan
sejumlah besar kemampuan daya dukung bebannya (SNI 03-1729-2002).

Salah satu alasan penambahan serat pada beton adalah untuk


menaikkan kapasitas penyerapan energi dari matrik campuran, yang berarti
meningkatkan daktilitas beton. Penambahan daktilitas juga berarti
penambahan perilaku beton terhadap lelah (fatigue) dan kejut (impact).

Menurut As’ad (2008), beton serat memberi banyak keuntungan antara


lain:
 Serat terdistribusi secara acak di dalam volume beton pada jarak yang
relatif dekat satu sama lain. Hal ini akan memberi tahanan berimbang
ke segala arah dan memberi keuntungan material struktur yang
dipersiapkan untuk menahan beban gempa dan angin.
 Perbaikan perilaku deformasi seperti ketahanan terhadap impak,
daktilitas yang lebih besar, kuat lentur, dan kapasitas torsi yang lebih
baik.
 Meningkatkan ketahanan beton terhadap formasi dan pembentukan
retak.
 Peningkatan ketahanan pengelupasan (spalling) dan retak pada
selimut beton akan membantu menghambat korosi besi tulangan dari
serangan kondisi lingkungan yang berpotensi korosi.

C. Sifat – Sifat Beton


Secara umum dalam bidang konstruksi, beton tidak harus memiliki semua
sifatsifat dalam beton. Hal ini dikarenakan penentuan sifat-sifat beton
didasarkan pada kegunaan dari beton yang akan dibuat. Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi sifat beton di antaranya adalah campuran beton, cara
mencetak beton, cara memadatkan, dan cara perawatan beton.
Adapun sifat yang secara umum dimiliki oleh beton adalah sebagai
berikut:
1. Kemudahan Pengerjaan (Kelecakan/Workability)
Pada tingkat kemudahan pengerjaan atau workability secara langsung
berkaitan dengan tingkat kelecakaan atau keenceran adukan beton.
Berdasarkan SNI 12 1972:2008, workability beton merupakan kemudahan
dalam pengerjaan beton segar. Adukan beton yang semakin cair maka akan
semakin mudah untuk dikerjakan. Untuk mengetahui daan mengukur tingkat
kelecakan suatu adonan beton, dilakukan pengujian slump (slump test)
menggunakan sebuah alat yang disebut Kerucut Abrahams. Nilai slump
secara umum akan berbanding lurus dengan kadar air yang terdapat dalam
campuran beton segar dan berbanding terbalik dengan kuat tekan beton.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kelecakan atau workability dari
beton segar (Bahar, 2005) adalah:
 Jumlah air yang digunakan
 Gradasi campuran berupa agregat kasar dan agrega halus
 Bentuk butiran agregat dan tekstur agregat yang bulat
 Ukuran maksimum kerikil yang dipakai
2. Pemisahan Kerikil (Segregasi)
Secara umum segregasi merupakan proses terjadinya penurunan agregat
kasar ke bagian dasar beton segar atau dengan kata lain proses terpisahnya
agregat kasar dari campuran diakibatkan proses penuangan dan pemadatan
yang tidak baik. Berdasarkan SNI 03-3976-1995, segresi merupakan proses
terpisahnya pasta semen dan agregat pada sebuah adukan semen.
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya segregasi adalah sebagai
berikut:
 Campuran yang kekurangan ataupun kelebihan air
 Kurangnya jumlah agregat halus
 Ukuran agregat yang lebih dari 25 mm
3. Pemisahan Air (Bleeding)
Bleeding merupakan suatu proses naiknya air ke permukaan setelah
dilakukan pemadatan. Proses ini disertai dengan semen dan butiran pasir
halus yang ikut terbawa, yang kemudian membuat suatu lapisan yang disebut
pula dengan laitance. Tiga belas lapisan ini yang kemudian menjadi sebuah
penghalang rekatan antara lapisan beton yang bawah dengan lapisan beton
di atasnya (Firdausa, 2018).
Berdasarkan SNI 4156:2008, bleeding adalah proses keluarnya air yang
berasal dari beton segar ke permukaan akibat proses pengendapan bahan-
bahan padat pada beton. Bleeding sering terjadi pada campuran yang
mengandung terlalu banyak air, sehingga beton akan memiliki aliran air yang
disebabkan oleh kadar air yang terlalu tinggi. Bleeding sering terjadi pada
akhir proses pencetakan beton yang akan terlihat permukaan beton yang
dipenuhi dengan air
4. Kuat Tekan
Banyaknya air dan semen yang digunakan akan mempengaruhi kekuatan
beton. Pada nilai kuat tekan beton akan berbanding lurus dengan
peningkatan umur dari beton itu sendiri. Pada dasarnya, beton akan memiliki
kekuatan yang maksimal pada umur 28 hari. Pada penentuan nilai kuat tekan
beton dapat diuji dengan menggunakan benda uji yang berbentuk silinder.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kuat tekan beton antara lain:
 Faktor air semen
 Umur beton
 Sifat agregat
 Jenis admixture
 Perawatan beton
5. Tahan Lama (Durability)
Durability merupakan ketahanan beton menghadapi segala kondisi yang
direncanakan, tanpa mengalami kerusakan (deteriorate) dalam jangka waktu
layannya (service ability).
Adapun beberapa karakteristik dari beton yang baik dapat dikelompokkan
sebagai berikut (Pane et al., 2015):
1. Kuantitas Beton
1) Kepadatan yang merupakan ruang yang ada pada beton sedapat
mungkin diisi oleh agregat dan pasta semen.
2) Kekuatan yaitu beton harus mempunyai kekuatan daya tahan internal
terhadap berbagai jenis kegagalan.
3) Faktor air semen harus terkontrol agar memenuhi persyaratan
kekuatan beton.
4) Tekstur permukaan beton harus mempunyai kerapatan dan kekerasan
tekstur yang tahan terhadap segala cuaca.
2. Kualitas Beton
1) Kualitas semen.
2) Proporsi semen terhadap air dalam campurannya.
3) Kekuatan dan kebersihan agregat.
4) Adhesi atau interaksi antara pasta semen dan agregat.
5) Pencampuran yang cukup dari bahan pembentuk beton.
6) Perawatan pada temperatur yang tidak lebih rendah dari 50℉
7) Kandungan chloride tidak lebih dari 0,15% dalam beton ekspos dan
1% dalam beton terlindung.

D. Material Penyusun Mortar


1. Semen Portland

Gambar 1: Semen Portland


(Sumber : www.alibaba.com)

Menurut SNI 15-2049-2004, semen portland merupakan semen hidrolis


yang dihasilkan dengan cara menggiling terak semen portland terutama yang
terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan digiling bersama- sama
dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa
kalsium sulfat dan boleh ditambah dengan bahan tambah tambahan lain.
Fungsi utama semen adalah sebagai perekat. Bahan-bahan semen terdiri
dari batu kapur (gamping) yang mengandung senyawa: Calsium Oksida
(CaO), lempung atau tanah liat (clay) adalah bahan alam yang mengandung
senyawa: Silika Oksida (SiO2), Aluminium Oksida (Al2O3), Besi Oksida
(Fe2O3) dan Magnesium Oksida (MgO). Untuk menghasilkan semen, bahan
baku tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian untuk membentuk klinker.
Klinker kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips (Abdul Rais, 2007).
Kekuatan semen merupakan hasil dari proses hidrasi. Proses kimiawi ini
berupa rekristalisasi dalam bentuk interlocking-crystals (ikatan kristal)
sehingga membentuk gel semen yang akan mempunyai kekuatan tekan yang
tinggi apabila mengeras. Jika semen portland dicampur dengan air, maka
komponen kapur dilepaskan dari senyawa. Banyaknya kapur dilepaskan ini
sekitar 20% dari berat semen (Tri Mulyono, 2003).
Menurut Chu Kia Wang (1993), sifat dan manfaat untuk tipe semen
portland adalah sebagai berikut:
a. Semen Tipe I ( Semen penggunaan umum )
Sifat dari semen portland tipe I yaitu MgO dan SO 3 hilang pada saat
pembakaran. Kehalusan dan kekuatannya secara berturut-turut juga
ditentukan. Secara umum mempunyai sifat-sifat umum dari semen.
Digunakan secara luas sebagai semen untuk teknik sipil dan konstruksi
arsitektur misalnya pembangunan jalan, bangunan beton bertulang, jembatan
dan lain-lain.
b. Tipe II ( Semen pengeras pada panas sedang )
Semen Portland tipe II mempunyai C3S kurang dari 50% dan C3A kurang
dari 8%. Kalor hidrasi 70 kal atau kurang (7 hari) dan 80 kal atau kurang (28
hari) pada kondisi sedang. Peningkatan dari kekuatan jangka panjang
diinginkan. Secara umum dipakai untuk mencegah serangan sulfat dan
lingkungan sistem drainase dengan kadar konsentrat tinggi didalam tanah.
c. Tipe III ( Semen berkekuatan tinggi awal )
Semen portland tipe III mengandung C3S maksimum. Kekuatan awal (1
hari dan 3 hari) diintensifkan, ditentukan untuk mempunyai kekuatan di atas
40 kg/cm² selama penekanan 1 hari dan di atas 90 kg/cm² selama
penekanan 3 hari. Kegunaannya yaitu untuk menggantikan semen
penggunaan umum untuk pekerjaan yang mendesak. Cocok untuk pekerjaan
dimusim dingin. Biasanya dipakai untuk konstruksi bangunan, pekerjaan
pembuatan jalan, dan produk semen.
d. Tipe IV ( Semen jenis rendah )
Pada semen Portland tipe IV, kalor hidrasi lebih rendah l0 kal dari pada
semen pengeras pada panas sedang, ditentukan dibawah 60 kal (7hari) dan
dibawah 70 kal yaitu 28 hari (ASTM). Memberikan kalor hidrasi minimum
seperti semen untuk pekerjaan bendungan. Kegunaannya yaitu digunakan
pada struktur struktur dam dan bangunan masif. Dimana panas yang terjadi
sewaktu hidrasi merupakan faktor penentu bagi kebutuhan beton/mortar.
e. Tipe V ( Semen tahan sulfat )
Semen portland tipe V mempunyai C3S dibawah 50% dan C3A dibawah
50% (ASTM). Diusahakan agar kadar C3A minimum untuk memperbesar
ketahanan terhadap sulfat. Biasanya dipakai untuk pekerjaan beton dalam
tanah yang mengandung banyak sulfat dan yang berhubungan dengan air
tanah dan pelapisan dari saluran air dalam terowongan.
Pada penelitian ini, tipe semen yang akan digunakan adalah semen Tipe I
dengan komposisi seperti pada tabel dibawah ini.

Tabel 1: Komposisi Penyusun Semen Portland Tipe 1

No. Senyawa Kimia Rumus Kimia Persen

1 C3S (Trikalsium Silikat) 3 CaO.SiO2 49 %

2 C2S (Dikalsium Silikat) 2CaO.SiO2 25%

3 C3A (Trikalsium Aluminat) 3CaO.Al2O3 12%

4 C4AF (Tetrakalsium 4CaO.Al2O3.Fe2O3


8%
Aluminoferrit )

5 CaSO4 ( Kalsium Sulfat) CaSO4 2.9%

6 CaO (Kalsium Oksida) CaO 0.8%

7 MgO (Magnesium Oksida) MgO 2.4%

Sumber:
https://www.academia.edu/8462881/Senyawa_Kimia_Pada_Semen_Portland

Kekuatan dari pasta semen-air yang telah mengeras nantinya akan


menentukan kekuatan beton karena dengan agregat yang kuat, perpatahan
terjadi diantara partikel pasir. Oleh karena itu, pada dasarnya jalanan masuk
yang terbuat dari adukan semen dan air akan sama kuatnya dengan adukan
semen, air dan agregat. Akan tetapi jika ditinjau dari segi biaya kurang
menguntungkan. Oleh karena itu adukan semen-air dicampur dengan bahan
agregat yang lebih kuat dan murah (Lawrence H.Van Vlack, l989).

Semen Portland merupakan campuran silikat kalsium, aluminat kalsium


dan dapat berhidrasi bila diberi air.

• Ca3Al2O6+ 6H 2O → Ca 3Al 2(OH)12


• Ca 2SiO4 + xH2O → Ca2SiO4 . xH2O

• Ca3SiO5 + (x+1) H2O → Ca2SiO4 . xH2O + Ca(OH)2

Pada reaksi, daya larut hidrasi berkurang dalam air dibanding dengan
semen semula. Dan semen mengeras karena reaksi hidrasi kimia, dan reaksi
hidrasi ini melepaskan panas (Lawrence H.Van Vlack, l989).

2. Agregat Halus

Gambar 2: Agregat Halus


(Sumber : Geologis, 2010)

Menurut SNI 03-6820-2002, agregat halus adalah agregat dengan besar


butir maksimum 4,76 mm berasal dari alam atau hasil olahan (hasil
pemecahan, penyaringan atau terak tanur tinggi). Syarat agregat halus dalam
plesteran dan adukan harus sebagai berikut:
 Bahan pengisi;
 Panahan penyusutan;
 Penambah kekuatan.

Agregat halus adalah pasir alam sebagai hasil desintegrasi secara alami
dari batuan besar menjadi butiran batuan yang berukuran kecil. Agregat
halus didefinisikan sebagai butiran batuan yang mempunyai ukuran terbesar
5,0 mm atau tertahan di saringan no. 4. Hasil desintegrasi alami ini
menghasilkan butiran agregat halus yang berbentuk cenderung membulat
dan bertekstur kasar. Moerdwiyono (1998) menjelaskan agregat halus terdiri
dari butiran –butiran 0,02-2 mm yang didapat dari disintegrasi batuan alam
(natural sand) atau didapat dari memecahnya (artificial sand).

Agregat halus adalah pengisi yang berupa pasir, agregat yang terdiri dari
butir-butir yang tajam dan keras. Butir-butir agregat halus harus bersifat
kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca,
seperti terik matahari dan hujan (Istimawan Dipohusodo, l999).

Menurut SNI 03-6820-2002, persyaratan agregat halus secara umum


adalah sebagai berikut:
a. Modulus halus butir antara 1,50-3,80 dan dengan variasi butir sesuai
standar gradasi.
b. Agregat halus terdiri dari butir-butir tajam dan keras dengan indeks
kekerasan ≤ 2.2.
c. Tidak mengandung zat organis tertalu banyak, yang dibuktikan dengan
percobaan warna dengan larutan 3% NaOH, yaitu warna cairan di atas
endapan agregat halus tidak boleh lebih gelap dari pada warna standar.
d. Butir-butir halus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh
pengaruh cuaca (terik matahari dan hujan). Sifat kekal agregat halus
dapat diuji dengan larutan jenuh garam. Jika dipakai garam natrium sulfat
bagian yang hancur maksimum 12% berat, sedangkan jika dipakai
magnesium sulfat yang hancur maksimum 18% berat.
e. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (terhadap
berat kering). Jika kadar lumpur melebihi 5% pasir harus dicuci.
f. Agregat halus dari laut atau pantai boleh dipakai asalkan dengan petunjuk
dari lembaga pemeriksaan bahan-bahan yang diakui.
Tabel 2. Gradasi Agregat Halus Menurut (SNI 03-2834-2000 dan ASTM C-
33)

% Lolos Saringan / Ayakan

Ukuran Saringan SNI 03-2834-2000 Astm C-33

Pasir
Pasir Pasir Pasir Fine
(Ayakan) Agak
Kasar Sedang Halus Aggregate
Halus

Gradasi Gradasi Gradasi Gradasi Sieve


Mm SNI Astm Inch
No.1 No.2 No. 3 No.4 Analysis

3/8 100 - 100 - 100 - 100 -


9,50 9,6 0,3750 100 - 100
In 100 100 100 100

No. 90 – 90 – 90 – 95 –
4,75 4,8 0,1870 95 – 100
4 100 100 100 100

No. 75 – 85 – 95 –
2,36 2,4 0,0937 60 – 95 80 – 100
8 100 100 100

No. 75 – 90 –
1,18 1,2 0,0469 30 -70 55 - 90 50 – 85
16 100 100

No. 80 –
0,60 0,6 0,0234 15 – 34 35 – 59 60 – 79 25 – 60
30 100

No.
0,30 0,3 0,0117 5 – 20 8 – 30 12 - 40 15 - 50 5 - 30
50

No.
0,15 0,15 0,0059 0 - 10 0 - 10 0 - 10 0 - 15 0 - 10
100

Sumber: https://lauwtjunnji.weebly.com/gradasi--agregat-halus.html. Diakses


pada Juni 2022.
Agregat dinilai dari tingkat kekuatan hancur dan ketahanan terhadap
benturan yang dapat mempengaruhi ikatan pada pasta semen, porositas dan
penyerapan air dapat mempengaruhi daya tahan beton terhadap serangan
alam dari luar dan ketahanan terhadap penyusuitan selama proses
penyaringan agregat (Daryanto, 1994).

3. Air
Menurut SNI S-04-1989-F dalam (Adi Putra Sihombing dkk, 2018),
menjelaskan Air yang digunakan pada campuran mortar harus bersih dan
bebas dari bahan-bahan merusak yang mengandung asam, alkali, garam,
bahan organik, atau bahan-bahan lainnya yang dapat menurunkan kualitas
mortar.
Air memiliki fungsi untuk memicu proses kimiawi dari semen sebagai
bahan perekat dan melumasi agregat agar mudah dalam pengerjaan
pengadukan mortar. Tujuan utama pemakaian air berfungsi untuk proses
hidrasi, yaitu reaksi antara semen dan air yang menghasilkan campuran
keras setelah beberapa waktu tertentu.
Kekuatan dari pasta pengerasan semen ditentukan oleh perbandingan
berat antara semen dan faktor air. Persyaratan Mutu Air menurut PUBI 1982,
adalah sebagai berikut:
1) Air harus bersih.
2) Tidak mengandung Lumpur,minyak dan benda terapung lainnya yang
dapat dilihat secara visual dan tidak mengandung benda-benda
tersuspensi lebih dari 2gr/l.
3) Tidak mengandung garam yang dapat larut dan dapat merusak beton/
mortar (George Winter, l993).
Tabel 3: Batas dan izin untuk campuran beton

Batas Yang Diizinkan

Ph 4,5 – 8,5

Bahan Padat 2000 ppm

Bahan Terlarut 2000 ppm

Bahan Onrganik 2000 ppm

Minyak 2 % berat semen

Sulfat (SO3) 10000 ppm

Chlor (Cl) 10000 ppm

Sumber: Bahan & Praktek Beton, 1999

E. Kaleng Minuman
Limbah kaleng adalah limbah yang tidak bisa diurai secara alami atau
proses biologi, limbah kaleng ini termasuk limbah anorganik. Kaleng
minuman adalah suatu wadah logam yang dirancang untuk menampung
bagian cairan tetap seperti minuman ringan, minuman berkarbonasi,
minuman beralkohol, jus buah, minuman energy, teh, teh herbal, dll. Kaleng
minuman terbuat dari aluminium (75% produksi dunia) atau baja berlapis
timah (25% produksi dunia. Bagi orang awam, kaleng sering diartikan
sebagai tempat penyimpanan atau wadah yang terbuat dari logam aluminium
dan digunakan untuk mengemas 14 makanan, minuman atau produk lain.
Menurut Haryadi dan Purwiyatno (2008), secara umum kemasan pangan
juga berfungsi melindungi produk pangan yang dikemas, baik terhadap
kerusakan fisik (benturan, gesekan, goresan, dan lain-lain). Dalam pengertian
ini, limbah kaleng minuman juga termasuk limbah wadah yang terbuat dari
aluminium dan campuran logam lainnya yang telah dibuang/ biasa disebut
sampah kaleng minuman. Berikut adalah karakteristik secara umum tentang
pengemas kaleng (alumunium) menurut Haryadi dan Purwiyatno (2008):
1. Bahan bersifat kaku (rigid) dengan kerapatan (densitas) yang bervariasi;
dari tinggi (untuk baja, atau pun baja alloy) dan rendah (untuk aluminium)
2. Mempunyai kekuatan tensil yang baik (good tensile strength).
3. Mempunyai tahanan yang sangat baik terhadap cahaya, uap air, cairan
dan bahan pangan.
4. Memerlukan penutup (closures) dan sambungan (seams) untuk
membentuk kemasan (wadah).
5. Digunakan dalam berbagai aplikasi kemasan: kaleng produk pangan,
aerosol, tubes, trays dan drum.
6. Memerlukan pelapisan sesuai dengan produk pangan yang akan
dikemas. Pelapisan yang tidak baik akan memungkinkan terjadinya reaksi
dengan produk.
Aluminium adalah salah satu jenis material yang banyak ditemui dan
didapat disekitar seperti kaleng minuman, komponen mobil, pesawat, kereta
api, perabot rumah tangga. Aluminium yang sudah terbuang atau tidak
terpakai berpotensi untuk dimanfaatkan kembali, sehingga beberapa pihak
mencoba melakukan berbagai percobaan untuk mencari solusi
memanfaatkan limbah dari aluminium.
Mendaur ulang sampah aluminium dapat menghemat 5% energi dari pada
memproduksi aluminium dari bauksit (Nia Artauli Sinaga 2016 : 269) .
Meningkatnya penggunaan kaleng sebagai wadah makanan atau minuman
memberikan masalah lingkungan yang menjadi perhatian 15 bersama.
Limbah minuman kaleng tersebut menjadi salah satu bahan bahan pencemar
yang mengganggu lingkungan. Sampah yang menimbulkan karat akan
mengganggu terhadap kesuburan tanah.

.
F. Faktor Yang Mempengaruhi Kuat Tekan Beton
1. Faktor Air Semen
Faktor air semen (FAS) adalah ukuran kekuatan beton, sehingga faktor ini
menjadi salah satu syarat utama dalam desain struktur beton pada
umumnya. Biasanya faktor air semen ini dinyatakan dengan perbandingan
berat air terhadap berat semen dalam campuran (Nawy,1990). Fungsi dari
FAS adalah memungkinkan terjadinya reaksi kimia sehingga terjadi proses
pengikatan dan pengerasan serta memudahkan dalam pengerjaan beton
(Arizki et al., 2015).
Faktor air semen atau water cement ratio (wcr) juga merupakan salah
satu faktor yang penting dalam pencampuran beton. Semakin tinggi nilai
FAS, mengakibatkan penurunan mutu kekuatan beton. Namun nilai FAS
yang semakin rendah tidak selalu berarti bahwa kekuatan beton semakin
tinggi. Jika FAS semakin rendah, maka beton akan semakin sulit untuk
dipadatkan. Dengan demikian, ada suatu nilai FAS yang optimal yang dapat
menghasilkan kuat tekan beton yang maksimal. Menurut Tjokrodimulyo
(2007) umumnya nilai FAS yang diberikan dalam praktek pembuatan beton
min. 0,4 dan max. 0,65
2. Umur Beton
Kekuatan dari sebuah beton akan bertambah sesuai dengan
bertambahnya usia dari beton tersebut. Berikut ini adalah perbandingan
antara kuat tekan beton dengan usia beton.
3. Jenis dan Jumlah Semen
Pengaruh jenis dan jumlah semen dalam beton adalah campuran zat
kimia dalam semen secara tidak langsung berpengaruh terhadap kuat
tekan beton.
4. Sifat Agregat
Sifat agregat yang paing berpengaruh terhadap kekuatan beton adalah
kekasaran permukaan dan ukuran maksim dari agregat (Tjokrodimuljo
(1996). Agregat yang mempunyai permukaan kasar menyebabkan terjadinya
ikatan yang baik antara pasta semen dengan agregat yang digunakan,
sedangkan pada agregat dengan ukuran permukaan yang besar dan
permukaannya halus menyebabkan lekatan pasta semen menjadi kurang.
5. Efisiensi dari perawatan
Perawatan merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam
pekerjaan lapangan dan pembuatan benda uji. Perawatan yang tidak 29
efisien menyebabkan kekuatan beton berkurang hingga 40% bila
pengeringan diadakan sebelum waktunya.
6. Suhu
Pada umumnya kecepatan pengerasan beton bertambah seiring dengan
pertambahan suhu.

Gambar 3: FaktorYang Mempengaruhi Kuat Tekan Beton


G. Kerangka Pikir

Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Tinjauan Pustaka Variabel Target Pencapaian

Kaleng minuman atau makanan 1. Bagaimana 1. Untuk mengetahui  Menurut SNI-03-2847-  Variabel terikat dalam penelitian ini
2002, pengertian beton Kuat tekan diharapkan dengan
adalah salah satu limbah terbesar pengaruh pengaruh
adalah campuran beton, Variasi penambahan serat
pada alumunium, banyaknya penambahan 10% penambahan 10% umur betob (7 limbah kaleng
antara semen Portland
penggunaan alumunium sebagai serat limbah kaleng serat limbah kaleng atau semen hidraulik hari, 14 hari dan minuman pada
lainnya, agregat halus, 28 hari). campuran beton
wadah dari makanan atau minuman pada kuat minuman pada kuat
agregat kasar, dan air,  Variabel Bebas dapat memberikan
minuman juga berbanding lurus tekan beton dengan tekan beton dengan pengaruh kualitas lebih baik
dengan atau tanpa
dengan limbah yang dihasilkan. variasi dimensi 0x0 variasi panjang 0cm, penambahan dari pada beton
bahan tambahan yang
10% serat pada umumnya.
Salah satu alternatif daur ulang cm, 0,2x4 cm, 4cm, 6cm, dan 8cm membentuk masa
limbah kaleng
padat. Beton disusun minuman pada
pada kaleng bekas minuman ini 0,2x6 cm, dan pada umur 7, 14, dan
dari agregat kasar dan kuat tekan beton
adalah menjadikannya seratserat, 0,2x8 cm pada 28 hari. agregat halus. dengan variasi
dengan cara membuat limbah umur 7, 14, dan 28  Limbah kaleng adalah dimensi 0x0 cm,
2. Untuk mengetahui limbah yang tidak bisa 0,2x4 cm, 0,2x6
kaleng tersebut menjadi hari.
perbandingan nilai diurai secara alami atau cm, dan 0,2x8
lempengan datar yang nantinya 2. Bagaimanakah proses biologi. cm
kuat tekan beton
akan dipotong kecil-kecil dengan perbandingan nilai  Faktor yang  Variabel Kontrol
sebelum dan sesudah mempengaruhi kuat Campuran
ukuran tertentu dan kuat tekan beton
dilakukan tekan beton. Rasio beton
menjadikannya seperti serat- sebelum dan campuran 1,2,3
penambahan limbah
serat. Berdasarkan beberapa sesudah Dengan
kaleng minuman. Perbandungan
peneltian yang telah dilakukan, ditambahkan
Semen 1, Pasir
penambahan serat (fiber) ke dengan limbah 2, batu 3, dan air
dalam campuran beton dapat kaleng minuman. 0,5.

meningkatkan kuat tekan dan


mengurangi sifat getas beton.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Pada penelitian ini, akan mengunakan jenis penelitian kuantitatif dengan
metode eksperimen. Menurut Sugiyono (2009:14), metode kuantitatif merupakan
metode penelitian yang berbasis pada filsafat positivisme, yang mana digunakan
untuk meneliti populasi atau sampel tertentu, yang umumnya pengambilan
sampelnya dilakukan secara random, dan data dikumpulkan menggunakan
instrumen penelitian, lalu dianalisis secara kuantitatif/statistik dengan tujuan
menguji hipotesis yang telah ditetapkan. penelitian kuantitatif dapat diartikan
juga sebagai penelitian ilmiah yang bersifat sistematis, terencana dan terstruktur
yang berprinsipkan logika hipotesis verifikasi guna mengembangkan dan
menggunakan model-model matematis, teori- teori atau hipotesis yang berkaitan
dengan fenomena alam secara deduktif.
Menurut Bungin (2004), penelitian eksperimen adalah suatu penelitian yang
bertujuan meramalkan dan menjelaskan hal-hal yang terjadi atau yang akan
terjadi diantara variabel-variabel tertentu melalui upaya manipulasi atau
pengontrolan variabel-variabel tersebut atau hubungan diantara mereka agar
ditemukan hubungan, pengaruh atau perbedaan salah satu atau lebih variabel.
Penelitian eksperimen pada penelitian ini dilakukan dengan menambahkan
serat limbah kaleng minuman ke dalam campuran beton sebagai bahan tambah
semen dengan variasi tertentu. Beton yang dihasilkan kemudian dilakukan
pengujian terhadap kuat tekannya. dengan mengunakan metode perawatan wet
curing.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Material, Struktur,


dan Konstruksi Bangunan, Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik,
Universitas Hasanuddin. Rencana pengujian dalam penelitian ini dilakukan
kurang lebih selama 60 hari.
C. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian
Persiapan dari pengujian ini dilakukan dengan menyiapkan alat dan
bahan yang akan digunakan dalam penelitian. Adapun peralatan yang
digunakan selama penelitian merupakan peralatan dari Laboratorium
Struktur Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.

1. Persiapan Alat
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Satu set saringan ASTM
Saringan ini digunakan untuk mengukur distribusi atau gradasi dari
agregat yang digunakan dalam adukan beton.
2) Timbangan analitis
Timbangan ini digunakan untuk menentukan berat bahan yang
digunakan dalam penelitian.
3) Alat penggetar (shieve shaker)
Alat getar ini digunakan untuk menggetarkan agregat halus dalam
saringan ASTM. Alat ini dapat membantu penyaringan agregat
dibandingkan dengan diayak manual.
4) Oven
Oven digunakan untuk mengeringkan agregat halus, agregat kasar,
dan bahan tambah yang digunakan pada pengujian material agar
material yang diperoleh tidak mengandung air. Oven ini digunakan
pada pengujian kelembaban, air resapan, dan kebersihan agregat
terhadap lumpur dengan cara kering.
5) Picnometer
Picnometer digunaan sebagau tempat takaran agregat halus dan
semen pada saat pengujian berat jenis pasir dan semen.
6) Loyang
Loyang digunaka sebagai tempat agregat halus, agregat kasar, dan
semen pada saar penimbangan dan pengovenan pada pengujian
material.
7) Timbangan
Timbangan digunakan untuk menentukan berat semen, pasir, dan
kerikil sebagai bahan pengisi dan pembentuk beton. Timbangan
juga digunakan untuk menentukan berat benda uji.
8) Keranjang sample
Digunakan sebagai wadah agregat kasar saat menentukan berat di
dalam air pada saat pengujian berat jenis agregat kasar.
9) Satu set alat uji slump
Digunakan untuk mengukur nilai slump pada campuran.
10) Gunting
Digunakan untuk memotong limbah keleng minuman.
11) Mesin molen
Mesin molen digunakan untuk mengaduk campuran bahan pengisi
beton.
12) Electric mixer
Digunakan untuk mencampur bahan tambah dan beton segar
13) Cetakan silinder
Digunakan untuk mencetak benda uji denan ukuran diameter 10 cm
dan tinggi 20 cm.
14) Mesin UTM (Universal Testing Machine)
Digunakan untuk menguji kuat tekan pada benda uji yang telah
dibuat.
15) Bak perendaman
Digunakan untuk merawat benda uji yang telah dibuat dengan
metode wet curing.
2. Persiapan Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1) Semen Portland tipe I
2) Agregat halus (pasir)
3) Agregat kasar (kerikil/batu pecah)
4) Serat limbah kaleng minuman
5) Air
D. Variabel Penelitian
Menurut Sugiyono (2009: 60), variabel penelitian adalah sesuatu
yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh seorang peneliti untuk
dipelajari sehingga diperoleh informasi mengenai hal tersebut, kemudian
ditarik kesimpulannya. Variabel penelitian juga dapat diartikan sebagai
objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian
(Suharsimi Arikunto, 1988: 99).
Tabel 4: Variabel penelitian

Variabel terikat Kuat tekan mortar, Variasi umur mortar (7 hari,


14 hari dan 28 hari).
Variabel bebas Variabel Bebas
Pengaruh penambahan 10% serat limbah
kaleng minuman pada kuat tekan beton
dengan variasi dimensi 0x0 cm, 0,2x4 cm,
0,2x6 cm, dan 0,2x8 cm.
Variabel kontrol Variabel Kontrol Campuran
Rasio beton campuran 1,2,3 Dengan
Perbandungan Semen 1, Pasir 2, batu 3,
dan air 0,5, waktu pengujian

Tabel 5: Jumlah benda uji yang akan digunakan pada penelitian ini

Variasi Pengerjian Kuat Tekan Mortar / Jumlah


Penambahan Umur Mortar
7 hari 14 hari 28
hari
0x0 cm 3 3 3 9

0,2x4 cm 3 3 3 9

0,2x6 cm 3 3 3 9

0,2x8 cm 3 3 3 9

Total 36 buah
Tabel 6: Coding Setiap Benda Uji Dalam Penelitian

Variasi Pengujian
Simbol
Penambahan Kuat Simbol Simbol
Benda Uji
Bubuk Tekan Benda Uji Benda Uji
Mortar
Tulang Ikan Mortar / Mortar Umur Mortar Umur
Umur 7
Tuna Waktu 14 Hari 28 Hari
Hari
(BUTINA) Pengujian
SKM-1-0-7 SKM-1-0-14 SKM-1-0-28
0% 3 SKM-2-0-7 SKM-2-0-14 SKM-2-0-28
SKM-3-0-7 SKM-3-0-14 SKM-3-0-28
SKM-1-4-7 SKM-1-4-14 SKM-1-4-28
12,5% 3 SKM-2-4-7 SKM-2-4-14 SKM-2-4-28
SKM-3-4-7 SKM-3-4-14 SKM-3-4-28
SKM-1-6-7 SKM-1-6-14 SKM-1-6-28
15% 3 SKM-2-6-7 SKM-2-6-14 SKM-2-6-28
SKM-3-6-7 SKM-3-6-14 SKM-3-6-28
SKM-1-8-7 SKM-1-8-14 SKM-1-8-28
17,5% 3 SKM-2-8-7 SKM-2-8-14 SKM-2-8-28
SKM-3-8-7 SKM-3-8-14 SKM-3-8-28
Jumlah Benda Uji : 36 Buah
Penamaan Sampel/ Benda Uji Diurutkan Sebagai Berikut :
- SKM : Serat Limbah Kaleng Minuman
- No Sampel : Contoh (SKM-1-0-7)
- Variasi : Contoh (SKM-1-0-7)
- Umur Perawatan (Curing) : Contoh (SKM-1-0-7)
E. Tahap Pengelolahan Bahan Tambah Serat Limbah Kaleng
Minuman
Adapun Langkah- Langkah untuk membuat serat limbah kaleng
minuman sebagai bahan tambah sebagai berikut :

1. Limbah kaleng yang telah terkumpul, dicuci hingga bersih untung


menhilangkan kotoran yang ada pada kaleng minuman.
2. Serat limbah kaleng minuman dikeringkan menggunakan oven
pengering selama 5 menit pada suhu 100°C dan kemudian di gunting-
ginting dengan ukuran yang sudah di tentukan.
Ilustrasi Pengujian

F. Ilustrasi Pengujian
Pengujian benda uji yang dilakukan dalam penelitian ini untuk
mengetahui kuat tekan beton normal dan beton dengan penambahan
CAT-ABU dengan variasi tertentu. Alat yang digunakan untuk mengukur
kuat tekan adalah UTM (Universal Testing Machine) yang terdapat di
Labo. Material, Struktur, dan Konstruksi Bangunan FT-UH.

Gambar 5. Mesin UTM


Sumber: (Sampebulu et al., 2018)

G. Tahap dan Prosedur Penelitian


Secara garis besar, prosedur yang direncanakan dalam penelitian ini
terdiri atas beberapa tahapan antara lain:
a. Tahap Persiapan
Pada tahap ini seluruh bahan dan peralatan yang dibutuhkan dalam
penelitian dipersiapkan terlebih dahulu agar penelitian dapat berjalan
lancar.
b. Tahap Tahap Uji Bahan
Pada tahap ini dilakukan penelitian terhadap agregat kasar dan
agregat halus. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sifat dan karakteristik
bahan tersebut. Selain itu untuk mengetahui apakah agregat kasar
maupun halus tersebut memenuhi persyaratan atau tidak.
c. Tahap Pembuatan Benda Uji
Pada tahap ini dilakukan pekerjaan sebagai berikut :
- Penetapan rancang campur (mix design) adukan beton.
- Pembuatan adukan beton.
- Pemeriksaan nilai slump
- Pembuatan benda uji.
d. Tahap Perawatan Benda Uji
Pada tahap ini dilakukan perawatan terhadap benda uji yang telah
dibuat dengan menggunakan metode wet curing atau perawatan basah.

Gambar 4: Posisi Perawatan Benda Uji untuk Pengujian Kuat Tekan pada Umur 7 hari
: Perawatan Beton Umur 14 Hari

: Perawatan Beton Umur 28 Hari


Gambar 5: Posisi Perawatan Benda Uji untuk Pengujian Kuat Tekan pada Umur Beton 14
dan 28 Hari

e. Tahap Pengujian
Pada tahap ini dilakukan pengujian kuat tekan pada beton normal
berupa pengujian kuat tekan beton pada umur beton 7,14, dan 28 hari.

Gambar 6: Posisi Benda Uji Setelah Pengujian Kuat Tekan pada Umur Beton 7 Hari

Gambar 7: Posisi Benda Uji Setelah Pengujian Kuat Tekan pada Umur Beton 14 Hari

Gambar 8: Posisi Benda Uji Setelah Pengujian Kuat Tekan pada Umur Beton 28 Hari
f. Tahap Analisis Data
Disebut tahap analisis data. Pada tahap ini, data yang diperoleh dari
hasil pengujian dianalisis untuk mendapatkan suatu kesimpulan hubungan
antara variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian.
g. Tahap Pengambilan Kesimpulan
Pada tahap ini, data yang telah dianalisis dibuat suatu kesimpulan
yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

1. Pengujian Bahan Dasar Beton


Material pembentuk beton dapat diketahui sifat dan karakteristiknya
dengan melakukan pengujian terhadap bahan tersebut. Pada pengujian
bahan dasar beton dilakukan terhadap agregat halus dan kasar,
sedangkan terhadap semen dan air yang dilakukan pengujian secara
visual.
a. Air
Berdasarkan SNI-S-04-1989-F syarat air yang digunakan dalam
campuran adalah air yang bersih, tidak mengandung lumpur, minyak, dan
benda terapung lainnya yang dapat dilihat secara visual. Setelah
dilakukan pengamatan secara visual pada air yang akan digunakan, sifat-
sifat yang ditunjukkan sebaiknya tidak berwarna, tidak berbau, jernih (tidak
mengandung lumpur), dan benda terapung lainnya.
b. Semen
Pemeriksaan terhadap semen dilakukan dengan mengamati kondisi
fisik semen. Semen dalam kondisi yang baik dapat dilihat dari kondisi
butiran yang halus dan tidak terdapat gumpalan-gumpalan yang mengeras
seperti batu. Semen yang telah mengeras tidak dapat dicampurkan dalam
beton.
c. Pemeriksaan Agregat
Material agregat yang digunakan dalam penelitian ini berupa agregat
halus (pasir) dan agregat kasar (baru pecah). Dalam pengujian agregat
dilakukan untuk mengetahui sifat dan karakteristik dari agregat apakah
memenuhi persyaratan atau tidak. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
Material, Struktur, dan Kontruksi Bangunan, Departemen Arsitektur,
Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin. Adapun dalam metode
pengujiannya disesuaikan dengan SNI (Standar Nasional Indonesia).
1) Pengujian Agregat Halus
a) Pengujian kadar lumpur agregat halus berdasarkan SNI 03-
4142-1996
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menentukan jumlah bahan
dalam agregat yang lolos saringan No.200 dengan cara pencucian.
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam agregat halus, salah
satu di antaranya adalah harus bersih dan tidak mengandung pasir lebih
dari 5% dari berat keringnya. Adapun lumpur dalam pasir akan lolos pada
ayakan 0.063 mm. Apabila pasir mengandung lumpur yang lebih dari 5%,
maka harus dicuci terlebih dahulu sebelum digunakan untuk membuat
campuran beton.
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini adalah
sebagai berikut:
 Timbangan digital
 Talam
 Oven
 Aquades
 Saringan No.200 dan No.16
 Pasir dalam keadaan asli
Prosedur pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
 Pasir kering setelah ditimbang kemudian dicuci. Prosedur pencucian
pasir dilakukan dengan memasukkan pasir ke dalam saringan No.16
dan di bawahnya terdapat saringan No.200 yang kemudian beri air
secukupnya hingga benda uji terendam. Guncangkan saringan selama
kurang lebih 5 menit dan ulangi prosedur sebelumnya hingga air
cucian menjadi jernih.
 Benda uji kemudian dikeringkan keembali dalam oven selama kurang
lebih 24 jam dengan suhu 110℃.
 Setelah dikeringkan, timbang kembali benda uji untuk mengetahui
berat keringnya dan catat hasilnya
Adapun pengujian kadar lumpur pada pasir dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
Kadar lumpur = G0−G1 × 100%
Dimana:
G0 : Berat pasir awal (gram)
G1 : Berat pasir akhir (gram)

b) Kadar air agregat halus berdasarkan SNI 03-1971-1990


Pengujian ini dilakukan untuk menentukan kadar air dalam agregat
halus dengan cara pengeringan. Kadar air agregat halus merupakan
perbandingan antara berat air yang dikandung agregat halus dengan
agregat dalam keadaan kering.
Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian kadar air agregat
halus adalah sebagai berikut:
 Timbangan digital
 Oven
 Talam
 Pasir dalam keadaan asli

Prosedur pengujian kadar air dalam agregat halus adalah sebagai


berikut:
 Pasir dalam keadaan asli ditimbang 1000 gram
 Pasir yang sudah ditimbang dimasukkan dalam oven selama 24 jam
dengan suhu 110℃
 Keluarkan pasir dalam oven, setelah itu timbang beratnya dalam
kondisi dingin.
c) Pengujian kadar organic agregat halus
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kadar organic dalam pasir.
Hal ini dikarenakan kadar organik yang terlalu banyak dalam agregaat
halus dapat menurunkan kualitas beton yang dihasilkan. Kandungan zat
organic dalam agregat halus dapat diketahui melalui percobaan warna
Abrams Harder dengan menggunakan larutan NaOH 3%. Pengamatan
mengenai kandungan zat organic dalam agregat halus dilakukan melalui
warna air pada gelas ukur.
Adapun perbandingan warna hasil pengamatan dapat disesuaikan
dengan table berikut:
Tabel 7: Pengaruh Kadar Zat Organik terhadap Penurunan Kualitas
Kekuatan Beton

Penurunan
Warna
Kekuatan

(%)
Jernih 0

Kuning muda 0-10

Kuning tua 10-20

Kuning 20-30
kemerahan
Coklat 30-50
kemerahan
Coklat tua 50-100

Sumber: Roosseno (1954)

d) Berat volume agregat halus (pasir) berdasarkan SNI 03-4804-


1998
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui dan menentukan berat isi
dalam kondisi padat atau gembut pada agregat halus.
Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian berat volume agregat
halus adalah sebagai berikut:
 Mould/alat penakar
 Timbangan dengan ketelitian 0.1 gram
 Tongkat pemadat
 Pasir dalam keadaan asli
Prosedur yang digunakan dalam pengujian berat volume agregat halus
ini adalah:
 Mould ditimbang dalam keadaan kosong
 Pasir dimasukkan ke dalam mould dalam dua keadaan yaitu padat dan
juga lepas
 Mould yang telah terisi pasir kemudian ditimbang dan dicatat hasilnya.
e) Pengujian specific gravity dan absrobsi agregat halus
berdasarkan SNI 1970:2008/ASTM C-128
Berat jenis merupakan salah satu variabel yang sangat penting
dalam merencanakan campuran adukan beton, karena dengan
mengetahui variabel tersebut dapat dihitung volume agregat halus yang
diperlukan. Oleh karena itu dilakukan pengujian specific gravity untuk
mengetahui nilai bulk specific gravity (perbandingan antara berat pasir
dalam kondisi kering dengan volume pasir total), bulk specific gravity SSD
(perbandingan antara berat pasir jenuh dalam kondisi kering permukaan
dengan volume pasir total), apparent specific gravity (perbandingan antara
berat pasir kering dengan volume butir pasir) dan absorption
(perbandingan antara berat air yang diserap dengan berat pasir kering).

Dimana :

a : berat pasir kering oven (gram)


b : berat Volumetric Flask berisi air (air)
c : berat Volumetric Flask berisi

agregat halus dan air (gram)

500 : berat agregat halus keadaan kering


permukaan

Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini adalah

sebagai berikut:

 Timbangan
 Piknometer
 Talam

 Oven
 Mould

 Tongkat pemadat
Prosedur pengujian yang dilakukan adalah:

 Benda uji dikeringkan dalam oven hingga mempunyai berat yang


tetap, kemudian ditimbang. Setelah ditimbang, benda uji
kemudian direndam dalam air selama ± 24 jam.

 Setelah direndam, benda uji kemudian dikeringkan hingga kering

permukaan (SSD) dengan cara sebagian pasir yang telah


direndam kemudian diangin-anginkan, kemudian dimasukkan ke
dalam mould, lalu dipadatkan sebanyak 25 kali dengan
menggunakan tongkat pemadat. Kondisi SSD (Surface Dry
Conditioni) diperoleh ketika cetakan mould diangkat, maka pasir

akan runtuh namun masih dalam kondisi tercetak.


 Timbang berat piknometer + air (B)

 Masukkan contoh pasir 500 gram ke dalam piknometer


 Selanjutnya isi kembali dengan air, putar dan guncangkan
selama 15-20 menit agar udara yang terperangkap dapat keluar
 Timbang piknometer berisi air + contoh pasir (Bt)
 Keluarkan pasir dari piknometer lalu keringkan dengan oven
selama 24 jam
 Timbang dalam keadaan kering (Bk)

- Pengujian analisis saringan agregat halus berdasarkan SNI 03-

1986- 1990
Pengujian gradasi agregat halus Pengujian ini dilakukan untuk

mengetahui variasi diameter butiran pasir, persentase dan modulus

kehalusannya. Modulus kehalusan merupakan angka yang

menunjukkan tinggi rendahnya tingkat kehalusan butir dalam

agregat.Gradasi dan keseragaman diameter agregat halus lebih

diperhitungkan daripada agregat kasar karena sangat menentukan sifat

pengerjaan dan sifat kohesi campuran adukan beton, selain itu gradasi

agregat halus sangat menentukan pemakaian semen dalam


pembuatan beton. Standar yang dipakai dalam pengujian agregat halus

adalah SNI 03-1986-1990.

Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini adalah

sebagai berikut:

 Timbangan digital
 Oven

 Talam
 Mesin penggetar (shieve shaker)

 Satu set saringan ASTM dan pan

 Pasir keadaan asli


Prosedur pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

 Pasir dikeringkan dalam oven selama 24 jam

 Timbang masing-masing saringan dalam keadaan kosong


 Pasir yang telah dikeringkan dengan menggunakan oven
kemudian dimasukkan ke dalam saringan dengan saringan
yang paling besar ditempatkan paling atas.

 Saringan kemudian digetarkan dengan menggunakan mesin


penggetar selama 15 menit
 Timbang kembali saringan serta berat isinya dan catat hasilnya
Tabel 14. Batas Gradasi Pasir

Luban Persen Berat Butor yang Lewat


Ayakan
g
Agak
Kasar Halus Agak
Ayaka
Kasar Halus
n (mm)

10 100 100 100 100

4.8 90-100 90-100 90-100 95-100

2.4 60-95 75-100 85-100 95-100

1.2 30-70 55-90 75-100 90-100

0.6 15-34 35-59 60-79 80-100

0.3 5-20 8-30 12-40 15-50

0.1 0-10 0-10 0- 0-15


5 10
b. Pengujian Agregat Kasar
- Kebersihan agregat kasar terhadap lumpur

berdasarkan SNI 03-4142- 1996

Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengukur kadar lumpur

dari agregat kasar.

Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian adalah

sebagai berikut:

 Timbangan digital
 Oven
 Talam
 Aquades
 Saringan No.200 dan No.16

 Batu pecah kering oven

Prosedur pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut:


 Batu pecah kering kemudian ditimbang dan dicuci dengan
cara memasukkan batu pecah ke dalam saringan No.200
kemudian diberi air pencuci secukupnya sehingga benda uji
terendam. Guncangkan saringan selama ± 5 menit dan
ulangi prosedur sebelumnya hingga air cucian menjadi
menjadi jernih.

 Benda uji dikeringkan kembali dalam oven selama ± 24 jam


dengan suhu 110℃.

 Setelah oven, timbang kembali untuk mendapatkan berat


kering dan catat hasilnya.
- Kadar air agregat kasar berdasarkan SNI 03-1971-1990
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kadar air agregat

kasar dengan cara pengeringan. Kadar air agregat kasar

merupakan perbandingan antara berat air yang dikandung agregat

kasar dengan agregat kasar dalam keadaan kering.


Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini adalah

sebagai berikut:

 Timbangan digital
 Oven
 Talam

 Batu pecah dalam keadaan asli


Prosedur pengujian yang dilakukan dalam pengujian ini adalah:

 Batu pecah dalam keadaan asli ditimbang 2000 gram

 Batu pecah yang telah ditimbang kemudian dimasukkan ke


dalam oven selama 24 jam dengan suhu 110℃
 Batu pecah kemudian dikeluarkan dari oven dan ditimbang
beratnya setelah dingin.
- Berat volume agregat kasar (batu pecah) berdasarkan SNI 03-
4804-1998 Pengujian ini bertujuan untuk menentukan berat isi
dalam kondisi padat atau gembur pada agregat kasar.
Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini adalah

sebagai berikut:

 Mould/alat penakar
 Timbangan dengan ketelitian 0.1 gram
 Tongkat pemadat

 Batu pecah dalam


keadaan asli Prosedur pengujian yang
dilakukan adalah:
 Mould ditimbang dalam keadaan kosong

 Batu pecah dimasukkan ke dalam mould dalam dua keadaan


yaitu padat dan lepas

 Mould yang telah berisi batu pecah selanjutnya ditimbang


dan dicatat hasilnya
- Pengujian specific gravity dan penyerapan air agregat kasar

berdasarkan SNI 03-1969-2008

Berat jenis merupakan salah satu unsur penting dalam dalam

perencanaan beton. Hal ini dikarenakan dengan berat jenis dapat

diketahui volume dari agregat kasar yang dibutuhkan dalam


campuran. Oleh karena itu dilakukan pengujian specific gravity

untuk mengetahui nilai bulk specific gravity (perbandingan antara

berat kerikil dalam kondisi kering dengan volume kerikil total), bulk

specific gravity SSD (perbandingan antara berat kerikil jenuh dalam

kondisi kering permukaan dengan volume kerikil total), apparent

specific gravity (perbandingan berat butiran kondisi kering dan


selisih berat butiran dalam keadaan kering dengan berat dalam air)

dan absorption (perbandingan antara berat air yang diserap oleh

kerikil jenuh dalam keadaan kondisi kering permukaan denegan

berat kerikil kering)

Dimana :
a : berat kasar berat agregat kasar sebanyak 1500 gram

b : berat agregat kasar kondisi SSD (direndam 24

jam dan dilap)

c : dalam air (gram)


Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian adalah:

 Timbangan digital

 Oven

 Keranjang saringan kawat kapasitas 2 kg


 Agregat ± 2 kg
(tertahan saringan No.4) Prosedur pengujian
yang dilakukan adalah:

 Cuci dan keringkan benda uji dalam oven sampai beratnya


tetap, timbang sesuai dengan kebutuhan
 Dinginkan bena uji pada suhu kamar kemudian timbang (Bk)
 Rendam dalam air selama ± 24 jam
 Keluarkan benda uji dari air, keringkan hingga mencapai kondisi
SSD (kering permukaan) dan timbang (Bj)

 Letakkan benda uji dalam keranjang, tentukan beratnya dalam


air (Ba)
- Pengujian analisis saringan agregat kasar berdasarkan SNI 03-

1986- 199/ASTM C-136:2012


Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui variasi diameter

butiran kerikil, prosentase dan modulus kehalusannya. Modulus

kehalusan merupakan angka yang menunjukan tinggi rendahnya

tingkat kehalusan butir dalam agregat. Gradasi dan keseragaman

diameter agregat kasar menentukan pemakaian semen dalam

pembuatan beton.

Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian adalah sebagai

berikut:

 Timbangan digital
 Oven dan pan
 Agregat kasar dalam kondisi kering oven
 Alat penggetar (shieve shaker)

 Satu set saringan ASTM 37.50 mm, 19.00 mm, 9.50 mm, 4.75
mm, dan pan

Prosedur pengujian yang dilakukan dala pengujian adalah


sebagai berikut:

 Batu pecah dikeringkan dalam oven selama 24 jam


 Timbangan masing-masing saringan dalam keadaan kosong
 Batu pecah yang telah dioven kemudian dimasukkaan ke
dalam saringan dengan paling besar diletakkan paling atas

 Saringan diguncangkan dengan menggunakan mesin


penggetar selama 15 menit

 Timbang kembali masing-masingg saringan beserta isinya dan


catat hasilnya.

2. Perencanaan Campuran Beton Normal (Mix Design)


Perencanaan campuran beton normal yang dilakukan

berdasarkan SNI 03- 2834-2000 dalam (kementrian

pekerjaan umum dan perumahan rakyat, 2017). Adapun

tahapan perancangan campuran beton adalah sebagi


berikut:

1. Menentukan nilai kuat tekan (fc’) yang direncanakan sesuai

dengan syarat dan teknik yang diinginkan. Penentuan kuat

tekan dilakukan pada umur beton 28 hari, dengan kegagalan

atau cacat maksimum yang ditentukan 5%.


2. Menentukan deviasi standar (S) berdasarkan data berikut:
Tabel 15. Deviasi standar sebagai ukuran mutu pelaksanaan

Isi Pekerjaan Deviasi Standar (MPa)

Volume
Sebut Baik Sekali Baik Dapat
an Beton Diterima
(m3)

Kecil <1000 4.5 < S < 5.5 < S < 6.6 < S < 8.5
5.5 6.5

Sedan 1000- 3.5 < S < 4.5 < S < 6.5 < S < 7.5
g 3000 4.5 5.5
Besar >3000 2.5 < S < 3.5 < S < 4.5 < S < 6.5
3.5 4.5
Sumber: (kementrian pekerjaan umum dan perumahan
rakyat, 2017)

Jenis Jenis Kekuatan Tekan Bentu


(MPa),
Seme Agregat k
pada Umur (hari)
n Kasar Benda
3 7 28 91
Uji
Semen Batu 17 23 33 40 Silinder
Portland tidak
tipe I atau dipecah
semen Batu pecah 19 27 37 45

tahan Batu 20 28 40 48 Kubus

sulfat tipe tidak

II, V dipecah
Batu pecah 23 32 45 54

Semen Batu tidak 21 28 38 44 Silinder

Portlan dipecah

Batu pecah 25 33 44 48
dtipe III
Batu 25 31 46 53 Kubus

tidak

dipecah
Batu pecah 30 40 53 60

3. Menghitung nilai/margin, M = k.Sr, dimana k = 1.64 untuk

kegagalan/cacat maksimum 5%.

4. Menghitung kuat tekan rata-rata yang direncanakan, f’cr = f’c + M


5. Menentukan jenis atau tipe semen yang digunakan

6. Menetukan jenis agregat yang digunakan baik pada agregat


kasar maupun agregat halus. Agregat yang digunakan jenis

alami atau dipecah.


7. Tentukan faktor air-semen (fas) mengikuti langkah berikut :

- Dari Tabel, tentukan perkiraan nilai kuat tekan beton pada

umur 28 hari pada fas 0.5, berdasarkan jenis semen, jenis

agregat kasar, dan bentuk benda uji

Tabel 16. Perkiraan kuat tekan beton dengan fas 0.50

- Pada gambar, perkiraan nilai kuat tekan beton diplot dan


kemudian tarik garis mendatar hingga memotong garis fas

= 0,5
Gambar 11. Hubungan Antara Kuat Tekan
dan Faktor Air Semen untuk

Benda Uji Silinder (15 cm x 30

cm)

- Melalui titik potong tersebut, tarik kurva yang

proporsional terhadap kurva-kurva lengkung yang

mengapitnya.
- Plot nilai kekuatan tekan rata-rata dari langkah 4,
kemudian tarik garis mendatar hingga memotong kurva

baru yang dibuat.

- Dari titik potong tersebut, tarik garis lurus vertical untuk


mendapatkan nilai fas yang diperlukan.

8. Menetapkan fas maksimum dari Tabel Pilih nilai fas terkecil

dari langkah 7 dan langkah 8.

9. Menentukan nilai slump.


10. Menentukan ukuran butir nominal agregat maksimum.
11. Tentukan nilai kadar air bebas dari Tabel
Tabel 17. Perkiraan Kadar Air Bebas (kg/m3)
Ukuran Slump
(mm)
Besar

Butir Jenis Agregat


0-10 10- 30- 60-
Agregat 30 60 180

Maksimu
m
Batu tak 150 180 205 225
10 mm
dipecah
Batu pecah 180 205 230 250

Batu tak 135 160 180 195


20 mm
dipecah
Batu pecah 170 190 210 225

40 mm Batu tak 115 140 160 175


dipecah
Batu pecah 155 175 190 205

Jika agregat halus alami dan agregat kasar batu pecah,

kadar air bebas dapat dihitung sebagai berikut:

Kadar Air Bebas = 2/3 Wh + 1/3 Wk (5)

Wh jumlah air untuk agregat halus dan Wk adalah jumlah air

untuk agregat kasar. Untuk temperature di atas 20℃, setiap

kenaikan 5℃ harus ditambahkan air sebanyak 5 liter/m3 adukan

beton. Untuk permukaan agregat yang kasar harus ditambahkan air


kirra-kira 10 liter/ m3 beton.

12. Hitung jumlah semen = kadar air : faktor air semen


13. Jika ditetapkan, tentukan kadar semen maksimum

14. Tentukan kadar semen minimum berdasarkan table berikut:


Tabel 18. Kadar Semen Minimum dan Faktor Air Semen Maksimum

Jumlah Semen Nilai Faktor Air


Kondisi Lingkungan Minimum per
Semen
m3 Maksimum
beton
(kg)
Beton di dalam

ruangan bangunan
a. Keadaan
275 0.6
keliling non- 0

korosif 325
0.5
b. Keadaan 2
keliling korosif

disebabkan

oleh

kondensasi
atau uap-uap
325
korosif
0.6
Beton di luar 0
ruang bangunan

a. Tidak

terlindung dari 275

hujan dan terik


0.6
matahari
0
langsung
b. Terlindung dari
325
hujan dan terik

matahari

langsung 0.5
5
Beton yang masuk

kedalam tanah

a. Mengalami

keadaan basah
Jumlah Semen Nilai Faktor Air
Kondisi Lingkungan Minimum per
Semen
m3 Maksimum
beton
(kg)
dan kering
berganti- ganti
Lihat tablea)
b. Mendapat

pengaruh

sulfat alkali
dari tanah atau

air tanah
Lihat table b)
Beton yang kontinu

berhubungan dengan
air

a. Air tawar
b. Air laut
Keterangan:
a)
Tabel - kententuan untuk beton yang berhubungan dengan air
tanah yang mengandung sulfat
b)
Tabel – ketentuan minimum untuk beton bertulang kedap air.

15. Jika jumlah semen berubah karena pertimbangan kadar semen


maksimum atau kadar semen minimum, tentukan fas yang sesuai

16. Tentukan tipe gradasi agregat halus sesuai dengan syarat


Gambar 12. Kurva Gradasi Agregat Halus Tipe 1

Gambar 13. Kurva Gradasi Agregat Halus Tipe 2

Gambar 14. Kurva Gradasi Agregat Halus Tipe 3

Gambar 15. Kurva Gradasi Agregat Halus Tipe 4

Sumber: (Kementrian pekerjaan umum dan perumahan rakyat, 2017)


17. Menentukan persentase agregat halus berdasarkan gambar berikut:

Gambar 16. Hubungan Faktor Air Semen dengan Proporsi Agregat

Halus untuk Ukuran Butir Maksimum 10 mm

Gambar 17. Hubungan Faktor Air Semen dengan Proporsi Agregat


Halus untuk Ukuran Butir Maksimum 20 mm
Gambar 18. Hubungan Faktor Air Semen dengan Proporsi Agregat

Halus untuk Ukuran Butir Maksimum 40 mm

Sumber: (Kementrian pekerjaan umum dan perumahan rakyat, 2017)


18. Menghitung berat jenis realtif = (% Agregat halus × berat jenis
agregat halus) + (% Agregat kasar × berat jenis agregat kasar)
19. Menentukan berat beton basah berdasarkan gambar

Gambar 19. Grafik Penentuan Berat Beton Segar


Sumber: (kementrian pekerjaan umum dan perumahan rakyat, 2017)
20. Menghitung kadar agregat gabungan = berat beton – jumlah (semen + air)

21. Menghitung kadar agregat halus = % agregat halus × kadar


agregat gabungan

22. Menghitung kadar agregat kasar = agregat gabungan – agregat halus


23. Menetapkan proporsi campuran hasil perhitungan

24. Melakukan koreksi campuran berdasarkan kondisi agregat saat

pelaksanaan

Setelah rancangan campuran selesai, perlu diingat bahwa


proporsi yang didapat adalah proporsi yang mempunyai basis
kondisi agregat tertentu. Metode DOE memakai basis kondisi
agregat SSD (Saturated Surface Dry), Saat pelaksanaan di

lapangan, kondisi agregat yang akan digunakan dalam campuran

beton adalah kondisi apa adanya, sehingga harus ada penyesuaian

dengan rancangan yang sudah dibuat. Untuk melakukan koreksi

penyesuaian rancangan campuran diperlukan data kadar air dan


resapan agregat.

Jika dengan kondisi agregat SSD diperoleh

proporsi, B1 = berat semen/m3

B2 = berat air/m3

B3 = berat

agregat halus/m3, SSD B4 = berat

agregat kasar/m3, SSD Cm =

kadar air agregat halus (%) Ca

= resapan
agregat halus (%) Dm = kadar air

agregat kasar (%) Da = resapan

agregat kasar

Proporsi campuran yang disesuaikan adalah:

Semen, tetap = B1

Air = B2 – (Cm – Ca) × B3/100 – (Dm – Da) ×


B4/100

Agregat halus = B3 +

(Cm – Ca) × B3/100 Agregat kasar

= B4 +

(Dm – Da) × B4/100

3. Pembuatan Beton Segar (Benda Uji)


Adapun langkah-langkah dalam pembuatan benda uji dalam penelitian ini
adalah:
a. Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian dibersihkan terlebih
dahulu dan menimbang bahan-bahan yang akan digunakan dalam

campuran beton sesuai dengan perencanaan campuran beton yang

telah direncanakan sebelumnya.

b. Basahi mesin molen terlebih dahulu dengan air agar dinding mesin

menjadi lembab, tujuannya ketika dalam proses pencampuran

dilakukan komposisi air yang telah direncanakan sebelumnya tidak

berkurang karena terserap oleh dinding mesin pencampur beton.

c. Masukkan agregat kasar terlebih dahulu berupa batu pecah yang


telah diuji sebelumnya ke dalam mesin yanb berputar. Setelah itu

masukkan agregat halus dan semen secara bertahap.

d. Putar mesin molen selama beberapa menit hingga material


penyusun beton tercampur rata. Setelah itu masukkan air secara
bertahap. Pada tahap pertama masukkan 2/3 air terlebih dahulu

dengan kondisi mesin tetap berputar dengan pencampuran minimum

3 menit hingga campuran menjadi homogen. Setelah itu, masukkan

1/3 bagian air sisanya secara bertahap dan diaduk hingga campuran

menjadi homogen.

e. Campuran yang telah terbentuk secara homogen kemudian

dikeluarkan dari mesin molen yang disesuaikan dengan berat


kebutuhan tiap variasi campuran CAT-ABU ke dalam wadah yang

telah disediakan sebelumnya.

f. Campuran CAT-ABU kemudian ditimbang sesuai dengan

persentase variasi penambahan dan dimasukkan ke dalam


campuran dan diaduk menggunakan electiric mixer agar tercampur

dengan bahan lainnya.

4. Pengujian Slump Benda Uji


Uji slump beton bertujuan untuk mengetahui konsistensi dari

campuran beton segar (fresh concrete) agar dapat menentukan


tingkat workability-nya. Hal ini berkaitan dengan mudah atau

tidaknya beton segar dikerjakan. Adapun metode yang digunakan


dalam pengujian slump ini didasarkan pada SNI 1972:2008 dengan

metode pelaksanaan:

a. Menyiapkan alas yang datar yang kemudiaan diletakkan kerucut

Abrams (cetakan) di atanya. Pelat dan cetakan telah dibasahi atau

dalam keadaan lembab, tidak menyerap air dan kaku.

b. Mengisi cetakan dalam 3 tahap. Setiap pengisian sekitar 1/3 dari


volume cetakan. Tiap lapisan dipadatkan dengan menggunakan

tongkat pemadat sebanyak 25 kali secara merata dan menembus ke

lapisan sebelumnya, namun tidak boleh menyentuh dasar cetakan.

c. Pada lapisan terakhir dilebihkan pengisiannya.


Setelah dipadatkan, permukaan benda uji keudia diratakan dengan

menggunakan tongkat pemadat dengan cara menggelindingkan di

atas permukaan.

d. Setelah permukaan atas beeton diratakan, etakan kemudian

diangkat dengan kecepatan 3-7 detik yang dilakukan secara tegak

lurus. Cetakan tidak boleh diputar ataupun digeser selama proses

pengangkatan. Seluruh proses yang dilakukan mulai dari pengisian


hingga cetakan diangkat tidak boleh lebih dari 2.5 menit.

e. Kerucut yang telah dikeluarkan kemudian diletakkan di samping


beton yang diuji nilai slump-nya. Perletakan ini boleh dilakukan
secara terbalik dan ukur nilai slump. Penurunan permukaan atas

beton pada posisi titik tengah permukaan atasnya.

f. Jika terjadi kegagalan slump atau tidak memenuhi kisaran slump

yang disyaratkan, maka keruntuhan benda uji termasuk keruntuhan

geser), maka pengujian dapat dilakukan secara ulang sebanyak 3

kali. Akan tetapi, jika masih gagal maka beton dinyatakan tidak

memenuhi syarat dan ditolak.

g. Syarat variasi pengukuran yang memenuhi dari syarat 3 kali


pengukuran adalah minimum 2 memenuhi syarat dan selisih
pengukuran tidak lebih dari 21 mm
5. Pembuatan Benda Uji
Pembuatan benda uji didasarkan pada SNI 03-4810-1998. Adapun

prosedur pelaksanaan pembuatan benda uji adalah sebagai berikut:

a. Menyiapkan cetakan silinder dengan ukuran diameter 10 cm dan


tinggi 20 cm yang bagian dinding cetakan kemudian diberi pelumas

untuk memudahkan proses pelepasan benda uji dari cetakan.

b. Menuangkan adukan beton segar yang sebelumnya telah


dilakukan uji slump secara berlapis sesuai dengan standar

dan pada proses penuangan akhir ketinggian tidak boleh lebih

dari 6 mm.Tabel 19. Jumlah Lapisan pada Pembuata Benda


Uji

No. Jenis dan Tinggi Cara Jumlah Perkiraan


Tebal
Benda Uji (mm) Pemadatan Lapisan
Lapisan (mm)
Silinder

1 30 Penusukan 3 100
0
2 Lebih dari 300 Penusukan Disesuaika 100
n
3 300 sampai 460 Penggetar 2 Setengah
an tinggi

benda uji
4 Lebih dari 460 Penggetar 3 atau 200
an lebih
sedekat
mungkin

dengan

yang

dapat
dilakukan
Balok

1 150 sampai 300 Penusukan 2 Setengah


tinggi

benda uji
2 Lebih dari 200 Penusukaa 3 atau 100
n lebih
3 150 sampai 300 Penggetar 1 Setebal
an
specime

4 Lebih dari 200 Penggetar 2 atau Mendekati


an lebih 200
Sumber: (Badan Standardisasi Nasional, 1998)

c. Pemadatan pada beton dengan ketentuan


- Untuk slump, lebih besar dari 75 mm, dengan penusukan

- Untuk slump, antara 25 mm-75 mm, dengan penusukan dan penggetaran

- Untuk slump, kurang dari 25 mm, dengan penggetaran

- Selama proses pemadatan, penggetar tidak boleh menyentuh dasar

atau sisi cetakan.

d. Penusukan pada beton dengan ketentuan


Tabel 20. Jumlah Penusukan untuk Benda Uji Silinder

Diameter Silinder Jumlah Penusukan Tiap


(mm) Lapis
150 25

200 50

250 75

Sumber: (Badan Standardisasi Nasional, 1998)

e. Pada distribusi penusukan harus seragam. Proses penusukan

harus menembus kira-kira 12 mm ke lapisan di bawahnya bila


ketebalan kuran dari 100 mm, dan kira-kira 25 mm bila ketebalan
100 mm atau lebih.

f. Setelah setiap benda uji dipadatkan, permukaan benda uji harus

diratakan dengan alat roskam sampai rata dengan sisi atas cetakan

dan tidak terjadi penyimpangan leebih dari 3.2 mm.

g. Penambahan adukan beton pada lapisan akhir setelah proses

perataan tidak boleh lebih dari 3 mm dan harus diratakan Kembali.

5. Perawatan Benda Uji


Perawatan benda uji dengan metode wet curing melalui

proses perendaman dilakukan setelah benda uji dilepaskan dari

cetakan setelah 20 jam dan tidak lebih dari 48 jam setelah


pencetakan. Perawatan benda uji dalam penelitian ini didasarkan

pada SNI 2493:2011 tentang Tata Cara Pembuatan dan Perawatan

Benda Uji Beton di Laboratorium. Adapun prosedur perawatan

benda uji adalah sebagai berikut:

- Permukaan cetakan bagian luar harus dijaga jangan sampai


berhubungan langsung dengan air selama 24 jam pertama setelah

beton dicetak. Hal ini dikarenakan dapat mengubah air yang ada

dalam adukan dan menyebabkan rusaknya benda uji.


- Reendam seluruh benda uji dalam air yang mempunyai suhu 23 ±

2℃ mulai pelepasan dari cetakan hingga pada saat pengujian

dilakukan

- Ruang penyimpanan harus bebas dari getaran terutama pada


waktu 48 jam pertama setelah benda uji disimpan

- Perawatan benda uji dapat juga dilakukan dengan cara merendam

di dalam air yang jenuh kapur atau disimpan di dalam ruang lembab

atau dalam lemari lembab.

- Benda uji harus dijaga dari tetesan air atau aliran air dari luar
6. Pengujian Benda Uji

Pengujian benda uji secara umum dilakukan dengan


menggunakan dua metode yaitu:
 Uji merusak (Destructive Test)
Uji merusak adalah pengujian yang dilakukan dengan teknik

merusak material benda uji, setelah itu akan Nampak nilai atau
informasi dari beton yang diuji. Adapun dalam pengujian destructive

test, karena sifatnya merusak maka material yang telah diuji tidak

dapat digunakan lagi. Alat yang biasanya digunakan dalam


penelitian ini adalah compressive testing

machine
 Uji tanpa merusak (Non Destructive Test)
Uji tanpa merusak atau non destructive test merupaan

pengujian yang dilaksanakan tanpa merusak material benda uji

untuk mendapatkan informasi atau nilai. NDT pada umumnya


digunakan untuk pengujian struktur pada bangunan gedung,

jembatan, maupun dermaga. Pengujian NDT yang umum digunakan


adalah dengan menggunakan Ultrasonic Pulse Velocity Test (UPV)
dan hammer test. Pengujian ini dilakukan dengan mengandalkan

gelombang ultrasonic yang akan merambat dalam struktur beton.

Adapun dalam penelitian ini dilakukan pengujian pada kuat

tekan pada benda uji yang telah dibuat dengan menggunakan


metode destructive test.

Pengujian ini dilakukan pada umur beton 7, 14, dan 28 hari.


Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan alat Universal Testing

Machine (UTM).

Pengujian kuat tekan beton dengan benda uji silinder


dilakukan mengacu pada SNI 1974:2011 dalam (kementrian
pekerjaan umum dan perumahan rakyat, 2017) dengan prosedur

pelaksanaan sebagai berikut:

- Beton yang telah direndam selanjutnya dikeluarkan dari bak

perendaman sehari sebelum pengujian.

- Benda uji diukur diameter, tinggi, dan beratnya.

- Benda uji selanjutnya diletakkan pada mesin tekan dalam penelitian


ini, mesin tekan yang digunakan adalah UTM (Universal Testing

Machine). Benda uji diletakkan secara sentris pada UTM.

Gambar 21. Perletakan Benda Uji pada Mesin Tekan


Sumber: (kementrian pekerjaan umum dan perumahan rakyat,
2017)

- Jalankan mesin tekan dengan penambahan beban yang konstan,

berkisar antara 2 sampai 4 kg/cm2 per detik.

Gambar 22. Penambahan Beban pada Benda Uji


Sumber: (kementrian pekerjaan umum dan perumahan rakyat,
2017)

- Lakukan pembebanan hingga benda uji menjadi hancur dan catat


beban maksimum yang terjadi selama pemeriksaan benda uji.

- Setelah dilakukan pengujian, maka keretakan harus memenuhi


syarat sebagai berikut:

Gambar 23. Pola Tipe/Bentuk Kehancuran pada Benda Uji Sumber:


(Badan Standardisasi Nasional, 2011)

Keterangan:
1. Bentuk kehancuran kerucut (cone)

2. Bentuk kehancuran kerucut dan belah (cone dan split)

3. Bentuk kehancuran kerucut dan geser (cone dan shear)

4. Bentuk kehancuran geser (shear)

5. Bentuk kehancuran sejajar sumbu (columnar)

Adapun rumus untuk menghitung kuat tekan beton benda uji


adalah sebagai berikut:
F
fc' =
A
Dimana:
fc’ : Kuat tekan bahan (N/m2)

F : Beban tekan maksimum/gaya tekan (N)


A : Luas bidang bahan (m2)

Gambar 24. Uji Tekan Beton

H. Teknik Analisis Data

Setelah pengujian kuat tekan dari sampel yang diteliti, maka

selanjutnya dibandingkan nilai standar berdasarkan referensi atau


standar nasional yang ditetapkan.

Analisis data mengenai kuat tekan beton dari hasil penelitian

dilakukan dengan menggunakan program computer MS Excel dan

SPSS dengan metode regresi linear sederhana untuk menganalisis

pengaruh antarvariabel.
I. Diagram Alur Penelitian

Mula
i

Studi
Literatur

Persiapan alat dan bahan


penelitian Tahap I

Limbah Pengguntinga Seme Pasi Kerikil Air


kaleng n n r

Serat Pengujian
kaleng material

Agregat Serat
halus kaleng
Agregat
Tahap II
Mix
design

Pembuatan
adukan

Beton Variasi Serat Kaleng


normal
- 0x0 cm - 0,2x6 cm
- 0,2x4 cm - 0,2x8 cm

Pengujian
slump
Pengujian slump

Pembuatan benda
uji Tahap III

Perawatan benda uji dengan metode wet


curing Tahap IV

Pengujian beton umur 7, 14, dan 28 hari dengan

menggunakan alat UTM

Uji kuat tekan beton

Tahap V

Analisis data dengan menggunakan MS Excel


dan SPSS dengan metode uji regresi linear
sederhana
Tahap VI

Kesimpulan

Tahap VII

Gambar 25. Alur Penelitian


DAFTAR PUSTAKA

A, A. (2018). Kajian Kuat Tekan Beton Normal Menggunakan Standar


Sni 7656- 2012 Dan Astm C 136-06. Rang Teknik Journal, 1(2).
https://doi.org/10.31869/rtj.v1i2.760

KARIMA, Dhia. Pengaruh Variasi Fraksi dari Serat Kaleng terhadap


Besaran Karakteristik Beton. 2018. PhD Thesis. Universitas
Brawijaya. http://repository.ub.ac.id/id/eprint/9301/

AMIROH, Habibatul. Pengaruh Variasi Panjang Serat Kaleng Terhadap


Kuat Lentur, Lendutan, dan Pola Retak Balok Beton Bertulang.
2019. PhD Thesis. Universitas Brawijaya.
http://repository.ub.ac.id/id/eprint/173562/
Badan Standardisasi Nasional. (1998). SNI 03-4810-1998 : Metode
Pembuatan dan Perawatan Benda Uji Beton di Lapangan. Badan
Standar Nasional Indonesia, 1–8.

Badan Standardisasi Nasional. (2011). SNI 1974-2011 Cara Uji Kuat


Tekan Beton dengan Benda Uji Silinder. Badan Standardisasi
Nasional Indonesia, 20.

Beton, A. P. (1996). ma il : sw ido y . a ma il : sw ido do. 1–23.


Kementrian pekerjaan umum dan perumahan rakyat. (2017). Rancangan
Campuran Beton. Diklat Perkerasan Kaku.
https://bpsdm.pu.go.id/center/pelatihan/uplo
ads/edok/2019/02/923ef_Modul_3-
_Rancangan_Campuran_Beton_final.pdf
Mulyono, T. (2018). Teknologi Beton: Dari Teori ke Praktek.
https://www.researc hgate.net/profile/Tri-
Mulyono/publication/328282664_TEKNOLOGI_BETO
N_Dari_Teori_Ke_Praktek/links/5c932538299bf111693b7439/TEKN
OLOG I-BETON-Dari-Teori-Ke-Praktek.pdf
Pane, F. P., Tanudjaja, H., & Windah, R. S. (2015). Pengujian kuat tarik
lentur beton dengan variasi kuat tekan beton. Jurnal Sipil Statik,
3(5), 313–321.
https://doi.org/10.32315/jlbi.7.2.107
Semen, P., Granulated, G., Furnace, B., Beton, B., Tinggi, M., Sipil, T.,
Brawijaya,
U., & Teknik, F. (2021). Pengaruh semen ground granulated blast
furnace slag (ggbfs) pada komposisi semen terhadap kuat tarik
belah beton mutu tinggi.

SNI 03-2834-2000. (2000). SNI 03-2834-2000: Tata cara pembuatan


rencana
campuran beton normal. Sni 03-2834-2000, 1–34.
Van Gobel, F. M. (2019). Nilai Kuat Tekan Beton Pada Slump Beton
Tertentu. RADIAL – Jurnal Peradaban SaIns, Rekayasa Dan
TeknoLogi Sekolah Tinggi Teknik (STITEK) Bina Taruna Gorontalo,
5(1), 22–33.

Anda mungkin juga menyukai