Anda di halaman 1dari 6

ARSITEKTUR MEMPENGARUHI PERILAKU

Dalam beberapa dekade belakangan ini banyak sekali bangunan atau rancangan arsitektur yang
mempengaruhi perilaku manusia atau penggunanya. Baik karena kegagalan dalam perancangannya atau
karena perilaku manusianya yang seperti itu.

Perilaku manusia berkaitan dengan semua aktivitas fisik; berupa interaksi manusia dengan sesamanya
ataupun dengan lingkungan fisiknya. Di sisi lain, desain arsitektur akan menghasilkan suatu bentuk fisik
yang bisa dilihat dan dipegang. Karena itu, hasil desian arsitektur dapat menjadi salah satu fasilitator
terjadinya perilaku, namun juga bisa menjadi penghalang terjadinya perilaku.

Bangunan merupakan suatu bentuk karya seni arsitektur yang dituangkan dalam bentuk nyata untuk
memenuhi tuntutan kebutuhan manusia akan tempat bernaung sesuai dengan fungsinya. Desain
arsitektur tidak lepas dari perilaku manusia sebagai pembentuknya dan hubungan manusia dengan
lingkungan fisiknya. Fenomena ini menunjuk pada pola–pola perilaku pribadi, yang berkaitan dengan
lingkungan fisik yang ada, terkait dengan perilaku interpersonal manusia atau perilaku sosial manusia.
Contoh rancangan arsitektur yang mempengaruhi perilaku manusia.

1.Pruitt-Igoe Housing Project / Minoru Yamasaki

Pruitt-Igoe adalah kompleks rumah susun sewa di kota Saint Louis, Missouri, Amerika Serikat. Awalnya,
ia dipuji-puji sebagai “oasis di tengah gurun” atau “penthouse si miskin”. Terletak di lahan seluas 23
hektar, Pruitt-Igoe memiliki 33 gedung masing-masing dengan 11 lantai. Selesai dibangun tahun 1956,
mega-block ini memiliki 2,870 unit hunian.

Kompleks Pruitt-Igoe

Kompleks Pruitt-Igoe diperuntukkan bagi kelas-menengah dari ras kulit putih dan kulit hitam. Kedua ras
disegregasi ke gedung-gedung berbeda. Dalam satu dekade pertama, Pruitt-Igoe menjadi rusun bobrok
yang dihuni minoritas kulit hitam miskin. Sebelum dekade kedua terlampaui, Pruitt-Igoe mulai
dihancurkan dan dibongkar. Kondisi fisik dan sosial begitu hancur sehingga pemerintah merasa tidak
memiliki pilihan lain.

Pruitt-Igoe terkadang dihadirkan di ruang kelas Arsitektur sebagai simbol matinya arsitektur modernis.
Sungguh perlu menilik krisis perencanaan dan desain dalam konteks ini. Namun dibalik citra-citra ikonik
Pruitt-Igoe, sebaiknya kita juga mencoba mempelajari konteks sosial, rasial dan ekonomi kota serta
Perumahan Rakyat di Amerika.

Peraturan Perumahan Nasional Tahun 1949

Pada 15 Juli 1949, Presiden Truman menandatangani The 1949 Housing Act. Peraturan tersebut adalah
Peraturan Perumahan pertama yang lengkap dan komprehensif di Amerika, mengatur perihal
penyediaan rumah yang layak untuk setiap warga negara Amerika Serikat. Sehingga klausul
Kesejahteraan Umum Konstitusi Negara pun diusung.
Tujuan Peraturan 1949 adalah menyediakan “rumah dan lingkungan hunian yang layak dan pantas bagi
setiap keluarga Amerika.” Salah satu dari enam bagian, khusus berjudul: “Title III – Low-Rent Public
Housing” (Perumahan Rakyat dengan Sewa Rendah). Dalam jangka waktu 6 tahun akan dibangun
810.000 unit hunian untuk keluarga berpenghasilan rendah.

Setelah tahun 1945, Amerika Serikat mengalami masa pasca Perang Dunia II. Sekitar 15 juta veteran
perang kembali ke dalam negeri, membutuhkan hunian. Terdapat potensi pertumbuhan jumlah
penduduk dan keluarga baru. Sedangkan 50% hunian di Amerika ditengarai oleh Sensus dalam kondisi
tidak layak. Salah satu kebijakan masa perang memang adalah pelarangan pembangunan rumah-rumah
baru demi penghematan material nasional.

Pembangunan Perumahan Rakyat diharapkan akan menyediakan hunian bagi 3.5 juta warga Amerika
dengan budget nasional sejumlah $308 juta/tahun. Peraturan 1949 juga memperluas peran lembaga
pemerintah terkait kredit perumahan sektor privat yang sebelumnya hanya melayani kelas menengah ke
atas.

Mitos Pruitt-Igoe

Berbagai badan simpan-pinjam yang didukung Peraturan 1949, turut membantu tumbuh suburnya
perumahan – termasuk perumahan-perumahan sprawl di area suburban-rural. Perumahan Rakyat,
ironisnya digadang oleh Peraturan yang sama, kandas di tengah jalan setelah mengalami dinamika yang
melelahkan. Terutama berturut-turut di pemerintahan Presiden Reagan dan Bush (1981-1993),
Perumahan Rakyat tidak menemui nasib yang baik.

Warga minoritas yang terkena dampak urban renewal sering menyebut dalih itu sebagai ‘Negro
removal’. Sebuah mekanisme yang didukung pemerintah untuk merelokasi warga minoritas miskin dan
memberikan lahan untuk pengembangan yang memperbesar jurang segregasi ras dan kelas. Relokasi
membuat warga minoritas kulit hitam, untuk pertama kali, tinggal jauh dari pusat pekerjaan di kota. Di
sisi lain kondisi ekonomi kota pun tidak mengalami peningkatan karena kepergian kelas menengah.

Hancurnya Pruitt-Igoe (The Pruitt-Igoe Myth, 2011)


Pruitt-Igoe dianggap oleh penghuni-penghuni perdananya sebagai penthouse untuk si miskin. Hunian
modern dengan fasilitas listrik dan air ledeng itu sangat berbeda dari rumah petak yang dahulu mereka
huni. Beberapa bekas penghuni membagikan kesan dan cerita mereka dalam film dokumenter The
Pruitt-Igoe Myth (2011). Hingga di akhir tahun 1960-an, Pruitt-Igoe mendapat reputasi buruk sampai ke
dunia internasional untuk kemiskinan, kriminalitas, dan segregasinya.

Salah satu permasalahan yang disorot dalam dokumenter The Pruitt-Igoe Myth adalah kerusakan
bangunan. Rusun yang diharapkan penuh ternyata kosong di dekade 60-an. Terpeliharanya bangunan
modern yang masif dan rumit oleh petugas amat bergantung pada pembayaran sewa. Sistem yang
sangat bergantung pada uang sewa itu menjadi satu faktor memberatkan bagi penghuni minoritas
miskin. Sebelum kehancurannya, organisasi penyewa berkali-kali melakukan protes dan demo untuk
masalah pengelolaan, perbaikan dan pengurangan biaya sewa.

Penghuni sempat mendapatkan penurunan biaya sewa. Namun akhirnya, pembiaran yang menahun
membuat bangunan-bangunan itu hancur. Jalur pipa, jendela, dan sistem persampahan rusak parah.
Kehancuran fisik bangunan seakan menandai pungkasnya kehancuran Pruitt-Igoe. Pruitt-Igoe, bagi
beberapa orang, sudah menghancurkan diri dari dalam sebelum akhirnya diledakkan dengan dinamit.

Pada 16 Maret 1972, penghancuran pertama bangunan di Pruitt-Igoe disiarkan di televisi nasional. Satu
bulan kemudian, penghancuran kedua juga disiarkan. Foto ikonik penghancuran sangat berpengaruh di
berbagai bidang – dari perencanaan kebijakan hingga arsitektur. Sejarah panjang Perumahan Rakyat dan
berubahnya kota Amerika turut tergambar di situ.

Dalam ikatan keprofesian arsitek Amerika pun muncul kritik terhadap Pruitt-Igoe. Di masa kini, mudah
bagi beberapa praktisi dan akademisi untuk melihat bahwa Pruitt-Igoe tidak mengindahkan faktor skala
dan keberagaman fungsi (mixed-use). Penyeragaman bentuk dari rancangan awal telah dilakukan demi
mengurangi anggaran. Skala pembangunan dianggap tidak sesuai dengan bentuk kota. Kolaborasi
multidispliner antara pembuat kebijakan dengan semua profesi terkait pembangunan sangat mendesak
dibutuhkan.

Banyak kritik lain tersirat maupun terucap dalam film The Pruitt-Igoe Myth. Bangunan modern dan high-
maintenance tersebut ternyata tidak bisa bertahan. Terdapat masalah pengunaan, pembiaran dan
kurangnya dana dari biaya sewa maupun anggaran pemerintah. Program rusun tidak responsif maupun
partisipatif terhadap kebutuhan dan kondisi sosial-ekonomi penghuni. Lingkungan penuh teror dan
ketakutan, terbentuk dalam waktu satu dekade saja, menciptakan kondisi yang tidak berkelanjutan.

Pola perubahan kota terkait dengan banyak faktor. Dalam konteks Peraturan 1949 dan kasus Pruitt-Igoe
di Amerika, terlihat jelas bahwa penyediaan fisik perumahan saja tidak cukup mengatasi permasalahan
perkotaan. Walau penyediaan diawali dengan niat baik, banyak dinamika politik dan ekonomi terjadi.

Kesejahteraan umum dan keadilan sosial nisbi di hadapan kebutuhan industri. Minoritas yang miskin
ekonomi maupun hak partisipasi terus tersingkir dalam perubahan kota; perubahan sosial, ekonomi,
maupun bentuk fisiknya. Setengah abad kemudian, asap dan debu Pruitt-Igoe seakan masih menghantui
Amerika.
Kota akan terus berubah. Dalam
perubahan kota-kota di masa global ini,
menilik sejarah dan pola yang pernah
terjadi adalah kebutuhan imperatif.

Anda mungkin juga menyukai