Anda di halaman 1dari 11

KRITIK ARSITEKTUR NORMATIF

“OBYEK”
1. KRITIK NORMATIF

 Kritik Doktrinal

Kritik Doktrinasi adalah kritik yang berdasarkan pada suatu paham


(isme) dan sejarah arsitektur yang bersifat general. Dalam
perkembangan sejarah arsitektur yang meliputi nilai estetika, etika,
ideologi, budaya, yang melekat pada pandangan masyarakat yang
sering di kenal dengan doktrin

Sumber : Google image

Gedung Mahkamah Konstitusi simbol hukum dengan fungsi


untuk menguji undang-undang ( judial riview ) dan hukum
ketatanegaraan lainnya. Sejarah ilmu hukum sendiri berasal dari
bangsa yunani dan romawi serta menjadikan yunani dan romawi
menjadi rujukan awal proses penetapan hukum sehingga gedung-
gedung pengadilan kebanyakan menggunakan pilar yang menjadi
simbol dari hukum.
Lalu ada pertanyaan yang muncul.
Apakah gedung peradilan haruskah menggunakan pilar ???
Kenapa gedung peradilan harus tinggi ???
Kenapa gedung mahkamah konstitusi harus menggunakan arsitektur
neo-klasik ???
Sebenarnya pertanyaan ini mudah untuk dijawab jika kita
mengetahui kerangka berpikir dari sebuah desain dan disandingkan
dengan teori. Bahwa kenapa harus menggunakan pilar, harus tinggi
dan berarsitektur neo-klasik. Jawabanya adalah karena ada doktrin
yang hadir disana, ada sebuah faham yang ingin ditampilkan disana.

Ketika kita melihat itu dalam pandangan kritik doktrinal bahwa


sebenarnya kita bisa saja tidak perlu mehadirakan arsitektur neo-
klasik, yang menggunakan pilar, yang bergaya simetris di Indonesia.
Tetapi doktrin seakan sudah mengakar dan menjadi satu simbolik di
tengah-tengah masyarakat. Pandangan ini perlu dirubah bahwa tidak
selamaya gedung-gedungan peradilan itu harus menggunakan
arsitektur klasik atau neo-klasik, kita bisa saja menggunakan arsitektur
kesempatan sebagai sebuah gedung peradilan.

Hal ini kita bisa melihat bagimana nilai-nilai arsitektur


kesetempatan merepresentasikan sebuah hukum seperti, membuat
bangunan dengan atap yang pendek agar setiap orang memasuki
gedung tersebut harus menunduk sebagai simbol kepatuahn terhadap
hukum, bagaimana tatanan ruang dalam proses musyawarah putusan
adat.

Hukum tidak selalu dipandang bahwa yunani dan romawi


sajalah yang mempunyai hukum, tetapi setiap kehidupan sosial
kemasyarakatan sudah mengatur norma, tata nilai dan hukum
setempat yang mereka yakini bisa efektif untuk mengatur tatanan
sosial.

Sehingga tidak perlu kita berkiblat kepada yunani atau romawi


ketika menghadirkan arsitektur peradilan, dan ketika kita menggunakan
simbol arsitektur peradilan kesempatan dan masyrakat setempat bisa
patuh lantas kenapa kita harus memaksakan doktrin arsitektur luar
untuk merepresentasikan hukum setempat menurut kajian saya bahwa
norma kesempatan dan nilai kearifan kesetempatan haruslah di
perhatikan sehingga tidak perlu copy paste bangunan yang ada.

 Kritik Sistematik

Kritik normatif sistematik adalah kritik yang melihat dengan sudut


pandang yang sistematik. Sistematik berasal dari kata sistem yang
artinya perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga
membentuk suatu totalitas atau susunan yang teratur dari pandangan
asas. Dari kata sistem ini kemudian berkembang menjadi sistematik
yang artinya susunan atau aturan yang saling terkait satu sama lain.

Sumber : Google image

Pruitt-Igoe adalah kompleks rumah susun sewa di kota Saint Louis,


Missouri, Amerika Serikat. Awalnya, ia dipuji-puji sebagai “oasis di
tengah gurun” atau “penthouse si miskin”. Terletak di lahan seluas 23
hektar, Pruitt-Igoe memiliki 33 gedung masing-masing dengan 11
lantai. Selesai dibangun tahun 1956, mega-block ini memiliki 2,870 unit
hunian.

Kompleks Pruitt-Igoe diperuntukkan bagi kelas-menengah dari ras kulit


putih dan kulit hitam. Kedua ras disegregasi ke gedung-gedung
berbeda. Dalam satu dekade pertama, Pruitt-Igoe menjadi rusun
bobrok yang dihuni minoritas kulit hitam miskin. Sebelum dekade
kedua terlampaui, Pruitt-Igoe mulai dihancurkan dan dibongkar. Kondisi
fisik dan sosial begitu hancur sehingga pemerintah merasa tidak
memiliki pilihan lain.

Pruitt-Igoe terkadang dihadirkan di ruang kelas Arsitektur sebagai


simbol matinya arsitektur modernis. Sungguh perlu menilik krisis
perencanaan dan desain dalam konteks ini. Namun dibalik citra-citra
ikonik Pruitt-Igoe, sebaiknya kita juga mencoba mempelajari konteks
sosial, rasial dan ekonomi kota serta Perumahan Rakyat di Amerika.

Pruitt-Igoe dianggap oleh penghuni-penghuni perdananya


sebagai penthouse untuk si miskin. Hunian modern dengan fasilitas
listrik dan air ledeng itu sangat berbeda dari rumah petak yang dahulu
mereka huni. Beberapa bekas penghuni membagikan kesan dan cerita
mereka dalam film dokumenter The Pruitt-Igoe Myth (2011). Hingga di
akhir tahun 1960-an, Pruitt-Igoe mendapat reputasi buruk sampai ke
dunia internasional untuk kemiskinan, kriminalitas, dan segregasinya.

Salah satu permasalahan yang disorot dalam dokumenter The Pruitt-


Igoe Myth adalah kerusakan bangunan. Rusun yang diharapkan penuh
ternyata kosong di dekade 60-an. Terpeliharanya bangunan modern
yang masif dan rumit oleh petugas amat bergantung pada pembayaran
sewa. Sistem yang sangat bergantung pada uang sewa itu menjadi
satu faktor memberatkan bagi penghuni minoritas miskin. Sebelum
kehancurannya, organisasi penyewa berkali-kali melakukan protes dan
demo untuk masalah pengelolaan, perbaikan dan pengurangan biaya
sewa.

Penghuni sempat mendapatkan penurunan biaya sewa. Namun


akhirnya, pembiaran yang menahun membuat bangunan-bangunan itu
hancur. Jalur pipa, jendela, dan sistem persampahan rusak parah.
Kehancuran fisik bangunan seakan menandai pungkasnya kehancuran
Pruitt-Igoe. Pruitt-Igoe, bagi beberapa orang, sudah menghancurkan
diri dari dalam sebelum akhirnya diledakkan dengan dinamit.

Pruitt-Igoe adalah salah satu kegagalan arsitektur modern yang


dirancang oleh Minoru Yamasaki, dalam proses rancangan dan
pembangunan pruitt-Igoe, proyek ini digadang-gadang sebagai maha
karya arsitektur modern yang menjadi kebanggaan Amerika serikat,
dan arsitek yang membangun pruitt-Igoe ini pun mendapat banyak
pengharagaan dan apresiasi.

Namun pada tanggal 16 maret 1972 penghancuran pertama gedung


Pruitt-Igoe dimulai, di karenakan pemerintah tidak sanggup lagi untuk
mengatasi permasalahan yang ada di Pruitt-Igoe, sehingga pemerintah
Amerika Serikat memutuskan untuk menghancurkan Pruitt-Igoe.

Dalam kasus ini ketika kita melihatnya dalam kacamata kritik sistemik
maka ada satu masalah yang belum selesai dalam kajian rancangan
arsitektur yaitu, bagaimana memidahkan culture orang kulit hitam yang
nota benenya masayarakat menengah ke bawah yang kehidupanya
hanya di petak-petak rumah dan kemudian di pindahkan di hunian
vertikal dengan sistem kehidupan yang berbeda.

Permasalahan ini bukanlah permasalahan yang sepele, karena kita tau


bahwa ras antara kulit putih dan kulit hitam dari dulu tidak bisa
menyatu maka ketika arsitek yang merancang Pruitt-Igoe ini
saharusnya mempelajari lebih dalam sistem kehidupan dari dua ras ini,
sehingga keputusan dalam perancangan harus tepat.
Dalam proses perancangan Pruitt-Igoe, arsitek seharusnya lebih
matang dalam mebuat pertimbangan untuk proses perwatan yang
murah yang kiranya pemerintah bisa mengatasi itu, tetapi ketika biaya
perawatan tidak bisa di tangani pemerintah maka di bebankan kepada
pengguna sedangkan pengguna sendiri berasal dari golongan ekonomi
menengah ke bawah sehingga Pruitt-Igoe di tinggalkan para
penghuninya.

Dalam kasus ini kita sebagai arsitek sebelum memutuskan untuk


merancang sesuatu seharusnya mengkaji lebih matang dalam konsep
rancangan secara komprehensif, dan setiap kajian tidak boleh di
sederhanakan karena ketika satu kajian tidak matang dalam analisa
dan konsep lalu arsitek mengambil keputusan maka bisa jadi karya
arsitek yang di hasilkan kurang maksimal hingga mencapai kegagalan
sehingga perlu di perhatikan prose/ sistem yang mempengaruhi
sebuah desain dalam proses pengambilan keputusan.

 KRITIK TIPIKAL

Kritik normatif tipikal adalah kritik berdasarkan tipe struktural,


fungsional dan bentuk. Kritik tipikal bukan kritik perbadingan melainkan
kritik yang menyadingkan. Maksud dari menyandingkan adalah menilai
sebuah arsitektur yang sama secara tipologi namun berbeda secara
skala.

Rumah Sasadu Suku Sahu


Sasadu merupakan rumah adat suku bangsa Sahu di Halmahera
Barat yang juga merupakan suku bangsa asli dan tertua yang ada di
daerah tersebut. Di rumah ini, masyarakat adat Sahu biasa berkumpul
dalam pertemuan-pertemuan. Di Halmahera Barat, rumah ini lazim
ditemui di setiap desa.
Penggunaan Sasadu sebagai lokasi pertemuan masyarakat biasanya
terkait dengan diselenggarakannya berbagai acara, misalnya ritual atau
upacara adat seperti perayaan panen dan pemilihan ketua adat, dan
menyambut tamu yang datang. Meski demikian dapat pula Sasadu
digunakan hanya untuk sekadar bersantai tanpa ada acara khusus. 
Secara etimologi, Sasadu berasal dari kata sadu yang dalam bahasa
Sahu tidak punya arti apapun, sedangkan dalam bahasa Ternate
artinya adalah menimba, dan sado berarti lengkap, genap bilangannya.
Sasadu dibangun di bagian tengah kampung atau desa dengan lokasi
yang tidak jauh jalan. Hal ini dimaksudkan agar Sasadu bisa dijangkau
dengan mudah sehingga orang-orang dari seluruh penjuru kampung
bisa mendatanginya untuk berkumpul.
Sasadu sendiri memang merupakan salah satu bagian dari alur
perkembangan budaya Sahu dalam sejarah perkembanganna.
Sebelum ada Sasadu, masyarakat setempat tinggal di dalam rumah-
rumah "koseba" di hutan. Rumah ini didirikan di atas tiang-tiang
pancang yang ditancapkan ke tanah. (wikipedia)

Material yang berasal langsung dari alam banyak digunakan untuk


membangun Sasadu. Untuk rangka rumah, digunakan bahan kayu,
bambu, atau batang pohon kelapa. Kemudian bagian langit-langitnya
dibuat dari susunan daun pohon sagu yang disatukan dengan cara
diikat menggunakan tali bambu. Ada pula tali ijuk yang dipakai sebagak
pengikat rangka yang dipasang bersambung tanpa putus.
Meski banyak mengandalkan material langsung dari alam sebagai
bahan bangunannya, bukan berarti Sasadu juga tidak sama sekali
memanfaatkan bahan buatan pabrik. Pada masa kini, semen juga
digunakan misalnya untuk membuat lantai. Adapun penggunaan
semen ini didasari oleh pertimbangan kebersihan dan pemeliharaannya
lebih mudah.Tidak ada kesamaan dalam hal ukuran rumah Sasadu
karena setiap rumah masing-masing memiliki ukuran yang berbeda.
Ukuran rumah paling besar berukuran 9 kali 6 meter.
Sasadu yang memiliki fungsi beda dengan rumah hunian membuatnya
memiliki karakteristik fisik yang berbeda pula. Sasadu biasanya
berukuran lebih besar dari rumah-rumah penduduk pada
umumnya.Denah bangunan Sasadu memiliki bentuk geometris persegi
panjang dengan ruang tengah dan ruang samping. Lantai dasarnya
dibuat dari timbunan tanah setinggi 30 sampai 40 sentimeter yang
dipadatkan lalu dipasang susunan batu kali berbentuk sudut delapan
sebagai penopangnya.
Di bagian tengah bangunan yang ruangannya berfungsi sebagai
tempat musyawarah, konstruksinya dibuat tanpa dinding dan ditopang
dengan tiang-tiang yang didirikan dengan alas batu. Setiap tiang
memiliki namanya sendiri-sendiri seperti Ngasu u lamo yang terletak di
pusat bangunan, Ngusu u d'ud'un di sepanjang pinggiran luar, dan
Ngasu u taba yang berada di antara Ngasu u lamo dan Ngasu u
d'ud'un. Bagian atas Sasadu biasanya tidak memiliki loteng. Atapnya
terdiri dari tujuh lembaran yang disebut ngatumding.

Arsitektur sasadu arsitektur yang dimilki oleh suku sahu, Jailolo


Halmahera barat
Secara tipologi arsitektur sasadu mimiliki :
- Astruktur Atas
Bentuk Atap Pelana dan Limasan, Material Penutup Atap dari
Rumbia ( daun Sagu )
- Tengah
Memiliki 8 tiang dalam, Memiliki 12 Tiang Luar, Memiliki 12 Tiang
antara Luar dan dalam, Tidak memiliki dinding
- Bawah
Tinggi lantai kurang lebih 40 cm, Masih menggunakan lantai tanah
Secara Fungsi Arsitektur Sasadu adalah tempat untuk melakukan ritual
upacara adat dan musayawarah adat serta membuat putusan-putusan
hukum adat

Arsitektur Baileo Maluku Tengah


RumahBaileo adalah rumah adat Maluku dan Maluku Utara, 
Rumah Baileo adalah rumah adat Maluku dan Maluku Indonesia.Rumah
Baileo merupakan representasi kebudayaan Maluku dan memiliki fungsi
yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat.Rumah Baileo adalah
identitas setiap negeri di Maluku selain Masjid atau Gereja.
Baileo berfungsi sebagai tempat penyimpanan benda-benda suci,
tempat upacara adat, sekaligus sebagai balai warga.Ciri utama rumah
Baileo adalah ukurannya besar, dan memiliki bentuk yang berbeda jika
dibandingkan dengan rumah-rumah lain di sekitarnya.

Bentuk ornamen atau hiasan di rumah adat Beileo memiliki hubungan


dengan adat istiadat dan kehidupan sehari-hari masyarakat Maluku.Negeri-
negeri di Maluku memiliki arsitektur Baileo yang berbeda, namun fungsinya
sama.Baileo dibuat dengan bahan yang kuat, dan dilengkapi dengan
ornamen khas Maluku.
Rumah Baileo tak berdinding, hal ini dimaksudkan agar roh nenek
moyang dapat leluasa masuk dan keluar rumah Baileo.Rumah Baileo
merupakan rumah panggung, yakni posisi lantainya berada di atas
permukaan tanah. Lantai yang tinggi ini mempunyai makna bahwa agar roh-
roh nenek moyang memilii tempat dan derajat yang tinggi dibandingkan
masyarakat.Di rumah adat Baileo terdapat banyak ukiran dan ornamen yang
bergambar dua ekor ayam yang berhadapan dan diapit oleh dua
ekor anjing di sebelah kiri dan kanan.
Ukiran tersebut memiliki makna kedamaian dan kemakmuran.Ukiran
tersebut dibuat dengan maksud roh nenek moyang yang menjaga kehidupan
masyarakat.Ukiran lainnya adalah bulan, bintang, dan matahari yang berada
di atap dengan warna merah, kuning, dan hitam. Ukiran tersebut bermakna
kesiapan Baileo (sebagai balai) dalam menjaga kebutuhan adat beserta
hukum adatnya.
Arsitektur Baileo adalah arsitektur yang dimiliki oleh masyarakat Maluku
Secara Tipologi :
- Atas
Bentuk Atap Pelana, Material Penutup Atap dari Rumbia (daun
Sagu)
- Tengah
10 tiang pada sisi Barat, 10 Tiang pada sisi Timur, Memiliki Pagar,
Tanpa dinding
- Bawah
Panggung, Menggunakan Lantai papan
Secara Fungsi Arsitektur Baileo adalah tempat Balai musyawarah, dan
membuat putusan-putusan adat lainya.
Kesimpulan :
Rumah adat Sasadu dan Rumah adat baileo merupakan rumah adat
yang berada di daerah maluku yang memiliki tipe yang sama walaupun
ada perbedaan beberapa tipologi. Rumah adat ini merupakan rumah
adat komunal yang berfungsi untuk melakukan musyawarah, membuat
hukum dan putusan adat, upacara adat, dan kegiatan-kegiatan adat
lainya.
Secara tipe rumah yang ada di maluku ini memiliki banyak kesamaan.
Hal ini dipengaruhi oleh letak geografis yang hampir sama dan memiliki
rumpun yang sama yaitu suku alifuru yang sangat di kenal di Maluku.
Dari penjelasan inilah penulis menyandingkan dua obyek arsitektur
maluku yang bisa dinilai menggunakan kritik Tipikal.

 Kritik Terukur

Kritik normatif terukur adalah kritik yang dapat diukur dengan


matematis Kritik terukur menggunakan angka untuk pengamatan
sedemikian rupa sehingga angka-angka dapat dianalisis dengan aturan
matematis tertentu. Manipulasi ini menggunakan teknik statistik atau
lainya untuk menghasilkan informasi tentang objek yang diukur dan
wawasan baru tentang peran mereka dalam situasi yang diteliti .
(Lozar, 1974, hlm. 172)
Tangga Kopitalizm

Kopitalizm adalah warung kopi yang berada di jalan Jl. Sunan


Pandanaran, Sumbersari, Kec. Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur
65149. Ada yang menarik di kopitalizm adalah tangga untuk akses ke
lantai dua, yaitu menuju ke ruang karywan. Tangga yang di desain ini
sangat curam sehingga mengakibatkan pengguna cepat lelah.

Dalam pandangan penulis tangga yang di desian adalah tangga yang


tidak memenuhi standar kenyamanan tangga yang telah ditentukan
yaitu :
 Panjang pijakan datar (riser atau aantrede) berkisar antara 20 cm
sampai dengan 30 cm, supaya langkahnya sesuai.
 Tinggi pijakan (optrede) berkisar antara 15 cm sampai dengan 20
cm, supaya tidak terlalu tinggi mengangkat kaki terutama bagi anak-
anak dan orang tua.
 Sudut kemiringan tangga berkisar 25 - 40 derajat

Agar melangkah secara keseluruhan tetap nyaman, maka perlu


dipenuhi syarat, bahwa dua kali jenjang ditambah satu kali panjang
pijakan datar = 2T + P berkisar antara 58 cm sampai dengan 63 cm. 
Ukuran-ukuran tersebut diatas berdasarkan kenyataan ukuran kaki dan
langkah orang yang menggunakannya. Perlu diperhatikan pula  pada
perencanaan, kalau misalnya terlalu terjal untuk dinaiki sekaligus,
makan kita dapat melandaikannya dengan cara memberikan dua
tangga dengan memberikan bordes (lantai istirahat).
Dalam penjelasan ini maka penulis menghimbau para arsitek yang
merancang gedung bertingkat harus memperhatikan kaidah-kaidah
dalam meracang khususnya merancang tangga sehingga faktor
keamanan dan kenyaman perlu di perhatikan. Karena sebuah karya
aritektur bukanlah dead monument tetapi karya arsitektur adalah lifing
monument sehingga akses manusi dan kemanusiaan perlu menjadi
pertimbangan utama bagi arsitek.

Pustaka :

https://www.google.com/imgres?imgurl=https%3A%2F
%2Fawsimages.detik.net.id%2Fvisual
%2F2017%2F02%2F27%2F1f0a5a5b-bf37-4f40-8bbc-
f3e70d22ec15_169.jpg%3Fw%3D650&imgrefurl=https%3A%2F
%2Fwww.cnnindonesia.com%2Fnasional%2F20190627073030-20-
406823%2Faktivitas-kantor-sekitar-mk-normal-jelang-putusan-
pilpres&docid=j4P4hXGPy4bMDM&tbnid=5kNll-09E618RM
%3A&vet=10ahUKEwim0rrE2fjkAhUVH48KHf3sB5kQMwhxKBUwFQ..i
&w=650&h=365&safe=strict&bih=657&biw=1366&q=kantor
%20mahkamah
%20agung&ved=0ahUKEwim0rrE2fjkAhUVH48KHf3sB5kQMwhxKBU
wFQ&iact=mrc&uact=8

https://www.google.com/imgres?imgurl=https%3A%2F
%2Fwww.wilderutopia.com%2Fwp-content%2Fuploads
%2F2016%2F09%2FPruitt-Igoe-Demolition-1972-Getty-Images-from-
The-Guardian.jpeg&imgrefurl=https%3A%2F
%2Fwww.wilderutopia.com%2Fsustainability%2Fland%2Fpruitt-igoe-
myth-the-death-of-20th-century-us-city
%2F&docid=LVQUSnqHIYhjEM&tbnid=P1AsZt_QftSzMM
%3A&vet=10ahUKEwjloPaPzfnkAhWOfCsKHZTkDJcQMwhIKAswCw..
i&w=615&h=369&safe=strict&bih=657&biw=1366&q=pruitt
%20igoe&ved=0ahUKEwjloPaPzfnkAhWOfCsKHZTkDJcQMwhIKAsw
Cw&iact=mrc&uact=8

http://kontemporer2013.blogspot.com/2013/11/syarat-syarat-
perencanaan-tangga-rumah.html

Critikal image

Anda mungkin juga menyukai