KOSMOLOGI
ARSITEKTUR
TRADISIONA
L
Latar Belakang
Konsep tradisional Ende-Lio, sebuah rumah tradisional hanya memiliki dimensi
fungsional sebagai tempat hunian, tetapi juga sekaligus melalui unsur-unsur
bentuk tertentu menampilkan pandangan kosmologis dan fiosofis yang mendalam.
Lebih jauh lagi rumah dianggap sebagai simbol dari jagad raya/kosmos, dimana
hirarki kosmos ditampilkan pada zona vertikal dan horizontal.
Tujuan
Menjelaskan konsep kosmologi ruang vertikal dan horizontal pada rumah
tradisional (Sa’o) Desa Adat Saga, Kabupaten Ende, Flores.
Landasan Teori
(Kustedja,et.al, 2012)., (mentifact-Pangarsa, 2008)., (Titisari, 2016)., (Nelson
et.al dalam Titisari, 2016)., (Mangunwijaya, 1988)., (Kustedja, et.al, 2012).,
YB. Mangunwijaya dalam bukunya Wastu Citra (1988)., (Rapoprt dalam
Mashuri, 2012).,
Metode Penelitian
Kualitatif Deskriptif pendekatan Etnografi Sumber data berasal dari infoman
kunci (key informan) yaitu tokoh masyarakat setempat atau ketua adat
(mosalaki) yang terdiri dari 10 mosalaki
KOSMOLOGI VERTIKAL
Bagian One Sebagai wadah untuk a. Wadah bagi asas-asas hidup manusia untuk
Tengah kegiatan sehari-hari menciptakan kehidupan yang harmonis
dan kegiatan b. Rahim dari rumah tradisional (Sa’o)
fungsional praktis c. Penggambaran dari badan manusia yang
penghuni seperti tidur, dihubungkan dengan dunia tengah
makan dan memasak
KOSMOLOGI HORIZONTAL
Kesimpulan
Kosmologi ruang vertikal dan horizontal pada rumah tradisional (Sa’o) Desa
Adat didasari atas kepercayaan Du’a Ngga’e. Berdasarkan kepercayaan
masyarakat Saga yang membagi dunia menjadi tiga yaitu dunia atas, dunia
tengah dan dunia bawah sehingga penggambaran rumah tradisional (Sa’o)
menyerupai bentuk manusia yaitu atap (dunia atas), dunia tengah (badan
rumah) dan dunia bawah (kaki rumah).
Secara umum penulisan ini telah memenuhi kriteria penulisan karya ilmiah.
Penyajiannya cukup informatif dan subtantif. Konektifitas antara judul, teori
yang digunakan, serta metode dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam
penelitian sehingga penulis dapat menyajikannya sangat rinci.
REVIEW ARTIKEL 2
LATAR BELAKANG
Latar Belakang
Salah satu kawasan lanskap budaya di Indonesia yang memiliki kandungan
kosmologi cukup kuat adalah Cirebon. Pemahaman tentang kosmologi di
kawasan ini telah terbangun sejak sebelum abad ke-15, yaitu sebelum Kerajaan
Cerbon berdiri. Pada awalnya, dasar pengetahuan kosmologi berasal dari
kebudayaan Jawa ada era Hindu-Budha, selanjutnya setelah Islam masuk dan
berkembang di kawasan ini, pengetahuan tersebut berakulturasi dengan
kosmologi kebudayaan Islam.
Keraton sebagai tempat tinggal para sultan menjadi salah satu wujud fisik hasil
pemahaman kosmologi masyarakat Cirebon terhadap ruang lanskap budayanya.
Pada bangunan-bangunan keraton ini, pola-pola ornamen, tata ruang, dan
orientasi bangunannya dipertontonkan sebagai hasil pemahaman kosmologi
dari masyarakat Cirebon dari era Hindu-Budha yang berakulturasi dengan
Kebudayaan Islam pada era Sunan Gunung Jati (Kerajaan Cerbon).
Tujuan
tujuan dari penelitian dalam makalah ini, yaitu 1) mengidentifikasi elemen-elemen
fisik dan non fisik yang terkandung di dalam lanskap budaya Cirebon; dan 2)
bagaimana konsep kosmologi pada elemen-elemen lanskap budaya tersebut.
Landasan Teori
(Purwanto 2005)., (Tuan 2001)., (Hady, 2006). (Sauer, 1963)., Sauer (1963)
Kosmologi dapat dibedakan sebagai ilmu yang menyelidiki asal-usul, struktur, dan
hubungan ruang waktu dari alam semesta, serta asal-usul kejadian bumi, sistem
matahari, dan hubungannya dengan jagat raya; dengan kosmologi sebagai
metafisika, ilmu yang menyelidiki alam semesta sebagai sistem yang beraturan.
Komponen-komponen pembentuk ruang merupakan hasil transformasi dari
pengetahuan kosmologi suatu kelompok masyarakat menjadi pandangan hidup.
Wujud transformasinya dapat berwujud elemen fisik, seperti bangunan kuil/
tempat tinggal raja, arca, dan lain-lain; dan elemen non fisik, seperti adat, kegiatan
tradisi, dan ritual.
Metode Penelitian
Metode penelitian adalah deskriptif-kualitatif dengan menggunakan pendekatan
studi kasus dan tenik analisis data yang digunakan pada penelitian adalah
metode analisis kualitatif dari Miles dan Huberman (1994), yang terdiri dari 1)
tahap pengumpulan data; 2) tahap analisis data; 3) tahap penarikan kesimpulan;
dan 4) tahap verifikasi. Kelebihan dari metode analisis ini adalah setiap tahapan
penelitian dapat dilakukan secara paralel, hingga kesimpulan akhir didapat.
Perubahan yang terjadi selama proses hingga akhir penelitian dianggap sebagai
nilai tambah dan temuan.
Kesimpulan
lanskap budaya Cirebon yang terbentuk saat ini merupakan wujud hasil
interpretasi masyarakat Cirebon terhadap konsep kosmologi Cirebon, yaitu
tentang keberadaan Sang pancipta dalam alam semesta. Kegiatan ritual,
pelengkap ritual, tempat ritual seperti keraton dan astana sebagai elemen non
fisik dan fisik menjadi perantara antara alam Tuhan (alam
semesta/makrokosmos) dengan alam/dunia manusia (mikrokosmos). Untuk itu,
lanskap budaya Cirebon menjadi wujud lambang makrokosmos yang
merepresentasi keberadaan Tuhan, sebagai pencipta, penjaga dan pemelihara
keharmonisan dan keseimbangan alam di wilayah kekuasaannya, salah satunya,
yaitu Cirebon.
Secara umum penulisan ini telah memenuhi kriteria penulisan karya ilmiah.
Penyajiannya cukup informatif namun agak melebar namun kurang fokus.
Konektifitas antara judul, teori yang digunakan, serta metode dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian namun tidak secara rinci dan
mendalam
REVIEW ARTIKEL 3
LATAR BELAKANG & TUJUAN
Latar Belakang
Lingkungan permukiman merupakan salah satu ungkapan budaya teknologi
yang berada di nusantara. Budaya Jawa adalah adanya usaha untuk kesatuan
antara manusia dengan alam sebagai sumber penghidupan. Ungkapan itu terkait
adanya kepercayaan terhadap kekuatan makrokosmos-mikrokosmos.
Tujuan
Mencari Nilai kosmologi ruang serta bagaimana pengaruhnya pada seting
tatanan spasial pedesaan lereng gunung di Desa Kapencar
Landasan Teori
Woodward (1999)., Syam (2005)., (menurut lucas, 1987)., (Hefner, 1999).
Masyarakat pedesaan (sawah), Kreatifitas masyarakat pedesaan berupa penyatuan
faham primordial dengan patokan dan potensi alam. Dalam hubungan kosmoslogi,
masyarakat Pedesaan Jawa selalu memiliki lokasi pepunden desa, baik berupa
Makam Sesepuh, atau tempat sumber air (sumber penghidupan) dengan pohon
besar diatasnya, maupun tempat lain yang dikeramatkan. Pada lokasilokasi ini
selalu dilakukan ritual, sebagai sarana menyatukan hubungan antara makrokosmos
dengan mikrokosmos.
Masyarakat pesisiran, mendewakan para wali (makamnya), masyarakat pesisir
Jawa juga menyikapi sumur (tempat wudhu atau membersihkan diri serta sumber
hidup) serta masjid(tempat ibadah) sebagai tempat ziarah. Baik tujuan untuk
memintah berkah maupun mendoakan para leluhur.
Masyarakat lereng gunung, Memiliki beberapa kepercayaan adanya relasi
kekuatan gunung dengan masyarakat yang berada dibawahnya. adanya seting pola
permukiman yang terbentuk sebagai satu unsur budaya lereng gunung.
LANDASAN TEORI
METODE
Metode Penelitian
Penelitian fenomenologi ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap
pemanasan, berupa proses pendekatan peneliti ke lapangan, proses penelitian
berupa penggalian data dan analisis di lapangan dan proses pendinginan, yaitu
proses peneliti meninggalkan lapangan setelah peneliti memperoleh hasil,
terkait dengan tema penelitian yaitu nilai kosmologi ruang spasial di Desa
Kapencar.
Beberapa hal yang ditekankan dalam metode penelitian fenomenologi ini antara
lain:
1) peneliti sebagai alat penelitian.
2) kasus penelitian dipilih secara purposif.
3) bentuk data dan analisis berupa data dari informan dan pemetaan.
4) informan diperoleh secara bergulir.
5) validasi hasil informasi dilakukan dengan trianggulasi.
6) Temuan penelitian merupakan hasil temuan informan maupun kasus di
lapangan.
KESIMPULAN
STRUKTUR PENULISAN
Artikel ini di publish oleh Forum Teknik Vol. 33, No. 3, September 2010.
Penulisan pada jurnal ini menggunakan dua kolom.
Secara umum penulisan ini telah memenuhi kriteria penulisan karya ilmiah.
Penyajiannya cukup kurang informatif dan kurang komprehensif.
Konektifitas antara judul, teori yang digunakan, serta metode dapat
menjawab pertanyaan-pertanyaan namun teori kosmologi yang digunakan
relatif minimal sehingga nilai kosmologi yang ditemukan tidak begitu dalam.
Dalam paparan ini dapat dilihat bahwa antara jurnal satu, dua, dan tiga masing-
masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Namun secara keseluruhan nilai
kosmologi dalam penelitiannya dapat ditemukan, sehingga pembaca dapat
mengetahui nilai kosmologi dari masing-masing penelitian tersebut, walaupun
tingkat kedalamannya berbeda-beda.