Anda di halaman 1dari 18

Arsitektur Masjid –

Pengaruh Islam, Hindu, dan Cina

MASJID MANTINGAN

Penulis :
Asro Najah – 225060500111020

Lab Arsitektur Nusantara Departemen Arsitektur


2023
1. Tinjauan Historis (bangunan dan periode arsitektur).

Masjid Mantingan adalah salah satu masjid kuno yang didirikan pada masa Kesultanan
Demak. Terletak di Desa Mantingan, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, masjid ini
memiliki kompleks yang mencakup sebuah makam di sebelah baratnya. Pembangunan masjid ini
dilakukan oleh tiga tokoh utama, yaitu Ratu Kalinyamat, Sultan Hadlirin, dan Tji Wie Gwan. Masjid
Mantingan diperkirakan selesai dibangun pada tahun 1559 berdasarkan prasasti yang terdapat di
bagian mihrab yang berbunyi “rupa brahmana warnasari” yang berarti 1481 Saka atau 1559 Masehi
(Bosch, 1930:52).

Gambar 1. Site plan Kompleks Masjid Mantingan


Sumber : Demak, Kudus, and Jepara Mosque, A study of Architectural Syncretism, Laporan
Penelitian Laboratorium Sejarah Arsitektur Universitas Gajah Mada, Yogyakarya

Pembangunan masjid ini didasarkan pada keberadaan makam Syeh Abdul Jalil yang
lebih dahulu ada. Ratu Kalinyamat melanjutkan dan menyelesaikan pembangunan masjid
dengan bantuan Patih Sungging Badarduwung (Tji Wie Gwan). Ratu Kalinyamat, yang
memimpin Jepara setelah suaminya meninggal, membangun masjid dan makam khusus
untuk menghormati Pangeran Hadlirin. Ada keterkaitan politik dan sumpah Ratu Kalinyamat
terkait pembunuhan Arya Panangsang. Sungging Badarduwung, seorang patih yang mahir
dalam pahatan, memiliki peran penting dalam menciptakan ornamen masjid. Meskipun awalnya
ia mencari hiasan dari Tiongkok, ia akhirnya menggunakan batu karang yang diukir
oleh masyarakat setempat. Nama Cina yang dimiliki Sungging Badarduwung juga
menunjukkan kemungkinan hubungan asal-usulnya dengan pemimpin Kalinyamat yang berasal
dari Cina.

Gambar 2. Masjid Mantingan pada tahun 1930 Gambar 3. Masjid Mantingan pada tahun 1982
Sumber : Foto koleksi KITLV Sumber : Astutik, 2021
Gambar 4. Masjid Mantingan pada tahun 2021 hingga sekarang
Sumber : Kemendikbud

Pada abad ke-15 hingga ke-16, Islam mulai berkembang di tanah Jawa (HJ De Graaf dan Th G
Pigeaud, 1986). Pada masa itu, masyarakat Jawa memiliki kebudayaan yang bercorak animisme.
Dengan masuknya Islam ke kalangan mayoritas penduduk yang sebelumnya menganut agama Hindu
dan Buddha, terjadi perpaduan unsur pra-Hindu, Hindu-Buddha, dan Islam. Seiring dengan
perkembangan Islam, banyak masjid yang didirikan sebagai tempat ibadah dan untuk menyebarkan
dakwah. Salah satu strategi dakwah yang dilakukan oleh para wali adalah dengan melakukan adaptasi
kosmologi Hindu-Buddha pada bangunan masjid.

Pada tahun 1930, Masjid Mantingan dibangun di wilayah yang masih dikelilingi oleh air dan
belum terdapat rumah-rumah warga di sekitarnya. Masjid ini memiliki tampilan klasik dan kuno
yang dapat dilihat dalam gambar-gambar. Awalnya, masjid ini didirikan untuk kepentingan Ratu
Kalinyamat dan Sultan Hadlirin dalam melaksanakan pementingan. Oleh karena itu, masjid ini diberi
nama "Mantingan" yang merujuk pada kegiatan pementingan tersebut. Di sebelah belakang masjid
terdapat beberapa makam, termasuk makam Sultan Hadlirin dan Ratu Kalinyamat.
Selanjutnya, pada masa pemerintahan Dr. Daoed Joesoef sebagai Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Indonesia (1978-1983), Masjid Mantingan mengalami perkembangan. Pada tanggal 10
Desember 1982, dilakukan pemugaran masjid dan makam Mantingan yang diresmikan. Pemugaran
tersebut tidak hanya melibatkan perbaikan pada bangunan masjid, tetapi juga pada makam yang
ada di sekitarnya. Hal ini menunjukkan perhatian terhadap pemeliharaan dan perbaikan bangunan
bersejarah tersebut.
Pada tahun 2021, Masjid Mantingan mengalami renovasi dengan tampilan yang lebih
modern. Renovasi tersebut meliputi pergantian shirab (mihrab) dan penggunaan keramik marmer
yang memberikan tampilan yang indah. Dana untuk renovasi ini diperoleh dari pemerintah selama
3 tahun dengan total lebih dari 1 miliar. Renovasi ini merupakan upaya untuk menjaga keaslian
sekaligus memberikan sentuhan modern pada masjid yang memiliki nilai budaya dan sejarah yang
penting bagi masyarakat.
2. Karakteristik dan Gaya Bangunan
A. ASPEK RUANG
a.1. Jenis dan Fungsi Ruang
Masjid Mantingan memiliki dua struktur interior utama yang meliputi struktur ruang dan
struktur kekal. Struktur ruang terdiri dari ruang utama ibadah sholat, ruang belajar umum, dan
ruang pertemuan jamaah. Pada masjid ini, struktur ruang dibentuk dengan membagi bidang masjid
menggunakan dinding penyekat atau ruang kosong. Ruang belajar umum merupakan pengalihan
fungsi dari pringgitan dalam rumah adat Jawa, sedangkan ruang pertemuan jamaah merupakan
pengalihan fungsi dari pendhopo.

Gambar 5. Denah kompleks Masjid Mantingan


Sumber : Putra, 2018 dan Penulis, 2023

Struktur kekal dalam Masjid Mantingan melibatkan area tambahan yang digunakan untuk
menyemayamkan jenazah umat Islam. Hal ini tidaklah baru dalam budaya Jawa, karena hampir
semua masjid Jawa kuno juga memiliki struktur kekal seperti yang ada di Masjid Mantingan.
Struktur kekal ini berupa bangunan tambahan atau cungkup yang menyerupai bangunan inti
masjid, dan digunakan khusus untuk keluarga kerajaan. Semua struktur ini menunjukkan
perpaduan yang harmonis antara budaya Jawa, Hindu, dan Cina.

Gambar 6. Struktur kekal cungkup makam


Sumber : Nasirullahsitam.com

No. Nama Ruang Jenis Ruang Fungsi


1. Ruang ibadah utama Publik Tempat pelaksanaan shalat berjamaah dan
mendengarkan khutbah (ceramah) oleh imam atau
khatib. Fungsi utamanya adalah sebagai tempat
ibadah dan penghubung antara jamaah dengan
pemimpin ibadah.
2. Ruang joglo Publik Joglo adalah ruangan terbuka yang beratap,
seringkali digunakan untuk kegiatan sosial seperti
pengajian, ceramah, atau pertemuan masyarakat.
Fungsinya sebagai tempat berkumpulnya jamaah
dalam kegiatan-kegiatan keagamaan dan sosial
3. Ruang belajar Publik Ruang ini digunakan untuk kegiatan pendidikan,
seperti pengajian, pengajaran Al-Qur'an, dan
kegiatan keagamaan lainnya. Fungsinya adalah
sebagai tempat belajar dan mendalami ajaran
agama Islam.
4. Komplek Makam Servis Tempat pemakaman yang terletak di sekitar masjid.
Fungsinya adalah sebagai tempat peristirahatan
terakhir bagi para tokoh agama atau tokoh
masyarakat yang memiliki kontribusi penting
dalam perkembangan Islam di daerah tersebut.
5. Tempat wudhu Servis Ruangan yang dilengkapi dengan fasilitas untuk
membersihkan diri sebelum melaksanakan ibadah
shalat. Fungsinya adalah sebagai tempat untuk
berwudhu (bersuci) sebelum masuk ke ruang
ibadah utama.
6. Bangunan serbaguna Publik Ruangan tambahan yang dapat digunakan untuk
berbagai kegiatan, seperti pertemuan, seminar, atau
acara sosial. Fungsinya adalah sebagai tempat
multifungsi yang dapat menampung berbagai
kegiatan masyarakat.
7. Pelataran/halaman Publik Merupakan area terbuka di sekitar masjid yang
biasanya digunakan untuk beristirahat, berinteraksi
sosial, atau kegiatan seremonial seperti perayaan
hari besar agama. Fungsinya adalah sebagai tempat
untuk aktivitas di luar ruangan dan menciptakan
ruang sosial yang inklusif.

Ket :
Ruang Publik
Ruang Servis

Gambar 7. Pengelompokkan jenis ruang area kompleks Masjid Mantingan


Sumber : Putra, 2018 dan Penulis, 2023

Jika denah kompleks diperbesar maka akan tampak denah Masjid Mantingan seperti gambar
di bawah. Ruang dalam Masjid Mantingan dapat dibagi menjadi 2 ruang besar yaitu ruang utama
ibadah dan ruang serambi masjid. Ruang utama masjid bergungsi menjadi tempat utama untuk
melaksanakan shalat berjamaah dan mendengarkan khutbah. Ruang serambi dapat juga berfungsi
seperti ruang utama, akan tetapi lebih sering sebagai ruang untuk duduk-duduk dan sirkulasi.

Ket :
Ruang utama
Serambi masjid
Gambar 8. Denah kompleks Masjid Mantingan Gambar 9. Perbesaran Denah Masjid Mantingan
Sumber : Putra, 2018 dan Penulis, 2023 Sumber : Nuha dan Lukito, 2018

a.2. Tatanan Ruang: sumbu simetri, organisasi ruang (simetri/asimetri; klaster/


linier/terpusat/dll), letak ruang utama dan ruang-ruang pendukung, dll.
a.2.1. Elemen
Elemen vertikal yang mendefinisikan ruang pada Masjid Mantingan berupa empat bidang
penutup, dimana empat bidang vertikal menciptakan batas-batas ruang berupa dinding yang
tertutup serta mempengaruhi area ruang di sekeliling penutupnya. Garis axis diletakkan pada dua
ruang yaitu, pada ruang utama dan ruang serambi. Terlihat keseimbangan yang terbentuk, ruang
diatur secara simetris dan seimbang.

Gambar 10. Elemen vertikal berupa 4 bidang penutup Gambar 11. Garis aksis ruang Masjid Mantingan
Sumber : Nuha dan Lukito, 2018 Sumber : Nuha dan Lukito, 2018

a.2.2. Sumbu Simetri

Sumbu
simetri

Gambar 12. Bagian dalam ruang utama Masjid Mantingan


Sumber : Aji, 2021
Masjid Mantingan mengadopsi prinsip simetri pada ruangnya. Contohnya, ruang utama
masjid yang memiliki simetri aksial, di mana mihrab sebagai pusat perhatian terletak di tengah
dinding kiblat. Mihrab dikelilingi oleh elemen-elemen simetri seperti mimbar di sebelahnya dan
sebaris tiang penyangga di kedua sisi ruang utama.

Gambar 13. Denah perkembangan ruang utama dan garis simetri Masjid Mantingan
Sumber : Nuha dan Lukito, 2018

a.2.3. Organisasi ruang


Dilihat dari denah Masjid Mantingan terlihat menggunakan organisasi grid di sekitar ruang
utama. Ruang utama masjid menjadi titik fokus utama yang mengarah pada mihrab, yang
menandakan arah kiblat. Antara ruang utama dan serambi terhubung satu sama lain dengan tipe
ruang-ruang berdekatan dimana dua ruang ini bisa bersentuhan satu sama lain atau membagi garis
batas Bersama. Dengan organisasi grid, dimana ruang terorganisir di dalam area sebuah grid struktur.
Grid dihasilkan dari sistem struktur berupa rangka kolom, ruang-ruang hadir sebagai pengulangan
modul grid.

Gambar 14. Konsep mihrab sebagai orientasi utama Gambar 15. Garis organisasi grid pada denah
dalam Masjid Mantingan Masjid Mantingan
Sumber : Nuha dan Lukito, 2018 Sumber : Nuha dan Lukito, 2018d
a.2.4. Letak ruang
Dilihat dari denah Masjid Mantingan seperti gambar di bawah. Ruang dalam Masjid
Mantingan dapat dibagi menjadi 2 ruang besar. Pertama, ruang utama ibadah sholat dengan bentuk
persegi dengan letak di atas sebelah kiri. Kedua, ruang pendukung berupa serambi masjid dengan
bentuk dasar rektangel atau persegi panjang dengan letaak disekitar (mengelilingi) ruang utama.

Ket :
Ruang utama
Ruang pendukung (Serambi
masjid)
Gambar 16. Perbesaran Denah Masjid Mantingan (ruang ibadah utama)
Sumber : Nuha dan Lukito, 2018

Gambar 17. Interior ruang utama Masjid Mantingan Gambar 18. Interior serambi Masjid Mantingan
Sumber : Kemendikbud.go.id Sumber : Kemendikbud.go.id

B. ASPEK BENTUK BANGUNAN


b.1. Point of Interest / Vocal Point
Bagian point of interest/vocal point dari bangunan Masjid Mantingan terlihat dari atap yang
berlapis. Jika tampak depan hanya terlihat dominan 2 atap berlapis, akan tetapi jika dari tampak
samping maka akan terlihat 3 lapis atap. Atap pertama berbentuk kerucut, diikuti oleh atap kedua
yang lebih besar dan juga berbentuk kerucut, dan atap ketiga yang terbesar dengan bentuk limas.
Atap-atap ini dihiasi dengan dan ornamen yang indah, menjadi titik menarik yang mencolok. Dari
gambar potongan terlihat dimensi Masjid Mantingan, akan tetapi data yang didapat kurang jelas
sehingga dimensi yang akurat sulit untuk dituliskan.

Gambar 19. Atap Tampak Samping Masjid Mantingan Gambar 20. Tampak sisi timur Masjid Mantingan
Sumber : Susindra.com Sumber : Nuha dan Lukito, 2018
Gambar 21. Tampak, potongan, serta dimensi Masjid Mantingan
Sumber : Suara NUJepara, 2022

Vocal Point yang kedua terlihat dari tambahan bangunan berupa tangga untuk mencapai
Masjid Mantingan. Tangga arah masuk Masjid Mantingan memberikan kesan bahawa masjid tampak
terlihat lebih tinggi. Tangga masuk juga mencerminkan nilai simbolis sebagai gerbang menuju
pengalaman spiritual dan ibadah di dalam masjid.

Gambar 22. Tangga masuk Masjid Mantingan


Sumber : Wikipedia.org

Jika telah memasuki bangunan Masjid Mantingan terlihat adanya pintu masuk dengan
tambahan jam dinding di tengah bagian depan. Letak pintu dan pemberian bentuk jam yang berbeda
tampak mencolok, sehingga menarik perhatian pengunjungan dan penanda bagian tengah Masjid
Mantingan.

Gambar 23. Pintu masuk dengan tambahan jam dinding sebagai vocal point pada bagian depan
Masjid Mantingan
Sumber : Aji,2021
b.2. Komposisi Fasade
Proporsi bangunan Masjid Mantingan menggunakan perbandingan bagian objeknya sendiri,
dapat dibagi mejadi tiga bagian besar yaitu kepala bangunan, badan bangunan, dan kaki bangunan.
Hanya memiliki satu lantai, letaknya di atas kaki bangunan yang berupa tangga. Skala menggunakan
skala manusia dapat dilihat dengan adanya penggambaran manusia, bangunan jadi memiliki kesan
suasana “normal” karena penyesuaian yang wajar antara ukuran dan kegiatan di dalam/sekitarnya.

Kepala bangunan

Skala pembanding Badan bangunan

Kaki bangunan

Gambar 24. Proporsi dan skala Masjid Mantingan


Sumber : Aroengbinang

Secara horizontal, dari kiri ke kanan bangunan, fasade masjid terdiri dari beberapa elemen
yang diulang dengan simetrisitas yang jelas. Contohnya, terdapat serangkaian pintu dengan pola yang
sama yang berulang secara teratur. Posisi dan ukuran pintu ini seragam di kedua sisi bangunan. Selain
itu, terdapat detail ornamen dan ukiran yang diulang pada bagian atas serta samping pintu yang
terdapat di beberapa tempat. Elemen ini memberikan kesan keseimbangan dan harmoni dalam
tampilan fasade bangunan. Selanjutnya kolom yang memiliki bentuk dan ukuran yang sama, serta
ditempatkan dengan jarak yang sama. Kolom berupa soko guru pada bagian dalam masjid dan soko
majapahit pada bagian serambi masjid.
Secara vertikal, dari bawah ke atas, terdapat susunan lantai tangga yang mengikuti pola
perulangan yang simetris. Bangunan masjid ini memiliki beberapa tingkatan yang diindikasikan
dengan adanya tumpukan atap dengan tingkatan yang berbeda. Susunan pintu ini terlihat simetris di
kedua sisi bangunan, menciptakan tampilan yang seimbang dan estetis.

Vertikal

Horizontal

Gambar 25. Fasade Masjid Mantingan


Sumber : Aroengbinang
Gambar 26. Pintu dan ornament Masjid Mantingan dari dekat
Sumber : Aji, 2021 (garis pembatas tengah)

Gambar 27. Soko guru pada dalam Masjid Mantingan Gambar 28. Soko majapahit Masjid Mantingan
Sumber : Aji, 2021 (warnain) Sumber : Kompas.id

Elemen linier vertikal yang ada pada Masjid Mantingan berupa kolom yang disebut soko guru dan
soko majapahit. Soko guru ditempatkan di dalam ruang sedangkan soko majapahit di serambi masjid. Soko
guru dan soko majapahit yang diletakkan dengan bebas teratur di dalam ruang (tidak di tepi/menempel
dinding) memberikan kesan zona-zona ruang di dalam batas lingkungannya, sedangkan Sebagian soko
majapahit yang diletakkan di tepi memberi kesan memperkuat volume ruang, dengan pengulangan elemen ini
di sepanjang garis keliling akan lebih memperkuat pendefinisian volume.
Serangkaian kolom yang mirip satu sama lain dengan jarak yang teratur dapat membentuk kolonade
(rangkaian kolom). Sebaris kolom yang menyatu dengan dinding dan menjadi sebuah pilastrade yang
menopang dinding, menegaskan permukaannya, serta melembutkan skala, irama, dan proporsi dari bidang-
bidang antar kolomnya. Jaringan kolom di dalam ruangan tidak hanya berfungsi menopang lantai atau bidang
atap, akan tetapi barisan kolom yang teratur berfungsi menegaskan volume spasialnya, menandai zona
modular di dalam area spasial, dan menciptakan sebuah irama dan skala yang terukur sehingga membuat
dimensi spasial dapat dirasakan.

Gambar 29. Potongan dan pembentukan ruang akibat kolom Masjid Mantingan
Sumber : Nuha dan Lukito, 2018
Gambar 30. Denah letak soko guru dan soko majapahit Masjid Mantingan
Sumber : Nuha dan Lukito, 2018

Permukaan bidang dasar yang terus diangkat menciptakan perubahan ketinggian, perubahan ini akan
menegaskan batasan areanya serta menginterupsi aliran ruang di sepanjang permukaan. Kemenerusan visual
dan spasial Masjid Mantingan termasuk yang terinterupsi akibat adanya bidang berupa tangga.
Pengangkatan bidang dasar ini menciptakan sebuah panggung yang secara struktural maupun visual
menopang bentuk dan massa bangunan Masjid Mantingan. Bidang yang diangkat ini juga dapat membentuk
ruang transisi antara interior dengan eksteriornya. Kombinasi dengan bidang atap yang akan mengembang ke
dalam area semi privat mengakibatkan terbentuknya serambi masjid.

Interior

Transisi

Kemenerusan
Interior
visual

Gambar 31. Kemenerusan visual yang terinterupsi oleh tangga


Sumber : Medcom.id

b.3. Bentuk Dasar Bangunan


Dilihat dari gambar di atas dan dengan materi di dalam buku Bentuk, Ruang, dan Tatanan D.K. Ching
terlihat jika Masjid Mantingan dalam elemen horizontal yang mendefisikan ruang termasuk ke dalam bidang
horizontal yang diletakkan di atas yang berarti volume ruang antara dirinya sendiri dengan bidang dasarnya.

Bangunan
(volume ruang)

Bidang dasar

Gambar 32. Masjid Mantingan sebagai bidang di atas permukaan dasar


Sumber : Laduni.id
Bentuk dasar dari denah bangunan Masjid Mantingan mengikuti pola tradisional Jawa dengan
beberapa karakteristik khusus. Bangunan dasar masjid memiliki bentuk dasar persegi dan persegi
panjang. Ini berarti panjang dan lebar bangunan secara proporsional sama atau hampir sama. Bentuk
ini memberikan tata letak ruang yang teratur dan simetris. Pada gambar tampak atas dari masjid
mantingan terihat jelas jika bentuk dasar bangunan yang digunakan merupakan persegi
panjang. Memiliki empat sisi dengan dua ukuran yang sama.

Gambar 33. Denah Masjid Mantingan Gambar 34. Konfigurasi bentuk dasar bangunan
Sumber : Nuha dan Lukito, 2018 Sumber : Google earth

b.4. Unsur bentuk atap


Bentuk atap Masjid Mantingan adalah bertumpuk mengerucut dengan tiga tingkatan. Setiap
tingkatan atap memiliki lebar yang berbeda, dengan tingkatan terbawah memiliki lebar yang lebih
luas daripada tingkatan di atasnya. Atap-atap tersebut secara keseluruhan membentuk tampilan yang
indah dan elegan. Struktur atap yang mengerucut memberikan nuansa klasik dan kuno pada
bangunan masjid ini. Masjid Mantingan memiliki bentuk atap tumpang dan mustakanya
merupakan akulturasi dari arsitektur masa Majapahit dan Tionghoa.

Gambar 35. Potongan dan sirkulasi udara Masjid Mantingan


Sumber : Nuha dan Lukito, 2018

C. ASPEK GAYA DAN ORNAMENTASI BANGUNAN


Ornamen Hindu hadir dalam masjid ini untuk membiasakan masyarakat Jawa dengan agama
baru yang diperkenalkan oleh Sultan Hadlirin. Pengaruh budaya Cina juga terlihat dalam Masjid
Mantingan. Ukiran yang ada di dinding masjid memiliki motif Cina, seperti yang tercatat dalam
kunjungan R.A. Kartini ke tempat pemakaman Sultan Mantingan. Mitos mengenai ayah angkat Sunan
Hadlirin yang berasal dari Cina, yang mahir dalam seni melukis, mengukir, dan memahat,
memperkuat keberadaan pengaruh budaya Cina dalam ukiran-ukiran tersebut.

c.1 Ornamen Masjid Mantingan


Ornamen pada Masjid Mantingan tersebar di beberapa bagian bangunan. Pada
dinding depan masjid terdapat 16 panel berbentuk medallion, 20 panel berbentuk persegi
panjang dengan ujung kurawal, 6 panel persegi, dan 72 ornamen berbentuk segitiga. Fungsi
ornamen ini dibagi menjadi 2, yaitu sebagai hiasan dan sebagai ajaran.

Gambar 36. Letak ornamen pada dinding bagian depan Masjid Mantingan
Sumber : dunia masjid dan Nasirullahsitam.com

Di bagian dalam masjid, terdapat empat ornamen persegi panjang di bawah (di atas lantai)
dan beberapa ornamen kecil di bagian atas. Tiga ornamen berada di atas mihrab dan digunakan
sebagai penunjuk arah kiblat. Pada dinding samping kanan dan kiri masjid, terdapat satu ornamen
persegi di atas pintu tengah masjid. Sedangkan pada pondasi masjid, terdapat empat ornamen,
termasuk satu ornamen berbentuk medallion. Di bagian belakang masjid, ornamen diterapkan pada
mihrab dan dekat jendela. Mihrab memiliki ornamen persegi panjang sebagai pelipit yang
mengelilingi bangunan, sementara di sekitar jendela terdapat satu bentuk medallion dan bingkai
cermin. Pada mimbar masjid, ornamen diterapkan pada bagian kaki dan dindingnya. Ornamen ini
diukir langsung pada mimbar. Secara keseluruhan, ornamen-ornamen tersebut terdapat di
berbagai bagian Masjid Mantingan, memberikan keindahan dan keunikan pada bangunan tersebut.

Gambar 37. Denah letak ornamen pada Masjid Mantingan


Sumber : Setiawan, 2010

Motif-motif dalam ornamen Masjid Mantingan bervariasi, antara lain motif tumbuh
tumbuhan (flora), inatang (fauna), manusia, khayali, jalinan, huruf, bangunan, dan benda-benda
mati. Motif-motif dalam ornamen Masjid Mantingan memiliki makna yang mendalam. Motif
awan melambangkan langit dan kekuatan tak terbatas, sementara motif gunung
melambangkan alam kedewataan, kekuatan, dan medan perjuangan manusia. Motif batu
karang menggambarkan dunia bawah dan sebagai sumber kehidupan. Ragam hias Mantingan
ini dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu, Cina, dan local genius.

Gambar 38. Salah satu ornamen dinding motif binatang gajah yang terstilasi dalam suluran
tanaman Sumber : Lombard, 1996

Gambar 39. Ukiran motif floral dengan bentuk bidang medallion


Sumber : Naám, 2006

Gambar 40. Ukiran motif binatang (merak, phoenix, kuda) dengan bentuk medallion
Sumber : Naám,2006

Ornamen Masjid Mantingan menggabungkan berbagai pengaruh seni dari Hindu, Cina, dan
local genius. Meskipun dipengaruhi oleh Islam, penggambaran makhluk hidup secara realistis
dihindari. Pengaruh Islam tidak menghapuskan sepenuhnya kebudayaan Hindu-Jawa, dan simbol-
simbol Hindu-Jawa masih digunakan sebagai ajaran. Unsur teknik seni Islam belum sepenuhnya
terlihat dalam ornamen Masjid Mantingan, yang lebih menggambarkan pengaruh Hindu-Jawa dan
Cina. Penggabungan motif-motif dari berbagai agama dan budaya tersebut mencerminkan
sinkretisme agama pada masa transisi dari Hindu ke Islam. Ornamen Masjid Mantingan
mengadaptasi lingkungannya dengan mencerminkan makna-makna yang terungkap dalam
lambang-lambang tersebut.
Masjid Mantingan memiliki ukiran yang menjadi ciri khasnya. Terdapat relief-relief pada
panel-panel batu padas kuning yang melambangkan berbagai gambar seperti binatang, tumbuhan,
dan lainnya. Relief-relief ini menggambarkan pengaruh kebudayaan Cina, terutama dalam motif
wadasan yang sering ditemui di Cirebon. Ragam hias Mantingan juga dipengaruhi oleh kebudayaan
Hindu dan Cina, terlihat dari penggunaan motif seperti awan, batu karang, bunga teratai, labu air,
dan lung-lungan. Ornamen-ornamen ini mencerminkan pengaruh budaya Cina dan Hindu yang
terdapat dalam masjid ini.

D. ASPEK MATERIAL BANGUNAN


Material utama yang digunakan dalam konstruksi bangunan Masjid Mantingan adalah batu
alam, seperti batu kapur atau batu andesit. Batu-batu tersebut dipahat dan dipasang dengan cermat
untuk membentuk struktur bangunan, termasuk dinding, tiang, dan elemen-elemen dekoratif. Selain
itu, juga terdapat penggunaan kayu pada bagian atap dan detail ornamen.
Warna bangunan Masjid Mantingan cenderung natural dan netral. Batu-batu alam (batu
padas) yang menjadi bahan utama ornamen bangunan memiliki warna yang umumnya kuning atau
cream. Warna ini memberikan kesan alami dan memadukan bangunan dengan lingkungan
sekitarnya. Selain itu, terdapat juga penggunaan warna putih pada bagian dinding dan ornamen-
ornamen, yang memberikan kontras yang elegan dengan warna batu alam.

Gambar 41. Bagian depan Masjid Mantingan


Sumber : Aji, 2018

Pada bagian atap, kayu digunakan dan mungkin memiliki warna yang lebih gelap, seperti
cokelat tua atau hitam. Hal ini memberikan kontras dengan warna batu alam pada dinding dan
memberikan sentuhan tradisional pada bangunan.

Gambar 42. Bagian dalam atap Masjid mantingan


Sumber : Aji, 2021

Dalam keseluruhan, warna bangunan Masjid Mantingan menggambarkan keindahan alamiah


dan kekayaan bahan-bahan alam yang digunakan dalam konstruksinya. Penggunaan warna yang
netral dan natural menghormati estetika tradisional dan menciptakan suasana yang tenang dan
harmonis di sekitar masjid.

Masjid Mantingan mengalami beberapa kali perubahan dan pemugaran. Pada tahun 1927,
dilakukan pemugaran dengan penggantian material menggunakan semen dan kapur, yang
menghilangkan keaslian bangunan. Panel-panel ukiran dari masjid lama kemudian ditempelkan
pada serambi masjid. Pemugaran kembali dilakukan pada tahun 1978-1981 dan menghasilkan
penemuan enam panel berelief, balok-balok putih, dan pondasi bangunan kuno. Dapat dikatakan,
Masjid Mantingan memiliki sejarah perubahan dan pemugaran yang mengubah tampilan dan
keaslian bangunan, tetapi beberapa panel ukiran dari masjid lama masih dipertahankan. Terdapat
pengaruh budaya Tionghoa dalam ukiran dan motif yang terlihat pada masjid ini.
Masjid Mantingan awalnya didirikan dengan lantai tinggi yang ditutupi dengan ubin buatan
Tiongkok, termasuk undak-undaknya. Semua bahan tersebut diimpor dari Makao. Gaya bangunan
atap, termasuk bubungan, juga mengadopsi gaya Tiongkok. Dinding luar dan dalamnya dihiasi
dengan piring tembikar bergambar biru. Bagian dinding sebelah tempat imam dan khatib dihiasi
dengan relief persegi bergambar margasatwa dan penari yang dipahat pada batu cadas kuning tua.
Babah Liem Mo Han merupakan pengawas pekerjaan baik di Welahan maupun Mantingan.
Material ini dapat dibagi menjadi 2 aspek yaitu material konstruktif dan material non-
konstruktif. Dapat dibagi menjadi sebuah tabel sebagai berikut :

No. Material Gambar No. Material Non- Gambar


Konstruktif Konstruktif

1. Batu kapur 1. Batu alam (batu


padas)

2. Batu Andesit 2. Keramik

3. Kayu 3. Kaca

4. Semen

Gambar 43. Struktur Masjid Mantingan


Sumber : Nuha dan Lukito, 2018
DAFTAR PUSTAKA
Anindyta, Hasna.(2017). Pengaruh Kebudayaan Cina terhadap Arsitektur Masjid Mantingan.
https://shorturl.at/aevM3
Putra, Eko. (2019). Makna Simbolis pada Ragam Hias Masjid Mantingan di Jepara.
Naám, Muh. (2019). Pertemuan Antara Hindu, Cina dan Islam pada Ornamen Masjid
dan Makam Mantingan, Jepara. Samudra Biru. https://shorturl.at/imuy5
Normalita, Mularsih, dan Azizc. (2023). Nilai-Nilai Toleransi Hasil Akulturasi Budaya
pada Masjid Mantingan Jepara. https://shorturl.at/pzEHM
Setiawan, Agus. (2010). Ornamen Masjid Mantingan Jepara Jawa Tengah.
https://shorturl.at/fHOY2
Irsyada, Abdulloh. (2019). Kajian Nilai Estetis dan Simbolis Ukiran Masjid
Mantingan Jepara.Jurnal Desain Komunikasi Visual Asia (JESKOVSIA).
Astutik, Wahyu. (2021). Peran Masjid Mantingan Sebagai Pusat Peradaban Islam Di Jepara.
Nuha dan Lukito. (2018). Sustaining the Culture of the City: Architecture and Cosmology in the
Mantingan Mosque and Cemetery Complex in Jepara.
Ching, D. K. (2008). Arsitektur : Bentuk, Ruang, dan Tatanan.

Anda mungkin juga menyukai