Anda di halaman 1dari 14

Arsitektur Masjid –

Pengaruh Islam, Hindu, dan Cina

MASJID MANTINGAN

Penulis :
Asro Najah – 225060500111020

Lab Arsitektur Nusantara Departemen Arsitektur


2023

1. Tinjauan Historis (bangunan dan periode arsitektur).


Masjid Mantingan adalah salah satu masjid kuno yang didirikan pada masa Kesultanan
Demak. Terletak di Desa Mantingan, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, masjid ini
memiliki kompleks yang mencakup sebuah makam di sebelah baratnya. Pembangunan masjid ini
dilakukan oleh tiga tokoh utama, yaitu Ratu Kalinyamat, Sultan Hadlirin, dan Tji Wie Gwan. Masjid
Mantingan diperkirakan selesai dibangun pada tahun 1559 berdasarkan prasasti yang terdapat di
bagian mihrab yang berbunyi rupa brahmana warnasari yang berarti 1481 Saka atau 1559 Masehi
(Bosch, 1930:52).

Gambar 1. Site plan Kompleks Masjid Mantingan


Sumber : Demak, Kudus, and Jepara Mosque, A study of Architectural Syncretism, Laporan
Penelitian Laboratorium Sejarah Arsitektur Universitas Gajah Mada, Yogyakarya

Pembangunan masjid ini didasarkan pada keberadaan makam Syeh Abdul Jalil yang lebih
dahulu ada. Ratu Kalinyamat melanjutkan dan menyelesaikan pembangunan masjid dengan
bantuan Patih Sungging Badarduwung (Tji Wie Gwan). Ratu Kalinyamat, yang memimpin Jepara
setelah suaminya meninggal, membangun masjid dan makam khusus untuk menghormati
Pangeran Hadlirin. Ada keterkaitan politik dan sumpah Ratu Kalinyamat terkait pembunuhan
Arya Panangsang. Sungging Badarduwung, seorang patih yang mahir dalam pahatan, memiliki
peran penting dalam menciptakan ornamen masjid. Meskipun awalnya ia mencari hiasan dari
Tiongkok, ia akhirnya menggunakan batu karang yang diukir oleh masyarakat setempat. Nama
Cina yang dimiliki Sungging Badarduwung juga menunjukkan kemungkinan hubungan asal-
usulnya dengan pemimpin Kalinyamat yang berasal dari Cina.

Gambar 3. Masjid Mantingan pada tahun 1982


Sumber : Astutik, 2021

Gambar 2. Masjid Mantingan pada tahun 1930


Sumber : Foto koleksi KITLV
Gambar 4. Masjid Mantingan pada tahun 2021 hingga sekarang
Sumber : Kemendikbud

Pada abad ke-15 hingga ke-16, Islam mulai berkembang di tanah Jawa (HJ De Graaf dan Th G
Pigeaud, 1986). Pada masa itu, masyarakat Jawa memiliki kebudayaan yang bercorak animisme.
Dengan masuknya Islam ke kalangan mayoritas penduduk yang sebelumnya menganut agama
Hindu dan Buddha, terjadi perpaduan unsur pra-Hindu, Hindu-Buddha, dan Islam. Seiring dengan
perkembangan Islam, banyak masjid yang didirikan sebagai tempat ibadah dan untuk menyebarkan
dakwah. Salah satu strategi dakwah yang dilakukan oleh para wali adalah dengan melakukan
adaptasi kosmologi Hindu-Buddha pada bangunan masjid.

Pada tahun 1930, Masjid Mantingan dibangun di wilayah yang masih dikelilingi oleh air
dan belum terdapat rumah-rumah warga di sekitarnya. Masjid ini memiliki tampilan klasik dan
kuno yang dapat dilihat dalam gambar-gambar. Awalnya, masjid ini didirikan untuk kepentingan
Ratu Kalinyamat dan Sultan Hadlirin dalam melaksanakan pementingan. Oleh karena itu, masjid
ini diberi nama "Mantingan" yang merujuk pada kegiatan pementingan tersebut. Di sebelah
belakang masjid terdapat beberapa makam, termasuk makam Sultan Hadlirin dan Ratu
Kalinyamat.
Selanjutnya, pada masa pemerintahan Dr. Daoed Joesoef sebagai Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Indonesia (1978-1983), Masjid Mantingan mengalami perkembangan. Pada tanggal
10 Desember 1982, dilakukan pemugaran masjid dan makam Mantingan yang diresmikan.
Pemugaran tersebut tidak hanya melibatkan perbaikan pada bangunan masjid, tetapi juga pada
makam yang ada di sekitarnya. Hal ini menunjukkan perhatian terhadap pemeliharaan dan
perbaikan bangunan bersejarah tersebut.
Pada tahun 2021, masjid mengalami renovasi dengan tampilan yang lebih modern.
Renovasi tersebut meliputi pergantian shirab (mihrab) dan penggunaan keramik marmer yang
memberikan tampilan yang indah. Dana untuk renovasi ini diperoleh dari pemerintah selama 3
tahun dengan total lebih dari 1 miliar. Renovasi ini merupakan upaya untuk menjaga keaslian
sekaligus memberikan sentuhan modern pada masjid yang memiliki nilai budaya dan sejarah yang
penting bagi masyarakat.
2. Karakteristik dan Gaya Bangunan
A. ASPEK RUANG
a.1. Jenis dan Fungsi ruang
Masjid Mantingan memiliki dua struktur interior utama yang meliputi struktur ruang dan
struktur kekal. Struktur ruang terdiri dari ruang utama ibadah sholat, ruang belajar umum, dan
ruang pertemuan jamaah. Pada masjid ini, struktur ruang dibentuk dengan membagi bidang
masjid menggunakan dinding penyekat atau ruang kosong. Ruang belajar umum merupakan
pengalihan fungsi dari pringgitan dalam rumah adat Jawa, sedangkan ruang pertemuan jamaah
merupakan pengalihan fungsi dari pendhopo.

Gambar 5. Denah Masjid Mantingan


Sumber : Putra, 2018

Struktur kekal dalam Masjid Mantingan melibatkan area tambahan yang digunakan untuk
menyemayamkan jenazah umat Islam. Hal ini tidaklah baru dalam budaya Jawa, karena hampir
semua masjid Jawa kuno juga memiliki struktur kekal seperti yang ada di Masjid Mantingan.
Struktur kekal ini berupa bangunan tambahan atau cungkup yang menyerupai bangunan inti
masjid, dan digunakan khusus untuk keluarga kerajaan. Semua struktur ini menunjukkan
perpaduan yang harmonis antara budaya Jawa, Hindu, dan Cina.

Gambar 6. Struktur kekal cungkup makam


Sumber : Nasirullahsitam.com

No. Nama Ruang Jenis Ruang Fungsi


1. Ruang ibadah utama Publik Tempat pelaksanaan shalat berjamaah dan
mendengarkan khutbah (ceramah) oleh imam atau
khatib. Fungsi utamanya adalah sebagai tempat
ibadah dan penghubung antara jamaah dengan
pemimpin ibadah.
2. Ruang joglo Publik Joglo adalah ruangan terbuka yang beratap,
seringkali digunakan untuk kegiatan sosial seperti
pengajian, ceramah, atau pertemuan masyarakat.
Fungsinya sebagai tempat berkumpulnya jamaah
dalam kegiatan-kegiatan keagamaan dan sosial
3. Ruang belajar Publik Ruang ini digunakan untuk kegiatan pendidikan,
seperti pengajian, pengajaran Al-Qur'an, dan
kegiatan keagamaan lainnya. Fungsinya adalah
sebagai tempat belajar dan mendalami ajaran
agama Islam.
4. Komplek Makam Publik Tempat pemakaman yang terletak di sekitar
masjid. Fungsinya adalah sebagai tempat
peristirahatan terakhir bagi para tokoh agama atau
tokoh masyarakat yang memiliki kontribusi
penting dalam perkembangan Islam di daerah
tersebut.
5. Tempat wudhu Servis Ruangan yang dilengkapi dengan fasilitas untuk
membersihkan diri sebelum melaksanakan ibadah
shalat. Fungsinya adalah sebagai tempat untuk
berwudhu (bersuci) sebelum masuk ke ruang
ibadah utama.
6. Bangunan serbaguna Publik Ruangan tambahan yang dapat digunakan untuk
berbagai kegiatan, seperti pertemuan, seminar,
atau acara sosial. Fungsinya adalah sebagai tempat
multifungsi yang dapat menampung berbagai
kegiatan masyarakat.
7. Pelataran/halaman Publik Merupakan area terbuka di sekitar masjid yang
biasanya digunakan untuk beristirahat,
berinteraksi sosial, atau kegiatan seremonial
seperti perayaan hari besar agama. Fungsinya
adalah sebagai tempat untuk aktivitas di luar
ruangan dan menciptakan ruang sosial yang
inklusif.

a.2. Tatanan Ruang: sumbu simetri, organisasi ruang (simetri/asimetri; klaster/


linier/terpusat/dll), letak ruang utama dan ruang-ruang pendukung, dll.
Gambar 7. Bagian dalam ruang utama Masjid Mantingan
Sumber : Aji, 2021
Sumbu simetri. Masjid Mantingan mengadopsi prinsip simetri dalam organisasi ruangnya.
Contohnya, ruang utama masjid yang memiliki simetri aksial, di mana mihrab sebagai pusat
perhatian terletak di tengah dinding kiblat. Mihrab dikelilingi oleh elemen-elemen simetri seperti
mimbar di sebelahnya dan sebaris tiang penyangga di kedua sisi ruang utama.

Gambar 8. Denah perkembangan ruang utama Masjid Mantingan


Sumber : Nuha dan Lukito, 2018

Organisasi ruang. Dilihat dari denah menggunakan organisasi terpusat di sekitar ruang
utama. Ruang utama masjid menjadi titik fokus utama yang mengarah pada mihrab, yang
menandakan arah kiblat. Ruang utama masjid juga menjadi tempat utama untuk melaksanakan
shalat berjamaah dan mendengarkan khutbah.
Gambar 9. Konsep mihrab sebagai orientasi utama dalam Masjid Mantingan
Sumber : Nuha dan Lukito, 2018

B. ASPEK BENTUK BANGUNAN


b.1. Point of Interest / Vocal Point
Bagian point of interest/vocal point dari bangunan Masjid Mantingan terlihat dari atap yang
berlapis. Jika dari depan hanya terlihat dominan 2 atap berlapis, akan tetapi jika dari tampak
samping maka akan terlihat 3 lapis atap. Atap pertama berbentuk kerucut, diikuti oleh atap kedua
yang lebih besar dan juga berbentuk kerucut, dan atap ketiga yang terbesar dengan bentuk limas.
Atap-atap ini dihiasi dengan ukiran dan ornamen yang indah, menjadi titik menarik yang mencolok.

Gambar 10. Atap Tampak Samping Masjid Mantingan Gambar 11. Tampak sisi timur Masjid Mantingan
Sumber : Susindra.com Sumber : Nuha dan Lukito, 2018

Vocal Point yang kedua terlihat dari tambahan bangunan berupa tangga untuk mencapai
Masjid Mantingan. Tangga arah masuk Masjid Mantingan memberikan kesan bahawa masjid tampak
terlihat lebih tinggi. Tangga masuk juga mencerminkan nilai simbolis sebagai gerbang menuju
pengalaman spiritual dan ibadah di dalam masjid.
Gambar 12. Tangga masuk Masjid Mantingan
Sumber : Wikipedia.org

b.2. Komposisi Fasade

Gambar 13. Fasade Masjid Mantingan


Sumber : Aroengbinang
Secara horizontal, dari kiri ke kanan bangunan, fasade masjid terdiri dari beberapa elemen
yang diulang dengan simetrisitas yang jelas. Contohnya, terdapat serangkaian jendela dan pintu
dengan pola yang sama yang berulang secara teratur. Posisi dan ukuran jendela dan pintu ini
seragam di kedua sisi bangunan. Selain itu, terdapat detail ornamen dan ukiran yang diulang pada
bagian atas serta samping jendela dan pintu yang terdapat di beberapa tempat. Elemen-elemen ini
memberikan kesan keseimbangan dan harmoni dalam tampilan fasade bangunan.
Secara vertikal, dari bawah ke atas, terdapat susunan lantai dan jendela yang juga mengikuti
pola perulangan yang simetris. Bangunan masjid ini memiliki beberapa lantai yang diindikasikan
dengan adanya tumpukan atap dengan tingkatan yang berbeda. Susunan jendela ini terlihat simetris
di kedua sisi bangunan, menciptakan tampilan yang seimbang dan estetis.

b.3. Bentuk Dasar Bangunan


Bentuk dasar bangunan Masjid Mantingan mengikuti pola tradisional Jawa dengan beberapa
karakteristik khusus. Bangunan dasar masjid memiliki bentuk dasar persegi atau persegi panjang.
Ini berarti panjang dan lebar bangunan secara proporsional sama atau hampir sama. Bentuk ini
memberikan tata letak ruang yang teratur dan simetris.
Gambar 14. Perkembangan denah ruang utama Gambar 15. Denah letak soko guru dan soko
dan bentuk dasar Masjid Mantingan majapahit Masjid Mantingan
Sumber : Nuha dan Lukito, 2018 Sumber : Nuha dan Lukito, 2018

b.4. Unsur bentuk atap


Bentuk atap Masjid Mantingan adalah bertumpuk mengerucut dengan tiga tingkatan. Setiap
tingkatan atap memiliki lebar yang berbeda, dengan tingkatan terbawah memiliki lebar yang lebih
luas daripada tingkatan di atasnya. Atap-atap tersebut secara keseluruhan membentuk tampilan
yang indah dan elegan. Struktur atap yang mengerucut memberikan nuansa klasik dan kuno pada
bangunan masjid ini.

Gambar 16. Potongan Masjid Mantingan


Sumber : Nuha dan Lukito, 2018

C. ASPEK GAYA DAN ORNAMENTASI BANGUNAN

Ornamen Hindu hadir dalam masjid ini untuk membiasakan masyarakat Jawa dengan
agama baru yang diperkenalkan oleh Sultan Hadlirin. Pengaruh budaya Cina juga terlihat dalam
Masjid Mantingan. Ukiran yang ada di dinding masjid memiliki motif Cina, seperti yang tercatat
dalam kunjungan R.A. Kartini ke tempat pemakaman Sultan Mantingan. Mitos mengenai ayah
angkat Sunan Hadlirin yang berasal dari Cina, yang mahir dalam seni melukis, mengukir, dan
memahat, memperkuat keberadaan pengaruh budaya Cina dalam ukiran-ukiran tersebut.
c.1 Ornamen Masjid Mantingan
Ornamen pada Masjid Mantingan tersebar di beberapa bagian bangunan. Pada dinding
depan masjid terdapat 16 panel berbentuk medallion, 20 panel berbentuk persegi panjang dengan
ujung kurawal, 6 panel persegi, dan 72 ornamen berbentuk segitiga. Fungsi ornamen ini dibagi
menjadi 2, yaitu sebagai hiasan dan sebagai ajaran.

Gambar 17. Letak ornamen pada dinding bagian depan Masjid Mantingan
Sumber : dunia masjid

Di bagian dalam masjid, terdapat empat ornamen persegi panjang di bawah (di atas lantai)
dan beberapa ornamen kecil di bagian atas. Tiga ornamen berada di atas mihrab dan digunakan
sebagai penunjuk arah kiblat. Pada dinding samping kanan dan kiri masjid, terdapat satu ornamen
persegi di atas pintu tengah masjid. Sedangkan pada pondasi masjid, terdapat empat ornamen,
termasuk satu ornamen berbentuk medallion. Di bagian belakang masjid, ornamen diterapkan
pada mihrab dan dekat jendela. Mihrab memiliki ornamen persegi panjang sebagai pelipit yang
mengelilingi bangunan, sementara di sekitar jendela terdapat satu bentuk medallion dan bingkai
cermin. Pada mimbar masjid, ornamen diterapkan pada bagian kaki dan dindingnya. Ornamen ini
diukir langsung pada mimbar. Secara keseluruhan, ornamen-ornamen tersebut terdapat di
berbagai bagian Masjid Mantingan, memberikan keindahan dan keunikan pada bangunan
tersebut.

Gambar 18. Letak ornamen pada Masjid Mantingan


Sumber : Setiawan, 2010

Motif-motif dalam ornamen Masjid Mantingan bervariasi, antara lain motif tumbuh
tumbuhan (flora), inatang (fauna), manusia, khayali, jalinan, huruf, bangunan, dan benda-benda
mati. Motif-motif dalam ornamen Masjid Mantingan memiliki makna yang mendalam. Motif awan
melambangkan langit dan kekuatan tak terbatas, sementara motif gunung melambangkan alam
kedewataan, kekuatan, dan medan perjuangan manusia. Motif batu karang menggambarkan dunia
bawah dan sebagai sumber kehidupan. Ragam hias Mantingan ini dipengaruhi oleh kebudayaan
Hindu, Cina, dan local genius.

Gambar1 9. Salah satu ornamen dinding motif binatang gajah yang terstilasi dalam suluran
tanaman Sumber : Lombard, 1996

Gambar 20. Ukiran motif floral dengan bentuk bidang medallion


Sumber : Naá m, 2006

Gambar 21. Ukiran motif binatang (merak, phoenix, kuda) dengan bentuk medallion
Sumber : Naá m,2006

Ornamen Masjid Mantingan menggabungkan berbagai pengaruh seni dari Hindu, Cina, dan
local genius. Meskipun dipengaruhi oleh Islam, penggambaran makhluk hidup secara realistis
dihindari. Pengaruh Islam tidak menghapuskan sepenuhnya kebudayaan Hindu-Jawa, dan simbol-
simbol Hindu-Jawa masih digunakan sebagai ajaran. Unsur teknik seni Islam belum sepenuhnya
terlihat dalam ornamen Masjid Mantingan, yang lebih menggambarkan pengaruh Hindu-Jawa dan
Cina. Penggabungan motif-motif dari berbagai agama dan budaya tersebut mencerminkan
sinkretisme agama pada masa transisi dari Hindu ke Islam. Ornamen Masjid Mantingan
mengadaptasi lingkungannya dengan mencerminkan makna-makna yang terungkap dalam
lambang-lambang tersebut.
Masjid Mantingan memiliki ukiran yang menjadi ciri khasnya. Terdapat relief-relief pada
panel-panel batu padas kuning yang melambangkan berbagai gambar seperti binatang, tumbuhan,
dan lainnya. Relief-relief ini menggambarkan pengaruh kebudayaan Cina, terutama dalam motif
wadasan yang sering ditemui di Cirebon. Ragam hias Mantingan juga dipengaruhi oleh
kebudayaan Hindu dan Cina, terlihat dari penggunaan motif seperti awan, batu karang, bunga
teratai, labu air, dan lung-lungan. Ornamen-ornamen ini mencerminkan pengaruh budaya Cina
dan Hindu yang terdapat dalam masjid ini.

D. ASPEK MATERIAL BANGUNAN


Gambar 22. Bagian depan Masjid Mantingan
Sumber : Aji, 2018

Material utama yang digunakan dalam konstruksi bangunan Masjid Mantingan adalah batu
alam, seperti batu kapur atau batu andesit. Batu-batu tersebut dipahat dan dipasang dengan cermat
untuk membentuk struktur bangunan, termasuk dinding, tiang, dan elemen-elemen dekoratif.
Selain itu, juga terdapat penggunaan kayu pada bagian atap dan detail ornamen.
Warna bangunan Masjid Mantingan cenderung natural dan netral. Batu-batu alam (batu
padas) yang menjadi bahan utama ornamen bangunan memiliki warna yang umumnya kuning atau
cream. Warna ini memberikan kesan alami dan memadukan bangunan dengan lingkungan
sekitarnya. Selain itu, terdapat juga penggunaan warna putih pada bagian dinding dan ornamen-
ornamen, yang memberikan kontras yang elegan dengan warna batu alam.
Pada bagian atap, kayu digunakan dan mungkin memiliki warna yang lebih gelap, seperti
cokelat tua atau hitam. Hal ini memberikan kontras dengan warna batu alam pada dinding dan
memberikan sentuhan tradisional pada bangunan.

Gambar 23. Bagian dalam atap Masjid mantingan


Sumber : Aji, 2021
Dalam keseluruhan, warna bangunan Masjid Mantingan menggambarkan keindahan
alamiah dan kekayaan bahan-bahan alam yang digunakan dalam konstruksinya. Penggunaan warna
yang netral dan natural menghormati estetika tradisional dan menciptakan suasana yang tenang
dan harmonis di sekitar masjid.

Masjid Mantingan mengalami beberapa kali perubahan dan pemugaran. Pada tahun 1927,
dilakukan pemugaran dengan penggantian material menggunakan semen dan kapur, yang
menghilangkan keaslian bangunan. Panel-panel ukiran dari masjid lama kemudian ditempelkan
pada serambi masjid. Pemugaran kembali dilakukan pada tahun 1978-1981 dan menghasilkan
penemuan enam panel berelief, balok-balok putih, dan pondasi bangunan kuno. Dapat dikatakan,
Masjid Mantingan memiliki sejarah perubahan dan pemugaran yang mengubah tampilan dan
keaslian bangunan, tetapi beberapa panel ukiran dari masjid lama masih dipertahankan. Terdapat
pengaruh budaya Tionghoa dalam ukiran dan motif yang terlihat pada masjid ini.
Masjid Mantingan awalnya didirikan dengan lantai tinggi yang ditutupi dengan ubin
buatan Tiongkok, termasuk undak-undaknya. Semua bahan tersebut diimpor dari Makao. Gaya
bangunan atap, termasuk bubungan, juga mengadopsi gaya Tiongkok. Dinding luar dan dalamnya
dihiasi dengan piring tembikar bergambar biru. Bagian dinding sebelah tempat imam dan khatib
dihiasi dengan relief persegi bergambar margasatwa dan penari yang dipahat pada batu cadas
kuning tua. Babah Liem Mo Han merupakan pengawas pekerjaan baik di Welahan maupun
Mantingan.

Gambar 24. Struktur Masjid Mantingan


Sumber : Nuha dan Lukito, 2018
DAFTAR PUSTAKA
Anindyta, Hasna.(2017). Pengaruh Kebudayaan Cina terhadap Arsitektur Masjid Mantingan.
https://shorturl.at/aevM3
Putra, Eko. (2019). Makna Simbolis pada Ragam Hias Masjid Mantingan di Jepara.
Naá m, Muh. (2019). Pertemuan Antara Hindu, Cina dan Islam pada Ornamen Masjid dan
Makam Mantingan, Jepara. Samudra Biru. https://shorturl.at/imuy5
Normalita, Mularsih, dan Azizc. (2023). Nilai-Nilai Toleransi Hasil Akulturasi Budaya pada
Masjid Mantingan Jepara. https://shorturl.at/pzEHM
Setiawan, Agus. (2010). Ornamen Masjid Mantingan Jepara Jawa Tengah.
https://shorturl.at/fHOY2
Irsyada, Abdulloh. (2019). Kajian Nilai Estetis dan Simbolis Ukiran Masjid Mantingan
Jepara.Jurnal Desain Komunikasi Visual Asia (JESKOVSIA).
Astutik, Wahyu. (2021). Peran Masjid Mantingan Sebagai Pusat Peradaban Islam Di Jepara.
Nuha dan Lukito. (2018). Sustaining the Culture of the City: Architecture and Cosmology in
the Mantingan Mosque and Cemetery Complex in Jepara.

Anda mungkin juga menyukai