Anda di halaman 1dari 35

Makalah Individu

“ Masjid Sebagai Pusat Peradaban ”

Disusun Oleh:

Nama : Putri Lestari

NIM : 2010716220003

Kelas : C

PROGRAM STUDI S1 ILMU KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2020
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur tidak lupa kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang berkat

anugerah dari-Nya saya mampu menyelesaikan makalah yang berjudul

“Masjid sebagai Pusat Peradaban” ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa

tercurahkan kepada teladan kita Nabi Muhammad SAW yang telah

menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang

sempurna dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Penulis sangat bersyukur karena mampu menyelesaikan makalah ini tepat

waktu sebagai pemenuh tugas mata kuliah Agama yang membahas tentang

“ Masjid sebagai Pusat Peradaban ”. Disamping itu, saya sebagai penulis

mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

hingga terselesaikannya makalah ini.

Akhir kata, penulis memahami jika makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan

maka kritik dan saran sangat saya butuhkan guna memperbaiki karya-karya

saya di waktu-waktu mendatang.

Banjarmasin, 22 Oktober 2020

Putri Lestari

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Kata Pengantar ii

Daftar Isi iii

BAB I

Pendahuluan 1

A. Latar belakang masalah 1

B. Rumusan masalah 4

C. Tujuan 4

BAB II

Pembahasan 5

A. Pengertian dan tujuan masjid 5

B. Masjid pada zaman Nabi 9

C. Tujuan masjid untuk pengembangan pendidikan

Islam 10

D. Mengoptimalkan masjid sebagai pemberdayaan

umat islam 15

E. Menampilkan masjid-masjid yang ada di Kalimantan

Selatan 21

BAB III

Penutup 28

iii
A. Kesimpulan 28

B. Saran 30

Daftar Pustaka 31

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, masjid diartikan sebagai

rumah atau bangunan tempat bersembayang umat Islam. Arti ini memang

terlalu sempit dan kurang begitu jelas maknanya, sebab kalau hanya

tempat yang dipakai untuk sembayang umat Islam, tentunya bisa

mushalla, langgar dan sebagainya yang bisa digunakan untuk sembayang

umat Islam. Menurut Sidi Gazalba, masjid secara harfiah adalah tempat

sembahyang, tetapi dalam bahasa Arab berati tempat sujud, karena

berasal dari kata sajadah, sebagai tempat sujud, masjid memiliki makna

lebih luas, bukan sekedar gedung, sebab dimanapun umat Islam bisa

melaksanakan sujud atau penghambaan kepada Allah Swt. Maka sujud

dalam pengertian lahir berarti gerakan dan sujud dalam pengertian batin

adalah pengabdian, maka pengabdian memang akan lebih luas maknanya

dibanding sekedar tempat sujud. Sehingga masjid sebagai salah satu

tempat sujud juga bisa memiliki makna lebih luas bukan sekedar tempat

sembayang saja sebagaimana kebanyak umat Islam memahami dan

mempersepsi pada saat ini.

Pada masa Nabi saw. ataupun di masa sesudahnya, masjid menjadi pusat

atau sentral kegiatan kaum muslimin. Kegiatan di bidang pemerintahan

1
pun mencakup, ideologi, politik, ekonomi, sosial, peradilan dan

kemiliteran dibahas dan dipecahkan di lembaga masjid. Masjid berfungsi

pula sebagai pusat pengembangan kebudayaan Islam, terutama saat

gedung-gedung khusus untuk itu belum didirikan. Masjid juga merupakan

ajang halaqah atau diskusi, tempat mengaji, dan memperdalam ilmu-ilmu

pengetahuan agama ataupun umum.

Masjid di samping sebagai tempat ibadah umat Islam dalam arti khusus

(mahdhah) juga merupakan tempat beribadah secara luas, selama

dilakukan dalam batas-batas syari‟ah. Masjid yang besar, indah dan

bersih adalah dambaan umat Islam, namun itu semua belum cukup apabila

tidak diisi dengan kegiatan-kegiatan memakmurkan masjid yang

semarak. Adalah shalat berjamaah yang merupakan parameter adanya

kemakmuran masjid dan juga merupakan indikator kereligiusan umat

Islam di sekitarnya. Selain itu kegiatan-kegiatan sosial, dakwah,

pendidikan dan lain sebagainya juga akan menambah kesemarakan dalam

memakmurkan masjid.

Pada dasarnya di dalam Alquran terdapat banyak ayat yang membahas

tentang masjid, seperti dalam Alquran (Q.S At- Taubah:18) berikut:

ٰ ۡ ‫اّللِ َو ۡال َي ۡو ِم‬


َ‫اۡل ِخ ِر َوا َ قَا َم الص ٰلوةَ َو ٰاتَى الز ٰكوة‬ ٰ ‫ّللاِ َم ۡن ٰا َمنَ ِب‬
ٰ ‫اِن َما َي ۡع ُم ُر َم ٰس ِج َد‬
ٰۤ
ۡ ‫ول ِٕٮكَ ا َ ۡن يك ُۡونُ ۡوا ِمنَ ۡال ُم ۡهتَد‬
‫ِين‬ ٰ ُ ‫سى ا‬
ٰٓ ٰ ‫ّللاَ فَ َع‬ َ ‫َولَمۡ َي ۡخ‬
ٰ ‫ش اِۡل‬

2
Artinya:

Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang

yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta (tetap)

melaksanakan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada apa pun)

kecuali kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-

orang yang mendapat petunjuk.

Peran dan fungsi masjid tidak hanya sebagai tempat ibadah dan ritual

keagamaan saja, tetapi juga dalam pembinaan keagamaan dan

pemberdayaan umat. Masjid memiliki fungsi edukasi diantaranya adalah

berfungsi untuk pengembangan nilai-nilai humanis dan kesejahteraan

umum. Fungsi tersebut bisa disebut sebagai fungsi edukasi. Fungsi

edukasi ini seringkali terlewatkan dari perhatian umat meski tetap disadari

bahwa fungsi tersebut penting untuk dikembangkan. Mengembangkan

fungsi edukasi masjid dimulai dari pemahaman tentang konsep

pendidikan Islam secara benar dan tidak dimaknai secara sempit.

Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang secara komprehensif-

integratif mengembangkan potensi manusia baik fisik-material, emosi,

dan juga spiritualnya.

Pada zaman sekarang banyak masyarakat yang salah mengartikan masjid

sebagai tempat ibadah semata sehingga melupakan fungsi dibangunnya

masjid. Masjid ramai hanya ketika sedang mengerjakan sholat Jum’at dan

3
pada bulan Ramadhan, namun dihari-hari lain nampak sepi dari

pengunjung.

Oleh karena itu, makalah ini dibuat untuk menjelaskan kegunaan masjid

sebagai pusat peradaban dan kebudayaan islam, serta menunjukkan

perbedaan masjid pada zaman Rasullah SAW dan masjid pada zaman

sekarang.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, dapat ditarik

beberapa rumusan masalah:

1) Apa pengertian dan fungsi masjid ?

2) Bagaimana masjid pada zaman nabi Muhammad SAW ?

3) Jelaskan tujuan masjid untuk pengembangan Pendidikan islam !

4) Sebutkan dan tampilkan masjid masjid yang ada di Kalimantan

selatan!

C. TUJUAN

1) Mengetahui pengertian dan fungsi masjid

2) Mengetahui perkembangan masjid pada zaman nabi Muhammad

SAW

3) Mengetahui tujuan masjid untuk pengembangan Pendidikan

islam

4) Mengetahui masjid- masjid yang ada di Kalimantan Selatan

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Fungsi Masjid

1. Pengertian Masjid

Tempat shalat umat Islam disebut masjid, tidak disebut marka

(tempat ruku’) atau kata lain semisal dengannya yang menjadi

rukun shalat. Kata masjid disebut duapuluh delapan kali di dalam

al-Quran. Secara harfiah, masjid berasal dari Bahasa Arab yaitu

sajada, yasjudu, sujudan berarti membungkuk dengan khidmat.

Dari akar kata tersebut, terbentuklah kata masjid yang merupakan

kata benda yang menunjukkan arti tempat sujud (isim makan dari

fi‘il sajada). Sujud adalah rukun shalat, sebagai bentuk ikhtiar

hamba dalam mendekatkan diri pada Allah SWT. Maka isim

makan, kata benda yang menunjukkan tempat untuk shalat pun

diambil dari kata sujud, yang kemudian menjadi masjid. Sujud juga

dapat diartikan sebagai perbuatan meletakkan kening ke tanah,

secara maknawi mengandung arti menyembah. Sedangkan sajadah

berasal dari kata sajjadatun yang mengandung arti tempat yang

dipergunakan untuk sujud, mengkerucut maknanya menjadi

5
selembar kain atau karpet yang dibuat khusus untuk shalat orang

per orang. Karena itu, karpet masjid yang lebar, meski fungsinya

sama tetapi tidak disebut sajadah ( Kamus al-Munawwir (1997:

610)).

Sujud adalah pengakuan ibadah, yaitu pernyataan pengabdian

lahir yang dalam sekali. Setelah iman dimiliki jiwa, maka lidah

mengucapkan ikrar keyakinan sebagai pernyataan dari milik

ruhaniah itu. Setelah lidah menyatakan kata keyakinan, jasmani

menyatakan gerak keyakinan dengan sujud (dalam shalat). Sujud

memberikan makna bahwa apa yang diucapkan oleh lidah

bukanlah kata-kata kosong belaka. Kesaksian atau pengakuan lidah

diakui oleh seluruh jasmani manusia dalam bentuk gerak lahir,

menyambung gerak batin yang mengakui dan meyakini iman.

Hanya kepada tuhanlah satu-satunya muslim sujud, dan tidak

kepada yang lain, tidak kepada satupun dalam alam ini. Waktu

Rabi‘ah bin Ka‘ab mengajukan permintaan kepada Rasulullah

Saw, “Saya minta supaya menemani tuan dalam surga”. Rasulullah

Saw, menjawab: “Adakah lagi permintaanmu?” Waktu Rabi‘ah

menjawab: “Hanya itu saja”, bersabdalah Rasulullah: “Jika

demikian, tolonglah aku untuk dirimu sendiri dengan

memperbanyak sujud!” Kesimpulan dari hadits ini adalah, orang

yang memperbanyak sujud masuk surga. Siapakah isi surga itu?

6
Mereka adalah muslim sejati, jadi muslim sejati melakukan banyak

sujud, karena itulah seluruh jagad adalah masjid bagi muslim. Jadi

seluruh bumi adalah tempat sujud kepada tuhan, ini berarti seluruh

bumi adalah tempat untuk sujud memperhamba diri pada tuhan.

Sujud dalam pengertian lahir bersifat gerak jasmani, sedangkan

dalam pengertian batin berarti pengabdian (Sidi Gazalba, 1994:

119).

Masjid dalam pengertiannya adalah tempat shalat umat Islam,

namun akar katanya terkandung makna “tunduk dan patuh”, karena

itu hakikat masjid adalah tempat melakukan aktivitas “apapun”

yang mengandung kepatuhan kepada Allah SWT (Quraish Shihab

(1996: 459)).

2. Fungsi Masjid

Pada masa Rasulullah Saw masjid tidak hanya sebatas tempat

shalat saja, atau tempat berkumpulnya kelompok masyarakat

(kabilah) tertentu, melainkan masjid menjadi sentra utama seluruh

aktivitas keumatan, yaitu sentra pendidikan, politik, ekonomi,

sosial dan budaya. fungsi masjid pada masa Rasulullah Saw. adalah

sebagai tempat berkumpulnya umat Islam, yang tidak terbatas pada

waktu shalat (jamaah) saja, melainkan juga digunakan untuk

menunggu informasi turunnya wahyu. Di samping itu, masjid juga

7
berfungsi sebagai tempat musyawarah untuk menyelesaikan

masalah sosial (Suyudi (2005: 225-226)).

Fungsi masjid pada masa Rasulullah Saw, nampaklah bahwa

masjid pada masa itu dijadikan tempat melayani urusan keagamaan

dan keduniawian secara berimbang. Realisasinya dalam bentuk

pemeliharaan beliau terhadap kesucian dan kemuliaan masjid, dan

juga menjadikan masjid itu sebagai tempat berkembangnya

kegiatan-kegiatan pelayanan sosial-keummatan dalam berbagai

bentuknya, termasuk sebagai tempat menuntut ilmu (pusat

pendidikan/ pengajaran), dan sebagainya Tidaklah heran, jika

masjid merupakan asas utama yang terpenting bagi pembentukan

masyarakat Islam karena masyarakat muslim tidak akan terbentuk

secara kokoh dan rapi kecuali dengan adanya komitmen terhadap

sistem, akidah, dan tatanan Islam. Hal ini tidak dapat ditumbuhkan

kecuali melalui semangat masjid yang ditumbuhkan oleh

Rasulullah Saw. Di antara sistem dan prinsip ialah tersebarnya

ikatan ukhuwwah dan mahabbah sesama muslim, semangat

persamaan dan keadilan sesama muslim, dan terpadunya beragam

latar belakang kaum muslim dalam suatu kesatuan yang kokoh

(Muhammad Sa’id Ramadhan Al Buthy, 2010: 187).

Pada zaman sekarang banyak masyarakat yang salah mengartikan

masjid sebagai tempat ibadah semata sehingga melupakan fungsi

8
dibangunya masjid. Masjid ramai hanya ketika sedang

mengerjakan sholat Jum’at dan pada bulan Ramadhan, namun

dihari-hari lain nampak sepi dari pengunjung ( Siti Aula Diah,

2019).

B. Masjid pada Zaman Nabi Muhammad SAW

Masjid pada zaman Rasulullah sangat sederhana, tetapi dengan

kesederhanaannya itu, masjid memiliki banyak fungsi dan peran yang

dapat dimainkan. Sebagian besar kehidupan Rasulullah berada dalam

lingkungan masjid, disamping bertempat tinggal di dalam lingkungan

masjid, beliau juga sering berada di dalam ruangan masjid jika tidak

ada kegiatan penting yang membuatnya keluar, dan menjadikan

masjid sebagai pusat dakwah, pusat ibadah (mahdhah maupun ghairu

mahdhah), pusat kegiatan umat, pusat pendidikan dan pembinaan

umat, pusat pemerintahan, pusat komando militer, pusat informasi,

pusat konsultasi, pusat rehabilitasi mental, pusat zikir, dan masih

banyak lagi yang lain (Gazalba Sidi, 1971).

Bermodalkan bangunan masjid kecil inilah, Rasulullah mulai

membangun dunia, sehingga kota kecil yang menjadi tempat beliau

membangun dunia benar-benar menjadi Madinah, yang arti

harfiyahnya adalah “pusat peradaban”, atau paling tidak, dari tempat

tersebut lahirlah benih peradaban baru umat manusia. Sebagai Kepala

9
Pemerintah dan Kepala Negara Muhammad SAW tidak mempunyai

istana seperti halnya para pejabat di era modern, beliau menjalankan

roda pemerintahan dan mengatur umat Islam di Masjid. Bahkan

permasalahanpermasalahan umat, hingga mengatur strategi

peperangan, beliau selesaikan bersama-sama dengan para sahabat di

Masjid (Astari Puji,2014).

C. Tujuan Masjid Untuk Pengembangan Pendidikan Islam

Terkait dengan penyebaran pendidikan dalam sejarah pendidikan

Islam, hubungan masjid dengan pendidikan senantiasa menjadi

salah satu karakteristik utama sepanjang sejarah Islam. Sejak

awal, masjid merupakan pusat komunitas Islam, sebuah tempat

untuk berdoa, meditasi, pengajaran agama, diskusi politik, dan

sekolah. Dimana pun Islam berperan, masjid didirikan sebagai

basis dimulainya aktifitas keagamaan. Setelah dibangun, masjid

ini dapat berkembang menjadi tempat pembelajaran yang

seringkali memiliki ratusan, terkadang ribuan siswa, dan memiliki

perpustakaan penting (Fathurrahman, 2015: 3).

Usaha pertama yang dilakukan Rasulullah SAW pasca

meninggalkan Makkah adalah membangun masjid sebagai pusat

pendidikan. Dalam perjalanan hijrah menuju Yatsrib, Nabi

singgah di Quba selama 4 (empat) hari dan mendirikan

10
masjid yang kemudian dikenal dengan masjid Quba, masjid

tersebut merupakan masjid yang pertama kali dibangun oleh nabi

pada tahun ke-13 kenabiannya atau tahun ke-1 Hijriah (28 Juni 622

M) ( Mulyono, Rekonstruksi Peran dan Fungsi ).

Masjid Quba ini merupakan tempat peribadatan umat

Islam pertama yang kemudian menjadi model atau pola dasar bagi

umat Islam dalam membangun masjid-masjid di kemudian

hari. Masjid Quba disamping sebagai tempat peribadatan yang

menjadi fungsi utamanya, juga sebagai tempat pendidikan dan

pengajaran agama Islam. Untuk itu, Rasulullah menempatkan

Mu‟adz ibn Jabal sebagai imam sekaligus guru agama di majid

Quba ini. Kemudian setibanya di Yatsrib, langkah pertama

yang dilakukan Rasulullah SAW adalah membangun masjid

yang sangat sederhana, berukuran 35 x 30 m2 dengan berlantaikan

tanah, dindingnya terbuat dari tanah yang dikeringkan, tiangnya

dari batang pohon kurma dan atapnya dari pelepah dan daun

kurma. Masjid ini kemudian dikenal dengan sebutan masjid

Nabawi. Di sebelah timur masjid, dibangun tempat tinggal

Rasulullah yang tentunya lebih sederhana lagi dari masjid,

dan di sebelah barat dibangun sebuah ruangan untuk orang-

orang miskin muhajirin, yang kemudian dikenal dengan sebutan al-

shuffah ( Mulyono, Rekonstruksi Peran dan Fungsi ).

11
Di Masjid Nabawi inilah fungsi-fungsi penting yang terkait dengan

kehidupan masyarakat muslim pada masa itu dijalankan dengan

baik dan Rasulullah sendirilah yang secara langsung memimpin

pemberdayaan masjid sebagai tempat dan basis utama mengelola

masyarakat Muslim dengan sebaik-baiknya pada saat itu, yang

kemudian melahirkan masyarakat ideal yang disebut sebagai

masyarakat madani ( Mulyono, Rekonstruksi Peran dan Fungsi ).

Selain dari dua masjid di atas, Rasulullah dan para sahabat juga

membangun beberapa masjid dalam waktu yang berbeda antara

lain: masjid Qiblatain, masjid Salman, masjid Sayyidina Ali,

masjid Ijabah, masjid Raya, masjid Suqiya, masjid Fadikh, masjid

Bani Quraizhah, Masjid Afr dan masjid al Aqsha yang notabene

masjid tertua kedua setelah masjid al-Haram di Makkah ( Mulyono,

Rekonstruksi Peran dan Fungsi ).

Sebagaimana telah diuraikan bahwa masjid dalam sejarah

pendidikan Islam tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah

tetapi juga berfungsi sebagai pusat pendidikan dan kebudayaan.

Masjid dalam fungsinya sebagai pusat pendidikan dan kebudayaan

memainkan peranan yang penting pada periode-periode

pertama. Sebagai lembaga pendidikan, masjid merupakan pusat

tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam. Di masjid-masjid

didirikan dan diadakan tempat-tempat belajar baik di dalam masjid

12
itu sendiri maupun di samping masjid dalam bentuk suffah

atau kuttab. Masjid dalam fungsinya sebagai pusat kebudayaan,

merupakan markas bagi kegiatan sosial, politik, budaya, dan agama.

Di antara fungsi masjid sebagai pusat kebudayaan khususnya dalam

kehidupan sosial dan politik yaitu sebagai pusat dalam pelaksanaan

urusan kenegaraan seperti tempat melaksanakan pembaiatan para

khalifah, tempat pertemuan dan tempat musyawarah (Muhammad

Munir Mirsi., 1982: 192).

Fungsi masjid sebagai pusat kebudayaan yang disebutkan di atas

berkurang pada masa bani Umayyah, karena para khalifah

sudah menggunakan istana untuk fungsi tersebut. Sehubungan

dengan fungsi masjid sebagai lembaga pendidikan pada periode

pertama ini, maka tidak saja digunakan sebagai tempat pendidikan

orang dewasa (laki-laki), tetapi juga digunakan sebagai tempat

belajar bagi kaum wanita dan anak- anak. Bagi orang dewasa,

masjid berfungsi sebagai tempat belajar al- Qur‟an, hadits, fiqh,

dasar-dasar agama, bahasa dan sastra Arab. Pendidikan dan

pengajaran bagi kaum wanita diberikan satu kali seminggu.

Mereka diajarkan al-Qur‟an, hadits, dasar-dasar agama dan

keterampilan menenun atau memintal. Pendidikan anak-

anak juga diberikan di masjid serta suffah dekat masjid. Dalam

pendidikan mereka disatukan tanpa adanya pembagian kelas. Anak-

13
anak orang Islam yang sudah berumur enam tahun diharuskan

belajar al-Qur‟an, agama, bahasa Arab, dan berhitung, untuk

seterusnya diajarkan pula menunggang kuda, berenang dan

memanah. Masjid sebagai tempat pendidikan anak pada umumnya

tidak digunakan oleh anak-anak khalifah dan pangeran pada masa

dinasti Umayyah. Anak-anak mereka dididik di istana dan di

rumah dengan cara mendatangkan tutor ( Mulyono, Rekonstruksi

Peran dan Fungsi ).

Pada masa nabi Muhammad SAW dan khalifah Abu Bakar Shiddiq

masjid masih berfungsi sebagai tempat ibadah dan

pendidikan Islam tanpa ada pemisahan yang jelas antara

keduanya hingga masa Amirul Mukminin, Umar ibn Khattab.

Pada masanya, di samping atau di beberapa sudut masjid

dibangun kuttab-kuttab, untuk tempat belajar anak-anak. Sejak

masa inilah pengaturan pendidikan anak-anak dimulai. Hari Jum‟at

adalah hari libur mingguan sebagai persiapan melaksanakan shalat

Jum‟at. Khalifah Umar ibn Khattab mengusulkan agar para pelajar

diliburkan pada waktu dzuhur hari kamis, agar mereka

bersiap-siap menghadapi hari Jum‟at. Usulan tersebut kemudian

menjadi tradisi hingga sekarang (Armai Arief., 2014: 41).

Sebagai institusi pendidikan Islam periode awal, masjid

menyelenggarakan kajian-kajian baik dalam bentuk diskusi,

14
ceramah dan model pembelajaran yang memiliki bentuk atau

format tersendiri yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan

masyarakat Muslim pada masa itu, pada masa-masa

berikutnya terus mengalami inovasi dan pembaruan. Hasil

inovasi dan pembaruan tersebut sebagai konsekwensi dari

tuntutan dan kebutuhan masyarakat muslim terhadap pendidikan

Islam yang terus mengalami perubahan dan peningkatan ( Mulyono,

Rekonstruksi Peran dan Fungsi ).

D. Mengoptimalkan Masjid Sebagai Pemberdayaan Umat Islam

Jika kita lihat dari sejarah peradaban Islam, baik ketika era Rasulullah

maupun pada era keemasan Islam di Andalusia (Spanyol), peranan

masjid begitu luas. Masjid tidak hanya dijadikan sebagai sarana

penyelenggaraan shalat, tetapi juga menjadi institusi sosial yang

berperan dalam membangun pendidikan, ekonomi, dan politik umat.

Fungsi masjid pada zaman Rasulullah bukan sekedar sebagai tempat

untuk melaksanakan sholat semata. Masjid pada masa itu juga

dipergunakan sebagai madrasah bagi umat Muslim untuk menerima

pengajaran Islam. Masjid juga menjadi balai pertemuan untuk

mempersatukan berbagai unsur kekabilahan. Masjid juga berfungsi

sebagai tempat untuk bermusyawarah dan menjalankan roda

15
pemerintahan. Keberadaan masjid pada era Rasulullah lebih tepat

dikatakan sebagai institusi yang membangun peradaban umat Islam

yang modern.

Kemajuan yang dicapai oleh Islam di Andalusia juga sangat

dipengaruhi oleh peranan masjid sebagai pusat pendidikan. Masjid

pada era itu dilengkapi dengan perpustakaan yang dapat diakses oleh

umat. Bahkan masjid menjadi basis bagi kaum intelektual dalam

membangun kepakarannya. Serambi-serambi masjid telah melahirkan

ilmuwan-ilmuwan Islam, seperti Ibnu Rusy dan Ibnu Sina. Kedua

ilmuwan ini menurut catatan biografinya banyak menghabiskan

waktu dengan membaca di perpustakaan masjid yang ada pada era

mereka.

Hal ini sangat berbeda dengan fungsi masjid pada zaman sekarang.

Dewasa ini peranan masjid dalam menyelesaikan permasalahan sosial

keagamaan semakin mengalami kemunduran. Begitu banyak masjid

yang dibangun hanya sebagai simbol ketimbang menjadi sarana untuk

membangun umat.

Masjid hanya difungsikan sebagai tempat sujud, tempat ibadah

mahdhah saja, seperti shalat, zikir dan itikaf. Dalam pandangan Dr.

16
KH. Miftah Farid, ketua MUI Jawa Barat, fungsi seperti itu

menunjukkan bahwa masjid hanya dimaknakan secara sempit.

Padahal masjid itu selain dipergunakan untuk ibadah kepada Allah

juga dapat difungsikan untuk kegiatan-kegiatan yang bernuansa

sosial, politik, ekonomi, ataupun kegiatan-kegiatan sosial budaya

lainnya (http://bataviase.co.id).

Kurang berfungsinya masjid secara maksimal di antaranya

disebabkan oleh rendahnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat

tentang masjid. Selain itu, perhatian kita masih terfokus pada usaha

pengadaan sarana fisik. Padahal, pemenuhan kebutuhan non-fisik

untuk memakmurkan masjid seperti yang diperintahkan Allah dalam

Al Quran, hingga saal ini masih relatif terabaikan.

Krisis peranan masjid perlu dicermati sehingga masjid tidak menjadi

saksi bisu dalam ingar-bingar perubahan sosial umatnya. Masjid perlu

dilihat kembali sebagai agen transformasi umat dengan memperluas

peranan dan fungsinya yang tidak lagi sebatas serambi shaf-shaf

shalat yang kosong tanpa jemaah. Sudah saatnya masjid

direkonstruksi sebagai institusi agama yang modern yang dilengkapi

dengan fasilitas-fasilitas yang dapat memberdayakan umat dan tidak

lagi sekadar sebagai sarana penyelenggara shalat. Oleh sebab itu,

17
pengelolaan masjid memerlukan manajemen yang profesional dan

mempunyai kegiatan yang inovatif .

( http://silfiahananisyafei.blogspot.com)

Pengurus masjid harus berusaha melibatkan seluruh jamaah masjid

dalam menyukseskan program-program pemberdayaan umat yang

dirancangnya. Program yang disusun melalui pelibatan ini akan

menghasilkan program kegiatan bersama, sehingga ada rasa memiliki

oleh semua pihak, dan juga muncul rasa bahwa semua diterima

kehadirannya. Masjid bukan menjadi sebuah basis yang eksklusif bagi

satu golongan tetapi menjadi inklusif untuk semua umat. Pelibatan ini

juga membuka peluang untuk bekerja sama dengan berbagai

stakeholder yaitu masyarakat, remaja masjid, dan juga organisasi

Islam, termasuk pemerintah, swasta, dan media.

Salah satu komponen penting dalam pengembangan masjid adalah

Remaja Masjid. Remaja masjid menjadi penting untuk menghidupkan

masjid karena sifat dasar dari remaja dan pemuda itu sendiri yaitu

penuh ide kreatifitas dan inovasi. Sehingga kegiatan masjid akan lebih

beraneka dan tidak monoton serta mampu menarik jama’ah dari

kalangan muda. Yang tidak kalah penting adalah tujuan untuk

kaderisasi, generasi muda yang cinta masjid kelak akan menjadi

penerus sebagai pengurus masjid. Tidak hanya menjadi pengurus

18
masjid, optimalisasi masjid untuk menghasilkan generasi cinta masjid

diharapkan mampu menghasilkan pemimpin-pemimpin yang cinta

masjid, seperti halnya sahabat-sahabat Rasulullah SAW.

Pengelolaan masjid juga harus mampu mengembalikan peranan

masjid dalam mengatasi keterbelakangan umat, khususnya

menanggulangi kemiskinan dan kebodohan. Sebagai langkah awal,

masjid harus mampu menggali potensi zakat yang dipergunakan

untuk program pemberdayaan umat. Potensi zakat umat Islam di

Indonesia bisa mencapai Rp. 19,3 triliun per tahun. Sayangnya,

potensi besar tersebut belum tergali dengan baik.

Masjid seharusnya bisa berperan dalam mengumpulkan, mengelola

dan menyalurkan zakat. Tak hanya zakat fitrah saja yang harus

dikelola oleh masjid, namun juga zakat penghasilan, pertanian,

perniagaan dan perusahaan.

Di sisi lain, perlu adanya edukasi kepada masyarakat bahwa

membayar zakat bisa dilakukan kapan saja, tak harus di bulan

Ramadhan. Zakat yang berkaitan dengan bulan Ramadhan hanya

zakat fitrah saja. “Zakat-zakat yang lain tidak ada kaitannya dengan

bulan Ramadhan, kecuali kalau misalkan haul-nya masa perputaran

19
tahunnya memang jatuh pada bulan Ramadhan. Zakat perniagaan

apabila dia sudah berputar satu tahun dianggapnya dia harus

mengeluarkan zakat, tidak harus menunggu pada bulan Ramadhan.

Zakat pertanian itu kalau di panen harus dikeluarkan zakatnya.

Andaikata panennya tiap bulan ya harus mengeluarkan zakat tiap

bulan. Begitu aturannya,” ungkap Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta,

Prof KH Ali Mustafa Yaqub, yang juga seorang pakar hadits.

(Republika, Jum’at, 3 September 2010).

Edukasi tentang zakat dapat dijelaskan takmir masjid saat sholat

Jumat atau acara pengajian rutin. Masjid dapat memanfaatkan media

massa dan teknologi informasi sebagai media informasi kepada

masyarakat. Yang lebih utama, masjid harus mampu mengelola dan

memberdayakan dana zakat tersebut. Penyaluran zakat harus

diupayakan tidak bersifat konsumtif yang habis pada waktu itu saja.

Jadi, harus diupayakan dana zakat yang diberikan itu berupa

pemberian modal kerja, pelayanan kesehatan, program pendidikan,

bahkan layanan jenazah gratis bagi kaum dhuafa.

Dengan demikian, akan terbuka peluang untuk optimalisasi peran

masjid di masyarakat. Sehingga masjid ideal seperti jaman rasulullah

dapat terbentuk, dan masjid menjadi pusat peradaban umat Islam.

20
Untuk itu mari kita canangkan dan sukseskan Gerakan Kembali Ke

Masjid, Ayo Ke Masjid ! (Anton Krist - dari berbagai sumber).

E. Menampilkan Masjid- Masjid Yang Ada di Kalimantan Selatan

1. Masjid Raya Sabilal Muhtadin

Masjid Raya Sabilal Muhtadin adalah sebuah masjid besar yang

berada di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Indonesia,

tepatnya di kelurahan Antasan Besar, kecamatan Banjarmasin

Tengah. Di dalam kompleks mini juga terdapat kantor MUI

Kalimantan Selatan. Masjid ini dibangun di tepi barat sungai

Martapura dan dibangun pada tahun 1981.

(Wikipedia bahasa Indonesia,ensiklopedia bebas )

2. Masjid Sultan Suriansyah

Masjid Sultan Suriansyah atau Masjid Kuin adalah sebuah masjid

bersejarah di Kota Banjarmasin yang merupakan masjid tertua di

21
Kalimantan Selatan. Masjid ini dibangun pada masa pemerintahan

Sultan Suriansyah (1526-1550), Raja Banjar pertama yang

memeluk agama Islam. Masjid Kuin merupakan salah satu dari

tiga masjid tertua yang ada di kota Banjarmasin pada masa Mufti

Jamaluddin (Mufti Banjarmasin), masjid yang lainnya adalah

Masjid Besar (cikal bakal Masjid Jami Banjarmasin) dan Masjid

Basirih. Masjid ini terletak di Jalan Kuin Utara, Kelurahan Kuin

Utara, kawasan yang dikenal sebagai Banjar Lama merupakan

situs ibu kota Kesultanan Banjar yang pertama kali. Masjid ini

letaknya berdekatan dengan komplek makam Sultan Suriansyah

dan di tepian kiri sungai Kuin.

(Wikipedia bahasa Indonesia,ensiklopedia bebas )

3. Masjid Agung Al-Karomah

Masjid Agung Al Karomah, dulunya bernama adalah Masjid

Jami’ Martapura, yang didirikan oleh panitia pembangunan

masjid yaitu HM. Nasir, HM. Taher (Datu Kaya), HM. Afif (Datu

Landak). Kepanitiaan ini didukung oleh Raden Tumenggung

Kesuma Yuda dan Mufti HM Noor.

22
Menurut riwayatnya, Datuk Landak dipercaya untuk mencari

kayu Ulin sebagai sokoguru masjid, ke daerah Barito, Kalimantan

Tengah. Setelah tiang ulin berada di lokasi bangunan Masjid lalu

disepakati.

Tepat 10 Rajab 1315 H (5 Desember 1897 M) dimulailah

pembangunan Masjid Jami’ tersebut. Secara teknis bangunan

masjid tersebut adalah bangunan dengan struktur utama dari kayu

ulin dengan atap sirap, dinding dan lantai papan kayu ulin. Seiring

dengan perubahan masa dari waktu ke waktu masjid tersebut

selalu di renovasi, tetapi struktur utama tidak berubah.

Malam Senin 12 Rabiul Awal 1415 H dalam perayaan hari

kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW, Masjid Jami’ Martapura

diresmikan menjadi Masjid Agung Al Karomah.

(Wikipedia bahasa Indonesia,ensiklopedia bebas )

23
4. Masjid Jami Syekh Abdul Hamid Abulung

Masjid Jami Syekh Abdul Hamid Abulung atau biasa disebut

Masjid Datu Abulung adalah salah satu masjid tertua di provinsi

Kalimantan Selatan, Indonesia, yang berlokasi di desa Sungai

Batang, kecamatan Martapura Barat, Kabupaten Banjar. Masjid

ini dibangun oleh Raja Banjar, Sultan Tahmidullah II yang

memerintah periode 1761-1801 sebagai bentuk penebusan dosa

karena telah memerintahkan para algojo raja untuk mengeksekusi

Datu Abulung, seorang ulama yang sempat dituding memiliki

ajaran sesat. (Wikipedia bahasa Indonesia,ensiklopedia bebas )

5. Masjid Ba'angkat

Masjid Su’ada atau lebih dikenal dengan nama Masjid Ba'angkat

adalah salah satu masjid tertua di Kalimantan Selatan yang

berlokasi di desa Wasah Hilir, Kecamatan Simpur, Kabupaten

24
Hulu Sungai Selatan. Masjid ini didirikan oleh ulama bernama Al

Allamah Syekh H. Abbas dan Al Allamah Syekh H.M. Said bin

Al Allamah Syekh H. Sa’dudin pada tanggal 28 Zulhijjah 1328

Hijriyah bersamaan dengan tahun 1908 Masehi. Masjid ini

didirikan di atas tanah wakaf milik Mirun bin Udin dan Asmail

bin Abdullah seluas 1.047,25 meter persegi. Masjid berjarak

sekitar 7 kilometer dari ibu kota Kabupaten Hulu Sungai Selatan,

Kandangan. (Wikipedia bahasa Indonesia,ensiklopedia bebas )

6. Masjid Keramat Palajau

Masjid Keramat Pelajau adalah salah satu masjid tertua di Provinsi

Kalimantan Selatan, Indonesia. Masjid yang terletak di desa

Palajau, kecamatan Pandawan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah

ini dikelola masyarakat secara swadaya dan memiliki luas 400

meter persegi. Masjid ini merupakan bukti dari perjuangan

melawan penjajah Belanda pada masa lalu khususnya di

Kalimantan Selatan. Keberadaan masjid ini cukup berarti bagi

masyarakat Pelajau yang taat beribadah dan agamis. Selain

25
menjadi tempat ibadah mahdhoh, juga menjadi pusat

berkembangnya peradaban umat Islam di Barabai, umumnya di

Kalsel. (Wikipedia bahasa Indonesia,ensiklopedia bebas )

7. Masjid Raya Amuntai

Masjid Raya Amuntai (juga dikenal dengan Masjid Raya At-

Taqwa/Masjid Agung Amuntai) adalah Masjid terbesar yang

berada di kota Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara,

Kalimantan Selatan, Indonesia. Pada mulanya masjid didirikan di

Desa Pakacangan pada permulaan abad ke-19, bersamaan dengan

berkembangnya agama Islam di Kalimantan Selatan. Masjid ini

kemudian pindah ke Desa Alamatan, Kecamatan Amuntai Tengah

pada tahun 1875. Masjid tersebut pada masa penjajahan Belanda

sangat penting karena berhubungan dengan perang Banjar tahun

1860. (Wikipedia bahasa Indonesia,ensiklopedia bebas )

26
8. Masjid Pusaka Banua Lawas

Masjid Pusaka Banua Lawas adalah sebuah masjid tua yang

terletak di desa Banua Lawas, Kabupaten Tabalong, Kalimantan

Selatan. Masjid ini juga sering disebut Masjid Pasar Arba karena

pada hari rabu (arba), jumlah para pengunjung/peziarah lebih

banyak dari hari-hari yang lain.

(Wikipedia bahasa Indonesia,ensiklopedia bebas )

9. Masjid Keramat Banua Halat

Masjid Al-Mukarromah atau yang lebih dikenal dengan nama

Masjid Keramat Banua Halat adalah salah satu masjid tertua di

Kalimantan Selatan yang berada di desa Banua Halat Kiri,

Kecamatan Tapin Utara, Kabupaten Tapin. Masjid ini berjarak

sekitar 120 km dari ibu kota provinsi Kalimantan Selatan,

Banjarmasin.

27
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Masjid adalah tempat shalat umat Islam, namun akar katanya

terkandung makna “tunduk dan patuh”, karena itu hakikat

masjid adalah tempat melakukan aktivitas “apapun” yang

mengandung kepatuhan kepada Allah SWT.

Fungsi masjid pada masa Rasulullah Saw. adalah sebagai

tempat berkumpulnya umat Islam, yang tidak terbatas pada

waktu shalat (jamaah) saja, melainkan juga digunakan untuk

menunggu informasi turunnya wahyu. Di samping itu, masjid

juga berfungsi sebagai tempat musyawarah untuk

menyelesaikan masalah sosial. Sedangkan pada zaman

sekarang Masjid ramai hanya ketika sedang mengerjakan

sholat Jum’at dan pada bulan Ramadhan, namun dihari-hari

lain nampak sepi dari pengunjung.

2. Masjid pada zaman Rasulullah sangat sederhana, tetapi

dengan kesederhanaannya itu, masjid memiliki banyak fungsi

dan peran yang dapat dimainkan. Sebagian besar kehidupan

Rasulullah berada dalam lingkungan masjid, disamping

bertempat tinggal di dalam lingkungan masjid, beliau juga

sering berada di dalam ruangan masjid jika tidak ada kegiatan

28
penting yang membuatnya keluar, dan menjadikan masjid

sebagai pusat dakwah, pusat ibadah (mahdhah maupun ghairu

mahdhah), pusat kegiatan umat, pusat pendidikan dan

pembinaan umat, pusat pemerintahan, pusat komando militer,

pusat informasi, pusat konsultasi, pusat rehabilitasi mental,

pusat zikir, dan masih banyak lagi yang lain.

3. masjid dalam sejarah pendidikan Islam tidak hanya

berfungsi sebagai tempat ibadah tetapi juga berfungsi

sebagai pusat pendidikan dan kebudayaan. Masjid dalam

fungsinya sebagai pusat pendidikan dan kebudayaan

memainkan peranan yang penting pada periode-periode

pertama. Sebagai lembaga pendidikan, masjid merupakan

pusat tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam. Di

masjid-masjid didirikan dan diadakan tempat-tempat belajar

baik di dalam masjid itu sendiri maupun di samping

masjid dalam bentuk suffah atau kuttab.

4. Beberapa masjid masjid yang ada di Kalimantan Selatan

adalah, Masjid Raya Sabilal Muhtadin, Masjid Sultan

Suriansyah, Masjid Agung Al-Karomah, Masjid Jami Syekh

Abdul Hamid Abulung, Masjid Ba'angkat, Masjid Keramat

Palajau,Masjid Raya Amuntai, Masjid Pusaka Banua Lawas,

dan Masjid Keramat Banua Halat.

29
B. SARAN

Dengan perbedaan yang cukup jauh antara fungsi masjid pada zaman

Nabi Muhammad SAW dengan dengan zaman sekarang, saya

menyarankan agar masyarakat lebih mengembangkan lagi fungsi

masjid dan tidak hanya menggunakan masjid sebagai tempat sholat,

masyarakat sebaiknya menambah kegiatan lain di masjid contohnya

seperti mengadakan pengajian, TPA, lebih mengaktifkan remaja

masjidnya agar masjid tidak hanya ramai pada sholat jum’at dan pada

bulan puasa saja melainkan pada hari- hari biasa juga ikut ramai.

30
DAFTAR PUSTAKA

• Jurnal Khatulistiwa – Journal of Islamic Studies Volume 4 Nomor 2


September 2014
• Diah, Siti Aula (2019) Masjid sebagai pusat peradaban (peran masjid

jami Al- Ikhlas sebagai pusat penyebaran dan pembinaan islam di

Kelurahan Mandomai Kabupaten Kapuas Periode 1903-2018).

Undergraduate thesis, IAIN Palangka Raya.

• Sidi, Gazalba, Masjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam,(Jakarta:


Pustaka Antara ,1971), hlm. 145
• Puji, Astari, Mengembalikan Fungsi Masjid sebagai Pusat Peradaban

Masyarakat, (IAIN Raden Intan Lampung :Jurnal Ilmu Da‟wah dan

Pengembangan Komunitas, 2014), hlm. 34

• M Mulyono - Muaddib: Studi Kependidikan dan Keislaman, 2017 -

journal.umpo.ac.id

• www.kompasiana.com , 16 Oktober 2011

• https://id.wikipedia.org/wiki/Banjarmasin_Tengah,_Banjarmasin

• https://id.wikipedia.org/wiki/Banjar_Lama

• https://id.wikipedia.org/wiki/Martapura,_Banjar

• https://id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Jami_Syekh_Abdul_Hamid_A

bulung

• https://id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Ba%27angkat

• https://id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Keramat_Pelajau

• https://id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Pusaka_Banua_Lawas

• https://id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Keramat_Banua_Halat

31

Anda mungkin juga menyukai