Anda di halaman 1dari 12

IDEOLOGISASI TAFSIR DI KALANGAN

ISLAMIS PEREMPUAN BANGLADESH


Muhammad Rikza Muqtada
Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora IAIN Salatiga
mrmcandi@gmail.com

Abstrak
Sebagai open corpus, al-Qur’an berbicara tergantung pembacanya. Tidak ada satu pun otoritas yang
berkuasa penuh atasnya. Konsekuensinya al-Qur’an sering kali dibawa oleh sekelompok Islamis
sebagai bentuk legitimasi gerakan sosial-politis mereka.Sekelompok Islamis perempuan Bangladesh
–BICSa– melakukan ideologisasi tafsir al-Qur’an yang diajarkan kepada kader-kader perempuan
mereka untuk memperlancar misi politik mereka di bawah partai Jemaate Islami (JI) Bangladesh.
BICSa berhasil memobilisasi sumber daya perempuan sebagai penyeimbang pemerintahan dengan
menyediakan pendidikan dan jasa bagi masyarakat level bawah, mengembangkan kontak dengan
publik, merekrut dan menggalang dukungan politik sebagai kekuatan perempuan.

Abstract
As an open corpus, al-Qur’an speaks depending on readers. None has authority over al-Qur’an. Consequently,
al-Qur’an is often taken by a group of Islamists as a socio-political legitimacy of their movement.Islamist group
of Bangladeshi women -BICSa- are ideologizing an interpretation of the Koran which in doctrine to their women
cadres to expedite their political missions under Jemaate Islami party (JI) of Bangladesh. BICSa successfully
mobilized the women resources as a counterweight to the government by providing an education and a service to
the lower levels of society, developing a relationship with the public, and recruiting also mobilizing the political
support as the power of women.
Keyword: BICSa, Pendidikan, ideologisasi tafsir, gerakan sosial-politik

Pendahuluan yang ditafsirkan dan diterapkan dalam dunia


Gerakan-gerakan yang terinspirasi, terdorong, modern acap kali menimbulkan kontesi di antara
dan dipengaruhi oleh nilai-nilai Islam merupakan kelompok-kelompok Islam, sehingga dinamika ini
fenomena massif dalam satu abad terakhir. bisa menimbulkan jenis pergerakan dan aktivisme
Gerakan-gerakan ini berkembang dalam berbagai Islam.
bentuk dan pola, seiring dengan bertumbuhnya Dalam dekade terakhir ini banyak tulisan yang
hubungan Islam dengan kekuatan-kekuatan sosial- membahas tentang kebangkitan kembali gerakan-
politik lain dan permasalahan yang melingkupinya. gerakan Islam, namun dalam ruang yang lebih
Islam diyakini sebagai nilai-nilai yang mandiri, utuh spesifik terhadap perkembangan kelompok studi
dan selengkapnya harus diterapkan berdampingan pembacaan teks keagamaan –sebagai dasar gerakan-
atau terkadang vis a vis dengan nilai-nilai lain. justru minim perhatian. Hanya terdapat beberapa
Keyakinan ini membawa Islam pada arena ‘kontesi’ penelitian yang menggambarkan keterlibatan
yang mungkin bisa halus dan lunak, tapi juga bisa masyarakat (audience) dengan teks-teks Islam
keras. Dalam lingkungan Islam sendiri, Islam yang otoritatif secara mendasar. Tulisan ini me-
Musâwa, Vol. 15 No. 2 Juli 2016

review apa yang pernah dilakukan oleh Maimuna menghasilkan ide tetapi juga membangkitkan,
Huq pada tahun 2003 dalam menginvestigasi mengesahkan serta melengkapinya dengan
bagaimana sebuah kelompok studi perempuan perbedaan pendapat dari berbagai keyakinan ke
menafsirkan al-Qur’an dan kemudian menjadikan dalam frame ideologi gerakan.
pemahamannya sebagai dasar gerakan Islam dalam
mewujudkan visi politik suatu partai.1 BICSa dan Gerakan Sosial Islam
Huq melakukan penelitiannya terhadap
Bagi sebagian peneliti, kelompok studi BICSa
sekelompok aktivis pelajar perempuan di Dhaka
termasuk organisasi masyarakat Islam yang
Bangladesh,2 Bangladesh Islamic Chatri Sangstha
terus meningkat secara konstitusi, dan relevan
(BICSa), yang aktif menggunakan ayat-ayat al-
dengan hadirnya pendidikan tinggi masyarakat
Qur’an untuk mengkader dan mendidik Muslimah
dan teknologi media. Sejauh ini pertumbuhan
Bangladesh sebagai aktivis untuk tugas islamisasi
kelompok studi ini semakin eksis seiring dengan
diri sendiri, komunitas dan Negara. Kata kunci
tingkat pemahaman Muslim, ekspresi dan praktek
dalam penelitian Huq adalah memfokuskan
keagamaan mereka baik selevel atau lintas kelas,
pada kegiatan diskusi BICSa, di mana kelompok
dan kesadaran mereka atas batas-batas warga
studi (lesson circles) ini memainkan peran dalam
negara, juga gender. Sementara itu, sebagian
membangun sekaligus memperluas gerakan Islam
akademisi menunjukkan bagaimana teknologi
di Bangladesh. Mereka mengubah konsepsi para
media memfasilitasi kelompok-kelompok pemegang
aktivis tentang diri sendiri, tugas keagamaan dan
otoritas keagamaan dalam mengelola kehidupan
lainnya melalui retorika yang menyebarkan gagasan
masyarakat Muslim dan pokok-pokok disiplin
tertentu tentang keagamaan, identitas agama,
mereka beserta efek sentripetalnya.3 Terlebih ketika
budaya, negara, komunitas Muslim global (ummah),
pemanfaatan ide gerakan Islam kontemporer yang
dan tatanan dunia terkini. BICSa tidak sekedar
terjadi di Timur Tengah dan sekitarnya ditawarkan
1
Artikel ini adalah review terhadap tulisan Maimuna sebagai diskursus keagamaan dan disiplin untuk
Huq dalam penelitiannya terhadap sekelompok aktivis mendukung usaha mewujudkan Islam ortodoks
perempuan di Dhaka Bangladesh pada tahun 2003.
Pereview menggunakan teori gerakan sosial untuk melihat dalam kebangkitan kembali Islam.
bagaimana al-Qur’an diresepsi oleh masyarakat menjadi
Charles Hirschkind menyatakan bahwa fakta-
dasar sebuah gerakan Islamis. Maimuna Huq, Reading the
Qur’an in Bangladesh: the Politics of ‘Belief’ among Islamist fakta sosial dalam masyarakat Islam tidaklah
Women, Cambridge University Press, Journal of Modern hegemonik tunggal sebagaimana teoretikus liberal
Asian studies, Vol. 42, No. 2/3, Islam in South Asia (Mar-
May, 2008), 457-488 yang memahami sosialisasi keagamaan secara
2
Bangladesh sendiri merupakan Negara berpenduduk konvensional, juga bukan argumentasi yang
mayoritas Muslim terbesar ketiga di dunia, sekaligus memiliki
simpel melainkan bidang orientasi tradisi yang
sedikit kesamaan bahasa dan budaya lokal/nasional dengan
Afrika Utara dan Timur Tengah, yang menjadi fokus kajian
kebangkitan kembali Islam kontemporer. Meski demikian,
3
tulisan Huq tidak hanya mengupas Bangladesh tetapi juga Efek kestabilan masyarakat akibat dari terpusatnya
wilayah sekitarnya, di mana induk organisasi BICSa, Jemaate otoritas pemimpin. Charles Hirschkind, “Civic virtue and
Islami, mengalami peningkatan tajam akan kehadiran Religious Reason: an Islamic Counterpublic”, Cultural
Islamis dari pinggiran menuju pusat perkembangan kajian Anthropoligy; Journal of the Society for Cultural Anthropologi,
kebangkitan kembali Islam atau gerakan reformis. Vol. 16, No. 1, Februari 2001, 16

200
Muhammad Rikza Muqtada — Ideologisasi Tafsir Di Kalangan Islamis Perempuan Bangladesh

kompleks.4 Karena itu, melalui analisis diskursif empat signifikansi perbedaan antara fakta-fakta
dan analisis fenomenologis, Huq melakukan hal latar ideologi-budaya dan kebebasan investigasi
yang sama dengan menerapkannya pada kelompok dalam mengorganisasikan gerakan Islam: Pertama,
studi BICSa di mana sosialisasi dan kontestasi BICSa merupakan organisasi sosial keagamaan
paradigma kebangkitan kembalinya Islam oleh yang besar, struktur administrasinya hierarkis,
reformis Muslim terbuka secara serempak dan regulasinya ketat, dan proyek politik yang berafiliasi
berkesinambungan. dengan partai Jemaate Islami (JI) Bangladesh
Meskipun menggunakan kerangka yang sama, untuk memperoleh kekuasaan Negara melalui
tulisan Huq memiliki perbedaan dengan tulisan demokrasi. Bagi BICSa, Negara Islam akan sangat
Hirschkind yang menekankan pada panoramic mendukung proses islamisasi dari atas hingga
view. Huq mengambil sudut pandang terkecil ke akar masyarakat melalui dakwah kepada
(microscopic view) dari sekumpulan fakta kebiasaan perempuan, khususnya pendidikan kader muda
atau praktek masyarakat Muslim Bangladesh dan melalui program pelatihan dan pembelajaran saat
lingkungannya. Secara spesifik, Huq memfokuskan perekrutan.
analisisnya pada kepercayaan ideologi BICSa, Kedua, oleh sebagian aktifis BICSa, teks yang
kepemimpinan organisasi remaja kebangkitan berisikan silabus BICSa (diputuskan oleh JI)
Islam, dan pembinaan perempuan Bangladesh. merupakan sumber tunggal substansi pengetahuan
Lebih jauh, Huq menunjukkan sisi perbedaannya agama. Silabus ini menempatkan teks-teks tentang
dengan Hirschkind dengan berorientasi pada variasi doktrin Islam dan pentinganya gerakan
penyelidikan modal yang digunakan Islam ortodoks karya pemikir-pemikir JI, terlebih Abu Ala
dalam menghasilkan kondisi etik yang melibatkan Mawdudi (1903-1979) sebagai pendiri JI di India
pertimbangan publik. Huq menekankan pada sekaligus tokoh Islamis abad 20. Perempuan BICSa
fakta-fakta yang menjadi strategi penyebaran bukanlah orang yang tangkas dalam argumentasi
BICSa, model dialogis, untuk mewujudkan agama secara tradisional atau kurang familiar
misinya melalui pengangkatan isu iman (belief/ terhadap berbagai macam tek-teks keislaman.
faith) dan bagaimana pengaplikasiannya. Walaupun begitu, BICSa tetap mendorong
Secara umum orientasi BICSa bukan untuk anggotanya, terutama anggota lama, untuk
mencetak intelektual Muslim dalam perbedaan membaca teks-teks Islam di luar silabus organisasi.
pemikiran Islam atau penawaran gagasan Mayoritas perempuan BICSa memiliki sedikit
independen, tetapi hanya keinginan untuk pengetahuan tentang bahasa Arab, Persia, atau
meyakinkan orang lain akan keotentikan Islam Urdu -tiga bahasa yang sering digunakan dalam
sekaligus menunjukkan keunggulan proyek buku-buku Islam ortodoks dan Islam reformis.
BICSa dalam transformasi politik-moral melalui Selain beberapa tafsir al-Qur’an dan koleksi
argumentasi logis-rasional. Dengan argumentasi hadis, kebanyakan perempuan BICSa hanya bisa
dan rasionalitas lah yang menjadi alat untuk mengakses sedikit teks-teks Islam otoritatif yang
mewujudkan tujuan organisasi. Setidaknya ada berbahasa Bangla.

4
Charles Hirschkind, “Civic virtue …, 25

201
Musâwa, Vol. 15 No. 2 Juli 2016

Ketiga, memperkuat perempuan BICSa dari studi dijadikan sebagai forum perekrutan dan
keterbatasan sumber keahlian diskursif keagamaan, penyebaran gagasan dalam suatu lingkungan, dan
akses perempuan dan keterlibatannya dalam ranah cara merambah lapisan-lapisan masyarakat yang
publik sering dibatasi. Sebagian aktifis BICSa efektif ketimbang dilakukan melalui mekanisme-
yang di pinggiran sulit bergabung dengan BICSa mekanisme formal organisasi gerakan sosial.5
pusat sehingga mendapatkan sedikit substansi Kelompok studi BICSa -khususnya pegiat tafsir-
dari pokok-pokok diskusi keagamaan. Sementara sengaja didesain untuk kaderisasi organisasi,
setiap minggu ada siaran melalui radio dan televisi memperdalam pengetahuan dan meningkatkan
tentang diskusi keagamaan oleh pakar agama kualitas keimanan anggota BICSa yang aktif
tradisional namun tidak begitu banyak ditonton (workers), serta melatih seni mereka dalam
oleh pemuda-pemudi. menyebarkan pengetahuan Islam.
Keempat, sejak BICSa didefinisikan sebagai Pemanfaatan kelompok studi dalam konteks
organisasi pelajar secara otomatis anggota BICSa makna Islamisme dan sentralitas dakwah bagi
harus pelajar, padahal sebagian anggota dalam pandangan dunia dan gaya hidup Islamis adalah
gerakan adalah anak-anak dan orang-orang yang demi mewujudkan agenda-agenda politik sebuah
pernah merasakan sedikit pendidikan formal. organisasi gerakan sosial. Seorang Islamis
Terkadang pemilihan pimpinan BICSa ditujukan berusaha mengislamkan kembali masyarakat
bagi mereka yang sudah menyelesaikan karir dengan mendorong individu-individu untuk
akademiknya, tetapi memiliki jasa yang dibutuhkan mempraktikkan Islam dalam kehidupan sehari-hari
bagi organisasi. dan menjembatani jarak antara wacana keagamaan
Keempat faktor tersebut dapat dikombinasikan dan realitas praktis. Dengan kata lain, ia adalah
untuk membatasi luasnya pengetahuan Islam seorang Muslim yang berusaha secara aktif
dan pandangan yang dibawa aktivis Islam dalam memperluas dan menerapkan Islam melampaui
pertemuan-pertemuan BICSa, kelompok studi apa yang umumnya dianggap sebagai wilayah
dan program pelatihan sebagai perbandingan di privat demi untuk mempengaruhi wilayah publik.
antara peserta-peserta tradisionalis, gerakan orang Dalam mewujudkannya, Islamisme mengusung
saleh. Pada intinya, beberapa aktifis BICSa yang gagasan bahwa Islam merupakan suatu sistem
terlibat dalam kelompok studi bukan lah pemula atau bangunan nilai, keyakinan, dan praktik yang
melainkan aktifis kelas menengah yang sudah lengkap melingkupi semua wilayah kehidupan.6
siap menerapkan kemampuan kepemimpinannya,
berdedikasi untuk mempraktekkan kebaikan 5
Janine A. Clark, “Perempuan Islamis di Yaman;
agama, dan berkomitmen kepada visi moral-politik Titik-titik Pertemuan Aktivisme Informal”, dalam Quintan
Wiktorowicz (ed), Gerakan Sosial Islam; Teori, Pendekatan dan
BICSa.
Studi Kasus, Terj. Tim Penerjemah Paramadina, (Yogyakarta:
Kalangan Islamis perempuan memanfaatkan Gading Publishing dan Yayasan Paramadina, 2012), 309
6
Anne Sofie Roald, “Feminist Reinterpretation of
kelompok-kelompok studi al-Qur’an sebagai Islamic Sources: Muslim Feminist Theology in the Light of
perantara informal antara organisasi gerakan the Christian Tradition of Feminist Thought”, dalam Karin
sosial dan publik pada umumnya. Kelompok Ask dan Marit Tjomsland (ed), Women and Islaiozation, (New
York: Berg, 1998), 17

202
Muhammad Rikza Muqtada — Ideologisasi Tafsir Di Kalangan Islamis Perempuan Bangladesh

Agama memang menjadi alat legitimasi Dalam penemuan tradisi ini, konsep dakwah
yang paling efektif dalam kehidupan gerakan merupakan sesuatu yang amat penting dalam
sosial.7 Pada perkembangannya ia justru beralih mengaktifkan ‘Islam’ sebagai dasar perbuatan
menjadi gerakan agama. Setiap sejarah gerakan dalam semua wilayah kehidupan. BICSa
agama selalu lengkap dengan ideologi dan dasar- menggunakan kelompok studi al-Qur’an sebagai
dasar legitimasinya. Fenomena tersebut muncul media dakwah yang rutin dilakukan. Dakwah
sebagai reaksi terhadap berbagai tantangan yang ini memudahkan para Islamis perempuan untuk
dihadapi atau sebagai akibat dari tekanan yang berkomunikasi antar gagasan dan memberikan
datang dari luar dirinya. Sehingga yang menjadi kesempatan baginya untuk berhubungan langsung
persoalan penting adalah bagaimana tantangan dengan banyak jaringan sosial. Dalam proses
itu memuluskan jalan bagi munculnya gerakan komunikasi antar gagasan terjadi pertukaran
agama, sekaligus bagaimana gerakan agama itu pikiran yang dapat melakukan mobilisasi mikro
memperoleh legitimasi dari teks agamanya.8 di mana pembebasan kognitif dan proses pertalian
Para Islamis menjadikan tradisi perpolitikan di kolektif dapat terjadi. Di sinilah dasar-dasar
masa Nabi dan Khulafa al-Rasyidūn, sebagai suatu organisasi dapat diterjemahkan ke dalam tindakan-
masa di mana tidak banyak terdapat perbedaan tindakan konkrit dalam kehidupannya.10
antara cita-cita dan realitas, sebagai inspirasi dan
bimbingan ideologis gerakannya. Mereka berusaha Transmisi Pengetahuan Islam BICSa dan
untuk menemukan kembali tradisi yang diidealkan Ideologisasi Tafsir al-Qur’an
dalam konteks kehidupan beragama. Pemahaman Kelompok-kelompok studi agama informal
para Islamis tentang apa yang mereka yakini di negara-negara yang dihuni oleh mayoritas
sebagai tradisi ini mencakup penegasan bahwa Muslim, khususnya di Asia Selatan, mengalami
Islam adalah al-dīn wa al-daulah (agama dan negara). perkembangan pesat sebagai pendidikan tinggi
Dalam perspektif ini Islam merupakan sistem yang masyarakat Muslim di bawah standarisasi dan
komprehensif meliputi semua hal yang material, nasionalisasi sistem pendidikan. Secara tradisional,
spiritual, sosial, individual, dan politik. Karena kelompok studi ini sering membahas seputar
itu, para Islamis ingin menerapkan visi mereka ringkasan penafsiran al-Qur’an, hadis seperti Riyād
tentang Islam sebagai tindak perbaikan terhadap al-Ṡaliḥīn (karya abad 13), juga teks-teks agama
praktik-praktik ‘tidak Islami’ yang terdapat dalam yang dikarang oleh tokoh-tokoh agama tradisional
kelompok-kelompok dan status quo sosial-politik di wilayahnya. Penafsiran al-Qur’an merupakan
yang sedang berkuasa.9 sumber pengetahuan utama bagi Muslim di negara
berpenduduk mayoritas Muslim. Namun bagi
7
Reza Wattimena, Melampaui Negara Hukum Klasik
(Locke - Rousseau - Habermas), (Yogyakarta: Kanisius, 2007),
sebagian aktivis Islam kontemporer tidak bisa
xi
8
Rusydi Sulaiman, Pengantar Metodologi Studi Sejarah 10
Doug McAdam, “Micromobilization Context and
Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), 87 Recruitment to Activism”, dalam Bert Klandermans, dkk.
9
Janine A. Clark, Perempuan Islamis di Yaman…, (ed), From Structure to Action: Comparing Social Movement
31. Dale Eickelman dan james Piscatori, Muslim Politics, Research across Cultures, (Greenwich Corm: JAI Press, 1988),
(Princeton N.J: Princeton University Press, 1996), 46 135-136

203
Musâwa, Vol. 15 No. 2 Juli 2016

menerima sistem pendidikan agama tradisional. adalah karya-karya pemikir Jemaat lainnya,
Setidaknya mereka belajar, atau pernah belajar, seperti Golam Azam dan Matiur Rahman Nizami
ilmu pengetahuan dan ilmu kemanusiaan di yang sering mendidik kader-kader senior BICSa
sekolah umum non-agama atau di universitas. (sadasyas).
Di Bangladesh, tempat ut ama untuk Dalam pembelajaran berkelompok, satu
memperoleh pengetahuan agama adalah di persatu dipandu oleh ketua kelompok untuk
madrasah atau sekolah agama tradisional, di mana mendiskusikan perbedaan ayat-ayat yang
studi hukum Islam (fiqh) dan komentar-komentar dibahas. Setiap presentasi mikro atau komentar
al-Qur’an maupun hadis menjadi kurikulum inti. seseorang memungkinkan untuk berdiskusi.
Tempat kedua yang tak kalah penting adalah Hasil kesimpulan secara menyeluruh berdasarkan
di sekolah masyarakat modern, di mana Islam rentetan pembicaraan, intonasi diskusi yang
adalah satu materi pembelajaran utama dalam diselingi dengan pertanyaan, jawaban serta
seperangkat kurikulum nasional dari sepuluh komentar. Selanjutnya peserta diskusi diharuskan
tingkatan. Pembelajaran ini digunakan negara, untuk memberikan contoh prakteknya sebagai
secara moral, sebagai usaha untuk menciptakan penegasan dalam setiap diskusi teoretis dan
warga negara Bangladesh yang basis pengetahuan kutipan-kutipan ayat al-Qur’an maupun hadis.
agamanya sekitar 88%. Selanjutnya khutbah Jumat Seperti halnya penjelasan pimpinan BICSa kepada
di masjid dan siaran-siaran program keagamaan anggota kelompok diskusi al-Qur’an pertama kali,
mingguan melalui televisi dan radio merupakan tujuan utama dalam setiap pertemuan adalah
media ketiga untuk membentuk pengetahuan untuk mentransformasikan teori pengetahuan
agama masyarakat secara merata. Islam ke dalam pengetahuan praktis, sehingga
Huq berusaha menginvestigasi transmisi kita bisa menggunakan pengetahuan ini untuk
pengetahuan Islam di kalangan Islamis BICSa. membentuk jati diri (atyagatan) dan menarik orang
Proses transmisi melalui sesi-sesi diskusi al-Qur’an lain untuk sebuah gerakan sekaligus membentuk
yang dilakukan rutin oleh organisasi siswi Islam jati dirinya sebagai pekerja Muslim masa depan
terkemuka di Bangladesh bisa memberikan ruang (karmigatan).
pertimbangan dan disiplin dalam penyebaran
ideologi gerakan. BICSa menggunakan kelompok Ideologisasi Tafsir QS. al-Ṡaff: 1-4 dan 13
studi (lesson circle) sebagai salah satu dari dua
Model diskusi yang menekankan pada
gaya dasar pedagogik dalam mendiskusikan
penamaan surat dan konteks pewahyuan
pengetahuan al-Qur’an. Selama kurang lebih 2 jam,
merupakan masalah utama dalam setiap diskusi
kelompok studi al-Qur’an memberikan kebebasan
penafsiran al-Qur’an, termasuk dalam konteks
peserta diskusi untuk mengeksplorasi ayat-ayat al-
modern, seperti dalam Tafheemul Qur’an.
Qur’an secara mendalam berdasarkan keterangan
Dalam kelompok diskusi, pembahasan terkait
teks, biasanya menggunakan komentarnya (syarh)
penamaan surat, tempat turun, waktu turun, dan
al-Maududi, Tafheemul Qur’an, sebagai sumber
konteks sosio-historis pewahyuan ketika Nabi
utama. Selain itu, sebagai sumber pendukung
Muhammad masih di Makkah atau Madinah

204
Muhammad Rikza Muqtada — Ideologisasi Tafsir Di Kalangan Islamis Perempuan Bangladesh

secara terus menerus dikembangkan dengan gaya tritunggal iman (belief), munafiq (hypocrisy), dan
penafsiran otoritatif al-Mawdudi. Sementara dalam Jihad (struggle in the path of Allah). Dalam hal
kebanyakan penafsiran tradisional cenderung ini, Huq hendak menunjukkan konsep utama
mengabaikan kesejarahan, konteks sosio-politis, tersebut, khususnya iman dan munafiq, dijelaskan
pengaplikasiannya ke dalam kehidupan masyarakat dan didiskusikan dalam kerangka Qur’an dan
dan cenderung menekankan aspek filologi teks digunakan untuk memperbaiki diri seseorang dan
dan nilai-nilai yang mendasari, di mana dipahami orang lain sebagai pelaku ideologi Islam.
secara abadi yang tak lekang oleh waktu dan Konteks yang melingkupi kelompok studi al-
tempat. Qur’an adalah sebagai berikut: pertemuan sering
Dalam diskusi BICSa, penekanan pada diselenggarakan di ruangan kantor yang terletak di
konteks sosio-politis pewahyuan ayat-ayat kota besar Dhaka, di mana BICSa berpusat. Kantor
memungkinkan BICSa untuk mengistimewakan tersebut sering ditinggali oleh aktifis senior BICSa
ayat-ayat tertentu dengan menggambarkan analogi dengan tujuan menghindari keterlambatan kerja,
antara kejadian yang terjadi pada masa Nabi dan terutama yang berasal dari luar Dhaka. Pemimpin
para sahabatnya dengan kejadian masa aktifis Islam senior BICSa yang memiliki posisi administratif
kontemporer. Dari itu, BICSa dapat melegitimasi tertinggi sering memegang kelompok studi (lesson
konteks tersebut untuk menginterpretasikan circle) BICSa, seperti Nabila. Nabila tidak terlalu
kondisi terkini dan menstrategikan berdasarkan kaku dalam bekerja. Ia sering memberikan
konteks. Petunjuk al-Qur’an yang abadi, terutama kelonggaran setengah hingga satu jam setelah
persoalan baik dan buruk, juga ditegaskan tetapi jadwal dimulai untuk memberikan kesempatan
sebagai jalan untuk membangun relevansinya bagi yang datang terlambat.
terhadap perubahan sejarah, sebagai jalan untuk Nabila selalu memulai kegiatannya dengan
membangun rasionalitas agenda aktifis Muslim. berdoa mengucap basmalah, ṡalawat pada Nabi
Hanya bagian-bagian tertentu dari surat-surat al- Muhammad (darud shareef), dan syukur kehadirat
Qur’an yang masuk sebagai silabus BICSa, bersifat Allah yang telah mengijinkan terjadinya pertemuan.
selektif mutlak dapat membingkai pendapat Kemudian Nabila menunjuk salah satu anggota,
seseorang terkait relevansi setiap wahyu dalam Bilkis, untuk membacakan ayat al-Qur’an yang
konteks kekinian. Meski demikian, hanya sedikit sudah ditugaskan untuk dihafal (QS. Al-Ṡaff: 1-4
aktifis BICSa yang mengakui keselektifannya. dan 10-13) dalam bahasa asli al-Qur’an, Arab,
Ayat al-Qur’an yang dijadik an untuk sambil sekali-kali mendapatkan kritikan terkait
mendeskripsikan BICSa secara meluas adalah bacaannya, hafalannya, juga pelafalannya (makhraj).
seputar QS. Al-Ṡaff 1-4 dan 10-13, karena intisari Kemudian Nabila menunjuk anggota yang lain,
dari ayat-ayat tersebut sangat relevan dengan tiga Nargis, untuk menyebutkan terjemahan ayat dalam
konsep utama rezim diskursif BICSa. kebanyakan bahasa Bangla yang dikutip dari Tafheemul Qur’an
program pelatihan dan teknologi mikro di BICSa, karya al-Mawdudi. Kemudian Nargis ditunjuk
yakni lesson, lesson circles, report preservation, dan untuk mendiskusikan sesuai dengan standar poin,
supererogatory prayers, diorientasikan seputar konsep penamaan surat (namkaran), konteks pewahyuan

205
Musâwa, Vol. 15 No. 2 Juli 2016

(naziler sthankal atau yang lebih dikenal dengan yang memfokuskan pembahasan tentang iman
shaane nuzul), dan intisari pembahasan (mool secara langsung.
bishaybastu).
(10) O you who have attained to faith! Shall I point
Nargis menyebutkan pokok masalah dari to you a bargain that will save you from grievous
dua kelompok ayat berdasarkan Tafheem sebagai suffering (in this world and in the live to come)?.
(11) you are to believe in God and His Apostle, and
berikut :
to strive hard in God’s couse with your possessions
Verses 1 through 4 describe the greatness of Allahh. and your lives: this is for your own good – if you but
These also mention a particular quality found among knew it.
the believers that Allah dislikes and the kind of
dedication Allah favors. Verses 10 through 13 state Moderator Nabila menunjuk aktifis Reena
that the only way to success both in this world and untuk mengomentari bagian ayat ini. Sebagaimana
in the hereafter is to have sincere belief in Allah and umumnya, Reena pun mendisk usik an 3
His Prophet, and to wage Jihad in the cause of Allah terminologi sentral dalam ayat secara urut dan
through sacrificing life and property. The obedient
sistematis: believers (imandargan), perdagangan
will be awarded in the hereafter with paradise, and
in this world with Allah’s help and victory. (babshya), dan hukuman. Sebagai karaktereistik
kelompok diskusi, dia menggambarkan substansi
Dalam setiap penjelasan ayat al-Qur’an penafsiran al-Mawdudi. Bagaimanapun juga,
yang disampaikan oleh peserta yang ditunjuk – keterangan al-Mawdudi hanya memfokuskan pada
berdasarkan Tafheem, ayat-ayat al-Qur’an yang lain, konsep perdagangan. Reena mengelaborasikan ide
hadis, dan contoh dalam praktek- selalu direspon tentang keimanan dan hukuman berdasarkan pada
oleh pengajarnya dan juga komentar kritik dari sub-teks dari ajaran-ajaran BICSa awal dan dari
peserta lain. Di akhir diskusi, Nabila selalu kebutuhan membaca berbagai buku yang berisi
menganjurkan mereka untuk saling tanya-jawab. silabus BICSa. Karena itu Renna menambahkan
penjelasan al-Mawdudi.
Keimanan Renna sering menggunakan pertanyaan-
Kelompok studi aktifis BICSa sangat antusias pertanyaan retoris untuk menekankan dan
mendiskusikan penafsiran ayat-ayat al-Qur’an mengklarifikasi maksudnya, menghidupkan
dalam keprihatinan tokoh, baik aktifis individu presentasinya, memfokuskan perhatiannya kepada
maupun gerakan Islam secara umumnya, khususnya audien, menambah waktu untuk menampung
tugas reformasi moral diri seseorang dan langkah pemikiran-pemikirannya, dan menghubungkan
dalam memahami Islam dan mempraktekkannya presentasinya dengan gaya berkhutbah populer
di Bangladesh saat ini. Jelas bahwa pokok diskusi yang digunakan tokoh agama tradisional,
BICSa adalah tentang iman (belief/faith) dan apa mengakui legitimasi utama bagi jalan BICSa dalam
arti deklarasi keislaman seseorang, yaitu keimanan melibatkan al-Qur’an.
dalam Islam dan satu dalam agama Islam. Di So, who is being addressed in this verse? The believing
antara ayat-ayat QS. As-Ṡaff yang didiskusikan, people. Who are the believers? Those who believe.
ayat ke-10 dan ke-11 terdiri dari satu dari dua topik But what does it really mean to believe? Does it
mean that we simply whisper the kalimah (the

206
Muhammad Rikza Muqtada — Ideologisasi Tafsir Di Kalangan Islamis Perempuan Bangladesh

fundamental short declaration of faith in the Arabic mendukung, tetapi juga menanyakan kepada
language) in the ears of an infant and she grows up aktivis Islam sendiri apakah kita benar-benar
thinking that she is a Muslim because her parents
komitment terhadap Islam? Inilah salah satu
are Muslim? This is conventional (gatunagatik)
belief. True belief (khanti iman) does demand that pertanyaan yang berkaitan dengan ayat yang sedang
we formally articulate our belief but mere utterance dibahas, tentang munafik.
is only the first requirement of faith and does not Aktifis BICSa lain, Najma mengemukakan
exhaust the meaning of faith in any way. Having
declared the kalimah, one must realize its meaning argumentasi berdasarkan QS. Al-Baqarah: 284-
in practice. One’s entire life must revolve around this 286 bahwa seorang Muslim harus mengimani
kalimah, the affirmation of one’s belief in God and keesaan Allah, kitab-kitab Allah, Nabi dan Rasul
in the messenger of God, the Prophet Muhammad, Allah, dan hari pengadilan akhir. Ia menambahkan
peace be upon him. This is the real significance of
bahwa dengan menyatakan Iman berarti seseorang
the kalimah. Only then can one be a true believer.
Such true faith shapes a person’s life in a very distinct telah menghambakan dirinya pada Allah, dirinya
way. This is the kind of believer Allah is addressing dan segala yang dimilikinya adalah milik Allah.
in this verse. Segala sesuatu yang dimiliki manusia merupakan
pemberian Allah. Karena itu, barang siapa yang
Dalam pernyataan itu, Reena memainkan
menjalankan Islamnya sesuai dengan imannya
beberapa aksi ideologis tertentu. Pertama, ia
maka akan mendapat keistimewaan, sedangkan
membedakan antara bentuk dan isi. Ketika
bagi mereka yang yang lebih memilih setan sebagai
membacakan kalimah di telinga saat kelahiran
kawannya maka akan dimarahi dan dihukum
atau oleh seseorang memang benar sesuai tradisi,
Tuhan.
menghidupkan isi kalimah atau merealisasikan
maknanya dalam kehidupan adalah lebih penting. Batasan antara Muslim hakiki, Muslim
Kedua, ia mengkritik mainstream Islam Bangladesh konvensional, dan Muslim sebagian sangat
saat ini yang menekankan pada praktek ritual dan dikontruksi secara diskursif dan ditegaskan
yang dirasa sebagai bentuk kelalaian terhadap isi. berulang kali. Pembedaan dilakukan untuk
Isi kitab suci yang diinternalisasikan dengan baik melegitimasi proyek kalangan Islamis dalam
dapat membentuk kepribadian manusia yang mentransformasikan diri sendiri dan masyarakat.
tak terhapuskan. Secara umum, menjalankan Dalam pandangan BICSa, mengakui kelemahan
ritual keagamaan telah dikenal bagi kebanyakan negara Muslim sendiri lebih baik. Karenanya,
mainstream di Bangladesh. BICSa berusaha mendedikasikan kepentingan pribadi untuk
mengimbanginya dengan aksi dalam memahami kepentingan nasional adalah baik untuk
hakikat Islam. mewujudkan negara Muslim.

Ketiga, Reena membedakan antara Mukmin


hakiki yang mencerminkan keimanannya pada Munafik dan Jihad
perilakunya dan Mukmin konvensional yang Selanjutnya Najma merefleksikan tentang
keimanannya sekedar ucapan kalimah. Lebih jauh, hypocrisy (munafik):
dia tidak hanya membedakan antara Muslim yang
tidak mendukung usaha para Islamis dan yang

207
Musâwa, Vol. 15 No. 2 Juli 2016

Given how clear Allah’s omniscience and Dalam ideologi Islamis BICSa, kesenjangan
omnipotence, why are we so reluctant to submit antara keimanan dan aksi serta antara verbalisasi
to every command of Allah? Why do we want to
dan aksi merupakan hal yang berbeda. Keduanya
spend more time sleeping, resting and pursuing
the fleeting pleasures of this life than working for secara jelas ditegaskan dalam al-Qur’an:
Allah’s cause? Why do novels interest us more (2) O you who have attained to faith! Why do you
than Islamic literature? We believe in Allah and say one thing and do another? (3) Most loathsome
in Islam and we know what we must do. Yet why is it in the sight of God that you say what you do
do we lose enthusiasm along the way? If we were to not do! (4) Verily, God loves [only] those who fight
truly recognize the might of Allah and understand in His cause in [solid] ranks, as though they were a
ourselves as His slaves, we could never be arrogant, building firm and compact.
and like every other species in this universe, we
human beings would be able to embrance Allah and Sesuai dengan al-Mawdudi, Nahid
obey His commands in all sincerity. menafsirkannya ke dalam tiga tahapan kategori.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa para Dengan menggunakan penjelasan hadis, ia
Islamis belakangan ini tidak setabah pendahulu mengidentifikasi elemen-elemen kemunafikan
mereka. Ada kesenjangan antara keimanan mereka dalam tiga kategori kesenjangan antara perkataan
dan aksi mereka dalam kehidupan sehari-hari. dan aksi; kebohongan, tidak memegangi satu kata,
Karena itu, Nahid merespon untuk memberikan dan melanggar kesepakatan atau kepercayaan.
solusi atas kesenjangan tersebut: BICSa memanfaatkan kategorisasi munafik
I think our real problem lies at the very source: dan memfokuskannya untuk tiga tujuan;
we have not been able to develop truly intimate pertama, untuk memotivasi aktivis Islam untuk
relationship with Allah. We fear Allah to some meningkatkan pengawasan diri dan kesetiaan diri
extent, but a higher and truer form of intimacy grows terhadap Islam dan gerakan Islam; Kedua, konsep
out of love, and we have not been able to acquire
munafik digunakan untuk mengkonstruk batasan-
that level of belief yet. If we could truly love Allah,
we should be able to make any sacrifice necessary to batasan antara aktivis Islam dan para pengikutnya
please Him. An Islamic group like Tabligh Jamaat (a (Muslim yang ta’at) serta Muslim yang sama sekali
pietist group) is able to cultivate a closer relationship tidak mendukung gerakan Islamis; Dan ketiga,
with Allah by focusing on the basic rituals of sesuai dengan pemikiran Islam kontemporer,
worship. Their only but serious problem is that they
BICSa turut membagi ‘jihad’ ke dalam dua
deny the vital importance of Islamizing the state.
But we know that a true Muslim cannot pick and level: a) greater jihad, yaitu jihad spiritual untuk
choose from among the various components of the melawan hawa nafsu dan untuk meningkatkan
Qur’an and hadith as they wish, emphasizing one kesalehan jiwa, dan b) lesser jihad, yaitu usaha untuk
that suits them and neglecting the other that does menyebarkan, membangun dan membela Islam
not. Our problem is that our approach becomes too
practical and technical sometimes. We can become yang kemudian dikenal dengan jihad fi sabilillah.
so occupied with paperwork and formalities, which Dalam konteks jihad, BICSa membagi hukum
is of course essential to the success of our movement jihad menjadi: a) fardhu ‘ain (kewajiban individu),
that we tend to lose sight of the most important thing
yaitu ketika kondisi Muslim sebagai minoritas
of all-our relationship with Allah earning whose
pleasure is our ultimate goal. dalam suatu Negara dan mereka dilarang untuk

208
Muhammad Rikza Muqtada — Ideologisasi Tafsir Di Kalangan Islamis Perempuan Bangladesh

melakukan aktivitas ritual Islam, dan b) fardhu Ikatan-ikatan yang baru terbentuk ini diperkuat
kifayah (kewajiban kolektif), yaitu ketika umat Islam bukan hanya untuk kepuasan bekerja sama
menajdi mayoritas dalam suatu negara dan hanya demi Islam, tetapi juga untuk berbagai macam
untuk menopang dominasi Islam di dalamnya. keuntungan personal yang didapatkan perempuan.
Kewajiban kolektif ini hanya boleh dilakukan oleh Mulai dari aktivitas berdakwah, belajar tentang
negara dan sebagian kecil aktivis Islam. hak-hak sosial-politik seseorang, membantu orang
Ideologi BICSa menekankan bahwa jihad fi lain, penggalangan dana dan sebagainya telah
sabilillah harus terintegrasi dengan keimanan bagi memberikan kepuasan tersendiri bagi mereka.
setiap Muslim di Bangladesh. Iman merupakan Di saat mainstream Islam melarang perempuan
standar utama dalam persaudaraan Muslim. Ini bekerja di wilayah publik, dalam usia yang masih
memungkinkan bagi BICSa untuk mengidentifikasi belia perempuan BICSa memperoleh penghargaan
setiap Muslim di Bangladesh dan di manapun diri dalam mewujudkan peranannya di luar
yang menentang usaha para Islamis untuk rumah. BICSa memberikan makna dan arah
mentransformasikan Islam ke dalam masyarakat baru bagi perempuan-perempuan muda dengan
dan negara. Bagi mereka yang menentang akan mendorong untuk aktif dan menjalankan berbagai
dilabeli sebagai ‘kāfir’. proyek moral-politik yang menantang sehingga
mampu menciptakan suatu rasa solidaritas yang
kuat karena teman-teman terlibat bersama dalam
Pergeseran Peran Perempuan dan Perubahan
pembentukan masyarakat baru.11
Sosial
Ketika aktivitas-aktivitas dakwah membentuk
Teori gerakan sosial umumnya melihat jaringan- kembali jaringan-jaringan sosial, perempuan-
jaringan sosial dalam kaitannya dengan bagaimana perempuan Islamis menciptakan dan memperkuat
mereka menyediakan sumber daya dan para calon s u a t u p a n d a n g a n d u n i a y a n g a k h i r ny a
anggotanya serta menyatukan elemen-elemen menggambarkan perubahan sosial yang dramatis.
organisasi sebuah gerakan yang terpisah-pisah. Potensi perubahan sosial di tingkat bawah sangat
Dalam menjangkau jumlah perempuan yang besar, kuat mengingat bahwa banyak dari perempuan
kalangan Islamis perlahan-lahan merekrut anggota yang ditargetkan oleh para anggota organisasi
baru ke dalam gerakan itu melalui beragam tingkat gerakan sosial untuk berpartisipasi dalam aktivitas-
komitmen terhadap organisasi gerakan sosial. aktvitas gerakan. Tanpa disadari perempuan-
Ketika perempuan-perempuan mulai lebih terlibat perempuan tersebut pada dasarnya bekerja atas
dalam aktivitas-aktivitas gerakan, secara bertahap nama sebuah partai politik atau ideologi dengan
mereka melepaskan diri dari lingkaran-lingkaran mendukung kepentingan-kepentingannya. Ketika
sosial mereka sebelumnya, kemudian menciptakan ‘penemuan tradisi’ Islamis tersebut perlahan
ikatan-ikatan sosial baru yang didasarkan pada mengakar dalam jaringan sosial maupun partai
ideologi Islamis dan berakar pada konsep tentang politik, terlepas dari keyakinan ideologis, ia harus
dakwah. memperhatikan gelombang besar dukungan
11
Janine A. Clark, Perempuan Islamis di Yaman…,
334

209
Musâwa, Vol. 15 No. 2 Juli 2016

bagi agenda politik dan sosial konservatif yang Terj. Tim Penerjemah Paramadina, Yogyakarta:
terinspirasi Islamis. Gading Publishing dan Yayasan Paramadina,
2012.
Eickelman, Dale dan james Piscatori, Muslim
Simpulan Politics, Princeton N.J: Princeton University
Sebagai organisasi politik, BICSa terinspirasi, Press, 1996.
terdorong dan terpegaruh oleh nilai-nilai Islam Hirschkind, Charles, “Civic virtue and Religious
yang mereka gali dari al-Qur’an. Para aktivis BICSa Reason: an Islamic Counterpublic”, Cultural
Anthropoligy; Journal of the Society for Cultural
melakukan ideologisasi tafsir al-Qur’an yang Anthropologi, Vol. 16, No. 1, Februari 2001
diajarkan kepada kader-kader perempuan mereka
Huq, Maimuna, Reading the Qur’an in Bangladesh:
untuk memperlancar misi politik mereka di bawah the Politics of ‘Belief’ among Islamist Women,
partai Jemaate Islami (JI) Bangladesh. BICSa Cambridge University Press, Journal of Modern
sebagai gerakan Islam berhasil memobilisasi sumber Asian studies, Vol. 42, No. 2/3, Islam in South
Asia (Mar-May, 2008).
daya perempuan sebagai pihak penyeimbang
pemerintahan. BICSa menggunakan jaringan McAdam, Doug, “Micromobilization Context
and Recruitment to Activism”, dalam Bert
organisasi non-pemerintahan di level bawah untuk
Klandermans, dkk. (ed), From Structure to
menyediakan pendidikan dan jasa bagi masyarakat, Action: Comparing Social Movement Research
mengembangkan kontak dengan publik, merekrut across Cultures, Greenwich Corm: JAI Press,
dan menggalang dukungan politik. Di sisi lain, 1988.
fenomena BICSa sebenarnya menunjukkan bahwa Roald, Anne Sofie, “Feminist Reinterpretation of
perempuan memiliki peran di ruang publik. Islamic Sources: Muslim Feminist Theology
in the Light of the Christian Tradition of
Perempuan memiliki hak berpolitik. Mobilisasi Feminist Thought”, dalam Karin Ask dan
masa yang mereka galang memberikan sumbangan Marit Tjomsland (ed), Women and Islaiozation,
suara politik terbesar di Bangladesh. New York: Berg, 1998.
Sulaiman, Rusydi, Pengantar Metodologi Studi
Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo
Daftar Pustaka Persada, 2014
Clark, Janine A., “Perempuan Islamis di Yaman;
Wattimena, Reza, Melampaui Negara Hukum Klasik
Titik-titik Pertemuan Aktivisme Informal”,
(Locke - Rousseau - Habermas), Yogyakarta:
dalam Quintan Wiktorowicz (ed), Gerakan
Kanisius, 2007
Sosial Islam; Teori, Pendekatan dan Studi Kasus,

210

Anda mungkin juga menyukai