Anda di halaman 1dari 8

Memahami Hubungan Islam dan Politik di Indonesia

Suatu Upaya Dialogis Menuju Sikap Gereja Yang Konstruktif


oleh Ati Hildebrandt Rambe

Catatan Awal Makassar, sehingga tidak jarang mempengaruhi


relasi umat Kristen dengan sesamanya manusia
Membahasakan yang beragama Islam.
hubungan Islam dan
Politik di Indonesia Fenomena lain adalah maraknya pencarian
adalah sebuah jelajah penanggungjawab sejumlah aksi teror yang
akademik yang tak dikaitkan dengan jaringan (sebutan ini lebih tepat
berujung, oleh sebab itu ketimbang organisasi) Jamaah Islamiyah. Dalam
saya dituntut untuk laporan terbarunya, International Crisis Group (ICG)1
menarik batasan mengungkap keberadaan jaringan Jamaah
penjelajahan ini dengan Islamiyah di Asia Tenggara yang memiliki deretan
Tinjauan Teologis

memfokuskan diri pada nama orang-orang Indonesia “alumni Afghanistan”


pemetaan (landscape) sebagai The Key Figures dan yang terkait dengan
kontemporer dengan sejumlah aksi teror dan bom di Indonesia
menggunakan pendekatan dialogis (memahami). belakangan ini seperti: peledakan bom di sejumlah
Penekanan pada kontemporer dengan alasan telah gereja pada malam natal dan di sejumlah tempat-
terjadi berbagai macam model pemetaan di tempat umum milik perusahaan asing seperti
sepanjang sejarah perjumpaan Islam dan politik di Restoran fast food Mc. Donald - Ratu Mall Makassar
Indonesia, bandingkan 3 pemetaan yang dilakukan pada masa Ramadhan, 5 Desember 2002 dan di 2
oleh Clifford Geertz untuk Islam di Jawa: Abangan, tempat hiburan di Kuta-Bali. Penamaan atribut Islam
Santri dan Priyayi, yang sudah memerlukan untuk kelompok radikal seperti ini apalagi
pembahasan ulang untuk konteks masa kini. Untuk mengaitkan salah satu lembaga pendidikan Islam
menghindari kompleksitas sejarah inilah maka seperti pesantren Ngruki-Solo sebagai tempat
dengan sadar pembahasan difokuskan pada mencetak “kader-kader Afghan”, memberi Image
perkembangan kontemporer. Upaya dialogis bukan buruk terhadap umat Islam.
saja diletakkan sebagai bingkai yang membatasi Stereotype tentang Islam sebagai agama yang
tulisan ini mengingat pembahasan tema ini telah memperjuangkan cita-cita politisnya dengan
mengalami berbagai macam pendekatan dan kekerasan semakin dipertajam oleh deretan panjang
analisis, melainkan juga berangkat dari kesadaran tindakan brutal dan nir-manusiawi baik yang
akan pentingnya merangsang pemikiran yang berskala internasional maupun lokal dari manusia-
konstruktif dan dialogis dari umat Kristen untuk manusia yang mengklaim diri dan
keluar dari dilema keberagamaan yang eksklusif. mengatasnamakan aksi tersebut sebagai buah dari
Beberapa fenomena penting yang terkait dengan penghayatan iman mereka sebagai muslim.
Islam dan Politik, muncul belakangan ini yang Eksplorasi image ini membuat kelompok radikal
membuat umat Kristen menjadi terganggu, merasa menjadi semakin lebih liar dan bengis karena dilihat
tak nyaman bahkan tidak jarang lahir ketakutan yang sebagai propaganda anti-Islam oleh negara-negara
berlebihan akan sesuatu yang tidak jelas wujudnya, Barat khususnya Amerika Serikat yang kemudian
misalnya keinginan melegal-formalkan Syariat Islam mendapat stempel sebagai (negara) Kristen.
di sejumlah daerah-daerah di Indonesia a.l di Memposisikan Islam-Barat secara berhadap-
Makassar oleh KPSI (Komite Penegakkan Syariat hadapan seperti ini semakin nampak sejak
Islam) yang perwujudannya diduga tidak mustahil runtuhnya “tirai merah”-kekuasaan Soviet sebagai
oleh Perda sebagai buah dari Otonomi Daerah, sebuah kesatuan (Uni) menjadi republik-republik
meskipun dalam banyak kasus lebih mengarah pada yang saling gontok-gontokan. Posisi ini terlegitimasi
aspek formal belaka seperti pengejahwantahan antara lain oleh teori Huntington yang kontroversial
dalam bentuk Jilbabisasi, melahirkan rasa takut dan itu dalam bukunya “The Clash Of Civilizations”. Islam
ketidakpastian akan “nasib” umat non-Muslim telah menjadi “hantu” politik secara global dan pada
(khususnya umat Kristen). KPSI tidak jarang dilihat akhirnya berpengaruh pada kehidupan sosiopolitik di
sebagai representatif seluruh umat Islam di Indonesia.

52
INTIM - Jurnal STT Intim Makassar Edisi No. 5 - Semester Ganjil 2003
Kesemuanya ini menjadikan kita seolah-olah berada di Utan Kayu -Jakarta dan tergabung dalam Jaringan
pada samudra yang luas dan tak bertepi, kalaupun Islam Liberal (JIL) yang dulunya disebut KIUK
ada batasan, kita lalu menyederhanakannnya (Komunitas Islam Utan Kayu); LKiS di Jogyakarta,
dengan istilah ada good Islam and bad Islam. LSAP di Surabaya dan komunitas muslim di daerah-
Apakah sesederhana itu? Lalu apa yang dapat daerah lainnya yang menggagas pemikiran “Islam
dilakukan oleh gereja (umat Kristen) untuk keluar dari Liberal” yang antara lain membedah wilayah agama
rasa tidak nyaman di “tembok-tembok (Islam) dan politik sebagai dua wilayah tersendiri.
perlindungannya”? Melalui pemfokusan diri pada Agama dilihat sebagai wilayah pribadi yang tidak
pemetaan dan pendekatan memahami, tulisan ini perlu diatur oleh negara, sementara politik sebagai
mencoba memberi kontribusi pemikiran yang ruang publik yang melibatkan masyarakat melalui
konstruktif dan dialogis bagi gereja-gereja (umat prosedur demokrasi. Kehadiran mereka semakin
Kristen) di Indonesia untuk keluar dari wilayah yang memarakan dan me-”nge-trend”kan diskursus Islam
luas dan khaos yang mengakibatkan rasa takut dan Liberal dalam khazanah intelektual muslim
ketidaktahuan kepada suatu sikap yang lebih belakangan ini, meskipun tidak berarti bahwa
terbuka dan kreatif. gagasan liberal dalam dunia Islam adalah sebuah
fenomena baru yang ditiru dari khazanah barat,
Pemetaan Dialogis
seperti tuduhan beberapa orang.

Tinjauan Teologis
Dalam khazanah intelektual, pemetaan hubungan
Pemikiran liberal dalam wacana teologi Islam
Islam dan Politik di Indonesia mengalami variasi
memiliki akar sejarah yang cukup panjang dan lahir
atribut yang cukup kaya. Hal ini berangkat dari
dari rahim Islam sendiri. Masih relatif awal dalam
upaya penyederhanaan atas kompleksitas dan
perhitungan kalender Islam yakni abad I Hijriyyah,
kepelbagaian cara dan kerangka berpikir umat Islam
telah muncul sekelompok Muslim yang menggagas
tentang politik sehingga melahirkan Islam yang sarat
teologi Qadariyya yang menolak qadar (takdir) dan
dengan adjektif. Contoh dari kekayaan adjektif
memberi penekanan pada “kehendak bebas”
tersebut adalah penamaan kelompok-kelompok
manusia. Dengan menggagas ide demikian berarti
Islam seperti Islam Liberal, Islam Pluralis, Islam
kelompok Qadariyya a.l: Hasan al-Basri berani untuk
Moderat dan Islam Radikal, Islamis, Islam Reformist,
tampil beda dan menentang tirani teologis kelompok
Islam Revivalis, Islam Fundamentalis, Islam kiri, Islam
Murji’ah yang bergandengan tangan dengan
kanan dan lain-lain, namun ada pula yang
kekuasaan Umayya pada paruh ke-dua abad I
menyederhanakan pemetaannya dengan 2
Hijriyyah. Pemikiran berani Qadariyya ini ditegaskan
pengkotakkan yakni Islam Modernis dan Islam
kembali dan dikembangkan oleh kelompok Mu’tazila
Fundamentalis, misalnya Kamaruzzaman2.
yang memberi penekanan pada aspek rasionalitas
Pemetaan dalam tulisan ini mencoba untuk antara lain kebebasan manusia (Free Will) untuk
menghindari penamaan yang variatif tersebut menentukan pilihan “menjadi”nya: mengikuti yang
mengingat pendefenisiannya cukup kompleks dan baik atau yang jahat, itu adalah pilihan bebas
terkadang memiliki perbedaan yang cukup signifikan. manusia dan bukan sesuatu yang telah ditentukan
Meskipun disadari pemetaan seperti ini tidak oleh Allah sebelumnya (takdir). Mu’tazila jugalah
otomatis menjawab kompleksitas diatas, tetapi melalui teori metafisika wujud -nya yang pertama
paling tidak diharapkan dapat membantu memasuki kali mempersoalkan apakah al-Qur’an diciptakan
wilayah yang luas. Kategori pertama adalah (mahluq) atau tidak. Paham teologis yang rasional
kelompok atau paradigma dikalangan umat Islam ala Mu’tazila cukup representatif di Bagdad pada
yang melihat Islam dan Politik sebagai 2 wilayah abad ke-II Hijriyyah secara khusus pada masa
yang terpisah dan terdikotomi. Kategori kedua khalifah al-Ma’mun (813 - 833M) - dinasti Abbasiyya.
adalah kelompok atau paradigma dikalangan umat Termarjinalisasinya pemikiran liberal Mu’tazila pasca
Islam yang melihat Islam dan Politik sebagai sebuah al-Ma’mun akibat dari praktek pemaksaan dan
kesatuan yang utuh dan tak terpisahkan, sementara menjadikan pemikiran teologi sebagai ideologi yang
kategori ketiga adalah kelompok atau paradigma dipaksakan dan berakhir dengan praktek inkuisisi
dikalangan umat Islam yang berada pada posisi oleh kekuasaan (negara), tidak berarti matinya
tengah, yang melihat Islam dan Politik tidak semangat liberal Mu’tazila. Sejumlah pemikir Muslim
sepenuhnya terdikotomi tetapi juga tidak utuh. di berbagai belahan bumi lahir dalam rentang
Klasifikasi pertama terwakili oleh fenomena yang sejarah Islam yang panjang yang meneruskan
sangat signifikan belakangan ini melalui nyaringnya semangat pembebasan (liberal) ini dalam menafsir
suara-suara Intelektual Muslim Muda baik NU teks-teks suci secara kontekstual dan relevan serta
maupun Muhammadiyya, antara lain yang bercokol menjawab tantangan zamannya. Di Indonesia,
nama-nama seperti Harun Nasution, Nurcholis
53
INTIM - Jurnal STT Intim Makassar Edisi No. 5 - Semester Ganjil 2003
Madjid, Abdurrahman Wahid sering dijuluki sebagai pemerintahan dsbg. Yang ada adalah prinsip-prinsip
Neo-Mu’tazila. umum yang universal ...Nilai-nilai itu adalah
perlindungan atas kebebasan beragama, akal,
Tentu saja suatu pekerjaan yang tidak mudah untuk
kepemilikan, keluarga/keturunan dan kehormatan
membuat satu peta gambar tentang gagasan liberal
(honor)”, demikian statemen Mas Ulil4 dalam sebuah
umat Islam di Indonesia, karena disamping prinsip
tulisannya di sebuah media cetak yang pada
keterbukaan dan kebebasan berpikir yang dijunjung
akhirnya menggiring dia pada fatwa mati oleh
tinggi yang menyebabkan gagasan-gagasannya
sebagian ulama di Jawa.
akan berkembang terus menerus, mencari relevansi
teks dalam konteks manusia. Gagasan liberal juga Dikotomi wilayah politik sebagai wilayah publik dan
menganut prinsip pluralis, bahwa kebenaran adalah agama sebagai wilayah pribadi merupakan cara
relatif, dan mengakui kebebasan beragama dan tafsir agama dan tindakan yang sadar akan
berkepercayaan bahkan tidak beragama sekalipun.3 kebebasan yang seharusnya dimiliki oleh agama
Yang pasti bahwa gagasan Islam Liberal adalah agar supaya agama tetap menjadi spirit pembebas.
salah satu bentuk tafsir agama (Islam) yang Mas Ulil memahami Islam sebagai organisme yang
mementingkan aspek kebebasan dan pembebasan. hidup5, yang terus menerus berkembang dan
Kebebasan bukan berarti “silahkan liar saja” merespons manusia dengan pengalamannya di
melainkan menjunjung tinggi Ijtihad, upaya setiap segala tempat dan abad. Oleh sebab itu Islam
Tinjauan Teologis

orang untuk mengaktualisasikan dirinya lewat memerlukan tafsir yang menghidupkan


pemikiran dan tindakan yang juga menjunjung tinggi (membebaskan) sesuai dengan prinsip dan makna
sesamanya (mutual respect). Pembebasan berarti kehadiran Islam di bumi, yakni untuk membebaskan
dengan beragama (Islam, atau apapun) seseorang manusia dari segala bentuk jahiliya
tidak lagi mengalami penindasan dan menindas (ketidakmanusiawian), supaya dengan dan karena
sesamanya karena dengan penghayatan beragama Islam manusia semakin berharkat (Ulil menggunakan
seperti ini, seseorang akan selalu gelisah untuk istilah: “pemuliaan atas manusia”6) dan supaya
membebaskan manusia yang lain dari segala dengan dan karena nya pula manusia memiliki relasi
macam bentuk penderitaan dan penindasan. yang adil, beradab dan penuh cinta dengan
Pembebasan juga diartikan disini sebagai bentuk sesamanya manusia.
pembebasan struktur sosio-politik dari dominasi dan
Kategori kedua adalah mereka yang memiliki arah
tirani apapun. Oleh sebab itu dalam pemikiran
perjuangan politis untuk mendirikan Negara Islam
kelompok Islam Liberal, a.l Ulil Abshar Abdallah,
(Daulah Islamiyya) sebagai sine qua non (tak bisa
perihal politik dilihat sebagai kegiatan/tindakan
tanpa keberadaan) dan sekaligus locus primus
duniawi yang tentu saja jika dilakukan oleh umat
(wilayah utama) pelaksanaan Syariat Islam7.
Islam harus dengan semangat profetis Islam sebagai
Kelompok ini menegaskan bahwa Islam bukan
landas pijak etikanya. Dikotomi agama (Islam) dan
hanya sebagai sistim kepercayaan yang berurusan
politik semacam ini adalah bentuk kesadaran yang
dengan hal-hal perenial belaka melainkan Islam juga
lahir sebagai respons atas kesalahan dari praktek
berurusan dengan hal-hal yang bersifat sistimatis,
mempolitisasi agama (baca: pemenjaraan agama
pragmatis dan ideologi. Islam dipahami sebagai
dalam ruang politik) selama ini dan yang masih
sebuah ideologi yang dimengerti pula dalam
berlangsung.
kerangka berpikir sekular-sakral artinya bahwa Islam
Ketika gaung penegakan syariat Islam di daerah- mencakup religiusitas dan sekaligus instrumentalitas
daerah, karena selalu gagal pada aras nasional, politik (al-Islam ad-Din wa ad-Dawlah). Dalam upaya
sebagai ganti dari peraturan perundangan yang nota untuk merealisasikan tujuan gerakannya, hal ini tidak
bene adalah warisan kolonial, semakin nyaring jarang berada pada posisi berhadap-hadapan
terdengar bahkan dibeberapa daerah di Jawa sudah dengan negara. Kelompok ini sering dikenai atribut
memulai pemberlakuan syariat Islam secara yang berbeda seperti Islam “Fudamentalis8”, Islam
perlahan-lahan (ironinya adalah dimulai dengan Radikal, Islamist atau Islam anti-Liberal atau Islam
jilbabisasi), kaum Liberal meneriakkan kritiknya yang Politik9 meskipun tentu saja masing-masing
cukup pedas atas cara-cara pengkebirian dan kelompok tersebut memiliki perbedaan penekanan
pengkerdilan agama (Islam) seperti itu yakni yang cukup berarti. Misalnya Oliver Roy
mereduksi syariat Islam sebagai sistim hukum membedakan kaum Islamist dengan kaum
belaka. “Tidak ada yang disebut “hukum Tuhan” Fundamentalis dalam 3 hal yaitu yang menyangkut
dalam pengertian seperti yang dipahami revolusi politik, hukum syariah dan tentang
kebanyakan orang Islam. Misalnya hukum Tuhan perempuan10. Tetapi yang pasti bahwa kelompok -
tentang pencurian, jual beli, pernikahan, kelompok ini memiliki persamaan dalam

54
INTIM - Jurnal STT Intim Makassar Edisi No. 5 - Semester Ganjil 2003
menfasirkan Islam sebagai ideologi disamping ketidakpedulian?) pemerintah kota untuk
sebagai sebagai sistim kepercayaan. Kita mengambil menawarkan kenyamanan dan kesempatan untuk
salah satu dari kelompok-kelompok ini yakni Islam bersosialisasi tidak mustahil terkait erat dengan
Radikal yang gaungnya tengah aktual di Indonesia meningkatnya jumlah pengangguran kaum muda
dewasa ini akibat dari sejumlah tragedi jebolan universitas. Dengan demikian gerakan
kemanusiaan yang menghubungkannya. radikal Islam dilihat sebagai fenomena sosial urban
yang dipelopori oleh sejumlah pemuda Islam jebolan
Era pasca Rejim Soeharto ditandai dengan bangkit-
universitas-universitas khususnya fakultas-fakultas
kembalinya sejumlah kelompok militan dan radikal
non-Sosial atau eksakta (teknik). Dari deretan
yang menghubungkan diri dengan dan
panjang nama-nama The Key Figures Jamaah
menggunakan atribut Islam seperti: Front Pembela
Islamiyyah terdapat lulusan Universitas-universitas
Islam (FPI), Forum Komunikasi Ahl Sunna wa-
ternama di Indonesia seperti UGM, IPB, ITB dan ITS.
Jamaah/FKAWJ dimana yang paling menonjol
Fenomena lainnya adalah tak terjangkaunya lagi
adalah devisi keamanan dalam bentuk Laskar Jihad
harga kebutuhan dasar bagi sebagian besar
yang sudah dibekukan, HAMMAS, Majelis
masyarakat akibat dari kebijakan ekonomi yang
Mujahiddin Indonesia yang sering dikait-eratkan
menghapuskan subsidi pemerintah sebagai
dengan jaringan Jamaah Islamiyah, Negara Islam
persyaratan lembaga donor luar negri seperti IMF,
Indonesia disingkat NII yang mendapat respons

Tinjauan Teologis
sementara dipihak lain kekayaan sumber alam
positif di kalangan mahasiswa ilmu eksakta di
bukannya menjadi rahmat bagi seluruh rakyat
beberapa universitas ternama di Indonesia. Dari
Indonesia melainkan menjadi alat penindasan yang
sekian kelompok Islam radikal tersebut ada
mempertegas perlakuan tirani sang penguasa.
beberapa yang dengan tegasnya memformulasikan
Sehingga tidaklah mengherankan jika di permulaan
pembentukan Negara Islam di Indonesia sebagai
tahun 2002 kelompok Hizbut Tahrir dalam
arah dan tujuan perjuangan. Gerakan Islam radikal
demonstrasinya menolak kenaikan harga BBM, tarif
tidak berhenti pada ide penolakan tatanan dunia
Listrik dan Telepon, mengaitkannya dengan
yang korup, tidak adil dan subordinatif, melainkan
penegakkan Syariat Islam sebagai solusi dari
mengupayakan sebuah perubahan atau
ketidakadilan kebijakan ekonomi seperti ini:
penggantian sistim atau tatanan tersebut dengan
11 “Selamatkan Indonesia dengan Syariah”13, bunyi
tatanan yang baru yakni tatanan Islami . Dalam
salah satu pernyataan sikapnya. Fenomena
pencapaian target ini tidak jarang modus operandi
berikutnya adalah sistim politik yang menindas dan
nya berhadap-hadapan dengan kekuatan politik
tidak memberi harapan, contohnya kecurigaan
internal dan bahkan dapat mengancam keberadaan
ideoligis-politis Islam selama hampir seluruh masa
negara sampai kepada aksi pembunuhan “sang
rejim Orde Baru yang membuahkan praktek dan
Firaun” -sejumlah presiden yang dianggap
kebijakan politik yang berhadap-hadapan dan
bergandengan tangan dengan kekuatan dunia Barat
menindas. Tragedi Tanjung Priok Sept. 1984 dan Isu
(tidak Islami)- seperti Presiden Mesir Anwar Sadat
Dukun Santet Sept 1999 yang menewaskan banyak
pada thn. 1981 dan Presiden al-Jaza’ir Muhammad
orang Islam menjadi sinyalemen yang kuat akan
Boudiaf (thn. 1992) keduanya dibunuh oleh pemuda
ketidakramahan rejim yang berkuasa saat itu
Muslim yang memposisikan kepentingan agama
terhadap Islam. Disorientasi akibat dari kelonggaran
(baca: Islam) sebagai justifikasi diri dan tindakannya,
batas moral juga menjadi fenomena dari krisis sosial.
bandingkan tuduhan terhadap Abu Bakar Ba’asyir,
Menjadi populernya hasil penelitian gaya kehidupan
pimpinan (Amir) Majelis Mujahiddin Indonesia atas
seksualitas di kota-kota besar di kalangan kaum
rencana pembunuhan Presiden Megawati.
muda/mahasiswa pondokan, menjadi kegelisahan
Krisis sosial yang tumbuh subur di negara-negara tersendiri bagi kaum Islamis ditambah lagi dengan
dunia ketiga, seperti Indonesia dilihat oleh beberapa tayangan ala shoap opera dengan nilai: jung, rich
pakar seperti Oliver Roy, Bruce B. Lawrence dan and beauty hal ini menuntut sebuah orientasi baru.
Bassam Tibi12 sebagai raison d’etre (penyebab Salah satu cara kaum Islamis untuk mengatasi
eksistensi) gerakan radikal Islam. Krisis sosial yang disorientasi seperti ini adalah resosialisasi ruang-
ditandai oleh sejumlah fenomena yang juga terjadi di ruang urban antara lain dengan penghancuran club-
Indonesia seperti over populated di kota-kota besar club malam dan konsumsi miras dan narkoba seperti
akibat dari urbanisasi besar-besaran sebagai buah yang dilakukan oleh Front Pembela Islam (FPI).
dari ketidakseimbangan pembangunan dan
Bentuk kekuasaan new-colonialism sebagai
kesempatan kerja serta sentralisasi kekuasaan.
penjajahan baru di segala bidang yang melahirkan
Kondisi over populated diperparah dengan
ketidakadilan ekonomi dan marginalisasi negara-
ketidakmampuan (ketidakmauan atau
negara “dunia ketiga” dan bermuara pada
55
INTIM - Jurnal STT Intim Makassar Edisi No. 5 - Semester Ganjil 2003
kemelaratan dan penderitaan fisik serta pencemaran dalam khazanah intelektual sebagai sebuah
lingkungan sebagai buah dari eksploitasi besar- epifenomena yang tidak membuahkan
besaran terhadap sumber daya alam dan manusia pengetahuan tentang “kesemestaan etika politik” 14
dibelahan bumi bagian selatan sementara dana gerakan ini. Bagi Roxanne adalah sesuatu yang
untuk penyediaan, pembuatan dan pembelian penting untuk mengungkap makna atau nilai
persenjataan militer mutakhir yang disediakan oleh instrinsik gagasan-gagasan kelompok radikal.
negara-negara berkembang berbanding terbalik Pendekatan Roxanne kiranya dapat membantu kita
dengan dana yang dialokasi untuk kesejahteraan, untuk menjadikan pembahasan ini tidak saja
pendidikan dan kesehatan rakyat. Kesemuanya ini sebagai hasil jelajah akademik tetapi juga dari
dilihat sebagai pemicu lahirnya krisis multi dimensi padanya digunakan dalam kerangka pembentukan
dunia yang memerlukan sebuah penanganan dan sikap dialogis. Roxanne mengambil salah satu
solusi. Tatanan dunia yang dilahirkan dalam rahim bentuk etika politik islam yang diperjuangkan oleh
modernitas dimana kemajuan dan teknologi tokoh kharismatik seperti Sayyid Qutb yang menjadi
dijadikan parameter dan tujuan hidup dilihat tidak salah satu peletak dasar perjuangan pendirian
dapat mengatasi persoalan masyarakat modern Negara Islam dan pengaruh pemikirannya telah
yang kompleks. Barat telah menjadi parameter melewati batas wilayah kebangsaan di dunia Islam
tentang “apa yang baik” yaitu kemakmuran ekonomi dari Marokko sampai ke Indonesia, yang karena ide-
Tinjauan Teologis

dan bukan ketakwaan kepada Allah. Oleh sebab itu ide kontroversialnya terhadap negara Mesir
sebagian umat Islam percaya bahwa Islam adalah dieksekusi mati di tiang gantungan oleh
solusi (Islam is the solution) satu-satunya terhadap pemerintahan Nasser 1966.
sistim dunia yang telah korup dan gagal itu.
Etika Politik Sayyid Qutb tertuang antara lain dalam
Penjajahan baru dilihat juga oleh sebagian umat bukunya, Ma’alim fi at-Tariiq 15 (Rambu-rambu Jalan)
Islam melalui cara-cara Amerika Serikat bersama yang telah menjadi landas pijak pergerakan
sekutunya memposisikan diri sebagai “polisi dunia” kebangkitan Islam dari kaum Reformis, Islamis
yang meletakkan parameter mana yang teroris dan sampai kepada yang radikal-revolusioner, dari Mesir
mana yang pahlawan: Setiap kekuatan yang sampai ke Indonesia dan yang telah menjadi bukti
menentang kebijakan politik luar negri Amerika tuduhan subversif terhadap pemerintahan Nasser-
serikat dicap sebagai teroris sebaliknya Mesir. Ma’alim fi at-Tariiq merumuskan sejumlah
“pembantaian” manusia di negara-negara yang konsep tatanan dunia yang diperjuangkan, antara
penduduknya mayoritas Muslim seperti Afghanistan, lain konsep tentang Jahiliyah dan Masyarakat Adil,
Irak dan di tempat lainnya oleh tentara Amerika Kebebasan dan Kesetaraan, Gender dan Ras, Sains
Serikat dan Inggris melalui perlengkapan militer yang dan Epistemologi, Tindakan Politik, Moralitas dan
canggih seolah-olah atas nama keadilan dan Politik, serta Negara Islam. Disini kita tidak
perdamaian dilihat sebagai pahlawan. Cara membahas semua konsep tersebut, melainan
penyelesaian konflik di Timur Tengah secara khusus konsentrasi pada pembentukan Negara Islam
kasus Israel-Palestina melalui keberpihakan yang (Daulah Islamiyyah) sebagai tujuan perjuangan.
keterlaluan oleh negara-negara barat terhadap Israel Kalimat pembuka dalam Maalim fi at-Tariiq: “Saat ini
dan kekurangpedulian terhadap nasib jutaan umat manusia berada ditepi jurang kehancuran...16” . Krisis
manusia (Islam dan Kristen) di Palestina merupakan muliti dimensi yang dialami manusia dewasa ini
bentuk lain dari ketidakadilan politik dunia. diartikan oleh Sayyid Qutb -berbeda dengan analisis
Ketidakadilan sistim politik dunia seperti ini semakin sosial Oliver Roy - secara religius yakni sebagai
memperdalam kebencian umat Islam terhadap pelanggaran sadar terhadap otoritas Tuhan dan
Amerika Serikat dan sekutunya dan yang lebih parah terhadap martabat manusia. Yang ditawarkan oleh
lagi adalah kebencian ini pun dikemas menjadi Qutb sebagai solusi mengatasi krisis tersebut adalah
kebencian agama yang mengaitkan amerika Serikat desekularisasi sistim politik dengan mengganti sistim
sebagai kekuatan kristen dan dihubungkan dengan politik dari pemerintahan manusia menjadi
zionisme. Salah satu contoh kebencian terhadap AS kedaulatan Allah (hakimiyya) dengan kata lain
yang dikaitkan dengan agama Kristen dan Zionis mendirikan negara Syariah Islam yang dipimpin oleh
adalah aksi demonstrasi melawan AS belakangan ini seorang khalifah yang menjalankan urusan negara
selalu mengaitkan dengan dua simbol agama yakni sesuai dengan spirit al-Qur’an, Sunnah dan Tradisi
salib dan bintang Daud (simbol agama Yahudi). generasi Muslim mula-mula (salafi). Yang
dikedepankan oleh sistim hakimiyya antara lain
Analisis sosial seperti diatas menurut Roxanne L.
ketundukan total manusia pada kehendak dan
Euben dalam “Enemy in the Mirror” belum cukup
otoritas Allah, keadilan sosial, pembatasan
sebab “hanya” menggiring kita untuk meletakkannya
kekayaan, redistribusi kekayaan dan gaji minimun17.
56
INTIM - Jurnal STT Intim Makassar Edisi No. 5 - Semester Ganjil 2003
Dengan kata lain penekanan kepada ketakwaan dan sama saja dengan tidak ada the Christianity paling
kesederhanaan hidup sebagai solusi keluar dari tidak akan mengantar kita pada suatu kesadaran
krisis. Tentu saja konsep ini cukup menantang bahwa kepelbagaian adalah fenomena yang dimiliki
namun terkadang dalam perwujudan-praktisnya oleh setiap agama, sebagai buah dari respons dan
hampir tak terpraktekkan, namun yang menarik penafsiran yang berbeda-beda dari manusia yang
adalah Sayyid Qutb telah berhasil merumuskan arah berbeda-beda pula terhadap apa yang diimani
perjuangan dan telah menjadi Ideolog para pejuang sebagai Realitas Ilahi. Pemahaman ini akan
Negara Islam di belahan bumi manapun termasuk di mengoreksi pola perjumpaan dan cara pandang kita,
Indonesia. umat Kristen dengan dan terhadap saudara-saudara
kita, umat Islam.
Kategori ketiga adalah kelompok yang dalam
banyak hal memiliki persamaan dengan kelompok Yang kedua adalah koreksi relasi antarumat
Liberal, namun yang membedakannya adalah beragama. Selama ini ada kecenderungan kegiatan
kelompok ini tidak memilah dengan tegas wilayah dialogis antarumat beragama hanya pertemuan
agama dan wilayah politik. Agama (Islam) bukan atau kegiatan para “liberal dan moderat” sementara
sekedar agama moral melainkan mengandung kaum radikal dipinggirkan. Alasan “meminggirkan”
ajaran-ajaran tentang ketatanegaraan, sejumlah mereka yang sering dilontarkan adalah ketertutupan
istilah politik dalam al-Qur’an menjadi rujukan dan ketidaksediaan kelompok radikal untuk

Tinjauan Teologis
bahwa Islam tidak bisa menutup mata dari wilayah berdialog. Memahami bahwa ada sejumlah konsep
politik. Meskipun demikian arah pemikiran ini yang luar biasa yang ditawarkan oleh kaum Islam
bukanlah mendirikan negara Islam melainkan Radikal -terlepas dari modus operandi yang
mewujudkan masyarakat madani18 (islamic society) problematik-, membuka mata kita bahwa kritik yang
dimana kepentingan-kepentingan Islam disuarakan dan dilakukan dengan semangat
teraktualisasi melalui tingginya representasi politik revolusioner bahkan dengan jalan yang brutal
Islam dan melalui partai-partai politik setra kebijakan adalah sebuah tuntutan kemanusiaan antara lain:
negara yang Islami19. Dalam klasifikasi ini, ruang keadilan ekonomi dan hukum, kecukupan (kalau
politik bagi umat Islam terbuka secara luas. Bahtiar tidak mau disebut “kesejahteraan”), pembebasan
Effendy20 menawarkan 3 paradigma berpikir yang dari perbudakan gaya baru atau new colonialism
transformatif bagi politik Islam, pertama adalah negara-negara dunia pertama, keberpihakan
perlunya pembaharuan teologis dimana bukan lagi kepada kaum tertindas, penyelamatan kaum muda
penekanan pada formalistik atau skriptualistik, dari disorientasi. Tuntutan ini seharusnya juga
dengan kata lain tidak berhenti dan menjadi puas disuarakan dengan lantang oleh umat Kristen di
pada terrepresentasinya kepentingan politik secara Indonesia, tentu saja dengan tidak menghalalkan
nominal melainkan melahirkan politik Islam yang cara-cara kekerasan yang sering menjadi modus
substansialistik dengan nilai-nial keadilan, operandi kaum Islamis. Mengangkat dan
musyawarah, kebebasan, keterbukaan dan memperjuangkan nilai-nilai diatas secara konstruktif
kesetaraan21. Hal yang kedua adalah reformasi politik dan lintas agama dapat menjadi alternatif untuk
bahwa Islam sudah saatnya tidak lagi diperhadap- perjuangan militant-keagamaan.
hadapkan dengan negara melainkan lebih pada
Yang ketiga adalah koreksi cara beragama yang
posisi komplementer. Dan hal yang ketiga adalah
simbolistik: Kritik kaum liberal menjadi refleksi bagi
transformasi sosial dimana tindakan dan perjuangan
umat Kristen (gereja) untuk mengaca diri
politis umat Islam hendaknya menjangkau aspek
sejauhmana lembaga agama, teologi dan cara
sosial dan seluruh masyarakat.
beragama yang dipraktekkan selama ini telah
Catatan Akhir: Pemahaman Dialogis Yang menjadi sesuatu yang membebaskan bukan saja
Memperkaya Keberagamaan orang Kristen tetapi umat manusia dan bukan
sebaliknya menjadi sebuah kekuatan yang
Suara-suara kritis yang dilontarkan oleh ketiga
menindas. Sikap memonumenkan ajaran atau tata
paradigma berpikir umat Islam diatas tidaklah
gereja dan kepuasan akan pertumbuhan nominal
berlebihan jika dilihat sebagai koreksi diri disatu sisi,
umat melalui pemenuhan ritual belaka, menjadi
dan disisi lain dapat memperkaya cara beragama
sebuah koreksi yang konstruktif dari perjumpaan
kita sebagai umat Kristen. Yang pertama adalah
dengan paradigma liberal umat Islam. Kritik kaum
koreksi Generalisasi. Pemetaan diatas menyadarkan
Liberal merupakan kritik terhadap umat beragama
kita betapa tidak adilnya menilai umat Islam dengan
lainnya termasuk umat Kristen yang terlalu
penggeneralisasian dan sekaligus betapa
mengedepankan ritualistik dan simbolistik belaka
kompleksnya keberadaan umat Islam di Indonesia.
ketimbang makna substansial agama yakni sebagai
Memahami bahwa tidak ada the Islam, Islam tok,
57
INTIM - Jurnal STT Intim Makassar Edisi No. 5 - Semester Ganjil 2003
way of life. Disamping itu peran sosial umat Euben, L. Roxanne, Enemy in the Mirror. Islamic
beragama (Kristen) sebagai buah iman mendapat Fundamentalism and The Limits Of Modern
penekanan disini. Relationalism. (Princenton 1999). Diterjemahkan:
Musuh Dalam Cermin. Fundamentalisme Islam dan
Koreksi yang keempat adalah apolitik dan
Batas Rasionalisme Modern, Serambi 2002
pengreduksian agama. Peng-dikotomian antara
wilayah agama dan politik dalam tradisi Kristen Kepel, Gilles, Der Prophet Und Der Pharao. Das
menjadikan orang kristen cenderung gagap politik. Beispiel Ägypten: Die Entwicklung des muslimischen
Dan kalaupun kegiatan politik dilakukan tidak jarang Extremismus. Kairo, Algier, Marseille: Woher kommt
diartikan sebagai kegiatan yang tidak ada sangkut der islamistische Extremismus?. Piper
pautnya dengan jalan hidupnya sebagai orang
Lawrence B. Bruce, Menepis Mitos. Islam di Balik
Kristen. Alhasil tidak jarang orang Kristen yang
Kekerasan?, Serambi 2002;
berpolitik tunduk pada dua sistim moral yang
berbeda atau menjadi warga dari “dua negara” , Roy, Oliver, The Failure of Political Islam, Harvard
yang satu ialah yang diajarkan atau didengarkan 1996, telah diterjemahkan, Gagalnya Politik Islam,
dalam khotbah-khotbah minggu tentang keadilan, Serambi 2002
kemanusiaan, perdamaian, keberpihakan pada yang Qutb, Sayyid, Petunjuk Jalan. Maalim Fi at-Thariiq.
lemah, tertindas dan miskin, sementara sistim moral Gema Insani Press 2001
Tinjauan Teologis

lainnya (saya sebut dengan sistim senin s/d sabtu)


bisa jadi dalam bentuk eksklusivisme dan Tibi, Bassam, Die neue Weltordnung. Westliche
primordialisme golongan (kepentingan partai), Dominanz und islamischer Fundamentalismus. Econ
kompetisi, quota, perwakilan, dll. Beragama tidak TB 2001
dapat direduksi ruang geraknya pada hal-hal Zahra, Abu (Ed), Politik Demi Tuhan. Nasionalisme
ibadah, ritual dan perenial belaka, melainkan ia Religius di Indonesia, Pustaka Hidayah 1999
seharusnya menjadi spirit (dorongan dan motivasi
yang kuat) untuk menterjemahkan nilai-nilai Catatan Kaki
profetisnya kedalam bentuk nyata melalui tindakan
dan seruan politis sekalipun. Kesadaran sebagian
1
ICG Asia Report No. 63 Jakarta/Brussel, Jamaah
umat Islam untuk menjadikan nilai-nilai Islam Islamiyyah in South East Asia: Damaged But Still
Dangerous. 26 Agustus 2003
sebagai landas pijak moral berbangsa dan
bernegara -entah itu melalui seruan penegakkan 2
A.l: Kamaruzzaman, dalam bukunya, Relasi Islam
Syariat Islam atau Masyarakat Madani- seharusnya dan Negara. Prespektif Modernis & Fundamentalis.
membuka mata umat Kristen untuk bertanya diri, Indonesia Terra-2001
sejauh mana gereja-gereja telah merumus dan 3
bdg. Mohammad Nasih, Islam Liberal, Suara
merancangbangun sebuah pemikiran politis Merdeka, 30 Sept. 2002
alternatif yang dapat ditawarkan kepada bangsa ini 4
Ulil Abshar Abdalla, Menyegarkan Kembali
dalam menghadapi persoalan yang sangat Pemahaman Islam, dalam: Kompas, senin 18
kompleks. Saya percaya ini adalah salah satu cara November 2003. Untuk perkembangan pemikiran
untuk keluar dari perasaan tak berdaya sebagai kaum muda Islam Liberal antara lain dapat diakses
kelompok minoritas (minority complex). melalui Website Jaringan Islam Liberal (JIL):
www.islamlib.com
Bahan Acuan: 5
ibid
Awwas, S. Irfan, Dakwah dan Jihad Abubakar 6
lihat artikel Ulil Ashar Abdallah, Menghindari
Ba’asyir. Wihdah Press 2003, Bibliolatri. Tentang Pentingnya Menyegarkan Kembali
Brown L. Carl, Wajah Islam Politik. Pergulatan Pemahaman Islam, Teks ceramah di Paramadina, 8
Agama&Negara Sepanjang Sejarah Umat, Serambi Febr. 2003
2003 7
Urgensi perwujudan Daulah Islamiyah, lihat
misalnya konklusi pemikiran Abubakar Ba’asyir
Effendy, Bahtiar, Teologi Baru Politik Islam. Pertautan
dalam: Irfan S. Awwas, Dakwah dan Jihad Abubakar
Agama, Negara dan Demokrasi. Galang Press 2001 Ba’asyir. Wihdah Press 2003, hal. 278f
Esposito L. John, Ancaman Islam: Mitos atau 8
kata ini dengan sadar diberi tanda petik karena
Realitas. Mizan. pemaknaannya sering kali kontroversial
Ibid, Unholy War, Mizan 9
Untuk membedah tema ini secara tajam dan
konprehensif baca, a.l: Bruce B. Lawrence, Menepis

58
INTIM - Jurnal STT Intim Makassar Edisi No. 5 - Semester Ganjil 2003
Mitos. Islam di Balik Kekerasan?, Serambi 2002; islamic society yang mengacu pada zaman (the
Roxanne L. Euben, Enemy in the Mirror. Islamic golden age) Nabi Muhammad di Medina.
Fundamentalism and The Limits Of Modern 19
bandingkan pengantar Eep Saefulloh Fatah dalam,
Relationalism. (Princenton 1999). Diterjemahkan:
Abu Zahra (Ed), Politik Demi Tuhan. Nasionalisme
Musuh Dalam Cermin. Fundamentalisme Islam dan
Religius di Indonesia, Pustaka Hidayah 1999 hal. 13
Batas Rasionalisme Modern, Serambi 2002; John L.
Esposito, Ancaman Islam: Mitos atau Realitas. Mizan Bahtiar Effendy, Teologi Baru Politik Islam. Pertautan
20

1994; Ibid, Unholy War. Teror Atas Nama Agama, Agama, Negara dan Demokrasi, Galang Press 2001
IKON 2002 21
Dalam hal ini terdapat kemiripan dengan kelompok
10
Untuk pembahasan yang lebih detail, lihat, Oliver Liberal
Roy, The Failure of Political Islam, Harvard 1996, telah
diterjemahkan, Gagalnya Politik Islam, Serambi-2002 Pdt. Ati Hildebrandt Rambe M.A adalah dosen
bidang agama-agama STT Intim Makassar
11
Oliver Roy melihat bahwa upaya ini telah gagal baik
secara konseptual maupun secara historis: Bahwa
sampai saat ini belum/tidak ada konsep mengenai
tatanan atau model masyarakat yang baru ataupun
masa depan yang lebih cerah, melainkan yang
dilakukan hanyalah peningkatan standart moral.

Tinjauan Teologis
Sehingga takwa dilihat sebagai satu-satunya jalan
untuk menuju masyarakat yang adil dan islami.
Secara historis juga belum/tidak pernah terwujud
tatanan masyarakat baru, hal. xx-xxi
12
Bassam Tibi melihat bahwa fundamentalismus
sebagai respons dari persoalan globalisasi dan
fragmentasi.Lihat dalam bukunya, Die neue
Weltordnung. Westliche Dominanz und islamischer
Fundamentalismus. Econ TB 2001.Bandingkan Bruce
B. Lawrence yang mengungkap lahirnya gerakan
radikal (revivalis, reformis dan fundamentalis)
sebagai pergerakan sosioreligius yang berontak
terhadap tatanan dunia yang tidak adil dan
subordinatif, meskipun pada dasarnya arah gerakan
semacam ini tidak hanya dimiliki oleh umat Islam.
Bandingkan perjuangan nasionalisme untuk
pembebasan dari kolonialisme di negara-negara
yang berpenduduk mayoritas non-Muslim seperti
Amerika Selatan sebagian Asia dan afrika.
13
Lihat Kompas, tgl. 15 Januari 2002 dan 3 Agustus
2002
14
Roxanne L. Euben, hal. 25
15
Sayyid Qutb, Petunjuk Jalan. Maalim Fi at-Thariiq. Kaligrafi Kristen-Arab “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang
Gema Insani Press 2001. Untuk Analisa konsep Qutb mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara
terhadap Ma’alim, baca a.l:Roxanne L. Euben; Gilles manusia yang berkenan kepada-Nya” (Luk. 2:14)
Kepel, Der Prophet Und Der Pharao. Das Beispiel
Ägypten: Die Entwicklung des muslimischen
Extremismus. Kairo, Algier, Marseille: Woher kommt
der islamistische Extremismus?. Piper
16
Qutb, h. 9
17
Band. David Sagiv, Islam Otentisitas Liberalisme,
LKiS 1997
18
Ada yang memahami konsep Masyarakat Madani
sebagai masyarakat peradaban yaitu perwujudan
civil society dimana terdapat peran publik yang luas
dan terbuka pada ruang politik, namun ada pula
yang memahami Masyarakat Madani sebagai

59
INTIM - Jurnal STT Intim Makassar Edisi No. 5 - Semester Ganjil 2003

Anda mungkin juga menyukai