Anda di halaman 1dari 7

EKSISTENSI PANCASILA

Berangkat dari gagasan pancasila sebagai ideologi bangsa indonesia yang


mengandung nilai yang terjabar lebih lanjut dalam sikap, perilaku dan pribadi bangsa
indonesia. Pancasila sebagai ideologi bersifat khas yang berlaku bagi bangsa
indonesia yang akan tercermin dalam segi kehidupannya. Maka dari itu perlu upaya
agar tidak terjadi kebekuan dan kekakuan, sikap tabu terhadap perkembangan dan
perubahan maka sejak awal bangsa indonesia telah menetapkan bahwa pancasila
adalah ideologi terbuka. Dalam perjalanan bangsa menjunjung pancasila sebagai suatu
ideologi terbuka banyak pula ancaman dan hambatan di tengah era globalisasi dan
derasnya arus informasi. Kondisi saat ini menunjukkan menurunnya toleransi
antarsuku, antarras, antaragama, dan golongan, serta perilaku yang tidak sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila.
Papaaran radikalisme dan aksi terorisme tentu menodai kesucian Pancasila
sebagai alat pemersatu bangsa. sejarah bangsa yang mencoreng kesucian Pancasila
yang digunakan untuk kepentingan mempertahankan litigimasi dan justifikasi
kehendak kekuasaan, radikalisme dapat dipahami sebagai suatu sikap seseorang yang
menginginkan perubahan terhadap sesuatu dengan cara menghancurkan yang telah
ada dan mengganti dengan seseuatu perubahan yang baru, yang sangat berbeda
dengan sebelumnya. Biasanya cara yang digunakan adalah dengan membalikkan
nilai-nilai yang ada secara cepat dengan kekerasan dan tindakan-tindakan yang
ekstrim atau dengan tindakan-tindakan yang sangat merusak termasuk di perguruan
tinggi.
Pada awal munculnya gerakan atau faham radikal di Perguruan Tinggi, analisis
tertuju pada Perguruan Tinggi umum (sekuler). Ada banyak penelitian yang
menguatkan kesimpulan itu, misalnya hasil penelitian yang dilakukan oleh Litbang
Departemen Agama tahun 1996 pada empat perguruan tinggi sekuler (UI, UGM,
Unair, dan Unhas). Laporan penelitian yang dilakukan oleh Litbang Departemen
Agama tahun 1996 pada empat perguruan tinggi sekuler (UI, UGM, Unair, dan
Unhas) itu menunjukkan terjadi peningkatan aktivitas keagamaan di empat kampus
umum sekaligus menjadi tempat yang paling potensial berkembangnya aktivitas
keislaman (religius) yang cenderung eksklusif dan radikal. Dengan demikian,
revivalisme Islam tidak muncul dari kampus-kampus berbasis keagamaan, tetapi dari
kampus-kampus sekuler (umum). Perguruan tinggi umum lebih mudah menjadi target
perekrutan gerakan-gerakan radikal, daripada perguruan tinggi berbasis keagamaan
yang dianggap lebih sulit.
Fenomena keberagamaan radikal yang semakin meningkat di kalangan
mahasiswa, dapat dilihat sebagai efek dari tren yang lebih besar atau nasional
(makro). Meskipun UIN Jakarta lama dikenal sebagai kampus Islam yang getol
mengampanyekan pemikiran keagamaan modern, bahkan dianggap liberal, nyatanya
institusi pendidikan Islam ini tidaklah imun dari gelombang perubahan-perubahan
tersebut.
Salah satu tantangan perguruan tinggi Islam ditengah derasnya arus globalisasi
saat ini adalah membentuk sumber daya insani yang tidak hanya unggul secara
teoritik-akademik namun ia juga menjadi pribadi yang menjunjung tinggi nilai-nilai
moralitas. Menumbuhkan wawasan kebangsaan dengan tetap menjunjung tinggi 4
(empat) pilar kebangsaan yaitu nilai-nilai pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD)
1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika,
menjadi sangat penting untuk menangkal masuknya paham radikalisme yang bisa
memecah belah bangsa.
Mahasiswa menghadapi keterbauran dan kehampaan nilai sehingga sulit untuk
mementukan benar dan salah. Mereka merasa masih memiliki nilai-nilai tersebut yang
bersifat luhur dan suci, tetapi dalam kehidupan nyata mereka dipaksa untuk
melandaskan kehidupannya dengan menerapkan nilai-nilai pragmatis yang bersifat
material dan sekuler. Mereka memandang kewajiban pelaksanaan nilai keyakinan dan
ibadah (agama) sebagai masalah pribadi dan individual sehingga ketika memasuki
lapisan teknostruktur digunakan nilai dan norma lain yang berbeda dengan
keyakinannya. Acapkali bertentangan dan membingungkan. Manusia mulai
kehilangan kepribadian yang berdasarkan keyakinan agamanya dan teralienasi
terhadap norma agamanya. Manusia memiliki kepribadian yang lain (ganda), yang
dibangun berdasarkan pandangan hidup pragmatis dan sekularis. Mahasiswa sedang
mengalami disturbalance of self image (keguncangan citra diri) dan split personality
(keptibadian yang pecah). Sebagian besar mahasiswa, dapat dipastikan, mengikuti
mainstream keagamaan masyarakat Muslim Mayoritas kelompok besar ini, juga dapat
dipastikan, memahami dan melaksanakan agama secara “tradisional” dan
“konvensional”. Sebagian mereka bahkan Upaya Perguruan Tinggi Dalam Menangkal
Radikalisme Dikalangan Mahasiswa Deni Febrini 46 tidak terlalu peduli dengan atau
convern tcrhadap agama. Mereka yang peduli, seperti dapat disaksikan, melaksanakan
ajaran-ajaran agama selayaknya dan seadanya, sebagaimana mereka terima dari orang
tua dan lingkungan sosialisasi keagamaan yang biasa. Mereka ini dapat disebut
sebagai “common” Muslim, yaitu Muslim yang melaksanakan ajaran agama, tetapi
tidak terlalu bersemangat.
Kelompok kedua adalah mahasiswa yang merasa perlu mengembangkan diri,
dalam konteks keagamaan, untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang Islam,
dan dalarn konteks akademis, untuk meningkatkan kemampuan organisasi dan
keterampilan ilmiah. Mahasiswa yang memiliki kecenderungan ini memilih untuk
bergabung dalam organisasi mahasiswa Islam, seperti: Himpunan Mahasiswa Islam
(HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dan Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah (IMM). Dorongan untuk memasuki organisasi mahasiswa Islam itu,
menjadi lcbih kuat, ketika mahasiswa menyatakan bahwa terdapat cukup banyak
anggota atau mantan anggota mereka yang kemudian menonjol dan cukup terkemuka,
baik dalam lingkungan kampus maupun setelah mereka kcluar atau tamat dari
perguruan tinggi. Dengan demikian, organisasi mahasiswa Islam tersebut
“menjanjikan” tidak hanya peningkatan kemampuan berorganisasi dan
kepemimpinan, tetapi juga mobilitas akademis dan mobilitas sosial politik kelak.
Namun demikian, organisasi-organisasi mahasiswa Islam ini setidaknya dalam dua
dasawarsa terakhir mengalami kemerosotan, khususnya dalam keanggotaan.
Kemerosotan itu tidak hanya disebabkan perubahan politik pada tingkat nasional
terhadap kehidupan mahasiswa

REFERENSI
1. Winarni N. Eksistensi Pancasila Dalam Menghadapi Ancaman Kebhinekaan.
Jurnal Ius Kajian Hukum Dan Keadilan. 2020: Volume 8 No. 1; p. 1-8.
2. Syahril, Siregar A, Munir A, Dkk. Literasi Paham Radikalisme Di Indonesia. Cv.
Zigie Utama. Bengkulu. 2019: p. 11-56
LAMPIRAN
1.
2.

Anda mungkin juga menyukai