Menangkal Radikalisme
Khafidz Baidowi1
1IAIN Kediri, Jl. Sunan Ampel No. 7, Kota Kediri, Jawa Timur,
64127, Indonesia.
Email: khafidzbaidowi5@gmail.com
1. Pendahuluan
Paham radikal saat ini mulai masuk dan berkembang kedalam
lembaga pemdidikan formal. Berkembang paham radikal yang masuk
kedalam lembaga pendidikan formal sekolah. Kegiatan seperti Osis,
Rohis, maupun ekstrakurikuler lain tidak terlepas dari ancaman
penyebaran paham radikal. Kondisi tersebut semakin mengkhawatirkan
2. Metode
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode
phenomenology. Merupakan salah satu penelitian dalam studi kualitatif.
Kata Fenomenologi (Phenomenology) berasal dari bahasa Yunani
phainomenon dan logos. Phainomenon berarti tampak dan phainen
berarti memperlihatkan. Sedangkan logos berarti kata, ucapan, rasio,
pertimbangan. Dengan demikian, fenomenologi secara umum dapat
diartikan sebagi kajian terhadap fenomena atau apa-apa yang nampak.
Fenomenologis, adalah merupakan salah satu jenis penelitian kualitatif,
di mana peneliti melakukan pengumpulan data dengan observasi
partisipan untuk mengetahui fenomena esensial partisipan dalam
pengalaman hidupnya [4].
Adapun Subyek dan Objek Penelitian adalah 1) Informan utama,
yaitu siswa/i yang terdiri dari siswa/i dari kelas VII,VIII, dan IX masing-
masing 3 orang; 2) Informan pendukung, yaitu terdiri dari kepala
Sekolah, 2 orang guru dan 3 orang tua siswa. Sementara obyek penelitian
adalah MTs Al-Hikmah Purwoasri, yang beralamat di Jalan Raya No.86,
Templek, Purwoasri, Kec. Purwoasri, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.
3. Hasil
Berdasarkan paparan konsep, analisis teori dan hasil penelitian,
maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pertama, bahwa pendidikan karakter dalam upaya menagkal
radikalisme di MA Al-Hikmah Purwoasri dilakukan dengan cara: (1)
melalui kurikulum formal, melalui pembelajaran pada mata pelajaran
PAI, Bimbingan Konsling, dan mata pelajaran lainya, (2) melalui
kurikulum tersembunyi (hidden kurikulum), yaitu kegiatan pembiasaan
dalam penanaman nilai-nilaikarakter yang berkaitan dengan
penangkalan radikalisme bagi kehidupan sehari-hari peserta didik di
lingkungan sekolah, baik dalam kegiatan intrakulikuler maupun
ekstrakulikuler.
Kedua, upaya menangkal radikalisme di MA Al-Hikmah
Purwoasridilakukan dengan cara penanaman: (1) Imaniyah (keimanan
dan ketakwaan), (2) Ilmiyah (keilmuan yang mumpuni), dan (3)
Amaliyah (perilaku/perbuatan yang sesuai dengan keimanan dan
ketakwaan serta sesuai dengan keilmuan yang mumpuni). Ketiga cara ini
diterapkan pada peserta didik secara intensif, sehingga
diharapkantercapainya tujuan pendidikan karakter dalam upaya
menangkal radikalisme di MA Al-Hikmah Purwoasri.
Ketiga, peran pendidikan karakter dalam upaya menangkal
radikalisme sangat efektif, karena pendidikan karakter memberikan
pemahaman dan penyadaran kepada siswa tentang nilai-nilai karakter:
(1) religius, (2) jujur, (3) toleransi, (4) disiplin, (5) kerja keras, (6) kreatif,
(7) mandiri, (8) demokrasi, (9) rasa ingin tahu, (10) semangat kebangsaan,
4. Pembahasan
A. Kurikulum Sekolah
Banyak pemikir dan praktisi pendidikan mengungkapkan bahwa
pendidikan telah turut memberi pengaruh terhadap terjadinya aliansi
peserta didik dari konteks sosial-budayanya. Politik pendidikan Orde
Baru yang menganut pespektif homogenisasi yang tercermin pada
pendekatan sentralisasi pengelolaan pendidikan dalam berbagai
aspeknya telah berdampak pada reduksi keragaman masyarakat
Indonesia [3].
Akibatnya, ketika peserta didik menyelesaikan pendidikan
formalnya, baik pada jenjang pendidikan dasar, menengah bahkan
pendidikan tinggi, mereka merasa asing dan pada gilirannya mereka
tidak mampu memberi kontribusi nyata terhadap masyarakat yang
mengitarinya. Sehingga, tidaklah terlalu berlebihan, bila dalam
kenyataanya, kemudian sering terdengar ungkapan yang menyatakan
bahwa semakin tinggi pendidikan semakin lebar gave antara dirinya
dengan lingkungan sosial yang mengitarinya.
Kata “kurikulum” berasal dari bahasa Yunani yang semula
digunakan dalam bidang olah raga, yaitu currere yang berarti “jarak
tempuh lari”, yakni yang harus ditempuh dalam kegiatan berlari mulai
dari start hingga finish. Pengertian ini kemudian diterapkan dalam
bidang pendidikan. Dalam bahasa Arab, untuk istilah “kurikulum”
digunakan kata manhaj, yaitu “jalan yang terang”, atau jalan terang yang
dilalui oleh manusia pada bidang kehidupannya [7].
Dalam konteks pendidikan, kurikulum berarti jalan terang yang
dilalui oleh guru dengan peserta didik untuk mengembangkan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap serta nilai-nilai. Kurikulum, dalam
pengertiannya yang lama, dipandang sebagai sekumpulan mata
pelajaran yang telah diprogramkan (syllabus) untuk dipelajari oleh
peserta didik [8].
Kurikulum juga mencakup pengalaman belajar, sebagaimana
dikemukakan oleh Marsh & Willis (1999): “Curriculum is an interrelated set
of plans and experience that a student undertakes under the guidance of the
school” [9]. (Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengalaman
B. Radikalisme Agama
Istilah radikalisme berasal dari bahasa Latin “radix” yang artinya
akar, pangkal, bagian bawah, atau bisa juga berarti menyeluruh,
habis-habisan dan amat keras untuk menuntut perubahan. Menurut
Kamus Besar Bahasa .Indonesia (KBBI) radikalisme berarti (1) paham
atau aliran yang radikal dalam politik; (2) paham atau aliran yang
5. Kesimpulan
MA Al-Hikmah Purwoasri menangkal radikalisme dengan
berbagai cara. Pertama, melalui kurikulum formal dan kurikulum
tersembunyi (hidden kurikulum). Kedua, dengan cara penanaman
imaniyah, ilmiyah, dan amaliyah. Ketiga, memberikan pemahaman dan
penyadaran kepada siswa tentang nilai-nilai karakter religius, jujur,
toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokrasi, rasa ingin
tahu, semangat kebangsaan, yang semua nilai karakter itu akan
memberikan dampak terhadap ideologi siswa yang posistif dan jauh dari
radikalisme. Perlu disadari bahwa menanggulangi faham radikalisme
agama yang sudah berada di depan mata bukanlah pekerjaan yang bisa
dilakukan sambil lalu. Perlu kerjasama yang erat antar berbagai elemen
seperti kepala sekolah, guru, siswa, orang tua siswa, dan masyarakat
sekitar agar faham-faham radikalisme tidak tumbuh subur di sekolah.
6. Daftar Referensi
[1] “Munip, Abdul, Gerakan Dakwah Di Sekolah Menengah Atas: Studi
Kasus di SMAN 8 Yogyakarta dan SMAN 1 Jetis Bantul, Laporan
Penelitian Yogyakarta: Lemlit UIN Sunan Kalijaga, 2009.”
[2] A. W. Muqoyyidin, “Membangun kesadaran inklusifmultikultural
untuk deradikalisasi pendidikan Islam,” Jurnal Pendidikan Islam, vol.
2, no. 1, hlm. 131, Jan 1970, doi: 10.14421/jpi.2013.21.131 -151.
[3] “Zuly Qodir, Radikalisme Agama di Indonesia, Yogyakarta:Pustaka
Pelajar, 2014, hlm.116.”
[4] “Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Bandung: AlFABETA.(2008).”
[5] “Arikunto Suharsimi. 2010.Prosedur Penelitian : Suatu pendekatan
praktik, yogyakarta : Rineka Cipta.”
[6] “adoc.pub_iii-metodologi-penelitian-menurut-sumadi-
suryabrat.pdf.”
[7] A. M. Saifulloh, “PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 201,” hlm. 276.
[8] “Ahmad Abduh Iwad, Metodologi pembelajaran Bahasa Arab,
(Makkah Al-Mukarromah), 2000,9_Al.pdf.”
[9] “Walfajri, ‘Landasan Pengembangan Kurikulum Bahasa Arab’, An-
Nabighoh, Vol. 20, No. 01, 2018, h. 82.pdf.”
[10] “Arifin, M. Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum. Jakarta:
Bumi Aksara. Arni, Muhammad. (2005).”