Anda di halaman 1dari 6

PENDALAMAN MATERI

(Lembar Kerja Resume Modul)

A. Judul Modul : Fiqih


B. Kegiatan Belajar : Hukum Zakat (KB 1)

C. Refleksi

BUTIR
NO RESPON/JAWABAN
REFLEKSI
1 Konsep
(Beberapa
istilah dan HUKUM ZAKAT
definisi) di
KB

Zakat tanah Zakat untuk


Zakat
yang Zakat Profesi Pembangunan
Produktif
disewakan Masjid

Kata zakat َberasal dari bahasa Arab, secara bahasa artinya suci,
tumbuh berkembang dan berkah. Menurut syara’, para ulama
mendefinisikannya dengan “Harta tertentu yang wajib dikeluarkan
sebagiannya kepada para mustahiq.” Sedangkan Sayyid Sabiq
mendefinisikan, “Zakat adalah suatu nama hak Allah yang harus
dikeluarkan oleh manusia kepada fuqara.”
Dari dua macam pengertian zakat seperti diungkapkan di atas dapat
disimpulkan bahwa zakat adalah kewajiban seseorang untuk
mengeluarkan sebagian harta miliknya yang sudah memenuhi syarat
untuk dizakati kepada orang yang berhak menerimanya (mustahiq).

A. Zakat Hasil Tanah Yang Disewakan


pertanyaan dalam benak saudara, siapa yang wajib
mengeluarkan zakat dari tanah yang disewakan, apakah si pemilik
tanah atau pihak penyewa tanah.
1. Pengertian dan Dasar Hukum Zakat Tanah yang Disewakan
Setelah memahami pengertian zakat, maka perlu juga
memahami pengertian sewa-menyewa atau ijarah. Sewa-
menyewa adalah memanfaatkan suatu barang baik barang milik
sendiri atau barang orang lain.
Istilah ini dikenal dalam Bahasa Arab disebut dengan istilah
ijarah yang berasal dari kata al-ajru yang mengandung arti upah
atau menjual manfaat.
Akad ijarah dianggap sah jika memenuhi rukun-rukunya
yang meliputi pertama, Mujir dan musta’jir, yaitu pihak-pihak
yang melakukan akad sewa. Mujir yakni orang yang menyewa,
mustajir yakni orang yang memberi sewa. Kedua, Sighat, ijab
qabul antara mujir dan mustajir. Ketiga, Ajr atau upah yang
dibayarkan dan keempat, Barang yang disewakan.
Dengan demikian, pengertian zakat tanah yang disewakan
adalah zakat yang dikeluarkan dari tanah yang disewakan. Zakat
tanah yang disewakan harus memenuhi beberapa komponen
dalam transaksi zakat hasil tanah yang disewakan sebagai
berikut:
a. Sebidang tanah yang disewakan
b. Pemilik tanah Orang yang menyewakan tanahnya َ kepada
orang lain.
c. Penyewa tanah sekaligus penggarap tanah yang disewakan.
d. Ajru (upah) yang dibayarkan oleh penyewa kepada pemilik
tanah.
Berdasar kepada beberapa ketentuan di atas, dalam
penyewaan tanah, sedikitnya terdapat dua pihak yang terlibat
dalam transaksi penyewaan tanah yaitu pemilik tanah dan
penyewa, yang keduanya bersepakat mengadakan transaksi.
2. Siapa yang Wajib Mengeluarkan Zakatnya
terdapat kata sepakat di kalangan para ulama mereka
berselisih dalam menetapkan hukumnya seperti diuraikan
berikut ini.
Pertama, menurut Jumhur ulama, bahwa yang wajib
mengeluarkan zakat hasil tanah yang disewakan adalah pihak
penyewa. Mereka beralasan karena yang dikeluarkan zakatnya
adalah hasil tanahnya bukan tanahnya
Kedua, menurut pendapat Abu Hanifah dan pengikutnya
bahwa pemilik tanahlah yang wajib mengeluarkan zakatnya
karena dari sebab tanah itulah ada hasil yang diperoleh., tanpa
tanah tak akan dapat dihasilkan apa-apa.
Ketiga, Imam Malik, Syafi’i, Imam At-Tsauri, Imam Ibnu
Mubarak dan Imam Ibnu Abu Tsaur berpendapat, penyewa
tanahlah yang wajib membayar zakat, pendapat ini sejalan
dengan pendapat poin pertama.
Adapun ketentuan zakat tanah yang disewakan untuk
kegiatan usaha tersebut diqiyaskan pada zakat perdagangan.
Besaran nishabnya setara nishab emas dan perak senilai 85 gram
emas murni, zakatnya sebesar 2,5 %. Cara menghitung zakat
perdagangan yakni jumlah total harta dikurangi total biaya yang
telah dikeluarkan, kemudian dikalikan dengan 2,5 %.
Ketentuan di atas mensyaratkan syarat-syarat sebagai
berikut: pertama, ada niat yang diikuti usaha berdagang atau
mengelola tanah. Kedua, mencapai waktu satu tahun (haul)
dihitung dari waktu usaha berdagang. Ketiga, mencapai nishab.
Keempat, harta dagang telah menjadi hak milik sempurna, telah
dibeli secara tunai. Kelima, tidak terkait hutang dengan pihak
lain.
B. Zakat Hasil Jasa (Profesi)
1. Pengertian dan Hukumnya
zakat penghasilan dan profesi lebih populer disebut dengan
istilah zakatu kasb al-amal wa al-mihan al- hurrah, atau zakat atas
penghasilan kerja dan profesi bebas.
Profesi secara istilah berarti suatu pekerjaan yang
membutuhkan pengetahuan, keahlian, dan kepintaran. Yusuf al-
Qardhawi lebih jelas mengemukakan bahwa profesi adalah
pekerjaan atau usaha yang menghasilkan uang atau kekayaan baik
pekerjaan atau usaha itu dilakukan sendiri, tanpa bergantung
kepada orang lain, maupun dengan bergantung kepada orang lain,
seperti pemerintah, perusahaan swasta, maupun dengan
perorangan dengan memperoleh upah, gaji, atau honorarium.
Berdasar pengertian profesi di atas, maka zakat profesi dapat
dimaknai sebagai zakat pekerjaan yang sudah menjadi keahlian
seseorang yang diperoleh melalui proses pendidikan seperti
dokter, dosen, pengacara, pilot, dan guru, semua contoh 16
pekerjaan ini dapat dikatakan profesi karena keahliannya
diperoleh melalui proses pendidikan yang cukup lama.
Dilihat dari ketergantungannya, profesi bisa dikelompokkan
menjadi dua bagian. Pertama, pekerja ahli yang berdiri sendiri,
tidak terikat oleh pemerintah, seperti dokter swasta, insinyur,
pengacara, penjahit, tukang batu, guru, dosen, wartawan dan
konsultan. Kedua, profesi yang terkait dengan pemerintah atau
yayasan atau badan usaha yang menerima gaji setiap bulan.
Menurut sebagian ulama, seperti Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, dan
Muawiyah, kedua kelompok profesi di atas, baik yang wiraswasta
atau pegawai yang terikat oleh suatu instansi, mereka dapat
terkena kewajiban mengeluarkan zakat profesinya ketika
menerima upah/gaji sebesar seperempat puluhnya.
Dengan demikian, zakat profesi meliputi semua pekerjaan
yang halal dan baik. Zakat dapat dikeluarkan sesuai dengan waktu
perolehannya setelah diambil terlebih dahulu untuk kewajiban
biaya terhadap keluarga dan biaya operasional.
Adapun syarat-syarat lain yang harus dipenuhi adalah 1) harta
kepemilikan penuh, yakni harta profesi benar-benar milik sendiri;
2) penghasilan sudah memenuhi kebutuhan pokok; dan 3)telah
mencapai nishab;

C. Cara Mengeluarkan dan Nisabnya


Terjadi perbedaan pendapat para ulama terhadap penetapan
nisabnya:
a. Abdurrahman Hasan, Imam Abu Zahra, dan Abdul Wahab
Khallaf, mereka berpendapat bahwa nisab zakat profesi sekurang-
kurangnya setara dengan lima wasaq atau 300 sha sekitar 930 liter
atau 653 Kg hasil panen. Persentase zakat disamakan (diqiyaskan)
dengan zakat pertanian yang pengairannya menggunakan alat
(mesin), yaitu sebesar 5 % setiap mendapatkan gaji atau honor.
b. Jumhur ulama berijtihad bahwa nisab zakat profesi adalah harta
setara dengan seharga emas 93,6 gram emas murni yang diambil dari
penghasilan bersih setelah dikeluarkan seluruh biaya hidup.
Kelebihan inilah yang dihitung selama satu tahun, lalu dikeluarkan
zakatnya sebanyak 2,5 % setiap bulan. Prosentase ini diqiyaskan
dengan zakat mata uang yang telah ditetapkan oleh Hadits.
c. Terdapat juga pendapat yang mengatakan bahwa zakat profesi
disamakan dengan zakat rikaz (barang temuan) maka tidak ada
syarat nisab dan prosentasenya 20 persen pada saat menerimanya.
d. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwa MUI No 3 tanggal 7
Juni tahun 2003 menyebutkan bahwa semua bentuk penghasilan
halal wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat telah mencapai
nishab dalam satu tahun, yakni senilai emas 85 gram dalam setahun.
Contoh Kasus
Ali adalah seorang pendidik golongan IV/a dengan masa kerja
selama 20 tahun. Ia memiliki seorang istri dan tiga anak.
Penghasilannya tiap bulan pada tahun 2015 sebagai berikut:
a. Gaji dari Negara Rp. 4.300.000
c. Honor dari beberapa PTS Rp. 2.500.000
d. Honor dari yang lain Rp. 2.000.000

Pengeluaran setiap bulan:


a. Keperluan keluarga Rp. 3.000.000
b. Angsuran kredit rumah Rp. 1.250.000 19
c. Dan lain-lain Rp. 1.500.000
Kalkulasi
Penerimaan Rp. 8.800.000
Pengeluaran Rp. 5.750.000
Sisa Rp. 3.050.000
Jika sisa di atas dikalikan setahun, maka berjumlah Rp. 36.600.000.
Jumlah tersebut tidak memenuhi nisab emas, yakni 85 gram emas
yang pada tahun 2015 seharga Rp 525.000 per gram, atau sekitar Rp.
44.625.00. Dengan demikian, maka Pak Ali belum diwajibkan
mengeluarkan zakat.
D. ZAKAT PRODUKTIF
1. Gagasan Zakat Produktif
Zakat merupakan ibadah maal (materi) yang memiliki fungsi
strategis untuk membangun perekonomian umat Islam.
Kedudukannya sebagai salah satu rukun Islam mengharuskan
umat Islam untuk mengimani dan melaksanakannya.
Ide untuk mengembangkan zakat sebagai modal usaha muncul
ketika fokus perhatian dilakukan secara seksama bahwa para
fuqara dan masakin tidak semuanya orang-orang yang memiliki
keterbatasan kekuatan fisik. Di antara mereka terdapat banyak
yang memiliki kesehatan fisik dan keahlian yang dapat
dikembangkan, tapi mereka tidak memiliki modal. Sehingga keluar
ide untuk memberikan zakat kepada mereka untuk bisa dijadikan
sebagai modal usaha yang dapat meningkatkan status ekonominya
dan sekaligus mengembangkan keahlian yang mereka miliki. Maka
pihak yang paling berperan dalam zakat produktif ini adalah
kreatifitas mustahiq untuk menjadikan zakat sebagai modal yang
terus dikembangkan.
2. Prospek Zakat Produktif
Prospek ke depan, zakat yang diperoleh dari hasil usaha ini
memiliki peluang yang cerah jika pengelolaannya dilakukan secara
baik dan profesional. Pengelolaan itu dapat dilakukan melalui
pengembangan sumber daya mustahiq yang potensial yang
jumlahnya cukup banyak. Lain halnya ketika menghadapi
mustahiq zakat yang konsumtif, yaitu yang tidak memiliki
kemampuan dan keahlian untuk mengembangkan zakat seperti
orang jompo, anak yatim yang masih kecil, orang dewasa yang
cacat atau sakit berat maka zakat untuk mereka ini hanya untuk
membantu kelangsungan hidup mereka karena mereka lebih
banyak bersifat pasif.
Bagi mustahiq zakat yang produktif atau disebut mustahiq
aktif, mereka masih berumur produktif dan memiliki badan yang
sehat, maka selayaknya bagi mereka zakat dapat disalurkan secara
produktif yaitu dengan menjadikan zakat sebagai modal usaha.
Oleh karena itu diperlukan sikap proaktif dari mustahiq untuk
mencurahkan kemampuannya dalam pengembangan modal dari
zakat itu.
E. Penyaluran Zakat Untuk Pembangunan Masjid
Penjelasan tentang kelompok orang yang berhak menerima sudah
cukup jelas diinformasikan oleh al-Qur’an. Secara tekstual istilah
masjid tidak terdapat dalam kelompok yang delapan tersebut.
1. Kelompok Mustahiq Zakat
Jumhur ulama sepakat bahwa kelompok mustahiq zakat itu terdiri
delapan asnaf atau bagian. Adapun 8 kelompok (mustahiq) zakat
itu antara lain : Fuqara, Masakin, Muallaf, Budak, Orang yang
terlilit hutang, Orang yang berjuang di jalan Allah, Orang yang
sedang dalam perjalanan.
Berarti pembangunan masjid tidak termasuk 8 kelompok
(mustahiq) zakat
2. Hukum Zakat untuk Pembangunan Masjid
Hukum Zakat untuk Pembangunan Masjid menurut para ulama;
 Mahmud Syaltut, istilah sabilillah memiliki arti kemaslahatan
umat yang manfaatnya kembali kepada kaum muslimin seperti
pembangunan mesjid, rumah sakit, perlengkapan pendidikan,
dan sebagainya.
 Menurut al-Maraghi, istilah sabilillah adalah semua perkara
yang berhubungan dengan kemaslahatan ummat dapat
dimasukkan ke dalam sabilillah, seperti perkara yang
menyangkut masalah agama dan pemerintahan, seperti masalah
pelayanan haji.
 M. Rasyid Ridha berpendapat bahwa, istilah sabilillah mencakup
semua kepentingan syariah secara umum yang berkenaan
dengan masalah agama dan negara dan yang terpenting, untuk
persiapan kepentingan perang dengan membeli persenjataan.
 Menurut Yusuf Qardhawi, istilah sabilillah memiliki arti yang
lentur, yaitu semua sarana yang dapat dipergunakan untuk
memperjuangkan kemajuan ummat Islam dan melawan semua
bentuk serangan orang-orang kafir, semuanya termasuk
sabilillah.
Mencermati pendapat-pendapat di atas, maka dapatlah
disimpulkan bahwa pengertian sabilillah secara umum dapat
mencakup semua jalan kebaikan yang manfaatnya kembali kepada
umat Islam termasuk di dalamya adalah masjid, penyebutan
sarana ibadah yang disebutkan terakhir ini secara jelas disebut
oleh Mahmud Syaltut pada point pertama.

Daftar materi
pada KB
2 Zakat profesi perlu rincian lagi dengan melihat potensi mustahiqnya.
yang sulit
dipahami

Daftar materi
yang sering
3
mengalami Kewajiban mengeluarkan Zakat Hasil Tanah Yang Disewakan
miskonsepsi
dalam
pembelajaran

Anda mungkin juga menyukai