Perkembangan dunia saat ini terus maju. Setiap orang dituntut untuk serba tahu dan serba mengerti. Orang pun juga harus memiliki kecepatan dalam menangkap segala sesuatu – entah itu menangkap sebuah pemikiran maupun menangkap barang atau benda yang cepat sekaligus. Segala yang cepat memang dapat membentuk segalanya dengan cepat, namun dengan yang cepat itu, kemungkinan akan ada hal yang cepat tertinggal atau kedaluwarsa. Dari yang cepat ini pun seseorang dapat menjadi bosan bahkan seakan berjalan pada jalan yang sama. Tidak menemukan pengalaman baru, sesuatu yang baru, bahkan dengan yang cepat, segalanya cepat dilupakan dan diluapkan secara cepat dan dangkal. Karena “yang cepat” itu berpengaruh pada sebuah penilaian orang saat ini. Manusia cenderung menilai segalanya dengan cepat. Cenderung melihat segalanya dari satu prespektif saja, padahal ada banyak sisi yang dapat dilihat. Saya teringat dengan sebuah kiasan yang mengatakan, ketika kamu melakukan hal yang sama, maka kamu seperti membaca buku dua kali dengan judul yang sama, kamu sudah tahu akhirnya akan seperti apa. Kecenderungan dari prespektif inilah yang dapat dikatakan bahwa manusia menjadi cepat menilai. Memang benar jika membaca buku dua kali atau bahkan beribu-ribu, akan mengetahui bahkan hafal alur ceritanya, nama tokohnya, dan akhir ceritanya. Kiasan tersebut seakan kurang bermakna. Memangnya apakah kita akan dalam situasi dan kondisi yang sama saat membaca buku yang sama? Apakah kita akan berada pada sebuah proses yang sama dengan membaca buku yang sama? Atau, apakah kita akan berproses dengan cara yang sama dengan membaca buku yang sama? Kecenderungan inilah yang membuat manusia cepat menilai. Manusia kurang mendalami hidup dan kegiatan yang dilakukan olehnya. Manusia seakan kurang ingin memperkaya pengalamannya akan sebuah hal yang sama, namun dapat berbeda. Sama, namun berbeda Saat membaca buku Fragments: The Collected Wisdom of Heraclitus, terdapat sebuah hal yang menarik, yakni isi fragmennya yang mengatakan, “you can not step in the same river twice.” Awalnya sulit untuk dipahami, karena arus sungai akan sama. Namun, terus mencoba memahami dan belajar membuat saya meng-update skill – kata yang dipakai Prof. Bambang untuk mengembangkan kemampuan. Alhasil, terkuaklah sebuah makna yang reflektif dalam fragmennya itu. Hal itu ingin menjelaskan bahwa segalanya berubah. Segalanya berubah meskipun berada pada sebuah hal yang sama. Dengan kata lain, akan ada sebuah pengalaman yang berbeda meski menjalani kegiatan yang sama. Seperti yang dituliskan pada fragmennya bahwa, masuk ke dalam sungai dua kali merupakan suatu hal yang diulang, namun akan ada yang berbeda, yakni arus sungai tersebut akan terus mengalir dan berganti setiap kali kaki masuk ke dalam sungai yang sama. Proses yang dijalani dalam setiap kegiatan akan berbeda. Kondisi air ketika menyelupkan kaki akan berbeda. Arus air ketika menyentuhkan kaki ke dasar sungai akan berbeda pula. Dari hal yang sama ini dapat memiliki esensi yang berbeda. Sama halnya dalam membaca buku yang sama secara dua kali. Mungkin kita akan tahu secara segalanya namun, dalam proses membacanya, kita akan menemukan pengalaman yang baru. Contohnya, ketika saya membaca novel romansa dengan hati yang berbunga-bunga, akan menganggap novel tersebut related dengan apa yang saya rasakan saat itu. Namun, ketika saya sedang dalam keadan putus asa karena habis putus hubungan, novel tersebut akan terasa memuakkan. Sama, namun berbeda. Itulah yang dinamakan sebagai sebuah pemakanaan hidup. Meski berulang kali terjadi, sebuah kegiatan sama akan menghasilkan pengalaman yang berbeda. Seperti sedang tertidur, kita terlelap di jam yang sama, namun mimpi yang dihasilkan mungkin akan berbeda. Saya sudah kurang lebih lima tahun hidup berasrama dengan patokkan jadwal yang sudah ada, segalanya diatur, memiliki batas, dan hidup dalam “keteraturan”. Saya bosan dengan itu semua karena apa yang dilakukan sama dan monoton. Misalnya setiap jumat malam, di Fermentum itu harus dalam kondisi silentium (hening). Bagi saya ini hal yang monoton dan terulang terus setiap minggunya. Namun, dari pengalaman hening ini ternyata setiap jumatnya saya mendapatkan hal baru. Entah itu saya dapat berdoa, menghasilkan ide baru untuk meng- edit foto, menulis diary, dan bahkan sekadar membaca buku. Dari hal itu benar bahwa yang sama itu berbeda. Update to be wise Pengalaman membawa seseorang menjadi update. Layaknya sebuah aplikasi, diri manusia terus di-update melalui segala hal yang dilaluinya. Manusia sebagai developer dan manusia sebagai aplikasinya juga. Seperti arti filsafat bagi Socrates, Stoicism, Epicurianism, dan Neoplatonism yang berpendapat bahwa filsafat adalah sebuah self-examination, oleh karena itu daya nalar ikut serta dalam memaknai sebuah pengalaman. Pengalaman membuat manusia semakin bergairah untuk terus belajar dan mencari (to learn). Manusia sebagai makhluk yang memiliki kecerdasan eksistensial perlu terus memaknai hidup sebagai hal yang unik dan memacu kreatifitas yang liar serta membangun komitmen atas sebuah pengalaman. Kegiatan akan terus terulang dan terulang, namun dengan mengulang bukan berarti menjadi bodoh atau tidak memahami segala sesuatu. Namun, dengan mengulang, seseorang mampu lebih memahami dan mendapat hal yang berbeda dalam setiap kegiatan yang diulang. Menjadi cepat di dunia yang serba cepat belum tentu menghasilkan sebuah hal yang tepat. Di dunia yang cepat, manusia ditantang untuk melambat agar yang cepat dapat menyerap dan mampu berdampak kuat. Serba cepat selalu ingin menghasilkan yang cepat. Yang dilihat hanya sebuah hasil. Akan menjadi cemooh jika seseorang yang cepat malah tidak berhasil. Sama seperti meng-update aplikasi, kita perlu menunggu. Menunggu proses dan memaknai proses tersebut. Meng-update berarti menuju sesuatu yang lebih baik. Pengalaman meng- update manusia menjadi lebih baik, lebih bijak dalam menghadapi sesuatu dan tentunya mampu memaknai segala pengalaman dengan mendalam. Manusia perlu semakin memperdalam kompleksitas kehidupan, yakni memaknai hidup, kepedulian, dan komitmen. Bukan hanya memikirkan sebuah hasil yang cepat melainkan mengembangkan cara yang mendalam untuk menyentuh bagian terdalam dalam sebuah pengalaman. Karena kebijaksanaan berasal dari sebuah bagian terdalam dalam sebuah pengalaman yang dimaknai oleh pikiran manusia. Wisdom is the oneness of mind that guides and permeates all things (fr. 19).
Kepribadian: Pengantar ilmu kepribadian: apa itu kepribadian dan bagaimana menemukan melalui psikologi ilmiah bagaimana kepribadian mempengaruhi kehidupan kita