Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH I

IPA SD LANJUT

TEORI BELAJAR SAINS IPA SD

DISUSUN OLEH :

SRI ULANDARI (2286206023)

DOSEN PENGAMPU:

NOFRIZA EFENDI M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS SOSIAL DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SUMATRA BARAT

T.A 2023/2024

.
. A. TEORI PIAGET Teori
Piaget mempunyai nama lengkap Jean Piaget, lahir di Swiss tepatnya di Neuchatel pada tahu
n 1896. Semenjak kecil Piaget tertarik dengan masalah biologi terutama tentang hewan (zool
ogi). Pada usia 11 tahun beliau telah menulis karya ilmiah tentang burung pipit yang albino
(mempunyai warna putih/tidak mempunyai zat warna kulit pada seluruh badannya). Pada usia
antara 15 sampai 18 tahun beliau banyak menulis tentang hewan berbadan lunak (moluska) se
perti siput terutama tentang perbedaan struktur susunan tubuhnya yang dihubungkan dengan l
ingkungan di mana hewan tersebut hidup. Misalnya, binatang bertubuh lunak yang hidup di d
arat mempunyai struktur tubuh yang berbeda dari yang hidup di laut. Setelah selesai belajar te
ntang hewan, Piaget beralih ke struktur yang lainnya, bukan struktur tubuh hewan melainkan
struktur mental yang menurut beliau sangat penting dalam proses penyesuaian diri dengan lin
gkungannya seperti juga terjadi pada struktur tubuh hewan yang beliau pelajari sebelumnya.
Sebagai contoh: untuk hidupnya hewan memerlukan pengetahuan tentang benda-benda dan k
ejadian atau peristiwa yang ada di sekitarnya. Seperti pengetahuan tentang mana tumbuhan y
ang beracun dan mana yang tidak; kapan matahari terbit dan kapan terbenam dan sebagainya.
Selain itu juga hewan memerlukan pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu sepert
i bagaimana caranya membuat sarang. Menurut anggapan Piaget, mental manusia mempunyai
kedua pengetahuan tersebut, yaitu pengetahuan
tentang benda dan kejadian di sekitarnya dan pengetahuan tentang bagaimana caranya untuk
melakukan sesuatu. Tetapi struktur mental lebih sulit untuk dijabarkan dibanding dengan stru
ktur tubuh karena struktur mental tidak berhubungan dengan bagian-bagian tubuh. Struktur m
ental tersebut oleh Piaget disebut sebagai schema/schemata. Pada saat yang bersamaan Piaget
bekerja pada suatu badan yang memberikan tes inteligensi anak. Piaget amat tertarik pada ana
k-anak yang memberikan jawaban salah. Selanjutnya beliau mempelajari mengapa anak terse
but memberikan jawaban yang salah. Dengan berdasarkan pengamatan dan penelitiannya, Pia
get beranggapan bahwa cara berpikir anak tidak sama dengan cara berpikir orang dewasa. Bel
iau akhirnya menyadari bahwa, yang membedakan cara berpikir anak-anak dari orang dewasa
bukanlah sematamata dari banyaknya pengetahuan yang dimiliki tetapi dari kompleksitas pen
getahuannya itu sendiri. Sebagai contoh kesulitan anak untuk mengerti saat diterangkan meng
enai gerak air seperti yang disebut di atas, menurut anak hal tersebut merupakan hal yang ko
mpleks. Untuk mempelajari lebih jauh struktur mental anak semenjak lahir hingga dewasa, Pi
aget melakukan penelitian lebih saksama dan menggunakan metodenya sendiri. Beliau menel
iti ratusan anak dengan menggunakan metode interview (bertanya) tanpa mempengaruhi jalan
pikiran anak. Piaget tidak tertarik pada keunikan seorang anak akan tetapi lebih tertarik pada
persamaan-persamaan di antara anak-anak yang berusia sama. Dari penelitian-penelitiannya P
iaget mengemukakan suatu teori bahwa cara berpikir seseorang berkembang secara bertahap
atau ada beberapa periode. Lebih lanjut beliau beranggapan bahwa seorang anak bukanlah se
perti tabung menanti untuk diisi dengan pengetahuan, melainkan secara aktif anak akan mem
bangun pengetahuan tentang dunia dan isinya melalui keterlibatannya atau hubungan dengan
nya. Pada periode perkembangan yang berbeda, anakanak mempunyai kemampuan berinterak
si yang berbeda dan akhirnya memiliki pengetahuan yang berbeda pula. Selain itu, Piaget ber
anggapan bahwa sejak bayi lahir telah mempunyai sistem yang secara terus-menerus mencari
dan memberi tanggapan terhadap suatu rangsangan dan dengan melakukan hal tersebut secara
terus-menerus akan membentuk suatu kebiasaan dan kemampuan. Sistem tersebut pada mula
nya terbatas pada kebiasaan yang memerlukan tanggapan yang mudah seperti menghisap dan
menangkap. Tetapi secara terus-menerus kebiasaankebiasaan ini akan berkembang menjadi le
bih kompleks lebih terkoordinasi
1. Tahap Sensori Motor Coba Anda bayangkan pengalaman awal anak dengan payudara
ibunya, yang merupakan benda paling berarti bagi dirinya. Pertama-tama bayi tersebut
akan mengenduskan wajahnya di bawah ketiak ibunya, kemudian melihat payudara ib
unya dan kemudian mengisap puting susu ibunya. Apakah bayi tersebut sudah menya
dari bahwa payudara ibunya itumerupakan benda yang pernah dia ketahui sebelumnya?
Menurut Piaget bayi tidak mengetahui hal tersebut. Namun bayi hanya memberikan t
anggapan terhadap rangsangan yang berbeda termasuk jari tangan. Mungkin Anda per
nah mengamati seorang bayi yang memasukkan jari-jarinya ke mulut. Piaget menama
kan bayi tersebut masih mempunyai suatu kategori fungsional yang sederhana. Artiny
a bahwa bayi tersebut mempunyai gambaran yang kasar tentang suatu benda di mana
dia memberikan reaksi yang sama; contoh di sini adalah memasukkan jari/puting susu
ke dalam mulutnya. Tentu saja pada saat itu bayi belum mengetahui apa itu payudara
dan apa itu jari, tetapi dia berbuat sesuatu untuk memberikan tanggapan. Pernahkah A
nda mendekatkan hidung Anda pada mulut bayi? Apa yang bayi lakukan? Ya, mereka
akan mengisap hidung kita seperti dia ingin mendapatkan susu dari ibunya. Jadi bayi
belum bisa membedakan antara jari, puting susu, dan hidung. Salah satu ciri khusus a
nak pada masa ini adalah penguasaan, yang Piaget sebut sebagai konsep objek, suatu
pengertian bahwa benda atau objek itu ada dan merupakan kekhasan dari benda terseb
ut, dan akan tetap ada walaupun benda tersebut tidak tampak atau tidak dapat dipegan
g/diraba oleh anak. Anda dapat mencobakan permainan seperti yang dilakukan oleh Pi
aget berikut ini. Gunakan benda yang berwarna mencolok dan menarik, hadapkan ben
da tersebut di depan bayi kemudian simpanlah. Apa yang bayi lakukan? Pada awal kel
ahiran, bayi tersebut tidak berusaha mencari benda tersebut; benda tersebut dianggap t
idak ada kalau dia tidak melihat atau meraba memegangnya. Tetapi lama kelamaan, d
engan bertambahnya usia, bayi tersebut akan mulai mencari apabila benda tersebut dis
impan. Menurut penelitian Piaget hal ini akan terjadi pada anak yang berusia sekitar s
atu tahun. Selain ciri di atas, tidak ada bahasa pada awal tahapan ini tetapi ada permul
aan simbolisasi. Piaget beranggapan bahwa representasi internal dari benda atau kejad
ian dihasilkan melalui imitasi. Pikiran diartikan sebagai aktivitas internal, dimulai keti
ka anak dapat melakukan kegiatan yang nyata. Tahap awal proses ini meliputi aktivita
s-aktivitas yang berhubungan dengan objek atau kejadian di mana anak tersebut ada.
Selanjutnya anak akan dapat menirukan tanpa kehadiran benda atau kejadian yang di
maksud. Peniruan (imitasi) internal ini merupakan penampilan yang berupa simbol da
ri aspek lingkungannya. Ini dianggap sebagai awal dari bahasa karena pada akhirnya k
ata-kata akan muncul untuk menggantikan kegiatan-kegiatan yang nyataatau imitasi y
ang merupakan perwakilannya. Sebagai contoh, pada awal-awal kelahiran, anak hany
a tahu seseorang yang selalu memberinya asi itu bentuknya seperti itu, lama-lama dia
tahu bahwa pada saat dia lapar atau haus dia mencari sosok ibunya dan kalau yang dat
ang orang lain dia akan tetap mencari ibunya, dan akhirnya dia akan tahu bahwa yang
sering memberikan asi itu namanya ibu. Ada tiga kemampuan penting yang dicapai an
ak pada masa sensori motor ini yaitu
1. Kemampuan mengontrol secara internal, yaitu terbentuknya kontrol dari dalam pikiran
nya terhadap dunia nyata. Dengan kata lain, sampai dengan usia dua tahun anak mengala
mi pergantian persepsi dari motor murni ke arah gambaran yang berupa simbol (lambang).
2. Perkembangan konsep kenyataan. Pada akhir tahap ini anak akan menyadari bahwa du
nia ini ada dan tetap ada, sehingga anak akan mengetahui bahwa suatu benda itu ada
3. Perkembangan pengertian beberapa sebab dan akibat.

2. Tahap Pre-operasional Dilihat dari segi perkembangan bahasa, tahapan ini merupakan taha
pan yang amat menakjubkan. Dimulai dari anak yang baru bisa mengatakan satu dua patah ka
ta hingga menjadi anak yang dapat menyusun suatu kalimat. Selain itu terjadi perkembangan
mental yang luar biasa pula. Tahapan ini disebut sebagai tahapan pre-operasional karena anak
tidak akan memiliki kemampuan berpikir yang operasional sampai anak mencapai usia tujuh t
ahun dan kadang-kadang disebut sebagai tahapan intuisi. Dikatakan demikian karena pada tah
apan ini intuisi yang dipengaruhi oleh persepsi dan egosentrisme berperan sangat penting dala
m cara berpikir anak. Yang dimaksud egosentrisme adalah bahwa anak memandang sesuatu d
ari sudut pandang dirinya sendiri. Mungkin Anda pernah menemukan dua orang anak yang be
rusia awal tahapan ini bermain suatu permainan bersama-sama tetapi mereka menggunakan at
urannya sendiri-sendiri. Ini menunjukkan bahwa masingmasing dari mereka masih memanda
ng permainan tersebut dari sudut pandangnya sendiri. Selain itu anak usia ini masih berpikir a
nimisme; mereka masih menganggap beberapa benda tak hidup sebagai benda hidup. Sebagai
contoh mereka sering mengatakan bahwa matahari sebagai benda hidup
3. Tahap Konkret Operasional Tahapan ini berawal pada anak usia 6 atau 7 tahun dan berakhi
r pada usia 11 tahun. Usia-usia ini merupakan usia di mana anak menempuh pelajaran di SD.
Tahap sebelumnya merupakan tahap pre-operasional, sepertitelah dikatakan di atas, bukan kar
ena ketidakmampuan anak untuk berpikir, tetapi disebabkan oleh cara berpikir mereka yang
masih terbatas. Keterbatasan-keterbatasannya telah dijelaskan di atas, di mana keterbatasan te
rsebut disebabkan oleh kepercayaan anak akan persepsi, intuisi, dan egosentrismenya daripad
a alasan atau sebab-sebabnya. Pada tahapan ini telah terjadi perubahan-perubahan walaupun
masih ada juga keterbatasannya. Perubahan yang sangat penting dan mendasar adalah peruba
han dari pemikiran yang kurang logis ke pemikiran yang lebih logis. Hal ini ditandai dengan
adanya ketentuan-ketentuan atau aturan yang telah diikuti. Operasi yang mendasari pemikiran
nya berdasarkan pada yang konkret atau nyata; dapat dilihat, diraba, atau dirasa, dari suatu be
nda atau kejadian, sehingga tahapan ini disebut sebagai tahap konkret operasional. Tidak sepe
rti pada anak usia pre-operasional, anak konkret operasional sudah dapat melakukan apa yang
Piaget sebut sebagai konservasi. Anak pada usia ini telah menyadari bahwa jumlah atau volu
me suatu benda tidak akan berubah apabila tidak terjadi penambahan maupun pengurangan, s
elain perubahan-perubahan bentuk atau perubahan ketentuan (aturan). Demikian halnya terjad
i pada konservasi yang lainnya. Untuk lebih memahami perubahan (perkembangan anak) pad
a usia ini, Anda dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang telah Anda lakukan pada anak preop
erasional di atas terhadap anak konkret operasional. Kemampuan lain yang telah dimiliki oleh
anak tersebut
Kemampuan untuk membuat urutan ditunjukkan dari kemampuan anak untuk menentukan bil
a Annisa lebih kocil dari Fawzi, dan Fawzi lebih kecil dari Lia, maka Annisa lebih kecil dari
Lia. Sedangkan kemampuan untuk dapat memecahkan persoalan angka pada dasarnya merup
akan perpaduan dari kemampuan mengelompokkan dan mengurutkan. Selain perkembangan
yang telah dipaparkan di atas, masih ada keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki anak pada
masa ini, antara lain kenyataan bahwa perbuatan ataupun percobaan yang dilakukan anak pad
a usia ini masih bersifat coba-coba, dan percobaan-percobaan tersebut masih jarang yang ber
hubungan antara yang satu dengan yang lainnya. Anak usia ini belum dapat secara mental me
mpertimbangkan kemungkinankemungkinan yang beragam (lebih dari satu) untuk memecahk
an suatu masalah (memperoleh jawaban dari suatu masalah). Mereka juga masih belum mam
pu mempergunakan ketentuan-ketentuan yang logis pada benda atau kejadian yang tidak nyat
a atau tidak tampak. Seperti dikatakan di atas, bahwa mereka hanya mampu berhubungan den
gan hal-hal yang nyata atau dengan hal-hal yang dapat mereka bayangkan. Kenyataan inilah y
ang melahirkan pembelajaran IPA yang banyak melibatkan siswa secara lansung.
4. Tahap Formal Operasional Anak usia sekitar sebelas tahun memasuki tahap formal operasi
onal. Tahap ini berakhir pada usia 14 atau 15 tahun sebelum memasuki masa dewasa. Tahap i
ni dikatakan sebagai tahap akhir dari perkembangan struktur berpikir. Anak usia ini telah dap
at secara penuh melakukan operasi secara logis tetapi masih mempunyai pengalaman yang ter
batas. Mereka sekarang dapat berhubungan dengan masalah-masalah yang bersifat hipotesis d
an cara berpikir mereka mungkin telah termasuk suatu set yang formal dari ketentuan-ketentu
an yang logis. Mereka dapat secara mental dan sistematik meneliti faktor-faktor yang beraga
m, mereka tidak lama lagi tergantung untuk melakukan manipulasi terhadap benda. Sebagai c
ontoh, seorang anak pada tahap formal operasional dihadapkan pada tiga buah mangkuk trans
paran yang dua berisi cairan netral dan yang satu berisi senyawa dasar.
B. PENERAPAN TEORI PIAGET DALAM PEMBELAJARAN IPA DI SD Seperti telah disi
nggung di atas bahwa teori Piaget ini dapat dipakai dalam penentuan proses pembelajaran di
kelas SD terutama pembelajaran IPA. Bagi Anda yang mengajar di kelas-kelas awal pun (kela
s I dan II) dapat memanfaatkan apa yang telah kita bicarakan bersama di atas dalam meranca
ng proses pembelajaran. Misalnya, apakah Anda akan mengajar anak kelas satu SD, yang ber
umur enam tahun, tentang penjumlahan tanpa menggunakan alat bantu, tangan misalnya? Kir
a-kira berhasilkah proses pembelajaran seperti ini? Dari teori yang telah kita bicarakan di atas,
hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan pembelajaran di kelas antara lain bahwa P
iaget beranggapan anak bukan merupakan suatu botol kosong yang siap untuk diisi, melainka
n anak secara aktif akan membangun pengetahuan dunianya. Satu hal lagi, teori Piaget menga
jarkan kita pada suatu kenyataan.
bahwa seluruh anak mengikuti pola perkembangan yang sama tanpa mempertimbangkan keb
udayaan dan kemampuan anak secara umum. Hanya umur anak di mana konservasi muncul s
ering berbeda. Poin yang penting ini menjelaskan kita mengapa pembelajaran IPA di SD bany
ak menggunakan percobaan-percobaan nyata dan berhasil pada anak yang lemah dan anak ya
ng secara kebudayaan terhalangi. Penerapan selanjutnya adalah guru harus selalu ingat bahwa
anak menangkap dan menerjemahkan sesuatu secara berbeda. Sehingga walaupun anak mem
punyai umur yang sama tetapi ada kemungkinan mereka mempunyai pengertian yang berbed
a terhadap suatu benda atau kejadian yang sama. Jadi seorang individu anak adalah unik (kha
s). Anda tentu sudah mengerti mengapa hal ini bisa terjadi. Kalau belum, mohon Anda memb
aca lagi uraian di atas. Implikasi lainnya yang perlu diperhatikan, bahwa apabila hanya kegiat
an fisik yang diterima anak, tidak cukup untuk menjamin perkembangan intelektual anak yan
g bersangkutan. Ide-ide anak harus selalu dipakai. Piaget memberikan contoh sementara belia
u menerima seluruh ide anak, beliau juga mempersiapkan pilihan-pilihan yang dapat dipertim
bangkan oleh anak. Sehingga apabila ada seorang anak yang mengatakan bahwa air yang ada
di luar gelas berisi es berasal dari lubang-lubang kecil yang ada pada gelas maka guru harus
menjawab pernyataan itu dengan ‘bagus’. Tetapi setelah beberapa saat guru harus mengarahk
an sesuai dengan apa yang seharusnya bahwa sebenarnya air yang ada di permukaan luar gela
s bukan berasal dari lubang-lubang kecil pada gelas, melainkan berasal dari uap air di udara y
ang mengembun pada permukaan gelas yang dingin. Jadi guru harus selalu secara tidak langs
ung memberikan idenya tetapi tidak memaksakan kehendaknya. Dengan demikian anak akan
menyadari bagaimana anak tersebut bisa mendapatkan idenya. Dengan memberikan kesempat
an kepada anak untuk menilai sumber ideidenya akan memberikan kesempatan pada mereka
untuk menilai proses pemecahan masalah. Hal ini juga perlu dilakukan di dalam kelas. Sebag
ai contoh, apabila kelas telah menyelesaikan suatu masalah, sebaiknya guru menanyakan kem
bali kepada siswa tentang cara mendapatkan jawaban tersebut. Misalnya dengan ‘Bagaimana
kita bisa sampai pada jawaban ini?’ dan membantu kelas untuk mengulas kembali tahapan-ta
hapan yang dilalui hingga menemukan jawaban atau kesimpulan itu. Dengan demikian guru l
ebih membantu anak dalam proses perkembangan intelektualnya.
Hakikat Sains

Sains (IPA) adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan sega
la isinya (Hendro Darmojo dalam Samatowa, 2011). Sains merupakan suatu pengetahuan yan
g bisa diterima di khalayak umum sebagai suatu produk ilmu (produk ilmiah) yang penemuan
nya melalui serangkaian penyelidikan panjang yang terstruktur (proses ilmiah), yang keberha
silannya dalam melakukan penyelidikan ini ditentukan oleh sikap ilmiah yang dimiliki. Sains
sebagai produk ilmiah berupa kumpulan pengetahuan yang terdiri dari: fakta, konsep, dalil, pr
insip, hukum, teori, dan model. Sains sebagai proses merupakan kumpulan dari hands-on acti
vities, eksperimen, dan proyek yang bertujuan untuk menyelidiki keajaiban dunia. Keterampil
an proses tersebut dapat meliputi: kemampuan untuk mengamati, mengumpulkan data, meng
olah data, menginterpretasikan data, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan. Sains sebagai
sikap merupakan aktivitas manusia yang ditandai dengan proses berpikir yang berlangsung di
dalam pikiran orang-orang yang berkecimpung dalam bidang itu. Selama melakukan proses p
enyelidikan (proses ilmiah) untuk menghasilkan produk ilmiah, diharapkan pula tumbuh sika
p terbuka, objektif, berorientasi pada kenyataan, bertanggung jawab, bekerja keras, jujur, telit
i, dan sebagainya Tujuan Pendidikan Sains di Sekolah Dasar Berdasarkan KTSP (Kurikulum
Tingkat Satuan pelajaran) tujuan pembelajaran IPA di SD/MI adalah agar siswa:

a) memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan YME berdasarkan keberadaan, keindaha


n, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

b) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan d


apat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

c) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif,dan kesadaran tentang adanya hubungan yan
g saling mempengaruhi antara IPA,lingkungan, teknologi, dan masyarakat. d) mengesampang
kan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat
keputusan.

e) meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarik
an lingkungan alam.
f) meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah s
atu ciptaan Tuhan

g) memperoleh bekal pengetahuan, konsep, keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutka
n pendidikan ke SMP/MTs. Berdasarkan tujuan pembelajaran tersebut, ada beberapa alasan y
ang menyebabkan sains masuk ke kurikulum sekolah. Sains sangat mendukung kemajuan su
atu bangsa. Sains merupakan dasar teknologi yang merupakan tulang punggung pembanguna
n. Suatu teknologi tidak akan berkembang pesat jika tidak didasari pengetahuan dasar yang m
emadai. Pengetahuan dasar yang diperlukan adalah pengetahuan dasar sains.

h) Sains mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Sebelum menemukan suatu ko


nsep, siswa dihadapkan oleh suatu permasalahan yang harus dipecahkan melalui serangkaian
proses penelitian. Sikap kritis dan rasa ingin tahu yang tinggi akan mendorong siswa untuk le
bih aktif bertanya dan mencoba membuktikan kebenarannya. proses penemuan yang panjang
ini, siswa akan menyimpannya dalam struktur kognitif siswa dalam waktu yang lebih lama.

I) Sains mampu mengembangkan sikap ilmiah yang membentuk insan Indonesia berkepribadi
an luhur. Nilai-nilai pendidikan tercermin pada sikap ilmiah yang mulai muncul saat melakuk
an penelitian yang ditandai dengan munculnya rasa keingintahuan. Selanjutnya, mereka akan
melalui serangkaian tahap penelitian dari proses mencari sumber literatur yang mendukung,
menyusun hipotesis, praktikum, mencatat dan menganalisis data, menyimpulkan, sampai taha
p pembuatan laporan penelitian. Serangkaian tahap inilah yang sering disebut dengan metode
ilmiah. Peneliti harus tekun dan tidak mudah putus asa apabila hasil penelitian mereka gagal.
dalam mengamati hasil penelitian sangat menentukan dalam menarik kesimpulan. Sesuatu ya
ng dilihat, harus dikatakan dengan jujur, dan sesuai kenyatannya, di sinilah sikap objektif mu
ncul. Dengan demikian, kepribadian yang luhur tercermin dari sikap ilmiah yang telah terbent
uk dengan sendirinya melalui serangkaian proses penelitian. Berdasarkan paparan di atas, tuj
uan diberikannya materi IPA untuk tingkat sekolah dasar yakni siswa dapat memahami konse
p IPA yang kemudian dapat dihubungkan secara kontekstual dalam kehidupan sehari-hari. Sel
ain itu, siswa dapat mengembangkan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Konstruktivisme dan Teori perkembangan

Jean Piaget
Menurut teori perkembangan Jean Piaget, perubahan-perubahan dan perkembangan yang terj
adi pada peserta didik harus mendapatkan perhatian khusus dari guru. Secara umum, semua a
nak berkembang melalui urutan yang sama, meskipun jenis dan tingkat pengalaman mereka b
erbeda satu sama lain. Teori perkembangan Jean Piaget menekankan pada suasana belajar ko
nstruktivisme. Menurut pandangan konstruktivisme, belajar merupakan suatu proses yang akt
if dan melalui proses pengalaman. Pengetahuan dibangun dalam pikiran siswa.
Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam
tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelek
tual ini dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengonstruksi ilmu pengetahuan. Pada taha
p sensor motorik, anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi dalam Hamzah, 2
004). Menurut Piaget, pengkonstruksian pengetahuan dibangun dalam pikiran siswa melalui p
roses asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi. Asimilasi merupakan proses penyatuan atau peng
integrasian informasi baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki. Akomodasi merupa
kan proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Ekuilibrasi merupakan p
roses penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Apabila dengan asimil
asi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi dengan lingkungannya, terjadilah ketidakseim
bangan (diliquibrasi). Jadi, seseorang yang mengalami equilibrasi akan mengalami perubahan
intelektual yang lebih tinggi. JeaPiagetmengemukakan empat periode perkembangan kognitif
anak, yaitu: periode sensorimotorik (0-2 tahun), periode praoperasional (2-7 tahun), periode o
perasional konkret (7-11/12 tahun), dan periode operasional formal (12 tahun ke atas). Anak
SD tidak berada pada tahap sensorimotorik, namun penting untuk diketahui karena perkemba
ngan pola pikirnya
melalui pengalaman fisik berlanjut sampai tahap operasional. Anak usia sekolah dasar berada
pada tahap operasional konkret. Pada tahap ini, anak masih sangat membutuhkan benda bend
a konkret untuk membantu pengembangan kemampuan intelektualnya. Pada akhir tahap oper
asional konkret, mereka telah dapat memahami tentang perkalian, menulis dan berkoresponde
nsi, dan mulai dapat berpikir abstrak yang sederhana, misalnya memahami konsep berat, gaya,
dan ruang. Anak mulai memecahkan masalah khusus, mempelajari keterampilan, dan kecaka
pan berpikir logis yang membantu mereka memaknai pengalaman.Tahap ini merupakan perk
embangan dari tahap praoperasional yang dimulai dengan proses internalisasi melalui pancain
dra sampai ke otak.

Aplikasi Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Teori perkembangan Piaget yang dikemukakan sebelumnya memberikan inspirasi tentang pe


ntingnya pemahaman guru terhadap perkembangan dan eksistensi siswa, pemilihan bahan pe
mbelajaran, penentuan strategi pembelajaran dalam upaya mewujudkan proses pembelajaran
yang optimal. Pembelajaran IPA yang dihubungkan dengan teori Piaget, dilihat dari beberapa
aspek, yaitu :
a) Belajar melalui perbuatan (pengalaman langsung)
Belajar merupakan proses transfer pengetahuan dari guru kepada siswanya. Piaget mengataka
n bahwa pengalaman langsung memegang peranan penting sebagai pendorong lajunya perke
mbangan kognitif siswa. Pengetahuan yang diperoleh akan tersimpan kuat dalam struktur ing
atan mereka melalui pengalaman langsung. Pengalaman ini terjadi secara spontan dari kecil
(sejak lahir) sampai berumur 12 tahun. Efisiensi pengalaman langsung pada anak tergantung
pada konsistensi antara hubungan metode dan objek yang sesuai dengan tingkat perkembanga
n kognitif anak. Anak akan siap mengembangkan konsep tertentu jika ia telah memiliki strukt
ur kognitif yang bersifat
hierarkis dan integrative b) Perlu berbagai variasi kegiatan dalam proses belajar Berbagai ma
cam kegiatan yang dilakukan bertujuan untuk merangsang aspek psikomotorik anak, serta me
nghindari kondisi yang menjenuhkan. Siswa SD pada kelas rendah (1, 2, dan 3) masih senang
bermain, di sinilah guru harus berperan sebagai pengatur agar transfer pengetahuan tetap dap
at dilakukan. Metode joyfull learning bisa menjadikan pembelajaran menyenangkan. Guru ha
rus menciptakan kondisi yang menyenangkan dengan memfasilitasi siswa dengan berbagai m
acam kegiatan serta memperlihatkan benda-benda konkret yang dapat diamati, dialami, atau d
icoba oleh siswa selama proses pembelajaran. Hal ini akan memberikan kesan bagi siswa bah
wa belajar sains sangat menyenangkan. Benda-benda konkret yang dimaksud tidak hanya KI
T IPA yang sudah tersedia di laboratorium, namun guru bisa membuat alat peraga sederhana,
misalnya kincir air pembangkit energi listrik dari barang bekas.
c) Guru perlu mengenal tingkat perkembangan siswanya Perkembangan ini meliputi dua aspe
k, yakni perkembangan intelektual dan fisik. Perkembangan fisik yang normal ternyata memp
engaruhi tingkah laku anak. Berkembangnya sistem syaraf akan berdampak padapening
katan intelegensi siswa, sehingga timbul polapola tingkah laku yang baru. Pertumbuhan otot a
kan membawa perubahan dalam kemampuan motorik yang tercermin dalam
perubahan sosialisasi siswa. Secara psikomotorik, permainan anak pada semua tahapan usia s
angat bergantung pada perkembangan otot-ototnya, terutama dalam permainan dan olahraga.
Anak usia SD mayoritas berada pada tahap operasional konkret. Mereka mampu berpikir atas
dasar pengalaman nyata/ konkret.

d) Perlu latihan yang berulang untuk pengembangan berpikir operasional Berdasarkan teori in
i, belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang daya berpikir, mengingat, m
engamati, menghapal, menanggapi, dan seba
gainya. Daya tersebut akan berkembang melalui banyak latihan, dan sebaliknya akan berkura
ng jika tidak pernah dilatih. Selain teori psikologi daya, prinsip pengulangan ini juga didasari
oleh teori psikologi asosiasi atau connecsionisme yang dipelopori oleh Thorndike dengan sala
h satu hukum belajarnya “Low of Exercise” yang mengemukakan bahwa belajar adalah pemb
entukan hubungan stimulus dan respon. Pengulangan akan memperkuat hubungan stimulus d
an respon.

Tugas dan Peran Guru dalam Membelajar


kan Sains di SD

Berdasarkan teori perkembangan Piaget, anak usia SD berada pada tahap operasional konkret
(usia 7–12 tahun). Sains jika diterapkan di sekolah dasar mengacu pada hakikatnya yaitu sain
s sebagai produk ilmiah, sikap ilmiah, dan proses ilmiah. Siswa SD lebih diarahkan untuk me
nemukan produk dan memahaminya. Siswa diberi kesempatan untuk memupuk rasa ingin tah
u yang akan mengembangkan kemampuan bertanya dan mencari jawaban berdasarkan bukti,
serta cara berpikir ilmiah. Siswa cenderung aktif selama pembelajaran untuk membangun pen
getahuannya Tuntutan kurikulum 2013 adalah memben
menanya, menalar, membuat jejaring, danmengomunikasikan. Pada tingkat SD, IPA Hakikat
sains sebagai proses, menekankan menyimpulkan. Selain itu, melalui metode ilmiah,
siswa menemukan dan mengkonstruksi pengetahuannya dengan berinteraksi sosial, baik
dengan sesama teman, guru, maupun lingkungansekitarnya. Beberapa model pembelajaran IP
A yang siklus belajar (Learning Cycle), dan CLIS (Chil
dren Learning in Science).
mengamati sampai melakukan sendiri. Tahap
Pembelajarannya, yaitu
1) Orientasi
2) pemunculan gagasan
3) penyusunan ulang gagasan
4) penerapan gagasandan
5) pemantapan gagasan

C. Landasan Psikologis Pembelajaran Sains Di Sekolah Dasar Dalam kajian pendidikan, psik
ologis merupakan kajian tentang usaha manusia belajar dalam pendidikian, efektifitas interve
nsi pendidikan. Pendidikan berhubungan dengan bagaimana siswa belajar dan berkembang, s
ehingga landasan psikologi membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia pendid
ikan pada umumnya serta gejala yang berhubungan dengan aspek pribadi manusia setiap taha
pan Bentuk psikologi pendidikan meliputi : psikologi perkembangan, psikologi belajar, psikol
ogi sosial, dan psikologi pembelajaran.Kontribusi psikologi pendidikan dapat memberikan m
anfaat terhadap pengembangan kurikulum, terhadap sistem pembelajaran dan sistem penilaia
n.Dan pada makalah ini akan membahas tentang landasan psikologis pembelajaran IPA (Sains
) pada tingkat dasar. Terdapat 3 landasan dalam pembelajaran IPA terpadu diantaranya ialah l
andasan filosofis, landasan teori belajar dan landasan yuridis.Landasan psikologis berupa keb
eragaman, gaya belajar, karakteristik, permasalahan, potensi dan keunikan, multiple intellege
ncies. Gaya belajar merupakan cara termudah yang dimiliki oleh individu dalam menyerap,m
engatur, dan mengolah informasi yang diterima.Landasan psikologis pendidikan adalah landa
san yang menjadi titik tolak proses pendidikan. Dikutip dari buku Psikologi Pendidikan, psik
ologi pendidikan adalah cabang ilmu psikologi yang mengkhususkan diri pada cara memaha
mi pengajaran dan pembelajaran dalam lingkungan pendidikan. D.Landasan Filosofis Dan Pe
dagogis Di Sd Landasan filosofis pendidikan merupakan seperangkat pemikiran-pemikiran da
n asumsi yang dijadikan titik tolak dalam merumuskan konsep-konsep pendidikan. Pragmatis
me merupakan aliran filsafat pendidikan yang lahir di Amerika.Hal ini muncul sebagai implik
asi dari aliran-aliran yang terdapat dalam filsafat. Sehingga dalam landasan filosofis pendidik
an dikenal dengan adanya landasan filosofis pendidikan Idealisme, Realisme, dan Pragmatis
me. Landasan Idealisme merupakan gagasan dari Plato. Terdapat 3 landasan dalam pembelaja
ran IPA terpadu diantaranya ialah landasan filosofis, landasan teori belajar dan landasan yurid
is.Sifat pendidikan yang normatif dan perspektif, landasan filosofis pendidikan merupakan ko
mponen penting yang harus dipelajari. Selain itu, filsafat pendidikan membantu kita memaha
mi siapa yang harus diajarkan, apa dan bagaimana, serta tujuan pendidikan. Landasan filosofi
s pendidikan adalah seperangkat filosofi yang menjadi titik tolak dalam pendidikan dan berisi
konsep-konsep Pendidikan yang dicita-citakan. Contoh landasan filosofis pendidikan di Indo
nesia yaitu Pancasila. Landasan pedagogis merupakan suatu landasan yang digunakan oleh pe
ndidik untuk dapat melaksanakan proses pembelajaran dengan baik dan mencapai tujuannya,
yaitu membimbing peserta didik ke arah tujuan tertentu, yaitu agar peserta didik dapat menye
lesaikan masalah dengan mandiri.Landasan pendidikan sekolah dasar meliputi landasan filoso
fis, landasan teoritis, landasan yuridis dan kebijakan, landasan psikologi dan karakteristik sis
wa, landasan pedagogis, education for sustainable development, pendidikan literasi, pendidik
an karakter, dan kompetensi dan rekruitmen guru.Pandangan psikologis-pedagogis atau psik
o-pedagogis adalah cara melihat pendidikan dasar dari fungsi proses pendidikan dasar dalam
pengembangan potensi individu sesuai dengan karakteristik psikologis peserta didik.Landasa
n psikologis berupa keberagaman, gaya belajar, karakteristik, permasalahan, potensi dan keun
ikan, multiple intellegencies. Gaya belajar merupakan cara termudah yang dimiliki oleh indiv
idu dalam menyerap,mengatur, dan mengolah informasi yang diterima.

SIMPULAN DAN SARAN

Pendidikan sains di sekolah dasar perludiajarkan untuk menghadapi era teknologi di masa
depan dengan memperhatikan beberapa aspek,antara lain: memahami hakikat sains, tingkat
perkembangan anak dengan bertumpu pada teorikonstruktivisme dan teori perkembangan Jea
nPiaget, dan menerapkan pembelajaran saintifik
yang dipadukan dengan berbagai variasi model pembelajaran IPA, antara lain: konstruktivis,
inquiri, keterampilan proses sains, STM, terpadu,interaktif, learning cycle, dan CLIS

DAFTAR PUSTAKA
TRI RAHMAH MUTIA SAFITRI(2022),Kajian hakikat sains dalam pembelajaran,Uin Rade
n Intan Lampun.
MUHAMMAD AMIN MUSTOFA(2021),Psikologi pendidikan,landasan psikologis,dan pem
belajaran sains,Mandalanursa.id.
RIZKA AIN(2019),Landasan psikologis dan pedagogis pendidikan sd.
Anderson, R.D & C.P. 1994. Research on Science Teachers Education. New York NY: Mac
milan.
Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Samatowa, Usman. 2011. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Jakarta: PT Indeks.
Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
Wuryastuti, Sri. 2008. “Inovasi Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar”, no 9
(www.indonesian.journalcourse.com/doc/6018-inovasi-pembelajaran-ipa-di-sekolah-dasar-fil
e-upi
journal-inovasi pendidikan. Diakses 21 oktober 2014).
Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2013 T
entang
Standar Penilaian Pendidikan

Anda mungkin juga menyukai