PERTEMUAN KE : 8
SOSIALISASI POLITIK
A. Capaian pembelajaran:
Setelah mengikuti pertemuan ini, mahasiswa diharapkan mampu untuk:
1. Menjelaskan tentang sosialisasi politik,
2. Menjelaskan tentang fungsi rekruitmen politik,
3. Menjelaskan fungsi komunikasi politik,
4. Menjelaskan tentang fungsi stratifikasi politik,
5. Menjelskan tentang input sistem politik Indonesia,
6. Menjelaskan tentang output sistem politik,
7. Memahami tentang pendidikan politik.
B. Uraian materi
1. Pengertian sosialisasi politik
Dalam sistem politik terdapat beberapa fungsi, di antara fungsi yang
paling dominan adalah fungsi sosiologi politik. Sosialisasi politik merupakan
cara untuk memperkenalkan nilai-nilai politik, sikap dan etika politik yang
berlaku atau yang dianut oleh negara. Pembentukan sikap politik atau
membentuk sikap dan keyakinan politik membutuhkan waktu yang panjang
dan proses yang terus menerus. Sosialisasi politik dapat diartikan sebagai
proses yang dilalui seseorang dalam menentukan sikap dan orientasi
terhadap fenomena fenomena politik yang berlaku pada masyarakat tempat ia
beradasaat ini.
Pada tahap ini terjadi proses penanaman nilai-nilai kebijakan
bermasyarakat atau prinsip kebijakan menjadi warga negara yang efektif.
Agen-agen sosialisasi politik terdiri atas 6 agen, yaitu keluarga, kelompok
bermain atau bergaul, sekolah, pekerjaan, media massa, dan kontak-kontak
politik secara langsung. Pendidikan sekolah, pengalaman keluarga, dan
pengaruh pergaulan berperan dalam memperkuat keyakinan, tetapi dapat
pula mengubahnya secara drastis. Sosialisasi politik dapat berwujud transmisi
dan pengajaran.
Artinya dalam sosialisasi itu terjadi interaksi antara suatu sikap dan
keyakinan politik yang dimiliki oleh generasi tua terhadap generasi muda yang
cenderung masih fleksibel menerima pengaruh ajaran. Transmisi dan
pengajaran tersebut dapat berwujud interaksi langsung, yaitu berupa
pengajaran formal ataupun doktrinasi suatu ideologi. Sosialisasi politik
ditentukan oleh lingkungan sosial, ekonomi, politik, dan kebudayaan tempat
individu-individu berada. Para sarjana yang memberikan pengertian tentang
1. dimensi psikologis;
2. dimensi ideologis;
3. dimensi normatif.
Ketiga dimensi ini memberi dampak saling berkaitan yang sasaran antara,
karena sasaran akhir adalah stabilitas berkesinambungan dalam arti
lestarinya sistem politik berikut sistem nilai yang mendasarinya. Dimensi
pertama sosialisasi politik terarah pada pembentukan sikap politik dan
kepribadian politik, yang secara utuh merupakan faktor-faktor kejiwaan. Dalam
proses ini berlangsung secara bertahap dalam rangkaian peristiwa politik, hal
ini berawal dari tingkat pemahaman atau pengenalan tentang politik (political
cognation).
Kemudian meningkat pada pendalaman akan makna politik yang
memberi dampak terhadap cara berpikir yang membuka cakrawala terhadap
referensi pikiran. Tahap ini berada dalam sikap efektif (political effection).
Pada tahap ini pribadi-pribadi manusia telah memiliki “pilih banding sesuai
dengan yang diminati”. Penghayatan yang terus berlanjut diiringi keyakinan
maka akan terbentuk kepribadian politik (political personality) yang dapat
diketahuid alam wujud perilaku dan sikap politik (political behavior). Tahap ini
telah berada dalam tahap “psychomotoris” atau berada pada kematangan
politik (political maturity).
Pada tahap ini pelestarian sistem politik sekaligus sistem nilainya telah
dapat didekati karena mereka telah berada dalam kondisi adaptasi terhadap
nilai-nilai yang berlangsung. Dimensi kedua adalah dimensi ideologis. Dimensi
ini sebagai proses penerimaan terhadap ideologi yang telah menjadi pola
keyakinan. Simbol simbol politik telah diinterpretasikan ke dalam simbol-
simbol keyakinan politik. Pada dimensi ini, ideologi telah menjadi nilai-nilai
yang memedomani sikap perilaku kehidupan bernegara sehingga pengaruh-
pengaruh kontemporer tidak memberi makna yang berarti. Dimensi ketiga,
yaitu dimensi normatif, menunjukkan kondisiter integrasinya sikap mental dan
pola pikir dalam sistem norma yang berlaku.
Norma menunjukkan kaidah-kaidah yang dibentuk penguasa dan kaidah
kaidah yang berkembang dalam masyarakat. Apabila ketiga dimensi tersebut
telah dapat diwujudkan, sasaran antara atau tujuan antara sosialisasi politik
telah berhasil dan upaya pelestarian sistem politik, sistem nilai dapat didekati.
Upaya pelestarian sistem politik pada umumnya dilakukan dengan berbagai
cara. Semua unsur dan fasilitas yang dimiliki negara biasanya dimobilisasikan
untuk tercapainya pelestarian tersebut. Pengertian mobilisasi diberi makna
netral bukan dalam konotasi yang berlaku di negara komunis karena makna
mobilisasidi negara tersebut terdapat unsur-unsur coersive atau unsur paksa
menurut desain paksa penguasa, sedangkan mobilisasi netral menandai
dilakukan oleh MENPAN Ria taupun dapat juga dilakukan oleh institusi
pemerintahan negara yang membutuhkan Pegawai Negeri Sipil (PNS),
baik di tingkat pusat maupun di daerah. Hasil rekrutmen ini ditujukan
untuk mengisi formasi (lowongan) yang ada dalam Birokrasi
pemerintahan NKRI. Fungsinya adalah memberi pelayanan kepada
masyarakat umum dan memiliki status kepegawaian yang tetap selama
kinerja dan perilakunya tidak melanggar peraturan kepegawaian negara.
3. Fungsi komunikasi politik
a. Hakikat dan pokok-pokok komunikasi politik
Komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang dijalankan oleh partai
politik dengan segala struktur yang tersedia, mengadakan komunikasi
informasi, isu dan gagasan politik. Partai politik menjalankan fungsi sebagai
alat mengomunikasikan pandangan dan prinsip-prinsip partai, program
kerja partai, gagasan partai,dan sebagainya.
b. Konsep komunikasi politik
Pembagian Teori Komunikasi dalam beberapa konsep disesuaikan dengan
Sistem Politik yang berlaku di negara yang bersangkutan. W.L. Rivers, W.
Schramm, dan C.G. Cristians dalam bukunya Responsibility in Mass
Communications membagi dalam tiga konsep berikut.
a). Konsep komunikasi dalam sistem politik authoritarianism
Konsep ini adalah komunikasi politik yang di dalamnya lembaga
suprastruktur politik mengatur, bahkan menguasai sistem komunikasi
politik yang menghubungkan antara suprastruktur dan infrastruktur.
Artinya negara lebih besar memiliki pengaruh dalam mengendalikan
media komunikasi politik kepada masyarakat. Masyarakat tidak memiliki
daya yang kuat untuk mengendalikan sistem komunikasi atau hanya
bisa menerima semua pesan komunikasi politik yang disampaikan oleh
negara atau pemerintah.
b). Konsep politik dalam sistem politik liberitarianism
Pada konsep ini lembaga infrastruktur politik memiliki kewenangan yang
besar untuk mengatur, bahkan menguasai sistem komunikasi politik
yang menghubungkan antara suprastruktur dan infrastruktur politik.
Artinya, masyarakat (society) lebih besar memiliki pengaruh dalam
mengendalikan media komunikasi politik dalam kehidupan masyarakat
dan negara. Negara hanya memiliki daya untuk memantau atau
mengendalikan sistem komunikasi agar tidak melanggar semua aturan
atau hukum yang berlaku dalam negara yang dapat berakibat kerugian
pada masyarakat umum.
c). Konsep komunikasi politik dalam sistem politik sosial Responsibility
Theory
C. Latihan soal
1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Sosialisasi dalam masyarakat?
2. Sebutkan dan jelaskan teori perekrutan politik?
3. Jelaskan bagaimana hubungan komunikasi politik dengan proses politik?
4. Bagaimanakah sistem komunikasi interpersonal antara pimpinan dan
bawahan di dalam sistem pemerintahan Indonesia?
5. Jelaskan fungsi input dan output politik dalam sistem politik Indonesia?
D. Daftar pustaka
Carlton Clymer dkk. 2000. Pengantar Ilmu Politik. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Eston, David. 1988. Kerangka Kerja Analisa Sistem Politik. Alih Bahasa
Simamora Sahat. Jakarta: Bina Aksara.
Harun, Rochajat, Sumarno A.P. 2006. Komunikasi Politik sebagai Suatu
Pengantar. Bandung: Mandar Maju.
Hasibuan, Malayu S.P. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Bumi Aksara. Huntington,
Samuel. 2003. Tertib Politik pada Masyarakat yang Sedang Berubah. Edisi
Terjemahan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Imawan, Riswandha. 2000. “Reformasi Politik dan Demokratisasi Bangsa”.
Dalam Selo Soemarjan. Menuju Tata Indonesia Baru. Jakarta:
Gramedia.
Isjwara. 1982. Pengantar Ilmu Politik. Bandung: Bina Cipta.
Mohtar, Mas’oed dan Andrew Mac Colin. 2000. Perbandingan Sistem Politik.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Rahmat, Jalaluddin. 2000. Komunikasi Politik Khalayak dan Efek. Bandung:
Rosda Karya.