Anda di halaman 1dari 12

HUBUNGAN KEBIASAAN KONSUMSI MAKANAN FAST FOOT DAN ASUPAN

ENERGI DENGAN KEJADIAN OBESITAS DI SEKOLAH SMA 2 BUKIT, BENER


MERIAH

Proposal Kaya Ilmiah

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan

Diploma III Kesehatan Bidang Gizi

Diajukan
Oleh

Khairunnas
P07131117059

POLTEKKES KEMENKES ACEH


JURUSAN GIZI
TAHUN AJARAN 2020

1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.1 Latar Belakang

Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan ekonomi telah menciptakan suatu


linkunggan dengan gaya hidup cenderung sadentari dari pola makan yang enak yang
tinggi kalori dan lemak. Kelebihan asupan energy disimpan dalam jaringan lemak.,
lama kelamaan akan mengakibatkan terjadinya obesitas (Mahdia, 2004).
Obesitas terjadi disebabkan banyak faktor0faktor utamanya adalah
ketidakseimbangan asupan energy dengan keluaran energy. Di Indonesia, akibat dari
perkembangan teknologi sosial ekonomi terjadi perubahan pola makan dari pola
makan tradisional ke pola makan barat seperti fast food yang banyak mengandung
kalori, lemak dan koleterol (Mahdiah, 2004).
Obsesitas pada anak sampai kini masih merupakan masalah, hal ini disebabakan
oloeh etiologinya yang komlleks dan multi faktor. Penanganan obesitas pada anak
lebih sulit dari pada obesitas dewasa. Pengaturan makan untuk penurunan berat
badan anak harus memperhatikan bahwa anak masih dalam proses tumbuh dan
berkembang. Anjuran makanan untuk mendapatkan berat badan yang stabil atau
turun secara bertahap harus mencukupi kebutuhan semua zat gizi meskipun
seringkali anak menpunyai jenis makanan yang disukai atau tidak disukai sehingga
membatasi variasi makanan yang dapat dikosumsi (Mahdiah, 2004).
Prevalensi obesitas pada anak usia 6 sampai 8 Tahun di Rusia adalah 10%, di
Cina 3,4% dan di Inggris 20-27%, bergantung pada umur dan jenis kelamin.
Penelitian yang di Mlaysia akhir-akhir ini menunjukkan bahwa pravelensi obesitas
mencapai 6,6% untuk kelompok umur 7 tahun dan mencapai 6,6% untuk kelompok
umur 7 tahun dan menjadi 13,8% pada kelompok umur 10 Tahun. Provelensi obesitas
pada anak umur 6-14 tahun di Jepang berkisar antara 5 % sampai dengan 11%
(Anggraini, 2008).
Data yang dikumpulkan Himpunan Obesitas Indonesia (2008) berdasarkan data
dan Depertemen Kesehatan pada tahun 1993jumlah penderita obesitas meningkat
menjadi 6,3% untuk anak laki-laki dan 8% untuk anak perempuan. Data baru yang

2
dikumpulkan oleh Himpunan Obesitas Indonesia yakni tahun 2008 menunjukkan
bahwa pravelensi obesitas untuk anak-anak pada sejumlah Sekolah Dasar di
Indonesia adalah 12% menderita obesitas dan 9% kegemukan dari 1.730 anak (Zulfa,
2011).
Dikota Manado berdasarkan hasil penelitian dengan sampel sebanyak 2835 siswa
SLTP terdapat 35,71% obesitas pada usia 11-12 tahun dan 64,29% obesitas pada usia
13-15 tahun. Dengan distribusi pravelensi obesitas terbanyak pada perempuan sekitar
50,71% sedangkan pada laki-lakisebanyak 49,29% (Basuki, 2005).
Para ahli percaya jika kecendrungan ini terus berlangsung pada tahun 2015
sekitar 2,3 miliar orang dewasa akan kelebihan berat badan dan lebih dari 700 juta
akan obesitas. Skala masalah obesitas memiliki sejumlah kosekuensi serius bagi
individu dan sistem kesehatan pemerintah (Soeria, 2013).
Berdasarkan data market size dibeberapa sector industri di Indonesia (SWA
01/XXIII/Februari 2008) pada tahun 2008 pertumbuhan industry makanan di
Indonesia mencapai 19,4% hal ini mengindifikasikan bahwa konsumen makanan fast
food semakin meningkat setiap tahunya. Dari data survey AC Nielson online
customer tahun 2007 mendappatkan hasil bahwa 28% masyarkat Indonesia
mengosumsi fast food minimal satu minggu sekali 33% diantaranya mengosumsi
saat makan siang. Tidak mengherankan jika Indonesia menjadi negera ke-10 yang
paling banyak masyarakatnya mengosumsi makanan fast food (Dwi, 2012).
Efek makanan cepat saji terhadap tubuh yakin dapat mepengaruhi tingkat energy
tubuh. Junk Food tidak mengandung nutrisi yang dibutuhkan tubuh agar tetap sehat.
Sebagai hasilnya, anda mungkin merasa lelah dan kekurangan energy yang yang anda
butuhkan untuk menyelesaikamn tugas sehari-hari. Tingginya tingkat gula dalam
jumlah yang tingi untuk mencegah lonjakan berbahaya dalam kadar gula darah
karena makanan cepat saji dan junk food tidak mengandung jumlah protein dan
karbohidrat yang cukup baik dan baik, kadar gula darah akan turun secara tiba-tiba
setelah makan, hal ini membuat merasa mudah marah-marah, lelah. Jelasnya junk
food berkontribusi terhadap kinerja buruk dan obesitas, junk food juga mengandung
sejumlah besar lemak, dan sebagai lemak terakumulasi dalam tubuh. Pengkosumsi
akan bertambah berat badanya dan bisa menjadi obesitas. Berat lebih yang terjadi

3
akan semakin mendekatkan pada risiko penyakit kronis serius seperti diabetes,
penyakit jantung dan arthritis (Husein, 2012).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mahdiah Et Al (2004) Remaja SLTP
kota lebih banyak mengkosumsi jenis fast food karena restoran atau counter fast food
dikota menyediakan menu yang lebih banyak dan variatif dibandingkan didsa (Dwi,
2012).
Penelitian Harimurti (2008) menyebutkan bahwa peningkatan jumlah obesitas
pada anak saat ini karena anak-anak lebih senang mengkosumsi fast food modern
yang dapat dikategorikan junk food, karena lebih banyka mengandung energy dan
sedikit serat (Zulfa, 2011).

1.1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
masalam dalam penelitian ini adalah “Hubungan Kebiasaan Konsumsi Makan Fast
Food Dengan Asupan Energi Dengan Kejadian Obesitas Di Sekolah SMA 2 Bukit
Bener Meriah”.

1.1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan khusus
Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kebiasaan
konsumsi makan fast food dengan asupan energi dengan kejadian obesitas di sekolah
SMA 2 Bukit Bener Meriah.
1.3.2 Tujuan umum
a. Mengetahui gambaran kebiasaan mengkonsumsi makanana fast food dengan asupan
energi dengan kejadian obesitas di sekolah SMA 2 Bukit Bener Meriah
b.Mengetahui gambaran status gizi siswa di SMA 2 Bukit Bener Meriah
c. Menganalisa hubungan kebiasaan dalam mengkonsumsi fast food dengan
kejadian obesitas di sekolah SMA 2 Bukit Bener Meriah
d.Menganalisa hubungan asupan protein dengan memakan fast food di sekolah SMA 2
Bukit Bener Meriah

4
1.4.1 Manfaat Penelitian
1.4.1.1 Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan, wawasan dan keterampilan penelitian dalam melakukan
penelitian, memberikan informasi ke sekolah SMA 2 Bukit Bener Meriah tentang
hubungan kebiasaan konsumsi makanan fast foos dengan asupan energi dengan
kejadian obesitas.
1.4.1.2 Bagi Sekolah
Memberikan informasi bagi sekolah mengenai hubungan kebiasaan konsumsi
makanan fast food dengan asupan energi dengan kejadian obesitas di sekolah sma 2
bukit bener meriah.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.fast food
2.1.1.Definisi fast food
Fast food adalah makanan yang tersedia dalam waktu dan siap di
santap. Fast food merupakan suatu makan cepat saji dengan biaya rendah, ukuran
porsi yang besar dan makanan padat energi yang mengandung tingkat kalori dan
tinngi lemak (sherly dkk,2011). Fast food yang berasal dari barat sering juga di sebut
fast foot modern. Makana yang di sajikan berupa spagetty, pizza, humberger dan
sejenisnya. Fast food lokal sering di sebut fast food tradisional seperti warung tegal,
restoran padang, dan warung sunda ( hayati, 2010). Kehadiran industry makanan di
Indonesia yang berupa fast food dapat mempengaruhi perubahan pola makan remaja,

2.1.2.jenis jenis fast food


hidangan fast food biasanya sudah di siapkan setengah matang atau setengah
jadi, sehinnga pada saat konsumen datang dapat dengan cepat di masaknya dan di
sajikannya, sebagaimana di ungkap oleh sahal makanan seperti burger dan ayam
yang di masak dengan cepat dan di persiapkan dengan mudah, serta di jual oleh
restoran untuk di makan atau di bawak pulang oleh konsumen
secara umum fast food di bedakan menjadi dua yaitu:
a.Fast food modern
Contohnya: mcdonald,KFC, texas fried chiken, pizza hut,
b.fast food tradisional
contohnya: rumah makan padang, warung tegal, bakul sunda dan lainnya
yang biasa menyediakan makana seperti pecel lele, ayam bakar, bakso, somay dan
lainnya (Karneini, 2005). Menurut nuri Rakmawati (2009). Bahwa berbagai makanan
yang tergolong makanan cepat saji adalah kentang goreng, ayam goreng, soft drink,
hotdog, donat, minuman berkarbonasi dan lain-lain.

6
Fast foot mengandung zat gizi sedikit dan tidak seimbang untuk tubuh.hal
ini sesuai dengan pendapat bahwa fast fod mengandung tinggi kalori, lemak, gula
sodium (Na), tetapi rendah serat, vitamin A, asam askrobat, kalsium dan folat
sehingga apabila terlanjur menjadi pola makan, akan berdampak negatif bagi status
gizi remaja (Nanik kristianti, dkk, 2009).
2.1.3. dampak negatif fast food
Konsumen fast food yang berlebihan dapat menimbulkan berbagai
masalah kesehatan. Dampak negatif makanan fast food di antaranya adalah
(proverawati,2010):
a. Membuat ketagihan
Makanan cepat saji mengandung zat aditif yang dapat membuat ketagihan dan
merangsang untuk ingin terus memakannya sesering mungkin
b. Meningkatkan resiko serangan jantung
Kandungan kolestrol yang yang tinggi pada makanan fast food dapat mengakibatkan
penyumbatan bulu darah. Pembulu darah yang tersumbat akan akan membuat aliran
darah tidak lancar yang dapat mengakibatkan terjadinya serangan jantung coroner.
c.meningkatkan berat badan
jika suka mengkonsumsi makanan siap saji dan ajarang berolahraga, maka dalam
beberapa minggu tumbuh akan mengalami penambahan berat badan yang tidak sehat.
d.meningkatkan resiko kanker
kandungan lemak yang tinggi terdapat dalam fast food dapat meningkatkan resiko
kanker, terutama kanker payudara dan usus besar.
e.memicu diabetes
kandungan kalori dan lemak jenuh yang tinggi dalam makanan cepat saji akan
memicu terjadinya resintesi insulin yang berujung pada penyakit diabetes
2.1.4. frekuensi konsumsi fast food
Factor mempengaruhi status gizi serta pola makan yang perlu di perhatikan pada
remaja adalah frekuensi makan, frekuensi makan merupakan keseringan seorang
dalam melakukan makan dalam sehari, minggu maupun bulan baik itu berupa
makanan utama maupun makanan selingan. Jenis makanan yang di konsumsi remaja
dapat di kelompokkan menjadi dua yaitu makanan utama dan makana selingan

7
(hudda, 2006). Frekuensi makan dapat di katakan baik jika dalam sehari makan 3 kali
makanan utama dan 2 kali makanan selingan, dinilai kurang apabila makan dalam
sehari 1-2 kali makan utama.
Frekuensi konsumsi fast food di kalangan remaja perlu mendapat perhatiaan orang
tua. Peran orang tua di harapkan dapat mengkontrol anaknya dalam membatasi
mengkonsumsi fast food secara berlebihan. Fast food mengandung tinggi kalori
apabila di konsumsi secara berlebihan dapat menimbulkan masalah kegemukan.
2.1.5. Kandungan Gizi fast food
Secara umum makanan cepat saji mengandung kalori, kadar lemak, gula dan
sodium (Na) yang tinggi tetapi rendah serat, vitamin A, asam akorbat, kalsium dan
folat. Dan berikut ini gambaran kandungan nilai gizi dari beberapa jenis makanan
cepat saji yang saat ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena pengaruh tren
globalisasi :
1. Komposisi gizi Pizza (100 g)
Kalori (483 KKal), Lemak (48 g), Kolesterol (52 g), Karbohidrat (3 g), Gula (3
g), Protein (3 g).
2. Komposisi gizi Hamburger (100 g)
Kalori (267 KKal), Lemak (10 g), Kolesterol (29 mg), Protein (11 g),
Karbohidrat (33 g), Serat kasar (3 g), Gula (7 g).
3. Komposisi gizi Donat (I bh = 70 g)
Kalori (210 Kkal), Lemak (8 g), Karbohidrat (32 g), Serat kasar (1 g), Protein (3
g), Gula (11 g), Sodium (260 mg).
4. Komposisi gizi fried chiken (100 g)
Kalori (298 KKal), Lemak (16,8 g), Protein (34,2 g), Karbohidrat (0,1 g).
5. Siomay 170 gr 162 kalori

6. Mie bakso sepiring 400 kalori

7. Chicken nugget 6 potong: 250 kalori

8. Mie Instant (1 bungkus) 330 Kalori

9. Kentang goreng mengandung 220 kalori

8
10. Chicken nugget: protein 15,5%, lemak 9,7%, karbohidrat 66,7% (Muliany,
2005).

2.2 obesitas
2.2.1 pengertian obesitas
Obesitas adalah suatu keadaan ketika terjadi penumpukan lemak tubuh yang
berlebih, sehingga berat badan seseorang jauh di atas normal dan dapat
membahahayakan kesehatan (lakshita, 2012). Obesitas merupakan dampak dari
konsumsi energy yang berlebihan, dimana energy yang berlebihan tersebut di simpan
di dalam tubuh sebagai lemak, sehingga akibatnya dari waktu ke waktu badan
menjadi bertambah berat (muchtadi, 2001).

2.2.2 Pengukuran dalam Penentuan Obesitas


Mendiagnosis obesitas harus ditemukan gejala klinis obesitas serta
pemeriksaan antropometri yang jauh diatas normal. Pemeriksaan
antropometri yang sering digunakan adalah berat badan (kg) terhadap tinggi
badan (dalam m2 ), berat badan terhadap umur dan lipatan kulit.
Adapun cara sederhana yang sering digunakan untuk menentukan status
gizi seseorang dengan menggunakan IMT (Indeks Massa Tubuh).
Rumus dalam menentukan IMT :
IMT =
m¿¿
Tinggi Badan¿
Berat Badan(kg)
¿
5
Tabel Interpretasi Nilai IMT
IMT (kg/ m2 ) Kategori
<18,5 Underweight
18,5 – 22,9 Normal

9
23 – 24,9 Overweight
25 – 29,9 Obesitas I
>30 Obesitas II
Sumber : WHO, 2000
2.2.3 Penyebab Obesitas
a. Aktifitas Fisik
Kurangnya aktivitas fisik merupakan salah satu penyebab utama dari
meningkatnya angka kejadian obesitas ditengah masyarakat yang
makmur. Seringnya mengkonsumsi makanan kaya lemak dan tidak
diimbangi dengan aktivitas fisik atau olahraga akan mengalami
terjadinya obesitas
b. Pola Makan
Asupan energi yang berlebihan dapat memicu terjadinya obesitas. Perlu
diyakini bahwa obesitas hanya mungkin terjadi jika kelebihan makanan
dalam tubuh terutama makanan sumber energi. Makanan siap saji juga
berkontribusi terhadap epidemi obesitas. Banyak keluarga yang
mengonsumsi makanan siap saji yang mengandung tinggi lemak dan
tinggi gula. Alasan lain yang meningkatkan kejadian obesitas yaitu
peningkatan porsi makan dan frekuensi makan. (I Wayan S, dkk, 2015)
c. Jenis Kelamin
Obesitas terjadi pada pria maupun wanita, tetapi obesitas lebih umum
dijumpai pada wanita terutama setelah kehamilan dan pada saat
menopause.Obesitas pada wanita dapat disebabkan karena pengaruh
faktor endokrin, karena kondisi ini muncul pada saat adanya perubahan
hormonal (Widhayanti, 2009).
d. Obat-obatan
Obat-obatan tertentu misal steroid dan beberapa anti depresi bisa
menyebabkan bertambahnya berat badan.
6
e. Faktor Psikologis
Faktor stabilitas emosi memicu orang memberikan reaksi terhadap

10
emosinya dengan makanan. Dampak dari pemecahan masalah emosi
yang dalam termasuk suatu keadaan terjadinya obesitas dan ini
merupakan suatu pelindung bagi yang bersangkutan. Apa yang ada dalam
pikiran seseorang dapat mengubah kebiasaan makan.
f. Genetik
Kegemukan dapat diturunkan dari generasi sebelumnya pada generasi
selanjut nya didalam sebuah keluarga. Dalam hal ini nampaknya faktor
genetik telah ikut campur dalam menentukan jumlah unsur sel lemak
dalam tubuh. Dari sebuah penelitian menunjukkan bahwa rata-rata faktor
genetic memberikan kontribusi sebesar 33% terhadap berat badan
seorang. Menurut Suryaputra (2012) dalam penelitiannya pada remaja
menunjukkan responden obesitas terbanyak memiliki orang tua yang
obesitas.
g. Sosial Ekonomi
Obesitas pada negara berkembang ditemukan pada golongan ekonomi
menengah atas terutama didaerah perkotaan yang sudah maju. Negara
berkembang , pandangan sosial dilihat dari ukuran tubuh jika gemuk
berarti sukses dalam karirnya dan dianggap makmur. Masyarakat yang
memiliki ekonomi menengah keatas lebih berpikir untuk membeli
makanan cepat saji yang dianggap lebih praktis.
2.2.4 Klasifikasi Obesitas
a. Menurut Misnadierly (2007) derajat obesitas dapat digolongkan sebagai
berikut :
1) Berat badan tidak melebihi 20% diatas berat badan ideal dan orang
tersebut tidak mempunyai latar belakang penyakit-penyakit seperti
diabetes militus, hipertensi dan hiperlipidemia. Pada obesitas derajat ini
tidak diperlukan pengobatan khusus, kecuali konservatif dengan ristriksi
(pembatasan) kalori sedang dan olahraga.
7
2) Mild Obesity
Berat badan individu antara 20-30% diatas berat badan ideal pada derajat

11
ini disamping pengobatan konservatif perlu pengawasan terhadap akibatakibat
yang dapat ditimblkan oleh obesitas.
3) Moderate Obesity
Berat badan individu antara 30-60%. Pada tahap ini individu telah masuk
resiko tinggi untuk mendapatkan penyakit-penyakit yang ada
hubungannya dengan obesitas.
4) Morbid Obesity
Penderita-penderita obesitas yang berat badannya 60% atau lebih diatas
berat badan ideal. Pada derajat ini resiko mengalami gangguan respirasi,
gagal jantung dan kematian mendadak meningkat dengan tajam.
b. Menurut Lakshita (2012) obesitas digolongkan dalam tiga kelompok
seperti berikut ini :
1) Obesitas ringan, yaitu kelebihan berat badan 20 – 40%
2) Obesitas sedang, yaitu kelebihan berat badan 41 – 100%
3) Obesitas berat, yaitu kelebihan berat badan > 100%.

12

Anda mungkin juga menyukai