………………………………………………………….
TENTANG
KOMITE/SATGAS/UNIT/TIM PENGELOLA RISIKO KORUPSI
Menimbang : 1. ……………………………………………………………………….
2. ……………………………………………………………………….
3. ……………………………………………………………………….
Mengingat : 1. ……………………………………………………………………….
2. ……………………………………………………………………….
3. ……………………………………………………………………….
4. ……………………………………………………………………….
5. ……………………………………………………………………….
6. ……………………………………………………………………….
7. ……………………………………………………………………….
8. ……………………………………………………………………….
9. ……………………………………………………………………….
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun
2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.
11. ……………………………………………………………………….
12. ……………………………………………………………………….
13. ……………………………………………………………………….
14. ……………………………………………………………………….
15. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 10 Tahun 2019 tentang Pedoman
1
Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari
Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di
Lingkungan Instansi Pemerintah.
16. ……………………………………………………………………….
17. ……………………………………………………………………….
MEMUTUSKAN
KESATU : ……………………………………………………………………….
KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila
dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, maka
akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di …………………
Pada tanggal 2021
Kepala Dinas
………………………………..
NIP. ……………………………
2
Lampiran : Keputusan Kepala Dinas …….
Nomor : ………………………………..
Tanggal : ………………………………..
B. URAIAN TUGAS
Komite/Satgas/Unit/Tim Pengelola Risiko Korupsi memiliki tugas sebagai berikut:
1. Menyusun strategi pencegahan, pendeteksian, dan penanganan korupsi.
2. Mengidentifikasi risiko korupsi yang ada pada Dinas …………., menilai tingkat
resiko berdasarkan kemungkinan terjadinya risiko dan dampak yang
ditimbulkan, dan menyusun rencana tindak pengendalian untuk
menghilangkan atau mengurangi keterjadian dan dampak risiko korupsi
tersebut.
3. Membuat peta risiko korupsi dan melakukan pembaharuan secara berkala.
3
4. Melakukan evaluasi atas efektifitas pelaksanaan rencana tindak pengendalian
risiko korupsi.
5. Membuat database kejadian korupsi dan analisis kecenderungan
modus/lokasi/pelaku yang dapat dimanfaatkan untuk upaya preventif.
6. Melakukan pertemuan secara rutin untuk membahas implementasi strategi
antikorupsi yang dibangun.
7. Melaksanakan kegiatan pembelajaran antikorupsi yang terstruktur dan
terjadwal yang melibatkan pihak internal organisasi dan stakeholder (penyedia
dan pengguna layanan).
8. Melakukan evaluasi atas efektivitas kegiatan pembelajaran antikorupsi dan
melakukan perbaikan sebagai tindak lanjut hasil evaluasi.
9. Melakukan sosialisasi mengenai nilai-nilai organisasi, sistem pelaporan korupsi
dan perlindungan pelapor kepada seluruh pegawai dan stakeholder.
10. Melakukan evaluasi atas sistem pelaporan korupsi dan perlindungan pelapor
secara berkala untuk menilai efektifitas sistem dan melakukan perbaikan
sebagai tindak lanjut hasil evaluasi.
11. Menjadi tempat pengaduan kejadian korupsi, melakukan telaah pengaduan
sebagai bahan masukan kepada pimpinan organisasi mengenai informasi
kejadian korupsi yang perlu ditindaklanjuti.
12. Melakukan investigasi atau meminta bantuan kepada auditor independen atas
informasi kejadian korupsi yang dinilai layak untuk ditindaklanjuti.
13. Melakukan monitoring perkembangan tindak lanjut hasil investigasi berindikasi
korupsi yang diserahkan kepada pihak yang berwenang (aparat penegak
hukum).
14. Melakukan reviu dan evaluasi terhadap efektivitas kebijakan antikorupsi secara
formal dan terjadwal.