121911333063
Webinar ini diadakan oleh tim MGMP Jambi, Sulawesi Utara, dan Bali. Narasumber
webinar hari ini adalah Susy Ong, Ph. D. dan Imelda Coutrier Miyashita, M.Ed. Tema
webinar hari ini adalah kebiasaan tahun baru di Jepang. Tema ini menarik minat saya untuk
bergabung untuk mendengarkan materi dari narasumber. Webinar ini diselenggarakan secara
daring menggunakan aplikasi zoom. Pada pelaksanaannya, webinar ini dihadiri oleh 200
peserta yang terdiri dari dosen, guru, mahasiswa, siswa, dan peserta umum lainnya.
Biasanya, Tahun Baru dirayakan dengan kembang api, petasan dan kumpul-kumpul
dengan bakar jagung. Di Jepang, ini berbeda karena ada banyak hari dan perayaan untuk
menyambut Tahun Baru yang akan mendatang. Bagi orang Jepang, Tahun Baru adalah
menyambut musim semi yang akan mendatang nanti Maret. Jadi, bagi orang Jepang, bulan
Oktober-November adalah musim gugur dimana pohon-pohon menggugurkan daunnya. Lalu
dilanjut dengan musim dingin yang membuat pohon-pohon tidak dapat menumbuhkan bunga.
Saat bulan Maret baru musim semi dengan mekarnya bunga-bunga pada pohon-pohon..
Di jepang ketika bulan desember sudah mulai terlaksana serangkaian acara untuk
memperingati tahun baru. Hal ini dibuktikan dengan digunakannya kanji berlari yang
melambangkan para pendeta budha yang dikejar-kejar oleh waktu sepanjang bulan desember
karena harus menyelesaikan tiap pekerjaan yang ada. Biasanya pada tanggal 28 Desember,
para pekerja di Jepang sudah menikmati hari libur nasional akhir tahun, kecuali yang
berwirausaha. Hal ini disebut juga dengan shiwatsu. Pada tanggal 13-31 Desember disebut
sebagai nenmatsu. Sementara omnisoka seperti puncak pelaksaan tahun baru, hampir mirip
seperti tradisi takbiran di Indonesia. Pada pukul 00.00 disebut juga dengan toshikoshi, pada
jam ini biasanya terdengar dentangan lonceng yang menandakan pergantian tahun. Lalu pada
tanggal 1 januari disebut dengan ganjitsu. Untuk nenshi sendiri diperkirakan pada tanggal 1-3
Januari, biasanya di tanggal ini masih merupakan hari libur. Lalu di jepang juga ada istilah
nenmatsu nenshi yakni pada tanggal 28 Desember-3 Januari.
Pada tanggal 31 Desember terdapat tradisi oomisoka. Dipercaya bahwa pada tanggal
tersebut kita harus menutup tahun dengan memakan makanan enak. Dengan adanya tradisi
ini, masyarakat Jepang berharap bahwa pada tahun yang akan datang tidak akan mengalami
kekurangan makanan. Momen ini dimanfaatkan untuk waktu bersama keluarga sambil
ngobrol dan menonton acara khusus Kouhaku Uta Gassen yang disediakan NHK setiap
tahunnya. Acara ini berupa lomba menyanyi antara tim merah dan tim putih. Pemenangnya
biasanya dipilih oleh para penonton. Makanan yang disajikan pada malam tahun baru
biasanya makanan mewah, yakni Toshikoshi Soba. Toshikoshi Soba yang bentuknya panjang
dimaksudkan sebagai doa supaya si pemakan memiliki usia yang panjang umur seiring
dengan bergantinya tahun.
Pada pergantian tahun ini terdengar bunyi lonceng dari sebanyak 108 kali, yang
dimaksudkan sebagai pengingat akan dosa-dosa yang mereka perbuat. Apabila sudah
terdengar bunyi lonceng, biasanya orang-orang akan keluar rumah untuk berdoa. Di Jepang
ketika malam tahun baru tempat paling ramai adalah kuil. Karena mereka tidak pernah
melaksanakan tradisi kembang api seperti di Indonesia. Kebanyakan orang Jepang melewati
malam tahun baru mereka bersama keluarga.
Pada tanggal 1 Januari biasanya orang-orang akan membersihkan altar yang mereka
miliki lalu berdoa dan memberikan sesajen berupa nasi, sake, mochi, dan air. Tradisi
Otoshidama atau pembagian angpao dengan ketentuan semakin besar makan maka akan
semakin besar pula angpao yang mereka terima. Ada juga tradisi lotre untuk mengetahui
nasib yang nantinya digantung pada sebuah pohon dan berdoa agar senantiasa mendapatkan
hal-hal baik di tahun yang akan datang. Di toko-toko juga biasanya dijual kantong
keberuntungan yang isinya random, yakni tulisan pertama di kertas, bubur tujuh rupa, dll.