Anda di halaman 1dari 3

KEBUDAYAAN JEPANG (NIHON NO BUNKA)

Oleh : Sri Wahyu Widiati

A
gama dan kepercayaan oleh masyarakat Jepang tidak dipandang dengan cara yang
sama seperti yang dilakukan masyarakat di kebanyakan negara. Pada dasarnya Jepang
merupakan negara sekuler dan masyarakatnya adalah atheis. Mereka lebih percaya
pada semangat dan komitmen di dalam diri mereka sendiri dalam menjalani kehidupan. Namun
terdapat sebuah paradox bahwa jumlah penganut kepercayaan lebih besar daripada jumlah
penduduk Jepang itu sendiri. Hal ini dikarenakan seseorang dapat mempercayai lebih dari satu
kepercayaan dan melakukan aktivitas keagamaan dari agama yang berbeda menurut situasi yang
menguntungkan bagi dirinya.

Anak yang baru lahir biasanya disembahyangkan di kuil agama Shinto sebagai
penghormatan agama asli Jepang yaitu agama yang diciptakan Kaisar. Tetapi ketika orang
Jepang meninggal, prosesi kematian dan penyembahan arwah dilakukan dengan cara agama
Budha. Alasannya karena dalam agama Budha memiliki sistem reinkarnasi dan ibadah
pendo’aan untuk arwah. Namun, semasa hidup mereka bebas bersembahyang di kuil Shinto
(Jinja ) atau di kuil Budha (O-Tera). Biasanya mereka hanya berdoa ketika hari besar atau ketika
ada masalah dan ingin meramal nasib. Masyarakat Jepang juga biasa melakukan ritual
penghormatan terhadap nenek moyang.

Ketika akan menikah, bagi mereka yang memiliki anggaran terbatas akan memilih
menikah di gereja. Menikah di kuil sangat membutuhkan dana yang besar dan saat ini sudah
dianggap kuno. Perayaan natal dan valentine di mall, tempat hiburan dan di jalan-jalan kota
sangat meriah. Bahkan banyak keluarga yang menghiasi rumahnya dengan pohon natal meskipun
mereka tidak beragama Kristen. Tahun baru merupakan hari raya bagi masayarakat Jepang. Pada
tahun baru memberikan ucapan dan menyampaikan penghargaan terhadap orang yang berjasa
lebih dianggap penting daripada beribadah di tempat ibadah.

Elemen-elemen alam yang terdiri dari matahari (日), bulan (月 ), api (火 ), air (水 ), kayu
( 木), emas (金), dan tanah (土) dianggap memberikan energi yang istimewa. Dewa-dewa

Kebudayaan Jepang – Nihon no Bunka Page 1


dipercaya menjaga alam seperti sungai, gunung, pohon, atau laut. Hal ini juga yang mendorong
masyarakat Jepang sangat menyayangi dan giat melestarikan alam.

Makanan O-sechi Pada Koinobori Pada


Boneka Hinamatsuri Tanabata
Tahun Baru Kodomo no hi

O-bon matsuri O-hanami Kimono Fuji-san, sakura, o-tera

F
estival di Jepang cukup banyak jumlahnya dan hampir setiap bulannya masyarakat
dapat menikmati festival-festival tersebut. Namun yang paling terkenal dan semarak
dalam perayaannya ada lima macam. Kelima festival tersebut adalah O-shogatsu (tahun
baru), Kodomo no hi (hari untuk anak lelaki), Hinamatsuri (Hari untuk anak perempuan),
Tanabata (peringatan legenda bintang alva dan vega), dan Obon Matsuri (perayaan untuk
menghormati nenek moyang).

Terdapat perayaan berdasarkan musim yang sangat menarik di Jepang. Pada saat musim
semi, diselenggarakan acara o-hanami. O-hanami berarti melihat bunga. Bunga yang dimaksud
adalah bunga sakura. Acaranya adalah piknik di bawah pohon sakura. Dikarenakan masa hidup
bunga sakura yang indah ini hanya sekitar dua minggu, jadi momen ini menjadi sangat berharga.
Pada musim panas, akan diselenggarakan pesta kembang api yang sangat meriah baik yang
dilakukan masyarakat maupun yang diselenggarakan pihak pemerintah dan swasta. Pada musim

Kebudayaan Jepang – Nihon no Bunka Page 2


salju, terdapat festival salju di di kota Sapporo. Di festival salju tersebut, dibangun karya-karya
indah dan berukuran besar yang terbuat dari salju.

Beberapa fakta unik lainnya yang ditemukan di Jepang :

1. Mitos pada angka, orang Jepang tidak menyukai angka 4 yang disebut shi ( 死 berarti
kematian) dan angka 9 yang disebut ku ( 苦 berarti kesengsaraan).
2. Angka 8 paling disukai karena bentuknya yang tak terputus, sama dengan harapan atas
rejeki yang tidak putus. Toko sayur di Jepang disebut ‘yaoya’ yang berarti ‘toko delapan
ratus’.
3. Ketika naik ekskalator di daerah Kanto, maka berdirilah di sebelah kiri, karena sebelah
kanan adalah jalur cepat. Sedangkan di daerah Kansai, sebaliknya.
4. Jarang terjadi antar jemput ketika berjanjian untuk bertemu. Bertemu dan berpisah
biasanya dilakukan di stasiun kereta.
5. Di dalam kereta, orang Jepang biasanya membaca komik, menulis/membalas sms/email,
atau tidur. Tidak asyik berbicara dengan orang di sebelahnya, karena akan mengganggu.
6. Di swalayan, produk makanan disusun dengan tanggal kadaluarsa paling cepat berada di
paling depan. Ada kesadaran pada masyarakat untuk mengambil dari yang paling depan.
Tujuannya agar tidak ada produk yang tidak terpakai sehingga menambah jumlah sampah.
7. Jika ingin menitipkan barang layak pakai di toko, maka kita harus membayar, bukan
dibayar. Oleh karena itu banyak orang yang membuang barang seperti alat elektronik di
pinggir jalan.
8. Jika ingin membuang sampah namun tidak ada tempat sampah, maka bungkus makanan
tersebut akan disimpan dulu di saku.
9. Ada aturan dalam mengendarai sepeda, yaitu tidak boleh membonceng anak usia di atas
satu tahun, dan si pembonceng tidak boleh kurang dari 16 tahun. Anak harus
menggunakan helm.
10. Mobil biasanya hanya digunakan saat akhir minggu untuk berlibur bersama keluarga,
tetapi pada hari biasa untuk ke kantor, kampus, dan sebagainya, masyarakat Jepang biasa
berjalan kaki.

Kebudayaan Jepang – Nihon no Bunka Page 3

Anda mungkin juga menyukai