Anda di halaman 1dari 56

TRADISI DAN BUDAYA SUKU AINU PADA MANGA”AKORO KOTAN”

KARYA HIDETOSHI NARITA

ALGHINA SALMA PRAMESWARY


NIM 1801581049

PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS UDAYANA
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masyarakat suku Ainu adalah penduduk asli Jepang yang telah tinggal di

bagian utara pulau Jepang dari Tohoku utara di Honshu dan Hokkaido hingga

Sakhalin dan Kepulauan Kurile sejak zaman dahulu (Sasamura, 1999:7). Kata

Ainu dalam bahasa asli mereka diartikan sebagai orang atau manusia. Selain itu,

nenek moyang mereka memelihara budaya suku Ainu melalui interaksi dengan

lingkungan, rasa hormat yang kuat,dan juga melalui perdagangan dengan Cina,

Korea, dan Rusia, masyarakat adat utara asia dan Alaska, ras Yamato. Ras

Yamato adalah nenek moyang mayoritas orang Jepang (Sasamura,

1999:7).Karakteristik dari suku Ainu Secara fisik, Ainu sangat menonjol dari

Jepang sebagai kelompok etnis yang terpisah. Orang Ainu cenderung memiliki

kulit terang, tubuh kekar, mata cekung dengan bentuk Eropa, dan rambut tebal

bergelombang. Ainu bahkan memiliki mata biru atau rambut cokelat (Sarah,

2013). Perbedaan tersebut mencerminkan perasaan banyak orang Ainu bahwa

mereka harus menyembunyikan identitas etnis mereka untuk menghindari

diskriminasi dan stigma sosial. Meskipun jurang diskriminasi ini perlahan-lahan

tertutup, Ainu terus dilecehkan oleh teman sekelas Jepang mereka, dan

diskriminasi terjadi di banyak bidang kehidupan sosial dan profesional lainnya,

untuk alasan ini, sepanjang abad ini banyak orang tua Ainu belum
mengungkapkan identitas etnis mereka bahkan kepada anak mereka (Fitzhugh,

1999:9).

Undang-undang pertama tentang orang Ainu yang diberlakukan di bawah

Konstitusi Jepang saat ini adalah Undang-Undang Promosi Budaya Ainu

(ACPA)1 . Didirikan pada tahun 1997 yaitu 11 tahun sebelum pemerintah Jepang

mengakui status pribumi Ainu dan terbatas pada promosi bahasa dan aset budaya

Ainu, seperti musik, tarian dan kerajinan tangan dengan tujuan yang baik. Lebih

dari dua dekade kemudian, pada tahun 2019, pemerintah akhirnya memberlakukan

undang-undang yang mengakui suku Ainu sebagai masyarakat adat.Pada tanggal

15 Februari 2019, Kabinet mengajukan RUU kepada Diet Jepang untuk Undang-

Undang tentang Promosi Tindakan untuk Mewujudkan Masyarakat yang Akan

Menghormati Kebanggaan Ainu (selanjutnya: “Undang-Undang Promosi

Kebijakan Ainu”). RUU tersebut kemudian disahkan oleh Dewan Perwakilan

Rakyat pada 11 April dan oleh Dewan Penasihat pada 19 April sebelum

diundangkan pada 26 April dan mulai berlaku pada 24 Mei. Dengan

pemberlakuan undang-undang baru, ACPA dihapuskan (Tsunemoto, 2019).

Selain memberlakukan undang- undang, pemerintahan Jepang memberlakukan

usaha pelestarian terhadap kebudayaan masyarakat Ainu dengan membangun

museum Upopoy National and Park dengan tujuan untuk untuk melestarikan dan

memperkenalkan tradisi dan budaya yang ada dalam masyarakat Ainu. Selain

museum, , saat ini di Jepang kian bermunculan berbagai karya sastra mulai dari

buku, hingga komik yang mengangkat kisahatau topik mengenai masyarakat Ainu

beserta dengan kebudayaan dan salah satu karya sastra yang memuat topik
mengenai kebudayaan masyarakat Ainu berasal dari komik Jepang (manga). Saat

ini, manga menjadi karya sastra yang sangat populer di berbagai kalangan

masyarakat di seluruh dunia. Secara umum, fungsi utama manga adalah sebagai

media hiburan cetak, namun kini seiring dengan perkembangan zaman, fungsi

manga semakin meluas.Salah satunya adalah sebagai sarana untuk

mempromosikan atau memperkenalkan produk,jasa dan hal-hal yang umum

seperti keadaan politik, ekonomi, sosial dan budaya. Manga Akoro Kotan menjadi

salah satu manga yang mengangkat kisah tentang tradisi dan budaya masyarakat

suku Ainu. Manga Akoro Kotan karya dari mangaka bernama Narita Hidetoshi.

Manga ini diterbitkan pada 9 Oktober 2019. Melalui manga ini diharapkan dapat

meningkatkan pengetahuan tradisi dan kebudayaan masyarakat suku Ainu di

Jepang.

Akoro Kotan adalah sebuah manga bercerita tentang berawal dari seorang

guru yang melakukan karyawisata bersama murid-muridnya ke museum

kebudayaan suku ainu dan dia menceritakan kepada murid-muridnya tentang isu

diskriminasi terhadap suku ainu, tradisi berburu beruang, tradisi persalinan

masyarakat suku Ainu, tradisi pernikahan masyarakat suku ainu, upacara

kematian, dan tradisi-tradisi lainnya. Hal ini membuat para murid-muridnya

sangat terkesima membayangkan kehidupan masyarakat suku ainu. Dalam hal

berburu, berburu beruang di liang ketika beruang bangun dari hibernasi di awal

musim semi, yang disebut "berburu di tengah". Sebelum musim dingin, pria Ainu

biasa berjalan di pegunungan dan mencari tahu di mana beruang bisa bersarang.

Kemudian, ketika "Kimung Kamuibo Flyeb" (hujan yang membasuh anak


beruang) turun dan salju menjadi lebih keras dan menjadi lebih mudah untuk

berjalan di pegunungan, sukarelawan dari Kotan (desa) berburu gunung selama

beberapa hari. Dan pada upacara pernikahan , upacara pernikahan tradisional Ainu

diadakan di Nibutani, Hidaka, Hokkaido. Upacara dilakukan dengan cara ketika

anak perempuan itu menjadi anak perempuan yang utuh, sang ibu memberinya

launku (tali wali wanita) yang diturunkan ke garis wanitanya dan mengajarinya

cara mengencangkannya.. Adapun tata cara perkawinan, laki-laki berziarah ke

rumah perempuan, laki-laki makan setengah mangkok nasi, dan perempuan

makan sisanya. Selain itu, mungkin setelah kegembiraan film "Ainu Wedding",

pernikahan tradisional Ainu telah diadakan beberapa kali di Hokkaido dan

wilayah Kanto selama 20 tahun terakhir, dan penulis juga memiliki empat upacara

yang saya hadiri. Keduanya adalah perjamuan yang sederhana, sepenuh hati, dan

hangat.

Alasan dipilihnya manga Akoro Kotan sebagai objek penelitian karena

dalam pertama, dalam pembuatan manga Akoro Kotan, pengarangnya adalah

Nrita Hidetoshi. Narita Hidetoshi ini adalah telah mempelajari bahasa Ainu dan

budaya Ainu selama hampir 30 tahun. Saat ini saya adalah pengajar bahasa Ainu

di sekolah menengah swasta dan kuliah umum. Kedua, dalam manga Akoro Kotan

secara apik mengilustrasi mengenai kebudayaan- kebudayaan masyarakat Ainu

khususnya dalam cara berburu beruang dan juga tradisi pernikahan yang

digambarkan dengan sangat menarik serta dilengkapi penjelasan dari sang penulis

secara detail didalamnya. Kekayaan data yang ada dalam manga Akoro Kotan
inilah yang menjadi latar belakang tercetusnya penelitian inidengan mengangkat

permasalahan mengenai tradisi serta budaya masyarakat suku Ainu.

1.2 Rumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang tersebut maka masalah yang dibahas dalam

penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana tradisi masyarakat suku Ainu yang dipresentasikan dalam

manga Akoro Kotan karya Hidetoshi Narita?

2. Bagaimana budaya masyarakat suku Ainu yang dipresentasikan dalam

manga Akoro Kotan karya Hidetoshi Narita?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian terdapat adanya rujuan sebagai langkah awal untuk mendapatkan hal

yang ingin dicapai. Tujuan dalam penelitian ini dibagi dua bagian penting yaitu

tujuan umum dan tujuan khusus.

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan Umum dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan

kepustakaan dan hasil analisis tentang kajian antropologi sastra. Diharapkan

analisis antropologi sastra tentang tradisi dan budaya masyarakat suku Ainu ini

mampu memberikan wawasan yang baru kepada pembaca tentang tradisi dan

budaya masyarakat suku Ainu di dalamnya


1.3.4 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu:

1. Mempresentasikan tradisi masyarakat suku Ainu dalam manga Akoro

Kotan karya Hidetoshi Narita

2. Mempresentasikan budaya masyarakat suku Ainu dalam manga Akoro

Kotan karya Hidetoshi Narita

1.4 Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat ataupun kegunaan.

Penelitian ini yaitu manfaat akademik dan manfaat praktis yang diuraikan sebagai

berikut.

1.4.1 Manfaat Akademik

Manfaat akademik merupakan manfaat yang terkait dengan pengembangan

ilmu. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan referensi dalam penelitian

antropologi sastra mengenai cara berburu serta tradisi pernikhan masyarakat suku

Ainu khusunya yang terdapat dalam karya sastra berupa manga terutama untuk

pengembangan penelitian terkait tradisi dan kebudayaan masyarakat Ainu secara

lebih detail dan mendalam

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis merupakan manfaat yang memiliki kaitan dengan pembaca.

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan baru kepada pembaca


tentng cara berburu serta tradisi pernikahan masyarakat suku Ainu yang terdapat

dalm manga Akoro Kotan karya Hidetoshi Narita

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Dalam membatasi fokus pembahasan, diperlukan adanya jangkuan atau batasan-

batasan dalam penelitian ini agar tidak meluas dari judul dan rumusan masalah

yang telah dipaparkan. Maka dari itu, data-data yang digunakan merupakan data

berupa cara berburu serta tradisi pernikahan masyarakat suku Ainu yang terdapat

dalam manga Akoro Kotan bab 1 dan bab 6.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

Penelitian-penelitian mengenai tradisi dan budaya masyarakat suku Ainu

Jepang banyak dilakukan oleh kalangan antropologi. Kajian-kajian antropologi

tersebut seperti tradisi, adat istiadat, sistem kepercayaan, mata pencaharian dan

pakaian.

Berikut beberapa penelitian yang dapat digunakan sesuai acuan dan

perbandingan dalam penelitian ini. Hasil penelitian yang memiliki kaitan dengan

penelitian ini dipaparkan sebagai berikut.

Dharma (2020) dalam penelitiannya yang berjudul Sistem Teknologi Serta

Sistem Religi Masyarakat Ainu Dalam Manga Golden Kamuy Karya Satoru Noda

mengangkat permasalahan mengenai sistem teknologi dan sistem religi

masyarakat Ainu yang dinarasikan pada manga Golden Kamuy. Teori yang

digunakan dalam penelitian ini adalah teori antropologi sastra oleh Endraswara

(2013), teori unsur kebudayaan universal oleh Koentjaraningrat (2015) dan teori

semiotika oleh Pierce (1955). Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah

metode deskriptif kualitatif. Metode dan teknik pengumpulan data yang

digunakan yaitu teknik studi pustaka. Metode dan teknik analisis data yang

digunakan yaitu metode analisis deskriptif. Mtode dan teknik penyajian hasil

analisis data yaitu metode informal. Adapun hasil penelitian ini yaitu pertama,

dalam kehidupan masyarakat suku Ainu terdapat suatu kumpulan unsur-unsur


yang memiliki fungsi yang berbeda-beda dan keberadaanya saling melengkapi

antara unsur yang lain yang disebut dengan sistem.

Kedua, Terdapat dua buah sistem yang keberadaanya tidak dapat

dilepaskan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat suku Ainu yaitu sistem

teknologi dan sistem religi. Sistem teknologi memberikan wadah bagi masyarakat

suku Ainu untuk memanfaatkan sumber daya alam nabati maupun hewani dengan

dengan menggunakan peralatan tradisional dan mengolahnya menjadi produk-

produk yang berguna dalam kehidupan sehari-hari seperti makanan, pakaian,

rumah, maupun alat transportasi. Maka, untuk memastikan sumber daya yang ada

di alam tetap terjaga, diperlukan suatu hubungan harmonis antara manusia dengan

sumber kehidupan yaitu Dewa yang dituangkan pada sebuah wadah yaitu sistem

religi. Sistem religi dalam masyarakat Ainu terdiri dari unsur sistem keyakinan

berupa kepercayaan pada konsep dewa (Kamui) dan unsur sistem kepercayaan

(Iomante)

Jika dijadikan perbandingan dengan penelitian Dharma, terdapat beberapa

persamaan dan perbedaan di dalamnya. Persamaan penelitian ini dengan

penelitian Dharma yaitu sama-sama mengkaji budaya masyarakat suku Ainu.

Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian ini dengan penelitian dari

Dharma yaitu permasalahan yang diangkat , serta data-data yang digunakan.Pada

penelitian mengangkat permasalahan mengenai tradisi dan budaya masyarakat

suku Ainu yang digunakan berupa manga Akoro Kotan Karya Narita Hidetoshi.
Melalui penelitian dari Dharma, mengenai representasi sistem teknologi

dan sistem religi yang berkaitan dengan megolah produk-produk dengan alat-alat

tradisional dan sistem keyakinan berupa kepercayaan pada konsep dewa (Kamui)

dan upacara Iomante dapat memberikan kontribusi mengenai kebudayaan

masyarakat Ainu khususnya dapat memberikan kontribusi mengenai kebudayaan

masyarakat Ainu khususnya mengenai sistem teknologi dan sistem religi yang

dimiliki oleh masyarakat suku Ainu Jepang. Tidak hanya itu, buku-buku

penunjang maupun jurnal-jurnal yang terdapat pada penelitian Sari terkait

masyarakat Ainu Jepang sangat memberikan referensi tambahan yang baru guna

mendukung dalam penyusunan penelitian ini.

Sari (Sari, 2019)dalam penelitiannya yang berjudul Kajian Komparatif:

Wacana Kearifan Lokal Cerita Rakyat Bali dan Ainu Jepang mengangkat

permasalahan mengenai sistem kepercayaan pada Tuhan, sistem relasi sosial dan

pelestarian alam. Teori yang digunkan dalam penelitian ini yaitu teori antropologi

sastra, semiotika, dan sastra bandingan. Metode yamg digunakan dalam penelitian

ini yaitu observasi dan wawancara, dan riset perpustakaan. Metode dan teknik

analisis data yang digunakan interpretif analitik dan komparatif. Metode dan

teknik penyajian hasil analisis data yang digunakan yaitu deskriptif analitik.

Adapun hasil dari penelitian ini yaitu pertama, dalam kaitannya dengan sistem

kepercayaan dari sisi cerita rakyat Bali Aga bahwa anugerah tuhan dan

kemahakuasaan Dewa sering berupa jimat yang membuat tokoh cerita yang

mendapatkan anugerah itu menjadi kaya, dalam arti mereka bercukupan sandang

dan papan, tidak perlu lagi bekerja keras seperti sebelumnya. Namun, anugerah
Dewa yang biasanya berupa rezeki itu bisa dicabut kembali jika manusia terlalu

loba. Dalam cerita Ainu Jepang, anugerah Kamui tidak berurusan dengan

kekayaan, tetapi pada anugerah sumber daya alam untuk makanan, pertolongan

dari wabah penyakit, atau bantuan-bantuan untuk meringankan manusia dari

pekerjaan sehari-hari.

Kedua, dalam kaitannya dengan sistem kehidupan sosial dari cerita rakyat

Bali Aga maupun Ainu Jepang terdapat perbedaan yaitu pada sisi keharmonisan

sosial. Keharmonisan sosial di dalam rumah tangga dalam cerita Ainu Jepang

digambarkan dalam konteks pentingnya keturunan sebagai pelanjut generasi.

Tokoh-tokoh cerita yang berusia muda disarankan menikah oleh orang tuanya

agar cepat mempunyai anak atau keturunan, sedangkan cerit tentang pasangan

suami istri yang tidak mempunyai anak melukiskan bahwa tokoh sang istri

mendorong suaminya menikah lagi demi keturunan. Dalam isah pasangan suami-

istri tidak mempunyai anak, mereka dilukiskan mengangkat anak atau mengajak

binatang untuk hidup di rumahnya yang dianggap sebagai anak. Yang terpenting

adalah hubungan antar individu dalam lingkungan keluarga berjalan harmonis.

Sebaliknya, dalam cerita Bali Aga yang bertema relasi sosial dalam lingkungan

rumah tangga tidak menunjukkan kisah pentingnya keturunan. Yang banyak

muncul adalah kisah-kisah keluarga yang bekerja keras untuk hidup bahagia dan

sejahtera, bukan masalah anak atau mengangkat anak.

Ketiga, dalam kaitannya dengan sistem nilai pelestarian alam, terdapat

perbedaan antara cerita Bali Aga dan Ainu Jepang yaitu sanksi yang dikenakan

kepada manusia yang tidak menghormati alam. Dalam cerita Ainu Jepang, bahwa
alam seperti pohon, memiliki spirit atau pohon adalah wujud Dewa itu sendiri

sehingga bisa memberikan ganjaran langsung kepada manusia yang tidak

menghormati-Nya, seperti pohon pukusa yang identik dengan Dewa pukusa dalam

cerita “Pukusa no Tamashii” (Jiwa Pohon Pukusa). Dewa Pukusa membuat

manusia yang mencabutnya sampai habis menjadi sakit. Dalam cerita Bali Aga,

wacana relasi manusia dengan alam agak berbeda karena sanksi yang diberikan

pada manusia yang mengekploitasi alam bukanlah oleh alam itu sendiri, tetapi

oleh Dewa atau makhluk gaib lainnya, seperti dalam cerita “I Calang”, si penuba

ikan yang dibuat sakit oleh makhluk gaib, manusia tua berambut putih.

Berdasarkan kajian komparatif atas cerita rakyat Bali Aga dan Ainu

Jepang dengan fokus pada tiga wacana utama, yaitu wacana sistem kepercayaan,

sistem sosial dan sistem nilai pelestarian alam, simpulan utama yang dapat ditarik

adalah bahwa cerita rakyat kedua etnik sama-sama mencerminkan nilai-nilai yang

ada dalam istilah Hindu yang disebut dengan Tri Hita Karana.Cerita mereka

menekankan secara tersurat dan tersirat tentang pentingnya keharmonisan relasi

manusia dengan Tuhan atau Dewa atau Kamui, dengan sesama, dan dengan alam.

Jika dijadikan perbandingan penelitian Sari, terdapat beberapa persamaan

dan perbedaan di dalamnya. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Sari yaitu

sama-sama mengkaji mengenai masyarakat suku Ainu. Sedangkan perbedaan

penelitian ini dengan penelitian Sari yaitu permasalahan yang diangkat, serta data-

data yang digunakan. Pada penelitian ini mengangkat permasalahan mengenai

tradisi dan budaya masyarakat suku Ainu dengan sumber data yang digunakan

berupa manga Akoro Kotan Karya Narita Hidetoshi. Sedangkan penelitian Sari
mengangkat permasalahan mengenai wacana kearifan lokal yang berkaitan

dengan sistem kepercayaan, sistem sosial, dan sistem nilai pelestarian alam dalam

cerita rakyat Bali Aga dan Ainu Jepang.

Melalui penelitian dari Sari mengenai wacana kearifan lokal yang

berkaitan dengan sistem kepercayaan, sistem kehidupan sosial, dan sistem

pelestarian alam yang dinarasikan dalam cerita rakyat Bali Aga dan Ainu Jepang

dapat memberikan kontribusi mengenai kebudayaan masyarakat Ainu khususnya

mengenai sistem kepercayaan, sistem kehidupan sosial, dan sistem nilai

pelestarian alam yang dimiliki oleh masyarakat Ainu Jepang. Tidak hanya itu,

buku-buku penunjang maupun jurnal-jurnal yang terdapat pada penelitian Sari

terkait masyarakat Ainu Jepang sangat memberikan referensi tambahan yang baru

guna mendukung dalam penyusunan penelitian ini.

Dublin dan Tanaka (2015) dalam penelitiannya yang berjudul A

Comparison Between Satoyama and The Ainu Way of Life mengangkat

permasalahan mengenai perbandingan tata cara pemanfaatan bentang alam

dipandang dari konsep hidup Satoyama dengan konsep hidup masyarakat Ainu.

Penelitian ini dilakukan di Semenanjung Noto untuk mengetahui penggunaan

konsep Satoyama, dan wilayah Hidaka tepatnya di Kota Samani dari Hokkaido

untuk mengetahui konsep hidup Ainu. Data dikumpulkan melalui wawancara

individu, rumah tangga, kelompok, survei kuisioner, survei lapangan, dan

dokumentasi yang tersedia. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian

ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan analisis kualitatif. Teori

yang digunakan dalam penelitian ini adalah Grounded Theory oleh Strauss dan
Corbin (1998) yang berfungsi untuk menganalisis data-data yang bersifat

kualitatif. Hasil Penelitian menunjukkan praktek-praktek pertanian, ekologi, dan

budaya spiritual yang indentik untuk konsep hidup Satoyama dengan konsep

hidup Ainu.

Adapun praktek pertanian yang dilakukan berdasarkan konsep hidup Ainu

dengan Satoyama terdapat pada sistem pengolahan lahan. Kemudian praktek

dalam hal ekologi antara konsep hidup Ainu dengan konsep hidup Satoyama

memiliki prinsip yaitu alam sebagai asal mula dari segala hal mulai dari hewan,

tumbuhan serta air. Dalam Ainu memandang bahwa kebiasaan mereka seperti

berburu, memancing, serta bercocok tanam merupakan sebuah hubungan timbal

balik terhadap alam. Begitu pula dengan konsep hidup Satoyama yang

menganggap bahwa hubungan manusia dengan alam sebagai suatu simbiosis

mutualisme yang saling menguntungkan satu sama lain sehingga terciptanya

keharmonisan di kedua dunia tersebut.

Terakhir, dalam hal praktek budaya spiritual baik Ainu maupun Satoyama

memiliki kegiatan ritual yamg ditujukan kepada alam. Dalam Ainu, hewan

dianggap sebagai Kamui dan ketika dibunuh, berubah menjadi roh dan diantarkan

kembali ke alam Kamui. Salah satunya adalah melalui pelaksanaan ritual Iomante

(ritual kepada beruang). Pada konsep hidup Satoyama, terdapat festival yang

diberi istilah Aenokoto yang berarti Dewa Sawah. Aenokoto ini diletakkan pada

setiap rumah penduduk selama musim dingin sebagai simbol beranjak dari musim

semi dan diharapkan kesuskesan dalam penanaman padi tahunan hingga panen.

Dari uraian di atas, jurnal yang ditulis oleh Dublin dan Tanaka, sangat
memberikan kontribusi khususnya dalam hal kehidupan masyarakat Ainu mulai

dari praktek pertanian, praktek ekologi serta praktek berupa ritual dalam kaitannya

dengan alam.

Jika dijadikan perbandingan dengan penelitian Dublin dan Tanaka,

terdapat beberapa persamaan dan perbedaan di dalamnya. Persamaan penelitian

ini dengan penelitian Dublin dan Tanaka yaitu sama-sama mengkaji masyarakat

suku Ainu. Sedangkan perbedaan di dalam penelitian ini yaitu permasalahan yang

diangkat dan data-data yang digunakan. Pada penelitian ini mengangkat topik

mengenai tradisi dan budaya masyarakat suku Ainu dengan sumber data yang

digunakan berasal dari manga Akoro Kotan karya Narita Hidetoshi. Sedangkan

pada penelitian dari Dublin dan Tanaka mengangkat permasalahan mengenai

perbandingan konsep hidup Ainu dengan konsep hidup Satoyama dengan data-

data yang digunakan berasal dari survei kuisioner, survei lapangan yang dilakukan

di Semenanjung Noto, dan wilayah Hidaka dari Hokkaido.

Melalui penelitian dari Dublin dan Tanaka sangat memberikan kontribusi

terhadap penelitian ini khususnya terkait referensi mengenai cara hidup dari

masyarakat Ainu. Selain itu penelitian dari Dublin dan Tanaka sangat membantu

dalam memberikan tambahan sumber-sumber baik berupa artikel, buku, maupun

jurnal yang berkaitan dengn langsung dengan kebudayaan masyarakat Ainu.


2.2 Konsep

Setiap penelitian tentunya memerlukan suatu konsep. Konsep adalah

definisi dari istilah tertentu yang terdapat dalam penelitian yang akan dilakukan.

Adapun konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah berikut.

2.2.1 Tradisi

Tradisi secara umum dikenal sebagai suatu bentuk kebiasaan yang

memiliki rangkaian peristiwa sejarah kuno. Sehingga kebiasaan yang diulang-

ulang karena dinilai bermanfaat bagi sekelompok orang, sehingga sekelompok

orang tersebut melestarikannya. Setiap tradisi dikembangkan untuk beberapa

tujuan (Thomas, 1997)

Konsep Tradisi dari Thomas yang digunakan pada penelitian kali ini

berfungsi untuk menampilkan tradisi dan budaya masyarakat suku Ainu melalui

gambar dengan dilengkapi dengan kata sebagai penjelas gambar. Adapun gambar

yang digunakan adalah berasal dari manga Akoro Kotan karya Narita Hidetoshi.

2.2.2 Budaya

Kebudayaan atau peradaban, dalam pengertian etnografisnya yang luas,

adalah keseluruhan yang kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan,

moral seni, hukum, adat istiadat, dan kemampuan serta kebiasaan lain yang

diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kondisi budaya di antara berbagai

masyarakat umat manusia, sejauh mampu diselidiki berdasarkan prinsip-prinsip

umum, adalah subjek yang tepat untuk mempelajari hukum-hukum pemikiran dan

tindakan manusia. Di satu sisi, keseragaman yang begitu luas melingkupi


peradaban dapat dianggap, sebagian besar, berasal dari tindakan seragam dari

sebab-sebab yang seragam; sementara di sisi lain berbagai tingkatannya dapat

dianggap sebagai tahap perkembangan atau evolusi, masing-masing merupakan

hasil dari sejarah sebelumnya, dan akan melakukan bagiannya yang tepat dalam

membentuk sejarah masa depan. (Tylor, 1920:1)

Dalam kebudayaan, seluruh instrumen di setiap suku terdapat kapak,

pahat, pisau, pengikis gergaji, penusuk, jarum, tombak, dan kepala panah, dan dari

ini sebagian besar atau semuanya termasuk hanya dengan perbedaan detail untuk

ras yang paling beragam. Begitu pula dengan pekerjaan yaitu Memotong kayu,

memancing, dengan jaring dan tali, permainan menembak dan menombak,

membuat api, memasak, memutar tali, dan menganyam keranjang, Dan juga,

Mitos dibagi di bawah judul seperti mitos matahari terbit dan terbenam, mitos

gerhana, mitos gempa bumi serta mitos lokal yang menjelaskan nama-nama

tempat dengan beberapa dongeng, pengorbanan kepada hantu orang mati dan

makhluk spiritual lainnya, berbelok ke timur dalam pemujaan. (Tylor, 1920:6-8)\

Konsep kebudayaan Tylor yang digunakan dalam penelitian kali ini

berfungsi untuk menunjukkan serta menjabarkan kebudayaan yang ada dalam

masyarakat suku Ainu terkait teknologi yang digunakan sebagai material

pendukung aktivitas sehari-hari masyarakat suku Ainu dan juga kepercayaan yang

menyangkut kepercayaan dewa dan juga upacara yang dilakukan oleh masyarakat

Ainu dalam manga Akoro Kotan karya Narita Hidetoshi


2.3 Kerangka Teori

Dalam melakukan sebuah penelitian, diperlukan beberapa teori dalam

melakukan analisis. Teori merupakan unsur sentral yang membantu dalam

memberikan pencerahan dalam upaya menjawab setiap rumusan-rumusan masalah

yang ada. Oleh karena itu, teori sangat penting peranannya dalam suatu penelitisn.

Dalam penelitian ini digunakan beberapa teori sebagai berikut.

2.3.1 Teori Antropologi Sastra

Ciri khas teori antropologi sastra adalah homologi dan simetri, adanya

persamaan struktur antara karya sastra sebagai hakikat kreativitas dan imajinatif

dengan kejadian sehari-hari, fakta sosial dalam proses historis tertentu. Persamaan

signifian inilah yang menyebabkan suatu karya sastra memiliki nilai tertentu

dalam memahami dinamika suatu masyarakat, sama dengan ilmu pengetahuan

seperti sejarah, politik, ekonomi, antropologi, dan sebagainya.(Ratna,2017:342)

Menurut Goldmannia dalam ratna (2017:343) karya masa lampau sebagai

syarat utama dengan mempertimbangkan bahwa fakta kultural yang terkandung,

di dalam karya merupakan masalah-masalah yang sudah diuji, didewasakan

melalui perjalanan sejarah, dimediasi oleh berbagai proses resepsi. Adapun

intensitas masa lampau dipertimbangkan melalui tiga ciri yaitu (a) adanya

kekayaan masalah-masalah kebudayaan, seperti adat-istiadat, mitos, religi,

kearifan lokal, dan sebagainya yang secara keseluruhan mengimplikasikan masa

lampau, (b) adanya ciri khas manusia secara psikologis, sebagai ketaksadaran

yang pada dasarnya merupakan gudang memori yang menggerakkan keseluruhan


kehidupan manusia, (c) masa lampau dengan sendirianya sudah terjadi dibuktikan

melalui narasi historis, artefak arkeologis, dan berbagai bentuk memori yang

tersimpan dalam general (Ratna, 2017:343).

2.3.2 Teori Semiotika

Semiotika adalah Ilmu yang mempelajari tanda-tanda dalam objek. Namun

sejak pertengahan abad kedua puluh, semiotika telah berkembang menjadi bidang

studi yang sangat besar, mencakup, antara lain, studi bahasa tubuh, bentuk seni,

wacana retorika, komunikasi visual, media, mitos, narasi, bahasa, artefak. , gerak

tubuh, kontak mata, pakaian, iklan, masakan, ritual-dalam sebuah frase, apapun

yang digunakan, diciptakan, atau

diadopsi oleh manusia untuk menghasilkan makna. Tujuan bab ini adalah untuk

membuat sketsa gambaran umum tentang apa itu semiotika dan apa yang

dimaksudkan untuk dilakukan, memperkenalkan gagasan dan prinsip dasarnya

(Danesi, 2004:4).

Tanda-tanda dalam objek dibedakan menjadi ikon,indeks, dan simbol.

Ikon adalah tanda yang mengacu pada objek yang ditunjukkan hanya berdasarkan

karakternya sendiri dan dimilikinya yang dimana apakah objek tersebut benar-

benar ada atau tidak.Indeks adalah tanda yang mengacu pada objek yang

ditunjukkan karena benar-benar dipengaruhi oleh objek biasanya dipengaruhi

suatu kejadian atau peristiwa tertentu. Simbol adalah tanda yang mengacu pada

objek yang ditunjuknya berdasarkan hukum, biasanya merupakan asosiasi ide-ide


umum, yang beroperasi untuk menyebabkan simbol yang ditafsirkan sebagai

mengacu pada objek itu (1955:102)

Teori semiotika milik Charles Sanders Pierce digunakan untuk

menganalisis tanda-tanda berdasarkan berupa ikon, indeks, dan simbol yang

terdapat pada tradisi dan kebudayaan masyarakat suku Ainu dalam manga Akoro

Kotan karya Narita Hidetoshi.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan yang dipilih

adalah deskriptif kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah pendekatan dalam

penelitian yang menekankan pada data yang bersifat deskriptif maksudnya data

dapat berupa gejala-gejala yang dikategorikan ataupun dalam bentuk lainnya

seperti foto, dokumen, artefak, dan catatan-catatan lapangan pada saat penelitian

dilakukan (Sarwono: 2006: 259).

Tradisi dan Budaya Suku Ainu


Dalam Manga Akoro Kotan Karya
Hidetoshi Narita

Tradisi Suku Ainu Dalam Budaya Suku Ainu Dalam


Manga Akoro Kotan Manga Akoro Kotan

Tradisi Konsep Analisis Data Teori Antropologi Sastra

Budaya Hasil Analisis Teori Semiotika


Data

Kesimpulan
Deskripsi :

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan mengambil topik

mengenai tradisi dan budaya masyarakat suku Ainu dengan menggunakan sumber

data utama yaitu manga Akoro Kotan karya Hidetoshi Narita. Manga Akoro Kotan

ini kemudian dibedah dengan teknik pustaka untuk menemukan data-data terkait

tradisi dan budaya masyarakat suku Ainu. Dari data tersebut, kemudian

dikumpulkan, diklasifisikan dan dispesifikasikan menjadi dua rumusan masalah

yaitu mengenai tradisi dan budaya masyarakat suku Ainu dalam manga Akoro

Kotan Teknik studi pustaka juga digunakan untuk menemukan data berupa

disertasi, buku, jurnal internasional yang relevan terkait dengan penelitian

mengenai budaya masyarakat suku Ainu dengan tujuan untuk memperkuat

komponen-komponen dalam penelitian ini. Data ini dianalisis dengan

menyesuaikan kepada konsep tradisi oleh Thomas dan konsep budaya Tylor serta

kerangka teori yang terdiri dari teori antropologi sastra Ratna, dan teori semiotika

Peirce yang digunakan untuk membatasi ruang lingkup penelitian ini. Setelah

data-data tersebut dianalisis, kemudian diperoleh hasil yang dipaparkan dengan

menggunakan metode analisis deskriptif untuk memaparkan hubungan semantis

antara variabel yang diteliti, sehingga ini diharapkan dapat menjawab

permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Hasil analisis ini kemudian

dirangkum ke dalam sebuah simpulan menggunakan metode informal dengan

pemaparan narasi berupa kata-kata biasa disertai dengan fakta-fakta sesuai dengan

analisis data yang telah dilakukan sebelumnya terkait tradisi dan budaya

masyarakat suku Ainu dalam manga Akoro Kotan karya Hidetoshi Narita
3.2 Ruang Lingkup Penelitian

Setiap melakukan penelitian memerlukan suatu batasan untuk menghindari

pembahasan yang tidak sesuai dengan pokok bahasan. Ruang lingkup dalam

penelitian ini mengenai kajian antropologi sastra pada manga Akoro Kotan karya

Narita Hidetoshi. Selanjutnya, pada penelitian ini difokuskan pada pembahasan

mengenai tradisi dan budaya masyarakat suku Ainu dalam manga Akoro Kotan

karya Narita Hidetoshi.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Menurut Lofland dalam Moleong (2019:157) Sumber data kualitatif

adalah kata-kata- dan tindakan, selebihnya adalah dua tambahan seperti dokumen

daln lain-lain. Berkaitan dengan hal itu pada bagian in jenis datanya dibagi ke

dalam kata-kata atau tindakan. Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati

merupakan sumber data utama. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis.

Sumber terttulis berupa dokumen, jurnal-jurnal, buku. Foto menghasilkan data

deskriptif yang cukup berharga dan sering digunakan untuk menelaah seg-segi

subjektif dan hasilnya sering dianalisis secara induktif. Pada penelitian ini,

digunakan data berupa teks dan foto. Teks diambil dalam bentuk disertasi atau

jurnal-jurnal, dan buku yang terkait dengan rumusan masalah yang diangkat pada

penelitian ini yaitu tradisi dan budaya masyarakat suku Ainu dalam manga Akoro

Kotan karya Narita Hidetoshi.


3.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Pada tahap pengumpulan data, teknik yang digunakan dalam penelitian ini

adalah teknik studi pustaka. Studi pustaka dilakukan dengan membaca sumber-

sumber tertulis terkait dengan penelitian yang dilakukan untuk memperoleh data.

Data dalam penelitian ini diperoleh melalui manga Akoro Kotan karya Narita

Hidetoshiyang kemudian diklasifisikan sesuai dengan masalah yang diangkat

yaitu mengenai tradisi dan budaya masyarakat suku Ainu.

3.5 Metode dan Analisis Data

Dalam melakukan analisis data pada penelitian ini, penyesuaian pada

konsep dan kerangka teori yang telah dicantumkan pada penelitian ini dilakukan

dengan tujuan untuk membatasi ruang lingkup dalam menganalisis data-data.

Konsep yang digunakan adalah Konsep tradisi oleh Thomas dan Konsep budaya

oleh Tylor. Untuk teori-teori yang digunakan terdiri dari teori antropologi sastra

oleh Ratna (2017), dan teori semiotika oleh Peirce (1955)

3.6 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis

Setelah data selesai dianalisis maka tahap selanjutnya adalah penyajian

data. Metode yang digunakan adalah deskriptif analisis. Menurut bogdan dan

biklen dalam Moelong (2019:2248) metode deskriptif analisis yaitu upaya yang

dilakukan dengan jalan bekerja data, mengeorganisasikan data, memilah milahnya

menjadi satuan yang dapat dikelola. Tujuannya agar peneliti mendapat makna

hubunga variabel-variabel dapat digunakan untuk menjawab maalah-masalah

yang dirumuskan penelitian.


BAB IV

Tradisi Masyarakat suku Ainu Pada Manga Akoro Kotan Karya Hidetoshi

Narita

4.1 Berburu Beruang

Berburu beruang atau disebut Iomante adalah suatu tradisi dari suku Ainu yang

merupakan persembahan untuk dewa. Beruang yang disebut oleh suku Ainu

adalah Kamui yang juga merupakan dewa yang disembah oleh suku Ainu.

Menurut Olschger (1997 : 209) Beruang jauh lebih penting secara ritual

dibandingkan nutrisinya. Beruang diburu pada saat musim semi dan juga musim

gugur oleh beberapa kelompok pria.

Gambar 1 : Berdoa kepada Kamuisebelum berburu

(Akoro Kotan, 2019:22)


Gambar (1) merupakan ilustrasi dari berdoa kepada Kamui bertujuan untuk demo

kelancaran saat berburu.

Data (1)
“イレスカムイ(育ての神)イレスフチ(育ての老婆)今からキムンカムイをお迎えに
や、あに入ります。四、五日ほど留守にいたします。その間、このコタンになんの問
題もないようによく見守っていて下さいますよう。クオンカミナ(礼拝いたします)”
(Akoro Kotan, 2019:22)
Iresu Kamui (sedote no Kami) Iresu fuchi (sodote no rouba) ima kara Kimun
Kamui wo mukae ni yam ani hairimasu. Yon, go nichi hodo rusu ni itashimasu.
Sono aida, kono kotan (mura) ni nanno mondai mo nai you ni yoku mimamotte ite
kudasaimasuyou. Kuon Kamina (reihai itashimasu)
Terjemahan:
Iles Kamui (Dewa membesarkan) Iles Fuchi (Wanita tua yang membesarkan)
Saya akan menjemput Kimun Kamui mulai sekarang. Saya akan pergi sekitar
empat atau lima hari. Sementara itu, tolong awasi Kotan (Desa) ini agar tidak ada
masalah. Kuon Kamina (mohon doakan)
Data (1) menunjukkan bahwa sebelum berburu, mereka berkumpul untuk berdoa

kepada dewa dan wanita tua agar diberi kelancaran pada saat berburu. Menurut

Olschleger (1997: 219) Berburu beruang adalah salah satu kegiatan paling

berbahaya yang diikuti oleh masyarakat suku Ainu, sehingga mereka mengambil

banyak tindakan pencegahan untuk memastikan perburuan yang sukses. Beruang

adalah dewa yang dihormati dan kuat, dan rohnya harus dihormati. Para tetua

masyarakat Kotan berkumpul untuk meminta doa kepada dewa.


Gambar 2. Para pemburu jalan menuju tempat beruang yang akan diburu

(Akoro Kotan, 2019:23)

Data (2) merupakan ilustrasi dari para pemburu berjalan menuju tempat dimana

beruang berada. Data ini menunjukkan selama perjalanan ke tempat berburu

beruang, inaw (tongkat suci yang dicukur) diukir di setiap tempat peristirahatan

untuk meminta bantuan dewa-dewa setempat.


Gambar 3. Para pemburu menemukan tempat bersembunyi beruang

(Akoro Kotan, 2019:23)

Data (3) merupakan ilustrasi dari para pemburu menemukan tempat bersembunyi

beruang berada.

Data (3)
“よし、いるようだ。われらんが敬うキムンカムイよ。どうか静かに矢を受けて下さ
いますよう。来た!”
(Akoro Kotan, 2019: 23)
Yosh, iru youda. Wareran ga uyamau Kimun Kamui yo. Douka shizukani ya wo
ukete kudasai masuyou. Kita!”
Terjemahan
“Baiklah, sepertinya. Kimun Kamui yang kami hormati. Harap diam-diam
menerima panah. Saya datang.”
Data (3) gubuk sementara didirikan di sekitar wilayah musim dingin beruang di

negara berbukit; menggunakan gubuk-gubuk sebagai base camp, para pemburu

menjelajahi wilayah itu dengan menempatkan busur pegas dengan panah beracun.

Setelah beruang menarik diri ke sarang mereka untuk berhibernasi, para pemburu

mulai mencari mereka dan mengusir mereka dengan menusuk mereka dengan

tongkat panjang dan melemparkan batu.


Gambar 4. Para pemburu menembaki seekor beruang

(Akoro Kotan, 2019:24)

Data (4) merupakan ilustrasi ini menunjukkan para pemburu menembaki seekor

beruang. ketika beruang itu muncul, ia ditembak dengan panah beracun. Panah

beracun digunakan di Hokkaido untuk berburu rusa Sika serta beruang coklat.

Proses produksi racun yang tepat bervariasi dan sering dirahasiakan, tetapi salah

satu bahan utamanya adalah tanaman biksu. Umbi muda Aconium spp. dipanen di

musim panas dan dikeringkan di tempat teduh sampai musim gugur. Dipercaya

bahwa racun paling ampuh dapat diekstraksi dari umbi yang telah melunak

selama proses pengeringan. Setelah dikupas, umbi dihaluskan dan ampas yang

diperoleh dapat digunakan tanpa pengolahan lebih lanjut. Terkadang umbi biksu

dihaluskan dicampur dengan lemak rusa dan dikubur selama beberapa hari. Aditif

kadang-kadang termasuk tembakau, laba-laba beracun atau tanaman lain. Untuk

menguji potensi racun segar, sedikit dioleskan ke lidah atau di antara dua jari atau

di paha. Semakin kuat sensasi mati rasa yang dihasilkan. Racun lebih baik.

Racun diterapkan pada panah yang digunakan dengan busur tangan serta busur

pegas. Seekor beruang yang terkena salah satu panah ini hanya bisa berjalan

sekitar dua ratus hingga tiga ratus meter sebelum mati. Karena alkaloid aconite

hanya berakibat fatal ketika memasuki aliran darah, mungkin aman untuk

memakan daging hewan yang dibunuh selama dagingnya dibuang di sekitar titik

masuknya.
Gambar 5.Melakukan upacara sesudah berburu

(Akoro Kotan, 2019:25)

Data(5)
“この度はわれらの客となって下さったこと感謝申し上げます。わがコタンへ帰っ
た折には礼を尽くし厚くおもてなしをいたしましょう。一日目から猟運に恵まれた。
幸先のよいことだ”
(Akoro Kotan, 2019:27)
“Kono tabi wa warera no kyaku to natte kudasatta koto kansha moushi agemasu.
Wa ga kotan e kaetta ori ni wa rei wo tsukushi atsuku omotenashi wo
itashimashou. Ichinichi me kara ryouun ni megumareta. Saisaki ni yoi koto da”.
Terjemahan
“Terima kasih telah menjadi tamu kami. Ketika kembali ke Kotan, mari kita
bersyukur dan memberi keramahan yang hangat. kami diberkati berburu sejak
hari pertama. Ini adalah hal yang baik”.
Data (5)

Data (5) merupakan ilustrasi dari masyarakat suku Ainu berdoa sesudah

memburu. setelah beruang dibunuh, inaw-kike dibuat untuk menghiasi kepala

beruang, kamuy berterima kasih atas hasil perburuan yang berhasil, dan darah

beruang diminum., karena dianggap sebagai obat ilahi. Setelah kembali ke desa,

sebuah pesta diadakan di mana para tetua kotan sekali lagi mengungkapkan rasa

terima kasih mereka atas kembalinya para pemburu dengan selamat. Kepala

beruang yang terbunuh, beristirahat di tempat kehormatan dekat jendela suci,

ditawari makanan dan minuman dalam upacara yang mirip dengan ritual

pengiriman pulang anak beruang (Olschleger, 1997:219)


4.2 Menangkap Ikan

Gambar 6. Laki-laki bersaudara memperlihatkan panahan untuk menangkap ikan

(Akoro Kotan, 2019:85)

Data (6)
“アイヌの人(兄):何持ってんだ?おシノッポンク(遊びの小弓)とペラアイ(ヘラ
矢)か!!
アイヌの人(弟):さっき、クミチが作ってくれたんだ!

アイヌの人(兄):ポンノ(ちょっと)エンテレ(待ってろ)!‥おれも持ってきたぜ!
さっ、イマからチェプコイキに行くぞ!!”
(Akoro Kotan, 2019:85)
“Ainu no hito (ani): Nani motte nda? O shinopponku (asobi no sayumi) to peraai
(Hera ya) ka! !
Ainu no hito (otouto): Sakki, kumichi ga tsukutte kureta nda!
Ainu no hito (ani): Pon no (chotto) En Tere (mattero)!‥ Ore mo motte kita ze!
Sa~, ima kara chepukoiki ni iku zo! ! “
Terjemahan
“Ainu (kakak): Apa yang kamu punya? Apakah Shinopponku (busur) dan Peraai
(anak panah)? !!
Orang Ainu (adik): Ayah membuatnya untukku tadi!
Ainu (kakak): Ponno (sedikit) Entere (tunggu)! Aku juga membawanya! Ayo
pergi dari Imma ke Chepkoiki! !!”
Data (6) merupakan ilustrasi dari laki-laki bersaudara sedang mempersiapkan

panah untuk menangkap ikan. Menurut penulis, Dahulu kala, anak-anak Ainu

tumbuh dengan bermain dan meniru orang dewasa. Untuk anak perempuan,

mereka akan menggambar pola di tanah untuk meningkatkan selera desain

mereka, dan untuk anak laki-laki, mereka akan berlatih berburu dan memancing

dengan simulasi harpun dan busur serta anak panah. Secara khusus, busur dan

anak panah dinyanyikan sebagai deskripsi proses pertumbuhan bahwa anak laki-

laki hampir selalu menembak pilar besar dan pilar kecil setiap hari dengan busur

dan panah mainan dalam epik pahlawan. Shinopponku dan Peraai yang diartikan

sebagai busur dan anak panah digunakan sebagai alat untuk menangkap ikan di

sungai.Ikan yang ditangkap adalah ikan trout yamame (Hokkaidofan, 2008)


Gambar 7. Laki-laki bersaudara melakukan kegiatan memburu ikan

(Akoro Kotan, 2019:86)

Data (7)
“アイヌの人(兄):おっ、あそこにいるぞ!イチャンコッ(ヤマメ)の群れだ!
アイヌの人(弟):ソンノ?(ホント?)
アイヌの人(兄):さあ、行くぜ!!
(Akoro Kotan, 2019:86)
“Ainu no hito (ani): O~, asoko ni iru zo! Ichanko~tsu(yamame) no mureda!
Ainu no hito (otouto): Son'no? (Honto? )
Ainu no hito (ani): Sā, iku ze! !
Terjemahan
“Ainu (kakak): Oh, saya di sana! Ini adalah kawanan Ichanko (Yamame)!
Orang Ainu (adik): Betulkah?
Ainu (kakak): Yak, ini dia! !!”
Data (7) merupakan ilustrasi dan percakapan dari laki-laki bersaudara melakukan

kegiatan menangkap ikan di sungai. Yamame adalah ikan jenis salmon ceri

ditemukan di Hokkaido. Ukuran ikan Yamame adalah 300mm pada umur 2 atau

lebih. Ikan Yamame adalah ikan jenis air dingin dan habitatnya di hulu sungai dan

biasanya tumbuh sepanjang 100-250 mm dalam waktu 1 sampai 2 tahun. (Kato.

1991).

Gambar 8. Laki-laki bersaudara menangkap ikan Amemasu

(Akoro Kotan, 2019:89)

Data (8)
アイヌの人(弟):ぼくの矢が流れちゃう。。オヨ!?。。トウクシシ!?(アメマス!?)
(Akoro Kotan, 2019 : 89)
“Ainu no hito (otōto): Boku no ya ga nagare chau.. Oyo! ? .. Toukushishi! ?
(Amemasu! ? )”
Terjemahan
Orang Ainu (adik): Anak panahku hilang .. Oyo! ?? .. .. Tokushishi! ??
(Amemasu!?)
Data (8) merupakan ilustrasi dan percakapan dari adik laki-laki yang telah

menangkap ikan amemasu. Ikan amemasu pernah disebut dengan “Phantom fish”

karena populasinya yang berkurang, tetapi ikan ini telah tersedia secara

menyeluruh di aliran sungai pegunungan Jepang dalam beberapa tahun terakhir

karena stoknya.Ikan olahraga terpopuler kedua di aliran gunung setelah yamame

di antara para pemancing terbang di Honshu Pulau. memasu ditemukan di

Hokkaido dan bagian dari Provinsi Tohoku dan mereka adalah spesies iwana

dominan yang ditemukan di perairan yang terkurung daratan dan searun. Sungai

yang kaya makanan akan menampung lebih banyak iwana, tetapi sisanya akan

mengalir. Ezo-iwana memiliki warna putih besar yang berbeda bintik-bintik di

sekujur tubuhnya dan tidak ada bintik jingga seperti kerabatnya Nikko-Iwana atau

Yamato-Iwana.Iwana tipe sea run berubah warna tubuh dasar keemasan

sedangkan ikan terkurung daratan tetap warna tubuh dasar abu-abu.

(Tokyoflyfishing. 2011)
Data 9. Keluarga Ainu berkumpul untuk berdoa

(Akoro Kotan, 2019:90)

Data (9)
“クナントッタ(今日この日)私たちの息子が初めて魚を捕ってきました。まず最初
にミミ匕(その肉)をあなたに捧げる次第です。まだまだ至らぬたち家族ですがこ
れからも変わらずお祀りいたしますのでなお一層見守って下さるよう。。クオンカ
ミナー(礼拝いたします)
Kunantotta (kyō kono Ni~Tsu) watashitachi no musuko ga hajimete sakana o totte
kimashita. Mazu saisho ni Mimi hi (Sono niku) o anata ni sasageru shidaidesu.
Madamada itaranu-tachi kazokudesuga korekara mo kawarazu o matsuri
itashimasunode nao issō mimamotte kudasaru yō.. Kuonkaminā (reihai
itashimasu)
Terjemahan
“hari ini, Anak kami menangkap ikan untuk pertama kalinya. Pertama-tama, saya
akan memberi Anda dagingnya. Kami masih anggota keluarga, tetapi kami akan
terus menyembah mereka, jadi tolong awasi kami. .. Kuonkamina (aku berdoa)
Data (9) merupakan ilustrasi dari keluarga suku Ainu yang berdoa kepada kamui
atau dewa untuk mengungkapkan berterima kasih untuk makanan hasil dari
tangkapan
BAB V

Budaya Masyarakat Ainu Pada Manga Akoro Kotan Karya Hidetoshi Narita

5.1 Pernikahan

Gambar 10. Tali Penjaga Wanita

(Akoro Kotan, 2019 : 72)

Data (10)

“このラウンクツ(女の守りひも)だよ。私のフチイキリ(女糸)に代々伝わるものよ。

いいかいエホクフ(お前の夫)以外の男には絶対に見せたり触れさせたりしては

いけないよ。”

(Akoro Kotan, 2019:72)

Kono raunku (on'na no mori himo)da yo. Watashi no fuchiikiri (on'na-ito) ni

daidai tsutawaru mono yo. Ī kai ehokufu (omae no otto) igai no otoko ni wa zettai

ni mise tari fure sase tari shite wa ikenai yo.

Terjemahan
Putaran ini (tali penjaga wanita). Itu adalah sesuatu yang telah diturunkan ke tepi

saya (utas wanita) selama beberapa generasi. Jangan pernah menunjukkan atau

menyentuh pria selain Jehokufu (suami Anda).

Data (10) merupakan ilustrasi gambar yaitu Raunku yang diartikan sebagai Tali

penjaga wanita. Tali ini disebut jimat dari nenek dan ibu., Raunku sangat penting,

dan dikatakan bahwa tanpa itu, tidak akan bisa pergi ke "dunia" ketika mati.

Selain itu, pola Ainu yang diterapkan pada pakaian merupakan salah satu tradisi

yang turun temurun. Tali ini digunakan dalam acara upacara pernikahan.
Gambar 11. Upacara Pernikahan

(Akoro Kotan, 2019:77)

Data (11) merupakan ilustrasi dari upacara pernikahan, Wanita Ainu menikah

antara usia 15 atau 16 tahun dan pria berusia antara 17 atau 18 tahun. Pacaran

melibatkan pria mengunjungi rumah wanita yang ingin dinikahinya, Dia diberi

semangkuk nasi oleh wanita itu. Dia akan memakan setengah mangkuk dan

mengembalikan mangkuk wanita yang tersisa. jika dia makan sisa nasi, dia

bersedia menikah. Di sisi lain, jika dia tidak memakan sisa nasi, dia tidak akan
menikah dengannya.Pakaian digunakan disebut attush. Attush dibuat dari pohon

elm Jepang dan kulitnya dibuang. Selanjutnya, bagian dalam kulit kayu

dihilangkan dan helai yang tersisa direndam dalam air untuk membantu

melunakkan serat yang keras. serat kemudian ditempatkan di luar di bawah sinar

matahari untuk memutihkan sampai mencapai warna yang lebih terang. Untaian

serat yang lebih tebal kemudian dipisahkan untuk membuat benang yang

berkesinambungan. dari benang itulah kain attush ditenun menjadi potongan kain

yang lebih besar. Kain tersebut kemudian dipotong menjadi potongan-potongan

kecil dan dijahit menjadi satu untuk membuat pakaian jadi. Kebanyakan attush

sederhana dan tidak menampilkan banyak dekorasi. tetapi yang dibuat untuk

upacara khusus biasanya dibubuhkan pada lengan dan motif geometris belakang

dengan applique hitam atau biru tua. Baik pria maupun wanita mengenakan hiasan

kepala. Pria mengenakan sapanpe untuk acara atau upacara khusus. Sapanpe

menampilkan patung kayu berukir binatang atau simbol spiritual lainnya. Sapanpe

dibuat dari serat kayu.Wanita mengenakan ikat kepala bersulam yang disebut

matanpushi. Mereka juga memakai anting-anting, celemek yang disebut

rekutunpe.(Henrich, 2006)

Rekutunpe adalah potongan kain sempit yang bagian bawahnya ditempeli plakat

logam dekoratif. Wanita Ainu melukis tato di wajah, lengan, dan tangan mereka,

mulai usia dua belas atau tiga belas tahun. Tato wajah dibuat pertama di bagian

kecil wajah dan kemudian dibuat lebih besar setiap tahun. setelah selesai, tato itu

tampak sedikit seperti kumis. Lengan dan tangan ditato dengan garis, titik, dan

lingkaran. pewarna yang digunakan untuk tato adalah biru-hijau cerah yang tidak
pernah pudar. Itu terbuat dari jelaga dan kulit pohon abu. Tato biasanya selesai

pada usia lima belas atau enam belas tahun. Para wanita muda itu kemudian

memenuhi syarat untuk menikah.(Poisson,2002)


5.2 Kematian

Gambar 12. Upacara Kematian

(Akoro Kotan, 2019:118)

Data (12) merupakan ilustrasi dari upacara kematian dari salah satu anggota suku

Ainu. Menurut adat Ainu, anggota keluarga yang sakit atau terluka dibaringkan

sedekat mungkin dengan perapian. Api, rumah dewi Kamuy Fuchi, adalah sumber

kehidupan dan penjaga keluarga. Orang-orang dari desa berkumpul di sekitar api

untuk berdoa bagi yang sekarat. Jika usaha mereka tidak berhasil, arwah orang

yang meninggal melewati api dan persiapan pemakaman dimulai.Masih di dekat

perapian, jenazah dibalut pakaian upacara, lebih disukai yang berwarna putih.

Wanita disiapkan oleh keluarga ibu mereka, satu-satunya orang yang diizinkan

untuk melihat ikat pinggang sucinya, atau upshoro kut. Laki-laki juga dirawat

oleh anggota kelompok ayah mereka. Selain pakaian mereka, almarhum

ditampilkan dengan harta mereka semasa hidup, termasuk lebih banyak pakaian,
peralatan, pipa, dan perlengkapan memasak. Karena setiap benda mengandung

ramatnya masing-masing, barang-barang pemakaman dipecah sebelum

pemakaman. Anggota keluarga merobek pakaian, pot penyok, dan peralatan patah.

Roh item tersebut kemudian bisa mengikuti orang mati ke alam baka (Totaworld,

2019)

Gambar. 13 Pembakaran rumah mayat

(Akoro Kotan, 2019 : 122)


Data (13)

アイヌの人 (弟)::どうしてオンネフチ(ひいばあちゃん)のチセ(家)燃やしちゃ

うの?”

アイヌの人 (お姉さん)::チセオマンテ(家送り)といってね。シンリッモシリでオ

ンネフチが住むために送ってあげるの“。

(Akoro Kotan, 2019:122)

Ainu no hito (otouto): Dōshite on'nefuchi (hī bāchan) no Chise (ie) moyashi chau

no?

Ainu no hito (onēsan): Chiseomante (ie okuri) to itte ne. Shinrimmoshiri de

on'nefuchi ga sumu tame ni okutte ageru no.

Terjemahan

Orang Ainu (adik): Mengapa kamu membakar Chise (rumah) Onnefuchi (nenek)?

Orang Ainu (kakak): Ini disebut Chiseo Mante (mengirim pulang). Saya akan

mengirimkannya ke Onnefuchi untuk tinggal di Shinrimoshiri.

Data (13) Merupakan ilustrasi dari Rumah yang dibakar setelah salah satu anggota

suku Ainu meninggal. mereka akan membakar rumah mereka untuk tinggal di

sana. Sebagai alternatif, sebuah gubuk dibangun sebagai pengganti rumah, dan

gubuk itu dibakar dan dikirim ke Kanmante (pengiriman gubuk sementara juga

dilakukan). Suku Ainu mengingat leluhur mereka yang telah meninggal melalui

doa dan persembahan yang teratur. Dalam beberapa kasus, rumah almarhum
dibakar untuk dikirim ke alam baka juga. Ini sangat umum untuk rumah-rumah

wanita tua, yang dianggap rentan terhadap hantu. Pria membuat inau untuk

membawa doa dan persembahan mereka ke dunia roh. Dengan menghormati

leluhur mereka, mereka dapat berharap suatu hari nanti dapat mengamankan

keabadian mereka sendiri yang nyaman di alam baka.(Totaworld, 2019)

BAB VI
Simpulan Dan Saran

Pada bab ini diuraikan dua poin, yaitu simpulan dan saran. Simpulan berisi

intisari dari dua rumusan masalah yang masing-masing dibahas Bab IV dan V.

Saran mencantumkan rekomendasi mengenai topik – topik terkait yang relevan

guna penelitian lanjutan yang lebih lengkap dan mendalam. Kedua Poin ini

diuraikan sebagai berikut.

6.1 Simpulan

Penelitian ini mengangkat permasalahan mengenai tradisi dan budaya

masyarakat suku Ainu yang terdapat dalam manga Akoro Kotan karya Hidetoshi

Narita. Masalah ini diangkat tradisi dan budaya lebih dominan diilustrasikan pada

manga Akoro Kotan. Maka berdasarkan analisis antropologi sastra dan semiotika

dapat disimpulkan sebagai berikut.

Melalui penelitian ini, dapat diketahui bahwa dalam kehidupan masyarakat

suku Ainu ada dua hal keberadaan yang tidak bisa dilepaskan dan dua hal itu

adalah tradisi dan budaya. Tradisi yang terdapat dalam masyarakat suku Ainu

mencakup beberapa hal yang sudah dilakukan secara turun-temurun yaitu berburu

beruang dan menangkap ikan. Berburu beruang atau disebut Iomante adalah

tradisi turun-temurun dari suku Ainu untuk persembahan kepada dewa. Biasanya

dilakukan pada saat musim semi atau musim gugur yang dilakukan oleh

sekelompok pria masyarakat suku Ainu. Sebelum berburu, para pemburu berdoa

kepada dewa untuk diberi kemudahan dan perlindungan saat berburu.

Dikarenakan berburu beruang sangat berbahaya oleh masyarakat suku Ainu dan
para pemburu sudah mempersiapkan pencegahan agar kegiatan berburu sukses.

Alat yang dibawa pada saat berburu yaitu inaw. Inaw adalah tongkat yang

digunakan sebagai menandakan tempat peristirahatan untuk meminta bantuan

dewa-dewa setempat. Selanjutnya beruang dipanah dengan panah beracun,

panahnya diolesi dengan cairan muda Aconium spp yang bahan utamanya adalah

tanaman biksu. Umbi muda Aconium spp. dipanen di musim panas dan

dikeringkan di tempat teduh sampai musim gugur. Dipercaya bahwa racun paling

ampuh dapat diekstraksi dari umbi yang telah melunak. setelah beruang dibunuh,

inaw-kike dibuat untuk menghiasi sekitar kepala beruang, kamuy berterima kasih

atas hasil perburuan yang berhasil, dan darah beruang diminum., karena dianggap

sebagai obat ilahi. Setelah kembali ke desa, sebuah pesta diadakan di mana para

tetua kotan sekali lagi mengungkapkan rasa terima kasih mereka atas kembalinya

para pemburu dengan selamat. Dalam menangkap ikan, alat yang digunakan

adalah Shinopponku dan Peraai. Shinopponku dan Peraai diartikan sebagai busur

dan anak panah yang digunakan sebagai alat untuk menangkap ikan di sungai.

Ikan yang ditangkap adalah ikan trout yamame. Ikan yamame adalah Yamame

adalah ikan jenis salmon ceri ditemukan di Hokkaido. Ukuran ikan Yamame

adalah 300mm pada umur 2 atau lebih. Ikan Yamame adalah ikan jenis air dingin

dan habitatnya di hulu sungai dan biasanya tumbuh sepanjang 100-250 mm dalam

waktu 1 sampai 2 tahun. Selain itu, mereka juga memburu ikan Amemasu. Ikan

Amemasu adalah spesies iwana dominan yang ditemukan di perairan yang

terkurung daratan dan searun.Untuk ciri-cirinya yaitu memiliki warna putih besar

yang berbeda bintik-bintik di sekujur tubuhnya.


Dalam budaya suku Ainu ada pernikahan dan kematian. Dalam upacara

pernikahan suku Ainu, Wanita Ainu menikah antara usia 15 atau 16 tahun dan

pria berusia antara 17 atau 18 tahun melibatkan pria mengunjungi rumah wanita

yang ingin dinikahinya, mempelai pria diberi semangkuk nasi oleh wanita itu.

Mempelai pria kan memakan setengah mangkuk dan mengembalikan mangkuk

wanita yang tersisa. jika dia makan sisa nasi, dia bersedia menikah. Wanita Ainu

melukis tato di wajah, lengan, dan tangan mereka, mulai usia dua belas atau tiga

belas tahun. Tato wajah dibuat pertama di bagian kecil wajah dan kemudian

dibuat lebih besar setiap tahun.

Pakaian yang dipakai adalah kain attush. Kain attush dibuat dari pohon elm

Jepang dengan cara bagian dalam kulit kayu dihilangkan dan serat kayu yang

tersisa direndamkan di dalam air untuk melunakkan serat kayu yang keras.

Kebanyakan attush sederhana dan tidak menampilkan banyak dekorasi. tetapi

yang dibuat untuk upacara khusus biasanya dibubuhkan pada lengan dan motif

geometris belakang dengan applique hitam atau biru tua. Baik pria maupun wanita

mengenakan hiasan kepala. Pria mengenakan sapanpe untuk acara atau upacara

khusus. Sapanpe menampilkan patung kayu berukir binatang atau simbol spiritual

lainnya. Sapanpe dibuat dari serat kayu.Wanita mengenakan ikat kepala bersulam

yang disebut matanpushi. Mereka juga memakai anting-anting, celemek yang

disebut rekutunpe. Slanjutnya, Raunku yang diartikan sebagai Tali penjaga

wanita. Tali ini disebut jimat dari nenek dan ibu., Raunku sangat penting, dan

dikatakan bahwa tanpa itu, tidak akan bisa pergi ke "dunia" ketika mati. Selain

itu, pola Ainu yang diterapkan pada pakaian merupakan salah satu tradisi yang
turun temurun. Tali ini digunakan dalam acara upacara pernikahan. Dalam

Upacara Kematian, Jenazah wanita, wajahnya dibalut dengan pakaian upacara

berwarna putih dan selain itu, disekitarnya di dipenuhi dengan barang-barang

jenazah semasa hidup yaitu ada pakaian, peralatan masak dan peralatan yang

dipakai semasa hidupnya. Dan untuk rumah orang yang sudah meninggal dibakar

karena rumah yang pemiliknya sudah meninggal rentan dengan hantu dan juga

diartikan sebagai rumah yang dibakar juga akan ditempati oleh pemiliknya di

alam baka.

6.2 Saran

Hal yang dapat disarankan untuk penelitian selanjutnya adalah diharapkan untuk

meneliti selain tradisi dan budaya masyarakat suku Ainu dengan sumber data

manga Akoro Kotan karya Hidetoshi Narita. Alasan manga Akoro Kotan masih

layak untuk dijadikan sumber data penelitian adalah, masih banyak masalah-

masalah terkait yaitu dalam segi bahasa, kepercayaan-kepercayaan, sejarah,

kehidupan sosial, dan keseharian masyarakat Ainu lainnya yang ada dalam

masyarakat suku Ainu. Tetapi, manga Akoro Kotan ini berstatus sudah selesai

sehingga tidak ada chapter selanjutnya tetapi masih ada kemungkinan untuk

peluang untuk penelitian selanjutnya untuk menggali data-data lebih banyak dan

mendalam.

Pengembangan penelitian di luar konteks ataupun kajian di luar konteks sastra

dengan menggunakan manga Akoro Kotan juga dapat menjadi penelitian yang

relevan. Kajian sosial dapat menjadi opsi dalam penelitian berikutnya. Masalah
yang bisa dapat diangkat terkait kajian sosial adalah mengenai rasisme yang

dialami oleh masyarakat Ainu terhadap masyarakat Jepang asli.

DAFTAR PUSTAKA
Fitzhugh, William W. dan Chisato O. Dubreuil. 1999. Ainu Spirit of a Nothern
People. National Museum of Natural History Smithsonian Institution. University
of Washington Press.
Dharma, I Gede Ngurah Arya Tresna.2020.“Sistem Teknologi serta Sistem Religi
Masyarakat Ainu dalam Manga Akoro Kotan Karya Satoru Noda”(Skripsi).
Denpasar:Universitas Udayana.
Sari, Ida Ayu Laksmita.2019.”Kajian Komparatif: Wacana Kearifan Lokal Cerita
Rakyat Bali dan Ainu Jepang”(Disertasi). Denpasar:Universitas Udayana
Dublin, Devon dan Noriyaki Tanaka. 2015. A Comparison Between Satoyama and
The Ainu Way of Life. Hokkaido University, Hokkaido, Japan
A.Green, Thomas. 1997. Folklore : an encyclopedia of beliefs, customs, tales, Ny
Tylor, Edward Burnett. 1920. Primitive Culture : Researches into The
Development of Mythology , Philosophy, Religion, Language, Art, and
Custom.London
Ratna, Nyoman Kutha. 2017. Antropologi Sastra Peranan Unsur-unsur
Kebudayaan dalam Proses Kreatif. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Buchler, Justus. 1955. Philosophical Writing of Pierce. New York:Dovler
Publicitations, Inc.
Moleong, Lexy J. 2021. Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya.
Bandung.
Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif. Graha Ilmu.
Yogyakarta
Fumi, Kato. 1991. “Morphological and Ecological Notes on Large Sized
Specimens of The Amago, Oncorhyncus ishikawai and the Yamame .O. masou”.
Suizanzoushoku
Henrich, Jean. 2006. “Ancient Japan”. Social Studies School Service. Culver
City, CA.
DAFTAR UNDUHAN
AlJazeera.2019. “Japan to recognise Ainu as Indigenous People for first time”
https://www.aljazeera.com/news/2019/2/15/japan-to-recognise-ainu-as-
indigenous-people-for-first-time (Diakses 22 Mei 2022)
Murray. 1920. Primitive Culture : Researches into The Development of
Mythology , Philosophy, Religion, Language, Art, and Custom
https://archive.org/details/primitiveculture01tylouoft/page/10/mode/2up?view=theater
(Diakses 24 Mei 2022)

Canadian Scholar’s Press.2004. “Message, signs, and Meanings:A Basic


Textbook in Semiotics and Communication”
http://teaching.thenoiseofthestreet.net/dms259sp13/wp-content/uploads/
2013/01/Danesi-Marcel-Messages-Signs-and-Meanings-Basic-Textbook-
Semiotics-and-Communication-Theory.pdf (diakses 30 Mei 2022)
Hokkaidofan. 2008. “アイヌの生活~食・料理と収穫狩猟編”.
https://hokkaidofan.com/ainulife_foods/ (diakses 25 Juni 2022)
Tokyoflyfishing. 2011. “White Spotted Char | Iwane or Ame masu”
https://tokyoflyfishing.com/fish/white-spotted-char-iwana-or-ame-masu-2/
(diakses 30 Juni 2022)
City of Sapporo, 2016. “ラウンクッ【ra-un-kut】:
https://www.city.sapporo.jp/shimin/pirka-kotan/jp/kogei/ra-un-kut/index.html
(diakses 1 Juli 2022)
Poisson, Barbara Aoki. 2002. “The Ainu of Japan”. Minnepolis : Learner
Publications.
Tota World. 2019. “Burial Practices of The Ainu”
https://www.tota.world/article/65/ (diakses 2 Juli 2022)

Anda mungkin juga menyukai