masuknya
dalam
Kjokkenmodding
itu
juga
ditemukan
benda-benda
Neolitikum yang terdiri dari alat-alat batu halus dan keramik. Dalam
bentuknya yang tertua, kebudayaan itu berasal dari nenek moyang bangsa
Ainu. Benda-benda keramik mempunyai bentuk dan corak yang khas, yang
dalam arkeologi Jepang disebut Jomon. Keramik itu disebut demikian
menurut bekas anyaman yang sering terdapat pada benda itu. Hiasannya
terutama pada periuk Jomon dari zaman Neolitikum bagian yang lebih
kemudian, terdiri dari lukisan yang berliku-liku dalam bentuk dekorasi
timbul (relief). Ditemukan pula patung-patung orang dari tanah liat, kecil
dan sangat sederhana bentuknya (haniwa). Periuk Jomon itu banyak
ditemukan di Honshu Timur dan Utara.
Orang-orang dari zaman itu masih berburu dan menangkap ikan.
Rumah-rumah berbentuk sarang lebah. Agama mereka bercorak dinamisme.
Patung Haniwa boleh jadi patung dewi. Terdapat juga Gada batu dipakai
dalam pembuatan magi (sihir). Orang mati dikuburkan tanpa peti mayat,
tangan dan kaki bertekuk dan kadang dadanya ditindih batu besar.
Manusia Jepang pada masa ini telah mengenal kehidupan kolektif dan
tidak mengenal perbedayaan kaya maupun miskin atau tidak mengenal
strata. Namun merekaz sudah mengenal kepercayaan yang dinamisme.
Patung-patung haniwa bole jadi merupakan cerminan dari dewa-dewa
mereka. Ditemukan
terbuat
dari batu
dan
sistem pertanian dan juga patung-patung dari tanah liat. Kebudayaan baru
tersebut disebut dengan corak Yayoi yang pusat kebudayaannya terletak di
Honshu selatan dan Kyushu. Sedangkan pusat kebudayaan Jomon terletak di
Honshu Timur dan selatan. Biasanya periuk jomon terdapat dalam lapisan
yang dibawah Yayoi oleh karena itu Yayoi dianggap lebih muda.
Melalui Korea masuk juga kampak neolithikum yang berbentuk corong
(kampak lensa). Periuk-peruk Yayoi bentuk dan perhiasannya lebih
sederhana tetapi tekhnik pembuatannya lebih maju daripada peruk jomon.
Selain itu juga ditemukan benda-benda logam diantaranya pedang, tombak
dan loncenfg dari perunggu. Alat-alat perunggu diperkirakan dgunakan
dalam upacara ritual seperti lonceng perunggu yang dsebut dengan dotaku
yang menggambarkan cara penghidupan penduduk yang telah mengenal
pertanian sederhana.
Penduduk Jepang juga sadar diperlukan kehidupan secara kolektif secara
teratur. Disamping itu mulai muncul suatu dikotomi adanya kaya dan miskin
sehingga menimbulkan perbedaaan sosial dan politik antara kelompok yang
memerintah dengan kelompok yang diperintah.
Sensi-sendi Kebudayaan Jepang
A. Merangkai Bunga
Menurut Japan, The Official Guide, seni Ikebana (merangkai bunga) ini
telah berkembang sampai saat ini merupakan usaha Jepang asli dimana
bebas dari pengaruh luar negeri. Ada banyak cara merangkai bunga menurut
selera orang Jepang. Jumlah cara itu melebihi 300, tetapi ke-300 lebih aliran
merangkai bunga itu dibagi menjadi dua cabang utama, yakni formil dan
wajar.
Yang termasuk cabang formil adalah style Rikka atau style berdiri. Dari
style ini lahir sebuah bentuk yang disukai rakyat. Bentuk ini dinamakan
style Ten-Chi-Jin, yakni style langit-bumi-manusia.
Sedang cabang wajar, mencakup juga apa yang dinamakan Nageire, atau
style dilempar masuk. Semacam style pula, style Bunjin-Ike, berasal dari
masuknya
bidang
kebudayaan
lainya
adalah
pinggang dari perunggu, manik-manik kecil berbentuk bulan sabit dan batu
permata. Manik-manik bulan sabit tersebut sebesar kuku dan disebut dengan
magatama.
Agama shnto berkembang dengan pesat. Kuil-kuil pemujaan banyak
didirikan. Agama tersebut terdiri dari pemujaan-pemujaan terhadap tenaga
alam, tidak mempunyai sistem etika atau kesusilaan, teologi dan tidak
menyebut adanya surga atau neraka. Dewa-dewa yang baik disebut dengan
kami dan jin atau setan disebut dengan oni.
Sebenarnya nama shinto diberikan pada kepercayaan atau agama
tersebut setelah agama Budha masuk ke Jepang. Tujuannya untuk
membedakan ajaran dan pelaksanaan antara kedua agama tersebut.
3. Pengaruh Kebudayaan Cina terhadap kebudayaan Jepang.
Dahulu budaya Jepang merupakan budaya asli Jomon yang kokoh
dengan pengaruh dari luar negeri yang menyusul. Pada awalnya China dan
Korea membawa pengaruh, yang berawal dengan berkembangnya budaya
Yayoi sekitar 300 SM yang mempengaruhi seni dan keagamaan di Jepang.
Tapi
dalam
perkembangannya
Kebudayaan
Cinalah
yang
banyak
Shinto
tidak
berubah
menjadi
konfusianisme
yang
aksara
religius, dan
aksara
dengan agama lain, dalam agama Shinto tidak ada ajaran yang pasti, tidak
ada tempat ibadah khusus, tidak ada dewa yang benar-benar dianggap paling
suci, dan tidak cara khusus untuk menyembah kammi.
Setelah Perang Dunia II, Shinto kehilangan statusnya sebagai agama
resmi; sebagian ajaran dan kegiatan Shinto yang sebelumnya dianggap
penting pada masa perang ditinggalkan dan tidak lagi diajarkan. Kemudian
setelah masuklah agama Budha sekitar abad ke-5. Ajaran agama Budha di
Jepang mempercayai dewa mathari atau dikenal dengan nama Amaterasu
sebagai dewa tertinggi yang dianggap sebagai penjelmaan Budha Daichi
Nyorai. Agama Budha di Jepang yang paling terkenal adalah ajaran Budha
Zen yang diserap dari China. Sama seperti agama Budha di seluruh dunia,
kitab suci agama Budha di Jepang adalah tripitaka dan tempat ibadahnya
adalah kuil. kuil-kuil Shinto mulai dibangun sebagai rumah bagi para kami
secara permanent (shaden)
4. Jepang memasuki jaman sejarah setelah mendapat pengaruh
kebudayaan Cina.
Hubungan antara Cina dan Jepang secara resmi telah dibuka sejak abad
ke-5. Hasil dari hubungan tersebut yaitu banyak kebudayaan Cina yang
masuk ke Jepang, seperti: kesusasteraan, ilmu falak, obat-obatan, menenun
dan juga agama Budha. Pada permulaan hubungan antara Cina dan Jepang,
orang-orang Jepang belum pandai membaca dan menulis. Oleh karena itu,
orang Jepang menggunakan orang Korea sebagai perantara, bahkan juga
menggunakan orang-orang Cina untuk belajar membaca dan menulis.
Kesusasteraan oleh orang Jepang tidak begitu saja diterapkan seperti
aslinya di Cina, tetapi oleh orang Jepang disesuaikan dengan keadaan
negerinya (di-Jepang-kan). Sehingga, walaupun mengadopsi kesusasteraan
dari Cina, namun berbeda penerapannya atau penggunaannya di Jepang.
Sejak awal hubungan Cina dan Jepang sampai pertengahan abad keenam tidak ada permasalahan yang besar. Tetapi setelah itu baru ada
permasalahan yang serius dalam menyikapi masuknya agama Budha ke
akhir abad ke-18 ada pula ahli piker dari jepang yang menolak kebudayaan
cina baik konfisius maupun budha. Yakni gerakan penelitian nasional tau
kokugaku.adanya norma-norma kesusilaan konfosius berlawanan dengan
orang jepang itu sendiri.adanya ajaran-ajaran cina yang kacau dan penuh
kekerasan
dan
menjual
satu
jenis
tipu
daya
dan
semangat