Anda di halaman 1dari 21

Novita Siti Zubaedah

1704522
Pendidikan Sejarah 3B

LAPORAN BUKU TENTANG CHINA, JEPANG DAN KOREA

1. CHINA
Identitas Buku
Judul : Sejarah dan Peradaban Cina
Pengarang : Prof. Dr. Hj. Rochiati Wiriaatmaja, A. Dasuki, dan Dr.
Dadan Wildan, M. Hum.
Kota/ Tahun Terbit : Bandung/ 2004
Penerbit : Humaniora Utama Press (HUP)
Cetakan : Ke- 2
Jumlah Halaman : 248 Halaman

Resume Buku
Peradaban-peradaban yang ada di daratan Asia seJak beberapa abad yang
lampau dapat tumbuh-berkembang dengan merupakan hasil keria keras rakyat
petani (peasant). Peradaban-peradaban itu berkembang di atas dasar kehidupan
pertanian yang menyelengarakan pengairan Pengairan pertanian yang digagas
oleh kaum tani itu disebut oleh Karl August Witvogel dengan istilah “hydrolic
society and hydrolic civilization” . Pengadaan dan pengaturan sistem pengairan
secara teratur hanya dapat dilakukan bila berbentuk suatu organisasi yang
soliditasnya diakui di bawah aparatur pemerintah yang mempunyai pusat
kekuasaan (elit penguasa).
Sekitar 500 SM, menurut Jan Romein, terjadi zaman pancaroba atau
zaman perkisaran. Disebut demikian karena zaman ini ditunjukkan oleh lahirnya
beberapa agama yang terjadi secara berturut-turut dalam tempo beberapaabad.
Di India, lahir dan terjadi penyebaran ajaran Budha dengan tokoh utamanya
Sidharta Budha Gautama. Di Cina, lahir dan terjadi peletakan “batu pertama”
ajaran filsafat Konfusianisme. Di Iran, dan terjadi penyebaran ajaran keyakinan
agama Persia atau Mazdaisme oleh Zarathusra yang dianggap sebagai nabi.
Demikian pula, bangsa Yahudi (lazim pula disebut Bani Israil) mendapatkan
pengajaran keteguhan iman terhadap Tuhan Yang Maha Esa dari para nabi.
Zaman itu juga terlihat adanya kegelisahaan dan pergolakan dalam kehidupan
bermasyarakat. Selama berabad-abad, seluruh masyarakat di Asia masih
bertopang dan bertumpu pada dasar-dasar agraris yang sangat statis. Struktur
sosial dalam masyarakatnya tetap saja tidak berubah yang oleh Karl Marx-
penulis buku Das Capital yang terkenal itu disebutnya sebagai “unchangeability
of Asian societies”. Jutaan petani dari rakyat yang hidup di daratan Asia hidup
secara turun-termurun dari tradisi yang sama selama berabad-abad. Sebagian
besar dari mereka keadaannya masih tetap sama seperti nenek moyang merek
hingga akhir abad dua puluh Oleh WF Wertheim, penduduk daratan Asia
disebut sebagai “millions of teeming farmer of forty centuries”, jumlah mereka
berjuta-juta dan hidupnya sama saja seperti empat puluh abad yang lampau Di
dalam kehidupan masyarakat yang stat itu, hiduplah seorang raja yang
kekuasaannya bertumpu pada prinsip despotisme-absolut. Dalam usaha
membetuk dan melanggengkan kekuasaan dan otoritasnya, raja dan para
pembantunya memeras tenaga rakyatnya sendiri. Raja memiliki tiga aparatur
negara yang fungsi utama: urusan perang (department of war), urusan keuangan
(department of finance), dan urusan pekerjaan umumt (departement of works).
Ketiga urusan tersebut diperkuat oleh kedudukan despotisme raja dengan
memperkaya perbendaharaan kerajaan. Dalam sistem pemerintahan kerajaan
despotisme-absolut, biasanya, perbedaan tingkat kehidupan antara golongan
feodal dan kehidupan rakyat jelata sangat mencolok. Raja-raja dan para
bangsawan (ningrat) menikmati kemakmuran yang berlimpah-limpa dan
menumpuk harta kekayaan yang dihisap dari rakyatnya sendiri. Kekayaan
berupa emas, perak, batu permata, dan gading terkumpul di gudang-gudang
istana dan kuil-kuil Menurut Jan Romein, pada mulanya, kekayaan raja-raja itu
mungkin dihambur-hamburkan untuk pemberian hadiah-hadiah kepada orang-
orang yang disukainya. Tetapi, akhirnya, karena hukum penghisapan yang terus
bergulir kekayaan itu berubah menjadi tindakan menumpuk kembali kekayaan di
istana raja. Meskipun demikian, tidak semua kekuasaan dan kekayaan itu
disalah-gunakan karena keduanya, sesungguhnya, juga dipergunakan untuk
mempertinggi peradaban dunia (civilization of the world).
Kebangunan atau kebangkitan negara-negara di Asia merupakan bentuk
reaksi dan jawaban (respon) terhadap tantangan (challenge) yang disuguhkan
oleh Barat melalui praktek imperialisme-kolonialismenya. Kebangkitan
semangat nasionalisme ini mulai dirasakan gemanya pada kira-kira 1900 yang
merupakan perkembangan baru dari masyarakat Asia. Bangkitnya nasionalisme
dalam perkembangan berikutnya, ternyata dibarengi oleh munculnya semangat
dan proses modernisasi yang kadang-kadang dipimpin dan dikendalikan dari
atas-bawah (top-down), yakni pemerintah. Namun, tidak sedikit yang didorong
oleh arus bawah arus akar rumput (grassroots) yang jumlahnya sangat dominan
yakni kekuatan pergerakan rakyat (people power). Bahkan, tidak jarang
semangat dan proses modernisasi itu terjadi karena sinergi antara kekuatan elit
politis dan rakyat yang dikendalikannya Proses modernisasi itu diiringi pula oleh
proses nasionalisme. Di antara semangat kebangsaan atau nasionalisme tidak
sedikit pula yang diselubungi dan diinfiltrasi oleh semangat keagamaan, dan ada
pula yang tidak (murni semangat nasionalisme) Kedua proses itu terjadi secara
beriringan karena mulai timbulnya kesadaran berbangsa dan munculnya
semangat “born tobe free” di antara bangsa-bangsa Asia mengenai masalah ini,
ada dua realitas yang tidak dapat dipungkiri dan memiliki peran yang sangat
signifikan: pertama, ketertinggalan negara-negara Asia dari Barat di bidang
politik, ekonomi, teknologi, dan ilmu pengetahuan; kedua, keharusan mengejar
ketertinggalan tersebut.
Hingga kini, banyak sekali catatan dan karangan sejarah yang mengulas
tentang sejarah dan peradaban bangsa Cina sejak berpuluh-puluh abad yang lalu.
Banyaknya catatan dan karangan itu telah mendorong para sejararawan dari
berbagai bangsa kewalahan untuk meneliti dan mengkajinya. Namun, mereka
merasa sangat kewalahan menghadapi naskah-naskah sejarah Cina yang
jumlahnya sangat besar. Bahkan, masih banyak bahan-bahan dari sumber lain
yang belum tergarap seluruhnya Beberapa sumber yang membahas sejarah dan
peradaban Cina tersebut sebagai berikut:
a. Benda-benda purbakala berupa berbagai macam benda kuno tulisan-tulisan
di tulang, batu, dan perunggu.
b. Buku-buku klasik dan karangan-karangan cerita yang bersifat zaman
purbakala.
c. Buku-buku sejarah dinasti-dinasti yang disusun dari catata resmi tahunan
Catatan sejarah dan daerah-daerah bersejarah. Karya-karya sejarah yang
merupakan hasil tulisan para ahli sejarah (para pujangga) atas nama pribadi
maupun atas nama pribadi ataupun atas nama pemerintah.
d. Pelaporan perjalanan dari para musafir Cina.
e. Pelaporan dari jawatan paean.
f. Berita-berita dari bangsa asing, antara lain, Persia, Arab, dan bangsa Barat
seperti, termasuk berita dari Marcopolo, orang-orang Portugis, serta para
pendiri dengan berbagai berita lainnya.

Prasejarah Cina dikategorikan dalam beberapa zaman sebagai berikut:

A. Zaman Paleolitikum
Gerakan perpindahan manusia secara besar-besaran yang pertama
diperkirakan terjadi di daerah yang sekarang menjadi gurun pasir dan
padang rumput di Asia Barat Daya(mungkin juga di Afrika Utara). Dari
Asia Barat Daya, mereka bergerak dan bermigrasi ke wilayah itu melalui
daratan India, Malaya, dan Indonesia dari golongan Australoid. Kemudian,
menyusul pula gerak migrasi yang lebih jauh ke Filipina dan daerah Pasifik
dari golongan Negroid. Dari daerah Irian, mereka bergerak dan bermigrasi
ke daratan Asia Tengah, Asia Timur, dan Siberia dari bangsa pra-
Mongoloid atau Proto Mongoloid. Sebagian besar sisa-sisa penanggalan
yang berasal dari zaman Paleolitikum yang ada di Cina ditemukan di Cina
Utara, tepatnya di bawah lapisan tanah Loss yang sangat tebal Tanah ini
pernah dihuni dan didiami oleh makluk atau manusia pertama yang hidup
pada permulaan zaman Pleistosen sebelum terbentuknya lapisan tanah itu.
Sebaliknya, di Cina Selatan belum pernah ditemukan artefak-artefak tertua.
Jadi, dapat diduga bahwa alat-alat yang dipergunakan oleh manusia yang
ada di Cina Selatan kemungkinan terbuat dari kayu atau bambu yang habis
atau hancur ditelan masa.
B. Zaman Mesolitikum
Peninggalan benda-benda dari Zaman Mesolithikum tidak banyak.
Peninggalan-peninggalan berupa benda-benda yang terbuat dari kayu,
tulang, dan kulit kerang hanya sedikit ditemukan Namun demikian,
berdasarkan penemuan yang sedikit itu dapat diduga bahwa di dataran tanah
Loss yang subur itu manusia telah dapat membuat peralatan dari batu yang
jauh lebih baik. Mereka hidup bermasyarakat dan bertempat tinggal tetap.
Matapencahariannya adalah berburu dan menangkap ikan, serta telah
memulai bercocok tanam dan berternak.
C. Zaman Neolitikum
Pada masa Neolithikum, berkembang pula ramalan-ramalan (nujum).
Mereka memakai peralatan yang terbuat dari tulang-tulang binatang-
biasanya tulang paha sapi, kuda, atau biri-biri-yang diberi lekukan atau
lubang pada bagian pinggir tulang Lubang pada tulang itu kemudian ditusuk
dengan benda tajam dari logam yang panaskan. Retakan-retakan yang
timbul dan muncul dari penusukan tulang itu diinterpretasikan (ditafsirkan)
oleh pendeta juru nujum. Ramalan tersebut berkenaan dengan kemungkinan
peristiwa yang akan terjadi terhadap nasib seseorang. Karena itu, tulang-
tulang yang ditemukan tersebut dinamakan tulang penujuman atau tulang
ramadan(oracle bones).
Sekitar 2500 SM, di Cina asli sebelah utara terdapat beberapa
kebudayaan nomadis, sedangkan di sebelah utara dan selatan terdapat
beberapa kebudayaan pertanian. Pencampuran dan peleburan (difusi) antara
unsur-unsur kebudayaan tersebut terjadi di lembah Sungai Kuning
(Hoangho) yang merupakan tempat terjadinya persinggungan antara
kebudayaan terpenting, dan juga tempat permulaan tumbuhnya kebudayaan
Cina.
D. Zaman Perunggu
Zaman ini dimulai sekitar 1700 SM, dan berakhir sekitar 500 SM ketika
mulai menggunakan alat-alat yang terbuat dari besi. Peninggalan dari zaman
ini banyak ditemukan di daerah Honan yang merupakan tempat pertemuan
arus kebudayaan dari Barat, Timur, Selatan dan Utara. Di daerah itu sudah
semestinya terbentuk corak kebudayaan yang kemudian disebut kebudayaan
Cina.

Setelah zaman praseajarah Cina berakhir, maka muncullah zaman


dinasti-dinasti di wilayah Cina yaitu:

Dinasti Shang dan Chou

Dinasti Shang didirikan oleh Chen T’ang, salah seorang raja muda dari
daerah Shang. Ia memberontak terhadap kekuasaan kerajaan dinasti Hsia
terakhir dengan rajanya bernama Chieh. Chen T’ang kemudian menaiki takhta
kerajaan, dan mulailah Dinasti Shang (menurut perhitungan ahli tarikh kuno
Cina peristiwa itu terjadi pada 1766 SM) berkuasa di wilayah itu. Chen T’ang
diganti oleh Thai Chia, cucunya yang didampingi perdana menteri yang
bijaksana bernama I’Yin.

Pada zaman Dinasti Shang, pemujaan terhadap banyak dewa alam


terutama terhadap dewa-dewa kesuburan yang mengarah kepada kultus
kesuburan selalu dilakukan. Pada dasarnya, kultus kessuburan semacam itu
sesuai dengan kehidupan daerah agraris sehingga upacara-upacara keagamaan
berhubungan erat dengan dunia pertanian. Untuk memelihara kesuburan tanah,
korban harus dipersembahkan bagi bumi yang menjadi sumber kesuburan
tanaman. Korban manusia yang sering dipersembahkan adalah para tawanan
perang. Itulah sebabnya, di beberapa daerah sering terjadi penculikan manusia,
tertama pada musim semi. Manusia yang dikorankan diambil dari desa-desa,
sedangkan daging korban tersebut kemudian dipotong-potong untuk kemudian
dibagikan kepada para petani sebagai “penyubur tanah” di lahan pertanian
mereka. Sedangkan ntuk dewa tertinggi dalam agama resmi pada Dinasti Shang
disebut Shang-Ti.

Akhir dari Dinasti Shang sekitar 1122 SM, dengan raja terakhirnya
adalah Chou Hsia atau Chou Hsien merupakan orang yang dianggap memiliki
kekuatan yang luar biasa. Akan tetapi dia terpengaruh oleh selirnya yang cantik
jelita bernama Tachi, yang membuat raja menjadi bertindak sangat kejam
terhadap rakyatnya. Sehingga menimbulkan perlawanan dari rakyat itu sendiri
yang digagas oleh seorang raja muda bernama Wu Wang yang berasal dari
daerah Chou dan didampingi panglima sakti yaitu Chiang Tzaeya. Lenyapnya
Dinasti Shang, tentara yang sangan kejam dari Chou Hsien itu dapat dikalahkan
oleh pasukan Wu Wang.

Setelah mengalahkan Dinasti Shang, kemudian Wu Wang mendirikan


Dinasti Chou. Selain itu Wen Wang, ayah dari Wu Wang juga dianggap sebagai
pendiri dinasti. Sehingga mereka mendapatkan kedudukan terhormat dan sangat
dalam sejarah peradaban Cina. Pada zaman Dinasti Chou terjadi proses sinifikasi
(proses menjadikan seluruh penduduk adalah Cina). Namun proses ini tidak
untuk suku-suku nomad yang bermukim di daerah padang rumput sebelah utara
dan barat laut Dinasti Chou.

Dinasti Chou merupakan dinasti yang paling lama memerintah dan


berkuasa dalam sejarah dan peradaban Cina. Dengan raja yang berjumlah 35 ini
sangat berarti bagi sejarah sosial dalam kebudayaan Cina. Karena pada zaman
ini formatisasi masyarakat dan peradaban dengan ciri khasnya mulai terjadi.
Pada zaman dinasti ini juga terjadi sinkretisme agama yaitu pemujaan pada
nenek moyang menjadi sesuatu sangat penting.

Dalam dinasti Chou dibagi kedalam dua bagian besar yaitu Chou Barat
(1027-771 SM) dan Chou Timur (771-256 SM). Pada Chou Barat, selama kurun
20 tahun berhasil merebut kekuasaan yang dulu diduduki oleh Dinasti Shang,
kemudian ibu kota dipindahkan ke Hao. Setelah 5 tahun Dinasti Chou berdiri
Wu Wang meninggal dan digantikan oleh anaknya yaitu Cheng Wang (1044-
1008). Kemudian akhir dari Chou Barat adalah pada raja yang ke sepuluh yaitu
Li Wang (857-841), karena dia dianggap sombong dan tidak memiliki sifat arif-
bijaksana. Sehingga menimbulkan pemberontakan pada 841 SM dan Li Wang
melarikan diri ke Chin (sekarang Shensi) serta ia meninggal dalam pelariannya.

Kerajaan Chou Timur terbagi menjadi dua negara yaitu, Zaman Kerajaan
Chou pertengahan (The Middle Chou) yang berlangsung antara 771-4S1 SM.
Masa ini bersamaan dengan tibanya masa Ch’unn Ch'iu (musim semi dan
rontok). Kung Tze menulis kitab tentang sejarah Cina dengan judul Ch'unn Chui
(Catatan Musim Semi dan Musim Rontok) yang ditulis pada ke empat puluh
delapan pemerintahan Kaisar Ping Wang. Atas dasar itu, zaman Kerajaan Chou
Pertengahan biasa disebut Zaman Ch’un Ch’iu. Kemudian Zaman Kerajaan
Chou Akhir (The Late Chou) yang berlangsung antara 481-256 SM. Zaman The
Late Chou merupakan zaman yang masaya paling panjang yang terkenal dengan
nama Zaman Chan Kuo (zaman negara-negara berperang).

Pada akhirnya, kedudukan Raja Chou sudah tidak dihargai samaekali.


Pergantian atau sukses pemegang kekuasaan pun yang biasanya dilaksanakan
berdasarkan warisan atau keturunan di beberapa negara sudah tidak lagi
dilaksanakan Di negara Chi, kepala negara diusir oleh panglima perangnya Pada
458 SM-424 SM, negara Tsin dibagi-bagi di antara tiga orang pang lima perang
dari keluarga Han,Chao, dan Wei. Karena negara itu terbentuk oleh tiga orang
dinamailah negara dengan sebutan ”Tiga Tin”. Negara Chu di sebelah selatan
semakin bertambah kuat, dan mereka berhasil menaklukkan negara Wu dan
Yueh, serta mengancam kekuasaan negara-negara yang ada di sekitar timur laut.
Tetapi, pada peperangan melawan kekuasaan Ch’in, negara Chou mengalami
kekalahan telak. Seiringbdengan kekuatan Ch'in semakin besar, sedangkan
negara tiga Tsin (Han, Chao, dan Wei)menjadi manga politik ekspansinya
Karena kekuasaan Kerajaan Chou sudah tidak berpengaruh lagi, negara-negara
yang termasuk Ch'in dengan mudah merebut tahta kerajaan itu. Dengan
demikian, berakhirlah Dinasti Wen Wang dan Wu Wang pada 256 SM Selama
Dinasti Chou berkuasa, setidaknya tercacat 35 orang raja yang berkuasa selama
772 tahun.

Seratus Aliran Filsafat


Perkembangan di lapangan kebudayaan dalam zaman Dinasti Chou
terakhir, selain ditandai oleh semakin tumbuh-suburnya kebudayaan klasik, juga
semakin tumbuh-suburnya berbagai aliran filsafat yang berpengaruh besar
terhadap pertumbuhan kebudayaan Cina selanjutnya. Karena banyaknya aliran
filsafat yang tumbuh dan tersebar pada bagian akhir zaman Dinasti Chou itu,
muncullah satu istilah yang biasa disebut “seratus aliran ajaran filsafat”.
Padahal, jumlah aliran dan ajaran filsafat yang sebenarnya kurang dari seratus
(kata “seratus” diartikan sebagai banyak). Berikut beberapa aliran filsafat:
a. Confusianisme: Confusius berasal dari keturunan bangsawan yang
tidak mampu, diduga dari bangsawan saat zaman Dinasti Shang.
Confusius disebut juga sebagai Confusianisme Confusius dilahirkan di
negara Lu (sekarang wilayah Shantung). Ajarannya ditujukan kepada
bentuk praktek hidup bangsawan tentang cara-cara yang tepat dalam
memenuhi dan menaati kaidah-kaidah kesusilaan yang berlaku. Untuk
mencapai cita-cita terbentuknya masyarakat atau komunitas ideal, ia
bercemin pada masa silam. Karena itu ia banyak menyelidiki dan
meneliti sejarah. Menurutnya, bakat setiap manusia itu sama dan
faktor yang menimbulkan perbedaan dalam kelakuannya ialah
kebiasaan (custom).
b. Taoisme: Inti dari ajaran yang dikembangkan oleh Lao Tze bertujuan
untuk memelihara harmoni antara kehidupan manusia di dunia dan
hukum universal jagat raya (law of natural) yaitu Tao. Seiring dengan
perkembangannya, ajaran ini mengalami penyimpangan yang bersifat
mistis atau agama yang penuh dengan kepercayaan takhayul.
c. Mohisme: Dalam ajarannya mempunyai pandangan yang sangat
revolusioner, terutama pada susuan masyarakat. Ia ingin mengubah
susunan masyarakat dan menghapuskan perbedaan-perbedaan asasi
antargolongan, dan menggati prinsip-prinsip yang fundmental.
d. Sophisme: Kontribusi pemikiran berupa sistematika logika yang
disusun dalam bentuk cara berdiskusi yang sangat teratur. Kelompok
para pemikir tersebut disebut kaum Sophis atau dialektrisian.
e. Individulisme: Egoisme menjadi dasar ajaran bagi kaum individualis
yang diajarkan oleh pemikir sebagai puncak kebajikan atau kebjikan
yang terpenting. Menurutnya, seseorang harus mengutamakan
kepentingan sendiri. Bagi mereka pahala, dosa, kejahatan dan
kebaikan merupakan kata-kata kosong. Karena ajarannya sangat
bertentangan dengan para pemikir lain, itulah hanya sedikit karangan
yang ditinggalkannya.
f. Legalisme: Legalitas atau ajaran menurut undang-undang, sedangkan
pahamnya disebut dengan legalisme. Kaum ini sangat perpandangan
realistis karena pengikutnya terdiri dari politikus praktis. Pendiri dari
ajaran ini tidak diketahui siapa. Ajaran ini merupakan campuran dari
ajaran-ajaran terdahulu, dan diambil yang praktisdan dianggap
berguna saja.

Dinasti Ch’in dan Han

Dinasti Ch’in merupakan dinasti yang paling pendek usianya. Ada tiga
kaisar yang pernah memerintah Dinasti Ch’in yaitu, Ch’in Shih Huang Ti, Erl
Shih Huang Ti, dan Tze Ying. Pada mulanya, negara Ch’in merupakan negara
kecil yang terbentuk pada kira-kira 900 SM sebagai negara Wei Kuo yang
berada dalam wilayah kekuasaan Dinasti Chou. Diduga bahwa penduduk negara
Ch’in kemungkinan mempunyai banyak campuran darah dari bangsa Proto-
Tartar atau Proto Turki dan Mongolia, serta dari bangsa Proto-Tibet.

Seiring dengan kematian Kaisar Shih Huang Ti, Dinasti Ch'in berada
diambang kehancuran Pada tahun-tahun terakhir masa kekuasan dari kaisar
pertama itu sering timbul pemberontakan dari rakyat dan kaum oposan karena
kekecewaan mereka. Setelah ia meninggal, pemberontakan kembali berkobar,
bahkan meliputi seluruh wilayah kerajaan Kaum pemberontak itu terdiri atas
bekas para bangsawan dari Dinasti Chou yang merasa tersisih, juga kaum petani
miskin yang selama bertahun-tahun terus tertindas. Pada masa pemerintahan
Kaisar Erl Shih Huang Ti (kaisar kedua), Chao Kao memiliki peran dan
pengaruh yang sangat besar dalam sistem pemerintahan. Pada akhirnya, Chao
Kao pun membunuh kaisar kedua itu.Tetapi, sebelumnya, ia membunuh Perdana
Menteri Li Szu yang awalnya adalah kawan satu komplotan terlebih dulu Chao
Kao kemudian menobatkan putra Fu Su-orang yang pernah dinobatkan sebagai
putra mahkota oleh Kaisar Shih Huang Ti yang bernama Tzu Ying sebagai
kaisar ketiga bekas bangsawan dari Dinasti Chou Ibukota kerajaan akhirnya
jatuh dan dihancurkan oleh Hsiang Yu. Tetapi, Hsiang Yu dikalahkan oleh bekas
pembantunya sendiri yang menjadi lawannya, yaitu Liu Pang. Liu Pang adalah
orang yang buta huruf yang berasal dari keluarga petani di daerah hulu Sungai
Han. Liu Pang kemudian mendirikan dinasti baru yang bernama Dinasti Han
Dinasti Han dipandang dinasti pertama yang berasal dari seorang pemberontak
petani di Cina.Dinasti Han ini dianggap resmi telah berdiri pada 206 SM, tetapi
sebenarnya baru berdiri pada 202 SM ketika Liu Pang mengalahkan Hsiang Yu.

Kerajaan atau Dinasti Han merupkan warisan dari zaman Dinasti Ch'in.
Perbedaannya, dinasti ini diberi dasar ideologi baru yang diambil dari konsep
filsafat Confucianisme Oleh Dinasti Han, filsafat Confucianisme disintesiskan
dengan warisan kebudayaan dari Dinasti Chou dan Dinasti Ch'in Kaisar pertama
terkenal dengan sebutan Han Kau Tzu(206-195 SM). Sebenarnya, Kan Tzu
adalah nama sebuah kuil (Miau Hau, temple name). Nama asli dari kaisar pendiri
Dinasti Han adalah Liu Pang. Liu adalah nama sebuah klan. sedangkan Pang
adalah namanya sendiri. Han dijadikan nama dinasti menurut daerah asal dari
pendiri dinasti itu, yaitu daerah hulu Sungai Han. Liu Pang adalah petani buta
huruf Ia dianggap hina oleh kawan kawannya. Karena itu, Dinasti Han
memerlukan cara yang sangat tepat untuk memuliakan dan mengagungkan
dinasti itu yang dihina sebagai dinasti bodoh Orang-orang yang mahir dalam
pengetahuan tentang tradisi Dinasti Chou dicari dan didatangkan oleh
pemerintahan Dinasti Han untuk menjadi penasihat khusus kera terutama orang-
orang yang memahami dan mendalami filsafat Confucianis. Karena pengetahuan
tentang tradisi Dinasti Chou terdapat dalam buku-buku klasik, pemahaman
tentang tradisi tersebut memerlukan kemampuan yang sangat khusus Sejumlah
buku klasik yang dapat diselamatkan dari upaya pembakaran para pemberontak
pada masa Dinasti Chin dipelajari dan dikaji kembali. Kelompok yang mampu
mempelajari isi buku-buku klasik hanyalah orang-orang yang berasal dari kaum
Gentry karena merekalah yang mempunyai cukup biaya dan waktu.

Sesudah kira-kira 100, tepatnya pada masa kaisar keempat dari Dinasti
Han Timur, Dinasti Han Timur mulai mengalami kemunduran. Di dalam
pemerintahan kaisar-kaisar yang masih bocah yang didampingi oleh para
walinya, kelompok-kelompok pemberontak terus bermunculan. Mereka terus
berupaya menggoyang kekaisaran yang sedang berkuasa dengan menyebarkan
intrik-intrik ke dalam lingkungan istana yang dibantu oleh orang-orang Kasim.
Krisis agraria yang mulai meletus pada akhir abad dua dan permulaan abad tiga
semakin menghangat. Keadaan ini telah menyebabkan munculnya
pemberontakan yang digerakkan oleh para petani. Salah seorang perwira dari
suku Wei berhasil memadamkan pemberontakan tersebut yang kemudian
merebut kekuasaan dan menaiki tahta singgasana kekaisaran pada 220.

Zaman Perpecahan I (220-589)

Setelah masa pemerintahan Dinasti Han berakhir, dinasti yang pertama


kali menggantikan kedudukannya adalah Dinasti Wei(220-265). Kota yang
kemudian ditetapkan sebagai ibukotanya adalah kota Lo Yang. Bersamaan
dengan itu, muncul pula Dinasti Wu(220-280) yang ibukotanya ditetapkan di
kota Nan-King (ibukota Cina Selatan) dan Dinasti Shu(220-265) yang
ibukotanya ditetapkan di kota Ch'engtu. Seiring dengan kemunculan tiga dinasti-
yang satu sama lain salin bersaing itu di Cina terkenal sebuah istilah atau
sebutan "zaman tiga kerajaan" atau zaman San Kuo(220-265). Sebutan"zaman
tiga kerajaan"ini merupakan salah satu bagian dari Zaman Enam Dinasti
Pada"zaman tiga kerajaan"ini, wilayah Cina mulai menyusut dan terpecah-pecah
menjadi kerajaan-kerajaan kecil yang berlangsung selama kira-kira tiga setengah
abad.

Dinasti Sui (589-618)

Dinasti Sui yang didirikan oleh Kaisar Yang Chien hanya mempunyai
dua orang kaisar yang pernah berkuasa, yaitu Yang Chien-yang diyakini sebagai
pendiri dinasti dengan sebutan Kaisar Sui Wen Ti(589-602)-dan seorang
penggantinya, yaitu putra kedua Sui Wen Liyang berhasil menyingkirkan
kakaknya(anak pertama Sui Wen Ti) dari tahta kerajaan yang bernama Kuang la
kemudian naik tahta dengan memakai gelar Kaisar Sui Yang Ti (605-618). Pusat
kerajaan pada masa Sui Wen Ti dipindahkan kembali ke Chang-an, sedangkan
pada masa Sui Yang Ti pusat kerajaan ditempatkan di kota Lo Yang.

Selain keberhasilan dalam proses pembangunan infrastruktur dan


suprastruktur, Kaisar Sui Yang Ti pun berhasil melakukan penyerangan-
penyerangan terhadap suku-bangsa Tue Chueh yang menjadi musuh besar
dinasti-dinasti Cina waktu itu. Kaisar Sui Yan Ti juga mengadakan persekutuan
dengan suku Tolos(dari bangsa Turki) yang tujuan utamanya adalah mengusir
suku-bangsa Tuyu-Hun dari bangsa Tibet. Rencana penyerangan juga disusun
dan diarahkan kewilayah Semenanjung Korea, bahkan hingga dua kali
penyerangan. Namun, rencana penyerangan yang disusun ma T'ang tersebut
selalu mengalami kegagalan. Pemerintahan Kaisar Sui Yang Ti berakhir akibat
pemberontakan dalam negeri dan perebutan tahta antara para perwira dan
pembesar kerajaan di berbagai daerah. Seorang gubernur militer dari distrik
Shansi yang bernama Li Yuan berhasil menurunkan kekuasaan Kaisar Sui Yang
Ti. Lalu, ia mendirikan dinasti baru yang bernama DinastiT'ang.

Dinasti T'ang(618-906)

Dinasti T'ang didirikan oleh Li Yuan yang kemudian mengukuhkan diri


sebagai kaisar dengan gelar Kaisar T'ang Kau Tzu (618-625). Sesungguhnya,
orang yang dianggap sebagai pendiri. Dinasti T'ang dan berhasil melakukan
konsolidasi internal adalah putra keduanya yang bernama Li Shih Min. Li Shih
Min kemudian menaiki tahta singgasana kerajaan dengan gelar Kaisar T'ang Tai
Tsung (625-649) Pada masa pemerintahan Kaisar T'ang Tai Tsung, banyak
musuh dari daerah padang rumput yang dapat dikalahkan. Bahkan, wilayah Asia
Tengah banyak ditaklukkan kem bali sehingga suku-suku yang masih keturunan
Turki-Uigur dijadikan sekutu setianya untuk menghancurkan suku-suku nomad
lainnya. Pada bagian akhir pemerintahan Kaisar Ming Huang, meletuslah
pemberontakan vano ap pin oleh An-Lu Shan pada 755-757. Sedemikian hebat
pemberontakan ini sehingga hampir saja menghancurkan kekuasaan Dinasti
T’ang. Setelah gerakan pemberontakan terjadi silih berganti, Dinasti T'ang
akhirnya merasakan kehancuran yang hebat yang disebabkan oleh
pemberontakan. Pemberontakan kedua digagas dan digerakkan oleh kelompok
petani yang dipimpin oleh seorang tokoh petani yang sangat terkenal bernama
Huang Ch'ao pada 874-885. Padahal, Huang Ch'ao disebut-sebut sebagai orang
yang pernah gagal dalam ujian sipil penerimaan pegawai kekaisaran.
Pemberontakan petani itu dimulai dari wilayah Shantung hingga menyebrang ke
wilayah selatan dan menduduki kota Kanton pada 879 Menurut berita yang
disebarkan oleh para pelancong Arab, terutama dari Ibn Khordazbeh dan Abu
Zayd, hampir seluruh penduduk Kanton-baik orang Cina maupun asing mati
terbunuh. Di antara orang-orang yang terbunuh ada sejumlah besar orang-orang
Cina yang sudah menganut Islam. Dari kota Kanton, gerakan pemberontakan
semakin meluas hingga ke wilayah utara. Mereka merampas dan menguasai kota
Lo-Yang dan Chang-an pada 881 sehingga Kaisar T'ang harus mengungsikan
seluruh pasukannya ke kota lain. Setelah berhasil menguasai keadaan, pimpinan
para pemberontak, Huang Ch'ao, mendirikan dinasti baru yang kemudian diberi
nama Dinasti Ta Chi. Setelah pertempuran antara pemberontak dan pemerintah
berlangsung beberapa saat, gerak laju pemberontakan Huang Chao itu berhasil
dipadamkan oleh pasukan kerajaan. Dengan demikian, kekuasaan Dinasti T'ang
dapat diselamatkan dari ulah pemberontakan yang ingin merampas tahta
kekuasan. Namun, tidak lama setelah pemberontakan usai, di antara para
panglima tentara terjadi rivalitas untuk memperebutkan tahta kerajaan. Rivalitas
inilah yang pada akhirnya menjadikan seluruh wilayah Cina kembali berada di
masa-masa yang dipenuhi konflik dan perpecahan untuk kedua kalinya pada
Zaman Lima Dinasti (907-960).

Zaman lima dinasti


Zaman perpecahan II 907-960
Setelah terpecah-pecah menjadi beberapa negara dan kerajaan kecil
selama beberapa kali, Cina dapat dipersatukan kembali Kali ini, dinasti yang
berhasil mengusung persatuan adalah Dinasti Sung (960-1280). Sayangnya,
wilayah kekuasaan yang dimiliknya tidak melebihi daerah luar Cina Asli, bahkan
semakin susut karena semakin banyak wilayah yang memisahkan diri dari
induknya Menyusul kemudian suku-bangsa Tangut yang masih keturunan
bangsa Tibet di sebelah barat laut yang berhasil mendirikan Kerajaan Hsi Hsia
atau Hsia Barat (990-1227). Dari bangsa Khitan, muncullah kekuatan baru yang
berasal dari suku bangsa Yurchid atau Yuchen (Nuchen)yang berhasil
mendirikan Dinasti Chin atau Kin (1114-1234). Mereka juga termasuk keturunan
bangsa Mongolia Tungus yang menjadi belahan dari bangsa Khitan. Pada
mulanya, mereka menjadi negara vazal dari bangsa Khitan, tetapi kemudian
mereka melakukan pemberontakan terhadap bangsa Khitan. Dinasti Sung pernah
mengadakan persekutuan dengan Dinasti Ch'in untuk menghancurkan Liao
(1125). Tetapi, setelah itu, Dinasti Sung diserang dan diusir ke sebelah selatan
Sungai Yangtzu (127). Sejak saat itu, Cina Asli terbagi lagi menjadi dua dinasti:
Dinasti Chin menguasai Cina sebelah utara dan bangsa asing yang menguasai
wilayah Yarchid: dinasti bangsa Cina Asli-yang lazim disebut Kerajaan Sung
Selatan(1127-1280)-yang menguasai Cina sebelah selatan. Kerajaan Sung
Selatan harus dibedakan dengan Dinasti Sung Utara (960-1127) yang
memerintah Cina Asli.

Pada 1024, kaum militer di bawah pimpinan Han To Wei-dengan


bantuan kaum gentry kecil berhasil mendesak kaisar untuk melaksanakan
program militernya. Tetapi, serangan-serangan militer yang diarahkan ke
wilayah bagian utara selalu mengalami kegagalan yang sangat parah. Karena itu,
Han To Wei dihukum mati dan kepalanya dikirimkan kepada Dinasti Chin
bersama upeti perdamaian pada 1028. Pada kira-kira 1250, timbullah kelompok
oposisi baru di bawah pimpinan Chia Shih Tao Kaum oposis yang mengusulkan
kepada pemerintah untuk segera mengadak nasionalisasi hak kepemilikan tanah
secara besar-besaran dengan cara memberi ganti rugi berupa uang dengan
jumlah yang layak. Kemudian, tanah-tanah tersebut diserahkan kepada para
petani untuk digarap dengan upah tertentu, sedangkan hasil tanah diserahkan
kepada negara untuk membiayai pasukan tentara. Dalam pada itu, Dinasti Chin
berhasil dikalahkan oleh bangsa Mongolia. Rupa-rupanya, serangan kepada
Dinasti Chin menjadi sasaran antara karena kemudian mereka menyerang
Kerajaan Sung Selatan. Karena kaum Gentry mengetahui Shih Tao-yang
menjadi pimpinan kaum Gentry berkomplot dengan musuh. Akhirnya, di bawah
pimpinan Kubilai Khan yang menjadi pimpinan besar bangsa Mongolia, seluruh
daratan Cina Selatan dapat ditaklukannya. Dengan demikian, berakhirlah zaman
Dinasti Sung yang berprestasi itu pada 1280.

Bangsa Mongolia dan Dinasti Yuan(1260-1368)

Pada mulanya, daerah yang sekarang disebut Mongolia didiami oleh


berbagai suku bangsa seperti Mongolia, Turki, dan Tartar. Hingga permulaan
abad dua belas, sebenarnya belum dikenal apa yang disebut sebagai bangsa
Mongolia Sejak kira-kira dua puluh lima SM hingga 350, daerah itu dikuasai
oleh Bangsa Hsiungnu. Kekuasaan atas wilayah itu beralih kepada Bangsa Hsien
Pei sampaikira-kira 400. Bangsa Yuan-Yuan menguasai wilayah itu sampai 500,
sedangkan bangsa Tuchueh hingga 600. Setelah bangsa Turki Uigur berhasil
menghancurkan salah satu dinasti Cina, ia memegang hegemon atas wilayah itu
sampai kira-kira 840 yang kemudian digantikan oleh bangsa Turki Shato
(Kirgis). Setelah bangsa Kirgis mundur ke daerah lembah hulu Sungai Jenissei
pada 950, hegemon atas kekuasaan jatuh bangun di antara suku Su Pei dari
bangsa Tartar yang pusat kekuasannya terletak di lembah Sungai Orkhon
(sebelah selatan Danau Naikal). Selama kira-kira dua abad, mereka harus
mengakui sovereinitas Dinasti Liao. Setelah itu, mereka terpecah-pecah dan
diusir dari lembah Sungai Orkhon oleh Suku Neiman. Di sebelah tim suku
Neiman, berdiamlah suku Kerait yang terbentuk dari suku-suku Mongolia dan
sisa-sisa suku Kirgis. Daerah kekuasaaan mereka terletak di antara Sungai
Orkhon dan Sungai Argun yang keduanya merupakan anak sungai Amur. Di
sana, berdiamlah suku-suku bangsa Mongolia yang masih bercerai-berai,
sedangkan di sebelah utara mereka, berdiamlah suku Tartar.

Berdasarkan berbagai peristiwa yang terjadi menyelang dan setelah


kehancuran Kerajaan Mongolia dapat disimpulkan beberapa penyebab
Kehancurannya, sebagai berikut:

 Kesalahan psikologis yang terjebak pada anggapan bahwa prajurit Mongolia-


meskipun tanpa latihan yang teratur tetap akan menjadi prajurit-prajurit ulung
sebagaimana sebelumnya.
 Terlambat untuk segera bertindak dalam upaya menyatukan golongan Gentry
Cina ke dalam aparatur pemerintahan.
 Sistem politik yang menimbulkan penindasan di bidang sosial-ekonomi
sehingga mendapat perlawanan yang sengit dari mereka yang terzhalimi.

Dinasti Ming (1368-1644)

Zaman Dinasti Ming memunculkan fenomena baru tentang zaman


modern dalam sejarah dan peradaban Cina Menurut Wolfram Eberhard,
fenomena baru itu sebenarnya sudah terjadi sejak zaman Dinasti Yuan. Karena
itu, Dinasti Yuan-lah yang dianggap sebagai peletak awal dari zaman modern
sejarah Cina itu, bukan Dinasti Ming Penyebutan "zaman modern itu"
diindikasikan oleh perkembangan masyarakat yang memulai pembentukan
golongan atau klasifikasi masyarakat. Masa itu, kaum Gentry tetap dianggap
sebagai kelas yang memerintah (elit penguasa). Tetapi, seiring dengan semakin
majunyabdunia industri kerajinan tangan (kerajinan sutra dan porselen),
perdagangan (yang sudah digagas dan dimulai sejak zaman Dinasti T'ang),
pertambangan, penanaman kapas (untuk pertama kali dilakukan secara besar-
besaran pada zaman Dinasti Yuan),serta semakin majunya perdagangan luar
negeri, segolongan kaum pedagang dan pengusaha kerajinan mencapai
kedudukan yang semakin kuat. Bahkan, mereka menjadi segolongan orang yang
menempati kelas menengah borjuis. Perdagangan luar negeri pada zaman
Dinasti Ming terjadi dengan memanfaatkan jalur laut seperti yang terjadi pada
zaman Dinasti Sung. Karena itu, pelabuhan laut semakin ramai sehingga
membentuk permukiman baru di pesisir. Seiring dengan muncullnya kekuasaan
Kerajaan Mongolia dengan Pax-Mongolica-nya, perdagangan luar negeri
melalui jalan laut menjadi sangat penting karena hubungan dagang melalui jalan
darat menjadi tidak aman.

Dinasti Manchu (1644-1912)

Bangsa Manchu merupakan ahli waris yang sah dari Dinasti Chin dan
Dinasti Yuan. Sejalan dengan naiknya bangsa Mancu ke tar kekuasaan, semakin
maju pula peradabannya. Mereka banyak memahami kebudayaan dan sistem
peradaban Cina berkat pelaksanaan Nurhachi dan Abahai. Mereka berusaha
keras untuk menyesuaikan diri dengan sistem peradaban Cina. Untuk tujuan
tersebut mereka memperkerjakan orang-orang Cina dalam struktur birokrasi
pemerintahan. Mereka juga banyak belajar dari bangsa Mongolia Timur. Huruf
Yunchen digantikan oleh huruf Mongolia yang lebih praktis yang berasal dari
bangsa Uigur. Organisasi milliter pun dibangun yang awalnya sudah digagas
oleh bangsa Manchu terkenal dengan nama organisasi vandel (organisasi panji-
panji). Disebut “vandel” karena setiap laskar mempunyai panji-panji sendiri
yang warnanya berbeda-beda sesuai dengan kesatuannya. Satu vandel sama
dengan satu divisi yang terdiri dari lima jalan (resimen) yang masing-masing
jalannya lima niro Setiap niro terdiri dari 800 orang ajurit (niro = panah).
Semula, jumlah prajurit terdiri dari empat vandel, tetapi pada 1516, diubah
menjadi delapan vandel. Dengan kekuatan pasukan tentara yang tergabung
dalam vandel-vandel itu, daerah kerajaan semakin diperluas ke sebelah utara
hingga mencapai Sungai Amur. Pada 1637, wilayah Korea berhasil di taklukkan.
Menjelang akhir kekuasaan Dinasti Ming, bangsa-bangsa barat sudah
mulai berdatangan ke Cina, pada masa Dinasti Manchu bangsa barat semakin
banyak lagi yang berdatangan. Mereka melakukan perdagangan dengan Cina
atas syarat-syarat yang ditentukan oleh Cina dan kegiatan perdagangan mereka
dibatasi oleh kesepakatan K'ang Hsi menetapkan aturan bahwa hanya orang-
orang Kanton yang terbuka lebar untuk membuka perdagangan dengan bangsa
asing. Perdagangan itu hanya boleh dilakukan dengan sistem Kohong. Pedagang
asing dilarang mrlakukan hubungan langsung dengan prnduduk. Mereka hanya
boleh bertransaksi dengan perantara para saudagar kohong, yaitu saudagar Cina
tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk mengurus perdagangan dengan
bangsa asing.

Hingga kira-kira 1840, bangsa Barat (baca: Eropa) tidak berani


melakukan pelanggaran atas ketetapan perdagangan yang diputuskan oleh
pemerintah Cina itu. Namun, seiring dengan munculnya kolonialisme dan
imperialisme modern yang dilancarkan bangsa Barat ketika menyerbu Cina yang
dipelopori oleh Inggris yang kemudian diikuti oleh bangsa lainnya, ketetapan itu
terhapus dengan sendirinya. Bahkan, bangsa Jepang pun mengikuti semangat
imperialis-kolonialis bangsa Barat untuk menduduki dan menanamkan
pengaruhnya di Cina. Kira-kira pada 1900, persiapan untuk melancarkan
Revolusi Besar Cina kedua mulai dilakukan. Revolusi ini diwali oleh munculnya
berbagai krisis agraria, sosialisasi pemmodern Barat, penumbuhan semangat
nasionalisme modern Cina dan keharusan menghadapi imperialisme-
kolonialisme Barat, serta gerakan nasionalitas (nasionalisme) dari dalam negeri
Cina sendiri yang semakin menghebat. Seluruh fenomena tersebut menjadi
penggerak bagi gerakan penghancuran Dinasti Manchu yang dihancurkan oleh
Revolusi Cina pada 10 Oktober 1911. Pada 1 Januari 1912, resmillah Cina
menjadi negara Republik Cina (Republik Rakyat Cina, Chung Hua Min Kuo;
Negeri Chung Hua; Tionghoa).
Analisis Buku
Dilihat dari cover, buku ini dikemas dalam dua warna yaitu merah dan
krem. Dengan warna yang simple dan dibubuhi tulisan mengenai judulnya
dengan warna merah membuat buku ini terlihat menarik. Dengan judul “Sejarah
dan Peradaban Cina” tentu pembaca akan paham mengenai isi buku tersebut,
serta dengan jumlah halaman 248 ini terbilang tipis untuk buku yang mengkaji
mengenai Sejarah China lainnya. Fokus kajian buku ini yaitu mengenai
“Analisis Filosofis-Historis dan Sosio-Antropologis”, sehingga membuat
pembaca lebih jelas memahami inti pembahasan dari buku ini dan penasaran
ingin membacanya. Dengan gaya tulisan yang pas dan ukuranya sesuai membuat
cover depan dari buku ini elegan dan tidak terlalu rumit.
Menuju ke daftar isi, jika dilihat saya rasa kurang rapih dalam segi
penulisan, karena tulisan “isi buku (daftar isi)” terlalu menjolok ke bawah,
sehingga atas nya kosong dan kurang menarik. Jika dilihat dari daftar isi, buku
ini memuat kajian dari awal Pra-Sejarah China, Asal Usul Bangsa China,
kemudian dilanjutkan mengenai dinasti-dinasti yang pernah berkuasa di China,
aliran filsafat yang kemudian menjadi sebuah kepercayaan masyarakat China,
sampai gerakan pembaharuan di China. Dari hal tersebut, buku yang hanya
memiliki 248 halaman ini dan berbahasa Indonesia cukup lengkap yang ditulis
oleh orang Indoensia asli mengenai China dalam keseluruhan. Buku ini
berupaya untuk mengulas sejarah secara rinci dan sistematis tentang
perkembangan sejarah dan peradaban tertua di dunia. Dalam ulasannya,
prespektif yang digunakan oleh buku ini berpijak pada kajian filosofis-historis,
filosofis-religius, dan sosio-antropologi. Dengan demikian buku ini menjadi
terlihat berbeda dan dengan buku Sejarah China lainnya.

2. JEPANG
Identitas Buku
Judul : Mengenal Jepang
Pengarang : Ajip Rosidi
Kota/ Tahun Terbit : Jakarta Pusat/ 1981
Penerbit : Pusat Kebudayaan Jepang Jakarta (The Japan
Foundation)
Cetakan : Ke- 1
Jumlah Halaman : 180 Halaman

Garis Besar Isi Buku

3. KOREA
Identitas Buku
Judul : Jejak Mata Pyongyang
Pengarang : Seno Gumira Ajidarma
Kota/ Tahun Terbit : Bandung/ 2015
Penerbit : Muffin Graphics (PT Mizan Pustaka)
Cetakan : Ke- 1
Jumlah Halaman : 156 Halaman

Garis Besar Isi Buku

Anda mungkin juga menyukai