Anda di halaman 1dari 12

Peradaban Tiongkok (Cina)

A. Pengertian, Masa Perkembangan Serta Kondisi Alam Dan Sosial


Prasejarah, Peradaban Cina kuno Sebagian besar wilayah negeri Cina terdiri dari
pegunungan. Di sebelah utara mengalir Sungai Hoang Ho atau Sungai Kuning. Di sebelah
selatan mengalir Sungai Yang Tse Kiang. Di lembah Sungai Hoang Ho inilah berkembang
kebudayaan Cina Kuno.
Nama Tiongkok berasal dari kata Chung Kuo yang berarti Negeri Tengah. Orang Cina
Kuno menganggap negerinya berada di tengah-tengah dunia. Penduduknya disebut Chung
Hua yang berarti Penduduk Negeri Tengah. Dari kata Chung kuo berubah menjadi
Tiongkok, sedangkan dari kata Chung Hua menjadi Tionghoa.
Kehidupan masyarakat Cina Kuno dapat dilihat dari dua sisi kehidupan, yaitu kehidupan
ekonomi dan sosial.
Kehidupan Ekonomi
Pada masa Dinasti Shang, mata pencaharian penduduk Cina Kuno sebagai petani. Para petani
saat itu sudah menggunakan bajak untuk mengolah tanah. Selain itu, ada juga yang beternak,
berburu dan menangkap ikan. Pada masa Dinasti Chou, kehidupan masyarakat semakin
berkembang. Ada yang menjadi pedagang, penenun, pengrajin, penebang kayu dan buruh.
Pada masa Dinasti Chin, mata pencaharian utama penduduk adalah petani dan penenun.
Kehidupan Sosial
Dalam kehidupan sosial masyarakat Cina Kuno diatur dalam aturan feodalisme. Kelompok
bangsawan berkuasa atas rakyat. Rakyat wajib membayar upeti/pajak kepada bangsawan.
Masyarakat Cina Kuno menghormati beberapa kekuatan gaib. Penghormatan itu ditujukan
kepada:
1. Dewa Langit (Syangit) sebagai dewa tertinggi.
2. Kekuatan alam.
3. Arwah leluhur.
Sedangkan sistem pemerintahan yang lazim digunakan di Cina ketika itu adalah sistem
dinasti. Sistem ini menganut pergantian kekuasaan secara turun-temurun. Dinasti-dinasti yang
pernah berkuasa di Cina adalah:
1. Dinasti Shang
2. Dinasti Chou
3. Dinasti Chin
4. Dinasti Han
5. Dinasti Tang
6. Dinasti Shung
Mari kita bahas satu-persatu:
1. Dinasti Shang
Pemerintahan Dinasti Shang dipusatkan di kota Anyang di dekat Sungai Kuning. Kota ini
merupakan kota tertua dan terpenting di Cina pada masanya. Corak pemerintahan Dinasti
Shang dititik beratkan pada bidang militer. Oleh karena itu, prajuritnya ahli dalam berperang
dengan menggunakan kereta berkuda yang disertai busur dan anak panah.
2. Dinasti Chou
Pada masa ini, raja-raja menyerahkan tugas pemerintahan kepada para bangsawan. Tugas
pemerintahan itu meliputi pengurusan pajak, keamanan dan lain-lain. Sebagai imbalannya
para bangsawan memperoleh sebidang tanah yang disebut vazal. Sistem vazal akhirnya
merugikan pemerintah, karena sering terjadi kekacauan antar bangsawan meupun
pemberontakan. Kemudian Dinasti Chou melemah, dan sebagai gantinya adalah berkuasa
Dinasti Chin.
3. Dinasti Chin
Raja yang terkenal pada dinasti ini ialah Kaisar Shin Huang Ti. Dia sangat memperhatikan
kemakmuran rakyat. Dalam bidang perdagangan, raja membuat ukuran timbangan yang
seragam. Dia merintis hubungan dagang dengan India. Untuk menghadapi serangan bangsa
Syung-Nu, dibuatlah tembok raksasa. Tembok raksasa itu kini dikenal dengan sebutan Great
Wall atau Tembok Besar Cina.
4. Dinasti Han
Raja yang terkenal pada dinasti ini adalah Han Hwu Tie. Agama Konfusionisme dijadikan
sebagai agama negara. Perdagangan dengan negara-negara lain ditingkatkan. Masyarakat
pada dinasti ini sudah dapat membuat kertas. Bahannnya terbuat dari kulit kayu dan kain-kain
bekas.
5. Dinasti Tang
Dinasti Tang mengalami kejayaan waktu diperintah oleh Li Shih Min Tang tai Tsung. Bidang
seni syair dan seni lukis mengalami kemajuan yang baik.
6. Dinasti Shung
Raja-raja Dinasti Shung sangat memperhatikan bidang seni dan ilmu pengetahuan. Kerajinan
porselin juga berkembang dengan baik.
Tiongkok diserang bangsa Mongol di bawah pimpinan Jenghis Khan. Bangsa Mongol
berhasil menduduki Tiongkok. Pada abad 14, bangsa Mongol berhasil dikalahkan Tiongkok.
Setelah itu Tiongkok diserang oleh bangsa Mansyuria.
Seni sastra
Seni sastra Cina Kuno bersumber pada ajaran-ajaran filsafat. Pada masa Dinasti Chou muncul
filsuf-filsuf besar seperti, Lao Tse, Kong Fu Tse dan Meng Tse. Pengaruh ajaran tersebut
menjadikan keadaan pemerintahan yang semula kacau menjadi baik.
Lao Tse mengajarkan agar manusia mengikuti jalan yang ditentukan oleh alam dan menolak
kehidupan duniawi. Menurut ajaran ini, terdapat kekuatan gaib yang mengatur alam semesta..
Kekuatan gaib tersebut dinamakan Tao. Keadilan dan ketentraman akan tercapai bila setiap
orang tunduk pada Tao. Oleh karena itu, ajaran Lao Tse terkenal dengan nama Taoisme. Tao
artinya jalan. Ajaran Lao Tse dimuat dalam buku yang berjudul Tao Te Ching.
Kong Fu Tse mengajarkan agar orang-orang Cina kembali pada kehidupan lama,
sebagaimana tradisi atau kebiasaan para leluhur. Selain itu, Kong Fu Tse mengajarkan orang
harus mengutamakan akhlak yang baik. Ajaran ini dinamakan Konfusianisme Kong Fu Tse,
atau disebut Konfusius.
Meng Tse mengajarkan ajaran yang menyangkut soal pemerintahan. Ia berpendapat bahwa
setiap manusia mempunyai pembawaan yang baik. Bila seseorang berbuat jahat, hal itu akibat
tidak puas atas pemerintahan yang buruk. Menurut dia, rakyat mempunyai hak untuk
memberontak jika kaisar yang berkuasa tidak memperhatikan kesejahteraan rakyat.
Bangsa Cina kuno telah mengenal tulisan sejak zaman Dinasti Shang. Tulisan-tulisan
biasanya terdapat pada kulit penyu, tulang-tulang binatang atau pada piring-piring.
Tulisannya berbentuk gambar atau lambang (pictograf). Pada masa Dinasti Chou, tulisan
dipahatkan pada potongan-potongan bambu. Tiap daerah mempunyai bentuk tulisan sendiri.
Pada Dinasti Chin, tulisan Cina berhasil disatukan.
Dibidang seni bangunan, bangsa Cina Kuno telah memiliki keahlian yang tinggi. Hal ini
terbukti dari hasil-hasil seni bangunan seperti Kuil Langit, Tembok Besar atau Pintu Gerbang
Kuil. Kuil Langit dibangun untuk menghormati Dewa Langit ini terdapat di Peking.
Tembok Besar Cina dibangun pada masa Dinasti Chin. Tembok Besar ini merupakan salah
satu keajaiban dunia. Tembok ini disebut besar atau raksasa karena ukurannya. Panjangnya
2.430 Km, lebar 8 m, dan tinggi 16 m. Tembok ini dibangun selama 20 tahun dengan tenaga
1.000.000 orang. Tembok Besar dibangun untuk menahan serangan dari suku-suku Barbar di
sebelah utara, seperti suku Hsiung-Nu.
Pada masa peradaban Cina Kuno, Peking adalah tempat kediaman Kaisar. Di situ banyak
istana dan kuil. Pintu gerbang kuil Kong Fu Tse sangat bagus buatannya. Dinding-dindingnya
dihiasi tegel berwarna-warni. Atapnya berbentuk melengkung ke atas. Pintu gerbang ini
merupakan jalan masuk menuju kuil. Kuil itu merupakan tempat untuk menghormati arwah
guru besar bangsa Tionghoa.

B. Karakteristik Serta Perwujudan Budaya


Seni sastra
Pada zaman Cina Kuno, perkembangan seni sastra tidak dapat dipisahkan dengan
perkembangan tulisan. Pada awalnya huruf Cina dibuat dengan sangat sederhana, yaitu satu
lambang menunjukkan satu pengertian.
Tulisan ini ditulis pada kulit atau bambu. Baru pada masa kekuasaan dinasti Han ditemukan
kertas, sehingga karya sastra mengalami perkembangan yang sangat pesat di Icna.Szima
Tzien seorang pujangga pada zaman dinasti Han telah mengarang kitab sejarah dari masa
sejak zaman purba sampai dengan masa pemerintahan Kaisar Han Wu Ti.
Seni bangunan
Seni bangunan yang dihasilkan pada peradaban Cina Kuno adalah sebagai berikut :
1. The Great Wall of China
The Great Wall of China adalah Tembok Besar Cina. Tembok raksasa Cina ini dibangun
dalam waktu 18 abad dan selesai pada masa kekuasaan dinasti Ming.
2. Bangunan kuil
Bangunan kuil adalah bangunan suci tempat pemujaan para dewa. Kuil yang terkenal di Cina
adalah Kuil Dewa Beijing. Kuil ini terbuat dari batu pualam yang dikelilingi oleh tiga
pelataran yang indah dan dibagian tengah terdapat tangga yang terbuat dari batu pualam
pilihan. Atap bangunan dibuat berlapis tiga. Menurut kepercayaan masyarakat Cina, tangga
ini merupakan tangga untuk roh-roh leluhur.
3. Istana
Istana kaisar atau raja Cina dibangun dengan sangat megah dan indah dengan tujuan sebagai
tanda penghormatan terhadap kaisar atau raja. Rakyat Cina sangat menghormati kaisar,
karena kaisar dipandang sebagai penjelmaan para dewa, sehingga kemegahan istana tidak
jauh berbeda dengan kemegahan kuil tempat pemujaan para dewa.
Seni kerajinan
Seni kerajinan masyarakat Cina Kuno adalah lukisan dan keramik. Keramik merupakan ciri
khas dan hasil karya masyarakat Cina. Pembuatan keramik mengandung jiwa seni, karena
pada benda-benda keramik terdapat berbagai macam bentuk hiasan. Seperti guci keramik
yang dihiasi dengan gambar seekor naga atau dihiasai dengan gambar-gambar hewan maupun
tumbuh-tumbuhan.

C. Ragam Budaya India Dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan


Budaya Bangsa Lain
Pengaruh Peradaban Timur (China) di Asia Tenggara
1. Awal Pradaban Asia Tenggara
Kawasan Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan kuno di dunia jika dilihat adanya
penduduk yang hidup di wilayah ini. Hal ini dilihat dari banyaknya penemuan fosil-fosil
manusia purba di beberapa wilayah Asia Tenggara, terutama di Indonesia. Kawasan ini, pada
masa protosejarah sebenarnya merupakan wilayah yang dinamis dalam perkembangan
kebudayaannya. Wilayah tersebut merupakan terminal migrasi bangsa yang datang dari arah
Asia kontinental. Dalam upaya menempati wilayah yang baru saja dihuni, manusia migran
dari daratan Asia mengembangkan kebudayaannya yang akan menjadi dasar perkembangan
kebudayaan Asia Tenggara hingga kini.
Setelah beberapa ratus abad bermukim di daratan Asia Tenggara, orang-orang yang kemudian
mengembangkan kebudayaan Austronesia tersebut, sebagian ada yang melanjutkan
migrasinya ke wilayah kepulauan, menyebar ke arah kepulauan Nusantara dan juga Filipina,
bahkan terus berlanjut ke arah pulau-pulau di Samudera Pasifik. Menurut Robert von Heine
Geldern, migrasi ke arah wilayah kepulauan terjadi dalam dua tahap, yaitu:
a. Tahap pertama berlangsung dalam kurun waktu antara 2500--1500 SM
b. Tahap kedua berlangsung dalam kurun waktu yang lebih muda antara 1500500 SM
(Von Heine Geldern 1932 and 1936; Soejono 1984: 206--208).
Kesimpulan tersebut didasarkan kepada berbagai penemuan arkeologi, antara lain monument-
monumen dari tradisi megalitik yang tersebar di berbagai wilayah Asia Tenggara termasuk di
Indonesia. Gelombang pertama menghasilkan kebudayaan megalitik tua dengan cirinya selalu
menggunakan batu-batu alami besar, sedikit pengerjaan pada batu, dan minimnya ornament.
Dalam gelombang kedua migrasi dihasilkan kebudayaan megalitik muda yang mempunyai
cirri, batu-batu tidak selalu berukuran besar, telah banyak pengerjaan pada batu, dan juga
telah banyak digunakan ornamen dengan beragam bentuknya. Megalitik muda itu telah
menempatkan nenek moyang bangsa-bangsa Asia Tenggara dalam era proto-sejarah.
Bersamaan dengan berkembangnya kebudayaan megalitik muda, kemahiran mengolah bijih
logam telah maju, sehingga masa itu juga telah dihasilkan benda-benda dari perunggu dan
besi.
Sebagai makhluk yang belum berperadaban, pada mulanya mereka hidup dengan cara
berburu binanatng-binatang liar dengan cara nomaden. Namun seiring berkembangnya anak
keturunannya, mereka mulai memikirkan suatu pola hidup yang baru. Dan mulailah mereka
menetap yang kemudian berkembang dari sistem perburuan menjadi pertanian, meski pada
mulanya mereka tetap mempertahankan perburuan. Namun pada perkembangannya, mereka
mulai menemukan sistem bercocok tanam yang baik dan mengumpulkan bahan makanan.
Ketika migrasi telah mulai jarang dilakukan, dan orang-orang Austronesia telah menetap di
beberapa wilayah Asia Tenggara, terbukalah kesempatan untuk lebih mengembangkan
kebudayaan secara lebih baik lagi. Berdasarkan temuan artefaknya, dapat ditafsirkan bahwa
antara abad ke-5 SM hingga abad ke-2 M, terdapat bentuk kebudayaan yang didasarkan
kepada kepandaian seni tuang perunggu, dinamakan Kebudayaan Dong-son. Penamaan itu
diberikan atas dasar kekayaan situs Dong-son dalam beragam artefaknya, semua artefak
perunggu yang ditemukan dalam jumlah besar dengan bermacam bentuknya. Dong-
son sebenarnya nama situs yang berada di daerah Thanh-hoa, di pantai wilayah Annam
(Vietnam bagian utara). Hasil-hasil artefak perunggu yang bercirikan ornament Dong-son
ditemukan tersebar meluas di hampir seluruh kawasan Asia Tenggara, dari Myanmar hingga
kepulauan Kei di Indonesia timur.
Bermacam artefak perunggu yang mempunyai ciri Kebudayaan Dong-son, contohnya nekara
dalam berbagai ukuran, moko (tifa perunggu), candrasa (kampak upacara), pedang pendek,
pisau pemotong, bejana, boneka, dan kampak sepatu. Ciri utama dari artefak perunggu Dong-
son adalah kaya dengan ornamen, bahkan pada beberapa artefak hampir seluruh bagiannya
penuh ditutupi ornamen. Hal itu menunjukkan bahwa para pembuatnya, orang-orang Dong-
son (senimannya) memiliki selera estetika yang tinggi (Wagner 1995: 2526). Kemahiran
seni tuang perunggu dan penambahan bentuk ornamen tersebut kemudian ditularkan kepada
seluruh seniman sezaman di wilayah Asia Tenggara, oleh karenanya artefak perunggu Dong-
son dapat dianggap sebagai salah satu peradaban pengikat bangsa-bangsa Asia Tenggara.
Seorang ahli sejarah Kebudayaan bernama J.L.A.Brandes pernah melakukan kajian yang
mendalam tentang perkembangan kebudayaan Asia Tenggara dalam masa proto-sejarah.
Brandes menyatakan bahwa penduduk Asia Tenggara daratan ataupun kepulauan telah
memiliki 10 kepandaian yang meluas di awal tarikh Masehi sebelum datangnya pengaruh
asing, yaitu:
1. Telah dapat membuat figur boneka
2. Mengembangkan seni hias ornamen
3. Mengenal pengecoran logam
4. Melaksanakan perdagangan barter
5. Mengenal instrumen musik
6. Memahami astronomi
7. Menguasai teknik navigasi dan pelayaran
8. Menggunakan tradisi lisan dalam menyampaikan pengetahuan
9. Menguasai teknik irigasi
10. .Telah mengenal tata masyarakat yang teratur
Pencapaian peradaban tersebut dapat diperluas lagi setelah kajian-kajian terbaru tentang
kebudayaan kuno Asia Tenggara yang telah dilakukan oleh G.Coedes. Beberapa pencapaian
manusia Austronesia penghuni Asia Tenggara sebelum masuknya kebudayaan luar.
Di bidang kebudayaan materi telah mampu:
Kemahiran mengolah sawah, bahkan dalam bentuk terassering dengan teknik irigasi
yang cukup maju
Mengembangkan peternakan kerbau dan sapi
Telah menggunakan peralatan logam
Menguasai navigasi secara baik
Pencapaian di bidang sosial
Menghargai peranan wanita dan memperhitungkan keturunan berdasarkan garis ibu
Mengembangkan organisasi sistem pertanian dengan pengaturan irigasinya
Pencapaian di bidang religi:
Memuliakan tempat-tempat tinggi sebagai lokasi yang suci dan keramat
Pemujaan kepada arwah nenek moyang/leluhur (ancestor worship)
Mengenal penguburan kedua (secondary burial) dalam gentong, tempayan, atau
sarkopagus.
Dalam hal religi penduduk kepulauan Indonesia masa itu mengenal upacara pemujaan kepada
arwah nenek moyang (ancestor worship). Kekuatan supernatural yang dipuja umumnya
adalah arwah pemimpin kelompok atau ketua suku yang telah meninggal. Sebagai sarana
pemujaannya didirikan berbagai monumen megalitik, antara lain punden berundak, menhir,
dolmen, kubur batu, batu temu gelang, dan lain-lain.
2. Masuknya Pengaruh Cina
Kebudayaan Austronesia tidak mungkin berkembang sendiri di wilayah Asia Tenggara,
karena kawasan tersebut menjadi arena pertemuan dua kebudayaan besar Asia yang telah
lama berkembang, kedua kebudayaan itu adalah India dan Cina. Di awal tarikh Masehi,
dalam periode protosejarah, dapat dipastikan banyak pelaut dan niagawan dari Cina dan India
saling berkunjung. Para pelaut tersebut sudah pasti melalui laut, selat, dan pantai-pantai Asia
Tenggara. Pada masa itulah terjadi interaksi antara para pelaut Cina dan India dengan
penduduk Asia Tenggara yang merupakan bangsa besar Austronesia yang telah mengalami
diasporanya.
Kebudayaan bangsa-bangsa di Asia Tenggara (baca: Austronesia) akhirnya diperkaya dengan
diterimanya pengaruh dua kebudayaan besar Asia pada masa itu. Maka tidak mengherankan
apabila banyak aspek kebudayaan yang datang dari India dan Cina kemudian diterima oleh
sub-bangsa-bangsa Austronesia di Asia Tenggara.
Apabila diperhatikan secara saksama, maka banyak bangsa Asia Tenggara yang pada awal
tarikh Masehi justru menerima kebudayaan India. Penduduk di wilayah Jawa, Sumatera, Bali,
Semenanjung Malaysia, Tumasik (Singapura), Thailand, Khmer, Champa, Myanmar yang
menerima aspek-aspek budaya India. Adapun Laos dan Vietnam banyak dipengaruhi oleh
budaya Cina, walaupun pengaruh kebudayaan India meninggalkan pula jejaknyawalau
sedikitdi Laos dan Vietnam. Filipina agaknya lebih lama berada dalam masa proto-sejarah
dan tetap mengembangkan kebudayaan Austronesia yang awal. Berdasarkan bukti-bukti
arkeologis yang dapat dilacak di Filipina, dapat ditafsirkan bahwa Filipina tidak banyak
mendapat pengaruh dari kebudayaan India atau Cina. Penduduk Filipina selatan langsung
menerima agama Islam dalam abad ke-15, sedangkan penduduk Filipina di pulau-pulau
bagian utara yang masih mengembangkan kebudayaan Austronesia langsung bergaul dan
menerima kebudayaan Spanyol yang mengembangkan agama Katholik.
Apabila dibuat prosentasinya negara-negara Asia Tenggara yang mendapat pengaruh budaya
India dan yang mendapat pengaruh budaya Cina di awal tarikh Masehi, maka keluarlah
angka 70 % untuk budaya India, 20 % untuk budaya Cina, dan 10 % yang masih
mengembangkan budaya Austronesianya, artinya tidak mendapat pengaruh dari dua
kebudayaan tersebut. Sebenarnya hanya 3 aspek yang diterima dari kebudayaan India oleh
kebudayaan sub-bangsa-bangsa Austronesia di Asia Tenggara, yaitu (1) agama Hindu-
Buddha, (2) penggunaan aksara Pallawa yang menjadi dasar terbentuknya aksara-aksara
tradisional Asia Tenggara, dan (3) sistem kalender Saka. Berpijak kepada 3 hal itulah maka
kebudayaan Austronesia menjadi lebih pesat berkembang memasuki zaman sejarahnya.
Sumbangan dari kebudayaan Cina yang mengendap dan menjadi dasar perkembangan
perkembangan kebudayaan selanjutnya hampir sedikit dirasakan oleh orang-orang
Austronesia, kecuali pengaruh politik yang dirasa lebih dominan dari pada India. Banyak
sumber sejarah Asia Tenggara selalu menyatakan bahwa raja-raja yang baru dilantik akan
mengirimkan utusan ke Cina sebagai informasi atas kedudukan barunya dan seperti meminta
pengesahan dari para kaisar Cina.
Bangsa-bangsa Asia Tenggara telah memiliki benih dari perkembangan peradabannya.
Datangnya pengaruh kebudayaan India, Cina, dan Islam, sejatinya bagaikan air penyiram
benih yang siap disemaikan. Benih itulah yang mengakar jauh sejak masa prasaejarah lalu
memasuki era protosejarah dan akhirnya menembus zaman sejarah. Akar yang sama itu
dimiliki oleh bangsa-bangsa Asia Tenggara, akar tersebut berupa segala pencapaian yang
telah berhasil diraih oleh bangsa Austronesia sebelum pengaruh luar memperkaya
kebudayaan mereka. Akar itu adalah segala kepandaian yang dimiliki bangsa Austronesia
dalam masa prasejarah sebagaimana yang telah dikemukakan terdahulu. Kemudian masuklah
berbagai aspek kebudayaan dari India dan Cina.
Cina memiliki perjalanan sejarah yang cukup panjang. Beberapa abad yang lalu, Cina
menyebut dirinya sebagai Kerajaan Tengah. Cina menyumbang kebudayaan yang cukup
besar di kawasan Asia Tenggara, terutama Vietnam yakni berupa agama, budaya hingga ide-
ide. Masuknya budaya Cina ke Asia Tenggara, terjadi akibat adanya perdagangan antar
pedagang Cina dan Asia Tenggara.
Pengaruh Kebudayaan China di Nusantara telah dirasakan sejak abad ke- 13 sampai saat ini.
Banyak etnis China atau lebih dikenal dengan bangsa Tionghoa melakukan perkawinan
dengan masyarakat pribumi yang menghasilkan keturunan yang dinamakan peranakan.
Dari perkawinan tersebut maka terjadilah alkulturasi budaya.
Pengaruh kebudayaan China di Indonesia antara lain :
1.Batik
Batik China adalah jenis batik yang dibuat oleh orang-orang China atau peranakan yang pada
mulanya menampilkan pola-pola dengan ragan hias satwa mitos China, seperti naga, siang,
burung phoenix (burung hong), kura-kura, kilin (anjing berkepala singa), serta dewa dan
dewi Kong Hu Chu. Ada pula ragam hias yang berasal dari keramik China kuno, serta ragam
hias berbentuk mega dengan warna merah atau merah dan biru.
Pada perkembangannya, Batik China menampakkan pola-pola yang lebih beragam, antara
lain pola-pola dengan pengaruh ragam hias Batik Keraton seperti yang terlihat pada Batik
Dua Negeri dan Tiga Negeri. Daerah perkembangan Batik China meliputi daerah pesisir
maupun pedalaman dengan nuansa yang dipengaruhi lingkungan. Daerah tersebut adalah
Cirebon, Pekalongan, Lasem, Demak dan Kudus.
Lasem terkenal dengan selendang lokcan-nya (burung phoenix) sebagai ragam hias
utamanya, sedangkan Demak dan Kudus mempunyai ciri khas dalam isen latar, antara lain
"gabah sinawur", "dele kecer" dan "mrutu sewu". Pekalongan sebagai tempat terdapatnya
perusahaan-perusahaan Batik China, menghasilkan karya-karya "terbaik" seperti Oey Soe
Tjoen, The Tie Siet, Oey Kok Sing dan lain-lain, mempunyai ciri khas produk yang
terpengaruh budaya Belanda

2.Musik
Adapun budaya Indonesia yang merupakan pembauran atau gabungan dari budaya China
adalah orkes gambang kromong salah satunya. Orkes gambang kromong yang semulanya
hanya digemari oleh kaum peranakan China saja pada waktu abad ke-18, lama kelamaan di
gemari pula oleh golongan pribumi, karena berlangsungnya proses pembauran. Secara fisik
unsur China tampak pada alat-alat musik gesek yaitu Tehyan, Kongahyan dan Sukong,
sedangkan alat musik unsur pribumi yaitu Gambang, Kromong, Gendang, Krecek dan Gong.
Perpaduan kedua unsur kebudayaan ini tampak pula pada perbendaharaan lagu-lagunya, lagu-
lagu yang menunjukkan sifat pribumi seperti Jali-jali, Surilang, Lenggang-lenggang
kangkung dan sebagainya, terdapat pula lagu-lagu yang jelas bercorak China, baik nama lagu,
alur melodi maupun liriknya seperti Kong Jilok, Phe Pantaw, Sipatmo dan sebagainya.
Sebutan untuk tangga nadanya pun berasal dari bahasa China yaitu Syang atau Hsyang, Ceh
atau Tse, Kong, Oh atau ho, Uh Lio atau Liu dan Suh. Jadi bisa disimpulkan bahwa
kedatangan dan keberadaan bangsa Tionghoa di Indonesia membawa banyak pengaruh ke
dalam budaya Indonesia

3.Kosa Kata
Dalam kosa kata sehari-hari banyak istilah China yang sudah dianggap punyanya orang
Betawi. Padahal bukan. Seperti sebutan bilangan cepek (100), gopek (500), seceng (1000),
atau panggilan engkong (kakek), sebutan Wa (yang diserap menjadi Gua, saya), dan Lu
(kamu).
Kata-kata sebutan itu identik sekali dengan bahsa Betawai. Menurt sejarawan, hal itu karena
memang jaman dahulu orang-orang Betawi dan China sudah bersosialisasi, baik sebagai
teman,sahabat, relasi bisnis atau hubungan pembantu-majikan.
4.Pakaian
Demikian pula dengan busana, terutama busana tradisional Betawi. Busana tradisional kaum
pria Betawi, menurut Ridwan Saidi, terdiri dari celana batik, baju tikim warna putih, kain
plekat yang disampirkan di bahu, penutup kepala atau ikat batik. Baju tikim itulah yg berasal
dari Tionghoa. Pakaian pengantin tradisional Betawi juga demikian, banyak dipengaruhi
kebudayaan Tionghoa.

5.Arsitektur
Di bidang asrsitektur, pengaruh Tionghoa juga cukup kuat mempengaruhi orang Betawi
ketika membangun rumah. Bagian depan rumah Betawi diberi hiasan pembatas berupa
langkan (China: lan-kan, red). Lalu agar tampak indah dan tidak kusam, pintu dan jendela
harus dicat (chat) ulang setiap tahun.
Di dinding tergantung lonceng (lo-ceng). Penghuni rumah tidur di pangkeng (pang-keng)
kamar tidur. Sebelum tidur orang tentunya ingin kongko (kong-kou) atau mengobrol
terlebih dahulu sambil minum teh (te) dan makan kuaci (koa-ci). Sementara Tapang (tah-
pang) balai-balai atau dipan dipakai untuk rebah-rebahan sambil bersantai.
Untuk memasak di dapur ada langseng (lang-sng) yang artinya kurang lebih dandang, anglo
(hang-lou) perapian dengan arang. Meja bisa dibersihkan dengan topo (toh-pou) atau lap
meja, atau pakai kemoceng (ke-mo-cheng) bulu ayam untuk menghilangkan debunya.
Untuk mengumpulkan sampah yang sudah disapu ada pengki (pun-ki). Sementara di tempat-
tempat becek dulu orang suka memakai bakiak (bak-kiah).

6.Makanan
Di bidang makanan ada nama kecap yang berasal dari kata ke-ciap. Lalu nama-nama jenis
bahan makanan seperti, Mi (mi), bihun (bi-hun), tahu (tau-hu), toge (tau-ge), tauco (tau-
cioun), kucai (ku-chai), lokio (lou-kio), juhi (jiu-hi), ebi (he-bi), dan tepung hunkwee (hun-
koe) tak terpisahkan dari kuliner Betawi.

7.Pertunjukan
a. Barongsai
Menjelang perayaan Cap Go Meh, atraksi Barongsai di berbagai kawasan di Indonesia, terus
digelar dari tempat ke tempat. Atraksi Barongsai ini menjadi tontonan warga yang kebetulan
melintas atau memang bekerja di kawasan itu. Bagi warga yang bermukim di kawasan ini
yang kebanyakan warga etnis Cina tentunya punya makna tersendiri. Atraksi Barongsai ini
merupakan ungkapan rasa syukur atas apa yang telah didapat sepanjang tahun.
Atraksi Barongsai ini biasanya juga berdasarkan 'booking'. Kalau ada yang memboking
mereka untuk tampil di suatu tempat barulah mereka mengadakan atraksi. Umumnya yang
memesan adalah orang Cina juga, tapi tidak jarang pula mereka dipesan oleh non Cina.
Tujuannya mungkin berbeda, kalau orang Cina pasti dengan harapan dapat berkah sekaligus
mengungkapkan rasa syukur, sedangkan orang non Cina hanya karena memang menyukai
Barongsai, mungkin hanya sekedar hiburan saja.
Cap Go Meh adalah hari ke lima belas setelah tahun baru Imlek yang mana pada hari itu
menjadi hari puncak peringatan tahun baru. Pada hari itu akan ada ritual dan sembahyang di
vihara. Sementara itu Barongsai, sebenarnya adalah akulturasi budaya orang Cina di
Indonesia, karena istilah Barongsai cuma ada di Indonesia. Sementara di negeri Cina sendiri
hanya dikenal Liong Samsi atau sering dikenal dengan Festival Naga.

b. Wayang Potehi
Wayang potehi merupakan salah satu jenis wayang khas tionghoa yang berasal dari cina
bagian selatan. Kesenian ini dibawa oleh perantau etnis tionghoa ke berbagai wilayah
nusantara pada masa lampau dan telah menjadi salah satu jenis kesenian tradisional
indonesia. Cerita yang ditampilkan berasal dari legenda rakyat tiongkok, seperti sampek
engthay, sih djienkoei, capsha thaypoo, sungokong, dll.

Anda mungkin juga menyukai