Anda di halaman 1dari 11

A.

PENDAHULUAN

Jepang terdiri atas empat pulau besar yaitu Hondo, Hokaido, Shikoku dan Kyusu
beserta pulau kecil lainnya. Penduduk kepulauan itu sepanjang arkeologi dan antropologi,
erat berkaitan dengan suku tunggus dan suku Korea berdasarkan pembuktian linguistic,
sepanjang pembuktian etnografis dan mithologis terpadu kedalam unsur belahan selatan
Tiongkok beserta unsur melayu dari asia tenggara dan unsur polinesia, pada masa
sebelumnya unsur Ainu banyak mendominasi.

Sejarah Jepang memperlihatkan bahwa Jepang telah menerima berbagai macam


pengaruh, baik kultural maupun spiritual dari luar. Semua pengaruh itu tidak
menghilangkan tradisi asli, dengan pengaruh-pengaruh dari luar tersebut justru
memperkaya kehidupan spiritual bangsa Jepang. Antara tradisi-tradisi asli dengan
pengaruh-pengaruh dari luar senantiasa dipadukan menjadi suatu bentuk tradisi baru
yang jenisnya hampir sama. Dan dalam proses perpaduan itu yang terjadi bukanlah
pertentangan atau kekacauan nilai, melainkan suatu kelangsungan dan kelanjutan. Dalam
bidang spiritual, pertemuan antara tradisi asli Jepang dengan pengaruh-pengaruh dari
luar itu telah membawa kelahiran suatu agama baru yaitu agama Shinto, agama asli
Jepang.

Bahkan nama Shinto sendiri merupakan bentuk akulturasi budaya antara Jepang
dengan Tiongkok adalah perubahan nama agama mereka yakni dari “Kami No Michi”
yang artinya jalan dewa” kemudian setelah terjadi benturan budaya antara Tiongkok dan
Jepang berubah nama menjadi agama Shinto yang artinya “jalan langit”

Agama Shinto yang berkembang di Jepang Merupakan salah satu agama Yang
mempunyai mitos bahwa bumi di Jepang merupakan ciptaan dewata yang pertama, dan
bahwa Jimmi Tenno (660 SM) adalah turunan langsung dari Amiterasu Omi Kami yakni
dewi matahari dalam perkawinannya dengan Tsukiyomi yakni dewa bulan. .

1
B. PEMBAHASAN

1.Sejarah dan Perkembangan Agama Shinto

Wilayah Jepang terdiri dari empat pulau besar, yaitu Hondo (Honsyu) dan
Hokkaido (Ezo) dan Shikoku dan Kyushu, beserta ribual pulau kecil. Bentuk susunan
sosial Jepang dewasa itu terdiri atas himpunan berbagai suku (Uji), yang satu persatu
suku itu dibawah pimpinan seorang kepala suku (Uji No Kami). Negara Jepang itu
sepanjang sejarah sering berbenturan dengan Korea dan Tiongkok dan pertempuran itu
meniggalkan jejak pengaruh di Jepang.1 Nama asli bagi agama itu ialah Kami no Michi,
yang bermakna “jalan dewa”.

Agama Shinto di Jepang itu tumbuh dan hidup dan berkembang dalam
lingkungan penduduk. Pada saat Jepang berbenturan dengan kebudayaan Tiongkok maka
nama asli itu terdesak kebelakang oleh nama baru yaitu Shin-To. Nama baru itu
perubahan dari Tien-Tao, yang bermakna “jalan langit”. Perubahan bunyi kata itu seperti
halnya dengan aliran Chan, sebuah sekte agama Budha mazhab Mahayana di Tiongkok,
menjadi aliran Zen sewaktu berkembang di Jepang. Dan nama Shinto itu sendiri baru
dipergunakan untuk pertama kalinya untuk menyebut agama asli bangsa Jepang itu
ketika agama Buddha dan agama konfusius (Tiongkok) sudah memasuki Jepang pada
abad ke-6 M.

Shinto adalah kata majemuk dari pada “Shin” dan “To”. Arti kata “Shin” adalah
“roh” dan “To” adalah “jalan”. Jadi “Shinto” mempunyai arti lafdziah “jalannya roh”, baik
roh-roh orang yang telah meninggal maupun roh-roh langit dan bumi. Kata “To”
berdekatan dengan kata “Tao” dalam taoisme yang berarti “jalannya Dewa” atau
“jalannya bumi dan langit”. Sedang kata “Shin” atau “Shen” identik dengan kata “Yin”
dalam taoisme yang berarti gelap, basah, negatif dan sebagainya ; lawan dari kata “Yang”.
Dengan melihat hubungan nama “Shinto” ini, maka kemungkinan besar Shintoisme
dipengaruhi faham keagamaan dari Tiongkok. Sedangkan Shintoisme adalah faham yang
berbau keagamaan yang khusus dianut oleh bangsa Jepang sampai sekarang.

Shintoisme merupakan filsafat religius yang bersifat tradisional sebagai warisan


nenek moyang bangsa Jepang yang dijadikan pegangan hidup. Tidak hanya rakyat Jepang
yang harus menaati ajaran Shintoisme melainkan juga pemerintahnya juga harus menjadi
pewaris serta pelaksana agama dari ajaran ini. 2

1
Joesoef Sou’yb, Agama-agama Besar di Dunia (Jakarta: Al Husna Zikra, 1996), h. 207
2
H.M. Arifin. M.Fd. Menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar, (Jakarta GT. Press,1986).
h. 47.

2
Agama Shinto didirikan mulai sekitar 2,500 – 3000 tahun yang lalu di Jepang.
Agama ini memiliki 13 sekte dengan masing-masing pendirinya. Pengikutnya sekitar 30
Juta orang, dominasi di Jepang. Sebagian besar juga adalah penganut agama Buddha.
Ada dua pemisahan utama. Pertama adalah tiga belas sekte-sekte kuno, hampir sama
semuanya. Kedua adalah apa yang dikenal sebagai Shinto Negara, dan merupakan
sinthesa kemudian yang menemukan ekspresi tertinggi pada pemujaan pada Kaisar
dan kesetiaan pada Negara dan keluarga.

Agama Shinto itu berkenyakinan pada mitos bahwa bumi di Jepang itu
diciptakan dewata yang pertama-tama dan bahwa Jimmu Tenno (660 SM), Kaisar Jepang
yang pertama, adalah turunan langsung dari Amaterasu Omi Kami, yaitu dewi matahari,
dalam perkawinannya dengan Taouki Lomi, yakni dewa bulan. Sekalian upacara dan
kebaktian terpusat seluruhnya pada pokok keyakinan tersebut.

Sejarah perkembangan agama Shinto di Jepang dapat dibagi menjadi beberapa


tahap massa :

1. Masa perkembangannya dengan pengaruh yang mutlak sepenuhnya di Jepang,


Yaitu dari tahun 660 SM – 552 M. kira-kira 12 abad lamanya.
2. Masa agama Budha dan ajaran Konfusianisme dan ajaran Taoisme masuk ke
Jepang, yaitu tahun 552 M sampai tahun 800 M, yang dalam masa dua setengah
abad itu agama Shinto memperoleh persainga berat, pada tahun 645 M kaisar
Kotoku merestui agama Buddha dan menyampingkan Kami no Michi. Sedangkan
pada tahun 671 M sang Kaisar membelakangi dunia dan mengenangkan pakaian
rahib.
3. Masa sinkronisasi secara berangsur-angsur antara agama Shinto dengan tiga ajaran
lainnya, yaitu dari tahun 800 M sampai 1700 M, yang masa dalam sembilan abad
itu pada akhirnya lahir Ryobu Shinto yang didirikan oleh Kubo Daishi (774-835 M)
dan Kita Batake Chikafuza (1293 – 1354 M) dan Ichijo Kanoyoshi (1465-1500 M).

Kemudian agama Shinto bercampur dengan agama Buddha demikian pula


dengan agama Konghucu yang masuk ke jepang langsung dari tanah asalnya kira kira
pada abad pertengahan ke 7, Tentang pengaruh agama Buddha yang lain nampak pada
hal-hal seperti anggapan bahwa dewa-dewa Shintoisme merupakan Awatara Buddha
(penjelmaan dari Buddha dan Bodhisatwa), Dainichi Nyorai (cahaya besar) merupakan
figur yang disamakan dengan Waicana (salah satu dari dewa-dewa penjuru angin dalam
Budhisme Mahayana), hal ini berlangsung sampai abad ke-17 M.

3
Ahirnya ketiga agama itu bergandengan bersama sampai sekarang, hal itu
tidaklah aneh karena orang jepang tidak menolak kepercayaan apapun yang masuk
negrinya, asalkan tidak menggangu keselamatan Negara, tujuan utama bagi pemeluk
agama Shinto adalah kebahagiaan dalam kehidupan dunia, mereka menganggap bahwa
orang yang sudah mati dapat membantu mereka dalam menjalankan hidup ini dari abad
keabad kultus (kebaktian) terhadap roh nenek moyang selalu berubah bentuknya tetapi
sifat kultus yang khas masih tetap sama.3

Setelah abad ke-17, timbul lagi gerakan untuk menghidupkan kembali ajaran
Shinto murni di bawah pelopor Kamamobuchi, Motoori, Hirata, Narinaga dan lain-lain
dengan tujuan bangsa Jepang ingin membedakan “Badsudo” (jalannya Buddha) dengan
“Kami” (roh-roh yang dianggap dewa oleh bangsa Jepang) untuk mempertahankan
kelangsungan kepercayaannya.

Pada abad ke-19 tepatnya tahun 1868 agama Shinto diproklamirkan menjadi agama
negara yang pada saat itu agama Shinto mempunyai 10 sekte dan 21 juta pemeluknya.
Sejak saat itu dapat dikatakan bahwa paham Shintoisme merupakan ajaran yang
mengandung politik religius bagi Jepang, Sebab saat itu taat kepada ajaran Shinto berarti
taat kepada kaisar dan berarti pula berbakti kepada negara dan politik negara.

2. Ajaran dan Praktek Keagamaan Shinto

A. Ajaran Agama Shinto

Dalam agama Shinto yang merupakan perpaduan antara faham serba jiwa
(animisme) dengan pemujaan terhadap gejala-gejala alam mempercayai bahwasanya
semua benda baik yang hidup maupun yang mati dianggap memiliki ruh atau spirit,
bahkan kadang-kadang dianggap pula berkemampuan untuk bicara, semua ruh atau
spirit itu dianggap memiliki daya kekuasaan yang berpengaruh terhadap kehidupan
mereka (penganut Shinto), daya-daya kekuasaan tersebut mereka puja dan disebut
dengan “Kami”.

Istilah “Kami” dalam agama Shinto dapat diartikan dengan “di atas” atau
“unggul”, maka kata “Kami” dapat dialih bahasakan (diartikan) dengan “Dewa” (Tuhan,
God dan sebagainya). Dewa-dewa dalam agama Shinto jumlahnya tidak terbatas,
bahkan senantiasa bertambah, hal ini diungkapkan dalam istilah “Yao-Yarozuno Kami”
yang berarti “delapan miliun dewa”. Menurut agama Shinto kepercayaan terhadap
3
http://hmjperbandinganagama.blogspot.com/2011/03/agama-shinto.html diakses pada Maret
2017 , pukul 15:45

4
berbilangnya tersebut justru dianggap mempunyai pengertian yang positif. Sebuah
angka yang besar berarti menunjukkan bahwa para dewa itu memiliki sifat yang agung,
maha sempurna, maha suci dan maha murah.

Pengikut-pengikut agama Shinto mempunyai semboyan yang berbunyi “Kami


negara – no – mishi” yang artinya : tetap mencari jalan dewa. Kepercayaan kepada
“Kami” daripada benda-benda dan seseorang, keluarga, suku, raja-raja sampai kepada
“Kami” alam raya menimbulkan kepercayaan kepada dewa-dewa.Orang Jepang (Shinto)
mengakui adanya dewa bumi dan dewa langit (dewa surgawi) dan dewa yang tertinggi
adalah Dewi Matahari (Ameterasu Omikami) yang dikaitkan dengan pemberi
kamakmuran dan kesejahteraan serta kemajuan dalam bidang pertanian.

Disamping itu, mereka juga mempercayai adanya kekuatan gaib yang


mencelakakan, yakni hantu roh-roh jahat yang disebut dengan Aragami yang berarti roh
yang ganas dan jahat. Dualistis satu sama lain saling berlawanan yakni “Kami” versus
Aragami (Dewi melawan roh jahat) sebagaimana kepercayaan dualisme dalam agama
Zarathustra.

Dari kutipan di atas dapat dilihat adanya tiga hal yang terdapat dalam konsepsi
kedewaan agama Shinto, yaitu :

1. Dewa-dewa yang pada umumnya merupakan personifikasi dari gejala-gejala


alam itu dianggap dapat mendengar, melihat dan sebagainya sehingga harus
dipuja secara langsung.
2. Dewa-dewa tersebut dapat terjadi (penjelmaan) dari roh manusia yang sudah
meninggal.
3. Dewa-dewa tersebut dianggap mempunyai spirit (mitama) yang beremanasi dan
berdiam di tempat-tempat suci di bumi dan mempengaruhi kehidupan manusia.

B.Praktek Keagamaan Shinto

Mengenai tata cara sembahyang atau doa dalam kuil Shinto sangat sederhana
yaitu melemparakan sekeping uang logam sebagai sumbangan di depan altar,
mencakupkan kedua tangan di dada dan selesai. Jadi semua proses berdoa yang
dilakukan dengan berdiri ini tidak lebih dari sepuluh detik. Doa dilakukan tidak
mengenal hari atau jam khusus jadi bebas dilakukan kapan saja. Sedikit catatan, bisa
saya sebutkan bahwa tata cara doa di kuil Shinto dengan kuil Buddha sangatlah mirip.
Yang sedikit berbeda adalah di kuil Buddha tangan dicakupkan ke depan dada dengan
pelan, hening dan tanpa suara, sedangkan kuil Shinto adalah sebaliknya yaitu

5
mencakupkan tangan dengan keras sehingga menghasilkan suara sebanyak dua kali
(mirip tepuk tangan).

Walaupun aturan tata cara berdoa ini bisa disebut baku namun sama sekali
tidaklah bersifat mengikat. Berdoa tepat di depan altara utama, dari halaman kuil, dari
luar pintu gerbang, dilakukan tidak dengan mencakupkan tangan namun
membungkukan badan atau bahkan tidak berdoa sama sekali bukanlah masalah sama
sekali.

Agama Shinto sangat mementingkan ritus-ritus dan memberikan nilai sangat


tinggi terhadap ritus yang sangat mistis. Menurut agama Shinto watak manusia pada
dasarnya adalah baik dan bersih. Adapun jelek dan kotor adalah pertumbuhan kedua,
dan merupakan keadaan negatif yang harus dihilangkan melalui upacara pensucian
(Harae). Karena itu agama Shinto sering dikatakan sebagai agama yang dimulai dengan
dengan pensucian dan diakhiri dengan pensucian. Upacara pensucian (Harae)
senantiasa dilakukan mendahului pelaksanaan upacara-upacara yang lain dalam agama
Shinto. Atas pengaruh ajaran kebersihan atau kesucian ini, maka soal “mandi” termasuk
perbuatan utama, sehingga dijadikan salah satu upacara keagamaan. Kamar atau
tempat mandi dipandang sebagai tempat menarik hati bagi semua orang, sedangkan
waktu mandi ditetapkan menjadi tradisi, misalnya 2 jam diwaktu sore anatara jam 17.00
dan 19.00 sebelum makan malam. Banyak terdapat uapaca-upacara ditetapkan dengan
melalui pemandian.4

Ritus-ritus yang dilakukan dalam agama Shinto terutama adalah untuk


memuja dewi Matahari (Ameterasu Omikami) yang dikaitkan dengan kemakmuran dan
kesejahteraan serta kemajuan dalam bidang pertanian (beras), yang dilakukan rakyat
Jepang pada Bulan Juli dan Agustus di atas gunung Fujiyama.

Upacara resmi dan bersifat menyeluruh bagi bangsa Jepang di pusatkan di kui
Ise, yang terletak pada pesisir tenggara Kyoto, pemujaan terhadap Amaterasu Omi Kami
(dewi matahari). Tepatnya berada dikuil Naiku, kuil tua yang terletak pada bagian
dalam dank anon dibangun pada tahun 4 SM, kuil itu sangat terpandang suci bagi
pemujaan Dewi Matahari, sedangkan pada bagian luar terdapat kuil Geku bagi
pemujaan Dewi Makanan, Dewi Ukemochi. Seorang Shinto atau seorang Buddha di
Jepang, merasa suatu kewajiban untuk sekali dalam seumur hidupnya pergi ziarah
ketempat suci di Ise itu.

4
H.M. Arifin. M.Fd. Menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar, (Jakarta GT. Press,1986).
h. 47.

6
Pada setiapa hari kelahiran kaisar, seluruh lembaga pendidikan di Jepang, atas
perintah resmi, melakukan uapacara yang kidmat dengan menundukan diri di depan
gambar sang Kaisar. Kaisar itu dipandang suatu yang sangat sakral.

Akan tetapi sehabis perang dunia kedua, maka perubahan besar terjadi pada
kekuasaan Kaisar yang absolut itu telah digantikan kekuasaan rakyat melalui sitem
pemilihan umum, dan kaisar sudah ditempatkan pada lambang belaka, yang kini bukan
lagi suatu yang sakral akan tetapi dipandang sebagai manusia biasa, yang saat ini sudah
bias bergaul dengan masyarakat umum, sebuah keyakinan azasi dalam agama Shinto itu
telah menghilang tempat untuk berpijak.5

3.Kitab Suci Agama Shinto

Dalam agama Shinto ada dua kitab suci yang tertua, tetapi di susun sepuluh abad
sepeninggal jimmi temmo (660 SM), kaisar jepang yang pertama. Dan dua buah lagi di
susun pada masa yang lebih belakangan, keempat empat kitab tiu adalah sebagi berikut :

1. Kojiki – yang bermakna : catatan peristiwa purbakala. Disusun pada tahun 712
masehi, sesudah kekaisaran jepang berkedudukan di nara, yang ibukota nara itu
di bangun pada tahun 710 masehi menuruti model ibukota changan di tiongkok.
2. Nihonji – yang bermakna : riwayat jepang. Di susun pada tahun 720 masehi oleh
penulis yang sama degan di Bantu oelh seorang pangeran di istana.
3. Yeghisiki – yang bermakna : berbagai lembaga pada masa yengi, kitab ini disusun
pada abad kesepuluh masehi terdiri atas 50 bab. Sepuluh bab yang pertama
berisikan ulasan kisah kisah yang bersifat kultus, disusuli dengan peristiwa
selanjutnya sampai abad kesepuluh masehi, tetapi inti isinya adalah 25 norito
yakni do’a do’a pujaan yang sangat panjang pada berbagai upacara keagamaan.
4. Manyosiu – yang bermakan : himpunan sepuluh ribu daun, berisikan bunga
rampai, yang terdiri atas 4496 buah sajak, disusun antara abad kelima dengan
abad kedelapan masehi.

Kitab 1 dan 2 itu menguraikan tentang alam kayangan kehidupan para dewa dan
dewi sampai kepada Amaterasu Omi Kami (dewa matahari) dan Tsukiyomi (dewa bulan).
Diangkat untuk menguasai langit dan putranya Jimmu Tenno diangkat untuk menguasai
tanah yang subur (bumi Jepang) lalu disusul dengan sisilah turunan Kaisar Jepang itu
beserta riwayat hidup satu persatuanya.Selanjutnya upacara-upacara keagamaan yang
dilakukan dalam masa yang panjang itu, dan berkenaan dengan pemujaan terhadap
Kaisar beserta para dewa dan dewinya. Dan di dalam kata pendahuluan itu dalam kitab
Kojiki, penulisnya menyatakan bahwa dia seorang bangsawan tingkat lima di istana, yang
5
Joesoef Sou’yb, Agama-agama Besar di Dunia (Jakarta: Al Husna Zikra, 1996), h. 213.

7
menerima perintah Kaisar untuk menyusun riwayat hidupnya dan silsilah keturunan
Kaisar.

Dan kitab 3 dan 4 berisikan tentang kisah-kisah legendaris, nyanyian-nyanyian


kepahlawanan, beserta sajak-sajak tentang asal usul kedewaan, asal usul kepulauan
Jepang dan kerajaan Jepang. Ragam hal-hal kisah yang berkaitan tentang kehidupan para
dewa dan para dewi dalam kayangan dilangit.Catatan peristiwa pada masa-masa terakhir
barulah dilanjutkan dengan kisah sejarah.6

4. Sekte-sekte Agama Shinto

Secara umum Shinto bisa dikelompokkan menjadi 4 bagian atau kelompok. Yang
masing masing mempunyai keunikannya tersendiri.

a.Imperial Shinto (Kyuchu Shinto atau Koshitsu Shinto).

Shinto kelompok ini sangat eksklusif dan tidak umum ditemukan. Memiliki
beberapa kuil saja yang kalau tidak salah 5 buah di seluruh negeri. Nama kuil ini
biasanya berakhir dengan nama Jingu, misalnya Heinan Jingu, Meiji Jingu, Ise Jingu
dll. Kuil Shinto kelompok ini selain berfungsi sebagai tempat untuk memuja Kami juga
berfungsi sebagai tempat memuja leluhur khususnya keluarga kerajaan. Salah satu
dari kuil ini dibangun khusus untuk menghormati dewa Matahari.

b. Folk Shinto (Minzoku Shinto)

Mithologi tentang Kojiki, cerita terbentuknya pulau Jepang dan cerita tentang
dewa dewa lain adalah ciri khas dari Shinto kelompok ini. Jadi Folk Shinto adalah
kepercayaan Shinto yang meliputi cerita tua, legenda, hikayat dan cerita sejarah. Kuil
Kibitsu Jinja yang terletak di daerah Okayama, Jepang tengah adalah salah satu
contoh menarik karena dibangun untuk menghormati tokoh utama dalam cerita rakyat
yaitu Momo Taro. Disamping itu Shinto kelompok ini juga mendapat pengaruh yang
kuat dari agama Buddha, Konghucu, Tao dan ajaran penduduk local seperti
Shamanism, praktek penyembuhan dan lain-lain. Kuil kelompok ini biasanya mudah
dibedakan dengan kuil lainya karena adanya sejarah pendirian kuil yang unik. Jadi
jangan kaget kalau Anda menemukan kuil yang penuh dengan ornament dan pernak
pernik kucing atau binatang dan benda lainya karena sejarah pendiriannya yang
memang berkaitan dengan binatang tersebut.

c. Sect Shinto (Kyoha atau Shuha Shinto)

6
Joesoef Sou’yb, Agama-agama Besar di Dunia (Jakarta: Al Husna Zikra, 1996), h. 213.

8
Shinto kelompok ini mulai muncul pada abad ke 19 dan sampai saat ini
memiliki kurang lebih 13 sekte. Dua diantara sekte ini yang cukup banyak pengikutnya
adalah Tenrikyo atau Kenkokyo. Keberadaan dari Sect Shinto ini cukup unik karena
memiliki ajaran, doktrin, pemimpin atau pendiri yang dianggap sebagai nabi dan yang
terpenting biasanya menggolongkan diri dengan tegas sebagai penganut monotheisme.
Shinto golongan ini sepertinya jarang dibahas ataupun kurang dikenal oleh
kebanyakan orang.sehingga konsep monotheisme dari shinto aliran baru nyaris luput
dari tulisan kebanyakan orang.

d. Shrine Shinto (Jinja Shinto)

Dari semua kelompok kuil Shinto yang ada, kelompok inilah yang sepertinya
paling mudah untuk ditemukan. Diperkirakan saat ini ada sekitar 80 ribuan kuil yang
ada di seluruh negeri dan semuanya tergabung dalam satu organisasi besar yaitu
Association of Shinto Shrines.

C. PENUTUP

9
A. KESIMPULAN

Dari uraian-uraian yang sudah dikemukakan diatas tampak bahwa agama rakyat
merupakan sistem kepercayaan dan peribadatan yang benar-benar hidup di kalangan
rakyat Jepang dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan mereka
seperti yang terlihat dalam kegiatan-kegiatan keluarga, rukun tetangga dan hari-hari libur
nasional Jepang.

Dalam agama Shinto terdapat banayak keprcayaan terhadap dewa-dewa ada


banyak sekali dewa yang di percayai oleh penganut agama Shinto namun yang paling
popular adalah dewi matahari (Amaterasu Omi Kami) yang menjadi dewanya para dewa
dan juga dewa bulan, penganut Shinto juga sangat patuh terhadap raja mereka yakni
Tenno, hal ini dikarenakan mereka percaya bahwa Tenno adalah keturunan dewa jadi
wajib bagi mereka untuk patuh pada tenno. Selain itu terdapat pula beberapa upacara
yang diselengagarakan oleh penganut agama Shinto, salah satunya adalah upacara
pembersihan diri yakni dengan memuja muja dewa matahari dan juga mengaraknya
mengelilingi masyarakat sebagai tanda bahwa Amaterasu Omi Kami telah datang dan
memberikan perlindungan pada mereka.

10
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Muhammad, H, Prof, M.Ed, Mengguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar, GT.
Press, Jakarta.

Sou’yb. Joesoef.Agama-agama besar di dunia.PT. Al-Huzna Zikra. Jakarta, cet. Ke-3 1996

http://hmjperbandinganagama.blogspot.com/2011/03/agama-shinto.html diakses pada


Maret 2017, pukul 15:45

11

Anda mungkin juga menyukai