Anda di halaman 1dari 3

Resume Webinar

PENGARUH AGAMA BUDDHA, SHINTO & PEMIKIRAN KONFUSIUS


DALAM PERATURAN PEMERINTAH JEPANG DAN KARYA SASTRA
JEPANG

Bunyi-bunyian bahasa Jepang yang sekarang adalah transformasi, hasil dari


adaptasi orang-orang terhadap bunyi-bunyian modern. Contohnya di zaman Meiji,
patung dewa pembawa keberuntungan tidak disebut dengan Ebisu, tetapi Yebisu. Pada
zaman dahulu ada bunyi “ye”, buktinya pada stasiun Tokyo bagian selatan ada pintu
Yebisu, bukan Ebisu. Karena itu ketika berbicara entang Jepang harus dilandasi oleh
sejarah, dan pembelajaran budaya adalah sejarah dari Jepang itu sendiri. Pada zaman
sekarang, masyarakat Jepang masih berdiri degan paham Buddhisme, Shintoisme,
Konfusianisme.
Alasan mengapa Buddha disebut Buddhisme, Shinto disebut Shintoisme adalah
karena setiap Kyougi atau ajaran yang berkembang yang menyandarkan ajaran tersebut
itu sebetulnya memiliki ciri ciri yang sangat berbeda. Contohnya adalah ajaran Mikkyo
dalam Buddha, atau ajaran tersembunyi. Hal tersebut seangat berbeda total dari ajaran
Buddha lainnya. Sehingga jika menyebutkan ajaran yang bersifat universal lebih ke
menggunakan sebutan Buddhisme. Begitu juga dengan Shinto. Di sebuah desa di daerah
Perfektur Hyogo yang bernama Konko, dan di deas itu ada ajaran Konkokyo, yang
merupakan salah satu aliran Shinto yang ajarannya sangat berbeda sekali. Oleh karena
itu agama Shinto memiliki banyak pecahan dikarenakan agama resmi negara pada
zaman Meiji, yaitu agama Kokka Shinto. Saat itu seluruh agama dan kepercayaan harus
disandarkan pada Shinto, meskipun ajaran tersebut aneh, tetap disebut Shinto. Hal itu
membuat suslit untuk menngatakan sebagai Shinto yang asli. Karena itu macam-macam
aliran itu disebut dengan Shintoisme. Begitu juga ajaran Konfusiasnime juga memiliki
banyak aliran.
Saking pentingnya uang dan dekatnya uang dengan kehidupan kita, sebagai
manusia tidak dapat hidup tanpa adanya uang. Hal yang tercatat di dalam uang adalah
hal yang penting. Pada uang Jepang, tepatnya uang 10 yen, motif di dalamnya adalah
Byoudouin. Sebuah kuil yg ada di Kyoto. Di dalamnya ada sebuah patung disebut
Amida Nyorai yang merupakan salah satu jenis Buddha. Kuil ini dibangun oleh
Fujiwara no Yorimichi dan menjadikan Amida Nyorai sebagai Buddha utama yang
dipuja. Amida Nyorai termasuk dalam Buddha Mahayana. Perbedaan dengan Hinayana
adalah Mahayana apabila percaya pada Buddha, maka akan masuk Nirwana, sedangkan
Hanayana semua orang bekerja keras, seperti berbuat baik, beribadah, pergi ke kuil, dan
sebagainya, baru akan masuk ke Nirwana. Aliran Mahayana ini lebih popular di
masyarakat Jepang.
Uang 10000 yen di dalamnya ada gambar Shotoku Taishi. Yang diingat adalah
hasil kebijakannya atau sistim kepangkatan 12 level “kan-i Juunikai no Seido”. Oleh
ahli sejarah disebut sistim kepangkatan modern. Pemakaian istilah disebut menarik
karena sering disebut Gorin Gojo, atau 6 prinsip dasar pada konfusianisme. Pada masa
Shotoku Taishi sudah mulai masuk konfusianisme melalui masuknya huruf kanji
dengan perantara teks. Ada 2 jenis teks yang masuk, yaitu Teks Buddha, dan teks
Konfusianisme. Sehingga dipelajari huruf sekalian isi teksnya. Untuk uang 10000 yen
yg baru akan menggunakan foto Shibuzawa Eiji, yaitu orang zaman Meiji yang juga
disebut sebagai bapak manajemen keuangan modern Jepang. Beliau juga menerbitkan
buku Rongo to Soroban. Dalam Rongo terdapat ajaran Konfusianisme tentang moral
yang harus dikembangkan oleh seorang pedagang.
Masuk ke pembahasan sejarah. Jepang dimualai dari zaman Jomon, zaman
Yayoi, zaman Kofun, yang masuk ke babak Genshi. Kemudain ada zaman Asuka, Nara,
dan paruh awal Heian dan disebut Kodai. Alasan awal paruh Heian masuk ke Kodai
adalah munculnya tulisan yang mengidentifikasi Jepang, yaitu Kojiki dan Nihonshoki.
Sedangkan pada zaman sebelumnya masih menggunakan catatan yang ditemukan di
luar negeri, contohnya adalah Gokansoi yang berasla dari China, dimana desebutkan
suatu negara Bernama Wani yang berada di daerah timur. Contoh lain yang ada di
dalam Gokansoi adalah catatan tengtang Yamato dan Himiko. Sehingga pada masa itu
tidak ada bukti nyarta tentang tokoh tersebut. Pada pertengahan Heian muncul
Nihonshoki dan Kojiki, yang penyusunannya itu berfungsi untuk mengidentifikasi
pribadi dari sebuah negara Jepang. Dari situ munculah tokoh-tokoh besar. Kemudian
ada Kamakura, Nanboku-cho, Muromachi, hingga sedikit Azuchi Momoyama, disebut
Chuusei, atau zaman pertengahan. Sedikit zaman Azuchi Momoyama karena
merupakan masa dimana kekuasaan Toyotomi Hideyoshi dan Oda Nobunaga, yang
hanya berlangsung singkat sebelum terjadi peperangamn Sekigahara, yang
dimenangkan oleh keluarga Tokugawa dan menjadi awal munculnya kekuasaan Edo,
yang desebut dengan masa Kinsei. Setelah itu ada Meiji, Taishou, Showa disebut masa
Kindai, dan setengah zaman Showa, setelah 1988 hingga sekarang disebut Gendai.
Kita perlu mengetahui plotting sejarah Jepang ini untuk mengetahui bagaimana
dan kapan masuknya ajran Buddhisme ini. Pada zaman Jomon dan Yayoi, karena masih
saman purba, mereka masih takut dengan fenomena dan alam, juga disebut Animisme
dan Dinamisme. Pada zaman Yayoi mulai menyadari adanya kekuatan diatas yang
disebut dewa atau tuhan, dan mulai memberikan persembahan. Pada masa Asuka mulai
adanya aturan kompleks seperti kepemimpinan. Karena mulai mempercayai hal ghaib,
maka pemimpin harus berkomunikasi dengan hal ghaib. Mempercayai disebut
Shamanisme. Disinilah cikal bakal Himiko yg dapat berkomunikasi oleh makhluk halus.
Miko yang ada pada kuil biasanya adalah perempuan. Karena perempuan dianggap
memiliki alam lain dalam tubuhnya yang dapat berkomunikasi dengan alam ghaib
karena dapat melahirkan. Sistem yg mengontrol masyarakat yang didasarkan oleh
wahyu yg didapat dari alam lain, disitulah awal dari Shinto. Kebutuhan legalisasi Shinto
tak lepas dari sistim politik. Pada masa Asuka, ketika huruf China masuk, ajaran
Buddha dan Konfusianisme yang mengajarkan kesama rataan awalnya ditentang agar
tidak mengganggu ajaran Shamanisme yg sudah diajarkan di dalam Shinto. Budhisme
merupakan sarana komunikasi paling efektif bagi masyarakat desa kelas bawah pada
saat itu. Ada macam-macam aliran yg muncul poada zaman Kamakura dan seterusnya.
Pada zaman-zaman ini, aliran Buddha mulai menguat dan berbagai macam jenis
Buddha mulai masuk pada zaman ini. Peguatan ini tidak terlepas dari pemikiran
masyarakat kalangan bawah yang meiliki kekhawatiran tentang apa yang terjadi setelah
adanya kematian. Pada zaman Heian dan Edo Konfusianisme mulai berkembang dari
huruf China yang masuk. Konfusianisme ini tidak menjelaskan hidup setelah mati. Dia
hanya menjelaskan tentang kehidupan sehingga lebih mirip dengan Shinto namun lebih
kompleks. Masa Azuchi Momoyama ada pendeta Buddha yang belajar tentang ajaran
konfusianisme. Akhirnya terjadi pencampuran antara Buddha dan Konfusianisme. Pada
zaman Edo, 2 pendeta Buddha diambil dan membuka sekolah resmi Konfusianisme di
zaman Edo. Sehingga banyak sekali buku yg membahas tentang Konfusianisme.
Masyarakat Edo pada saat itu mulai mengkaji dari sisi sejarah.
Pada masa akhir Edo, mereka menemukan sesuatu yang mengagetkan, yaitu
adanya keluarga tititsan dewa sejak zaman Himiko. Hal itu menyebabkan banyaknya
buku Shinto yang dicetak ukang, contohnya Kojiki, sampai sampai banyak dicetak juga
buku tafsir Kojiki itu, dikarenakan Kojiki ditulis menggunakan huruf China. Pada
zaman itu buku buku Shinto mulai deplaari kembali; Kojiki, Nihon-shiki, catatan kuno
Tosa Nikki. Munculnya Gerakan Kokugaku, atau national learning, seoalah mereka
menemukan pengetahuan tentang Jepang zaman dahulu. Alasan mengapa ajaran
Shintoisme dibukukan adalah karena ajaran Buddhisme yang sudah memiliki buku
tersendiri. Pada zaman Meiji ada 2 kebijakan besar. Yang pertama adalah pemisahan
ajaran Shinto dan Buddha karena dua ajaran tersebut sebenarnya berbeda. Buddha
adalah ajaran dari luar yang menumpang, sedangkan Shinto adalah ajaran dari dalam
negeri. Detegakkan juga bahwa Jepang adalah negara yang menganut ajran Shinto, atau
kebijakan Kokka Shinto. Kebijakan ini menyebabkan semua ajaran yang tidak
bersandar ke Shinto harus didaftarkan ke Shinto, jika tidak maka akan dihilangkan.
Sedangkan Konfusianisme tetap karena Konfusianisme adalah ajaran untuk
menghoirmati leluhur. Mirip dengan Shinto.
Pada zaman edo, yg belajar Konfusianisme semuanya adalah samurai yg
kebanyakan menjadi pemimpin saat itu. Syarat untuk menjadi administrasi negara masa
itu adalah ujian penasfiran Konfusianisme. Hal ini karena Konfusianisme dianggap
mengajarkan kebenaran tentang pengaturan masyarakat. Dari situlah samurai
mempelajari Konfusianisme. Sebenarnya pada zaman Meiji yang berkuasa adalah
samurai, sehingga ideologi tersebut menjadi standar mereka. Sehingga ideologi itu
diwujudakan didalam kebijakan zaman Meiji. Pada saat perang dunia ke 2, ideologi ini
adalah ideologi yang digunakan, yaitu gabungan dari Shinto dan Konfusianisme.
Sebenarnya Konfusianisme adalah yang mengajarkan ketaatan pada pemimpin, bukan
Shinto. Pada 1945 Kokka Shinto dhanpus dan ideologinya diubah menjadi demokrasi.

Anda mungkin juga menyukai