Anda di halaman 1dari 12

SHINTO

Sebuah torii di Kuil Itsukushima


Shinto ( Shint?, secara harfiah bermakna "jalan/jalur dewa") adalah sebuah agama yang berasal
dari Jepang. Dari masa Restorasi Meiji hingga akhir Perang Dunia II, Shinto adalah agama resmi di
Jepang.
Shinto sebagai agama asli bangsa Jepang, agama tersebut memiliki sifat yang cukup unik. Proses
terbentuknya, bentuk-bentuk upacara keagamaannya maupun ajaran-ajarannya memperlihatkan
perkembangan yang sangat ruwet. Banyak istilah-istilah dalam agama Shinto yang sukar dialih
bahasakan dengan tepat ke dalam bahasa lainnya. Kata-kata Shinto sendiri sebenarnya berasal dari
bahasa China yang berarti jalan para dewa, pemujaan para dewa, pengajaran para dewa, atau
agama para dewa. Dan nama Shinto itu sendiri baru dipergunakan untuk pertama kalinya untuk
menyebut agama asli bangsa Jepang itu ketika agama Buddha dan agama konfusius (Tiongkok) sudah
memasuki Jepang pada abad keenam masehi.
Pertumbuhan dan perkembagan agama serta kebudayaan Jepang memang memperlihatkan
kecenderungan yang asimilatif. Sejarah Jepang memperlihatkan bahwa negeri itu telah menerima
berbagai macam pengaruh, baik kultural maupun spiritual dari luar. Semua pengaruh itu tidak
menghilangkan tradisi asli, dengan pengaruh-pengaruh dari luar tersebut justru memperkaya kehidupan
spiritual bangsa Jepang. Antara tradisi-tradisi asli dengan pengaruh-pengaruh dari luar senantiasa
dipadukan menjadi suatu bentuk tradisi baru yang jenisnya hampir sama. Dan dalam proses perpaduan
itu yang terjadi bukanlah pertentangan atau kekacauan nilai, melainkan suatu kelangsungan dan
kelanjutan. Dalam bidang spiritual, pertemuan antara tradisi asli Jepang dengan pengaruh-pengaruh
dari luar itu telah membawa kelahiran suatu agama baru yaitu agama Shinto, agama asli Jepang.

Pengertian
Shinto adalah kata majemuk daripada Shin dan To. Arti kata Shin adalah roh dan To adalah
jalan. Jadi Shinto mempunyai arti lafdziah jalannya roh, baik roh-roh orang yang telah
meninggal maupun roh-roh langit dan bumi. Kata To berdekatan dengan kata Tao dalam taoisme
yang berarti jalannya Dewa atau jalannya bumi dan langit. Sedang kata Shin atau Shen identik
dengan kata Yin dalam taoisme yang berarti gelap, basah, negatif dan sebagainya ; lawan dari kata
Yang. Dengan melihat hubungan nama Shinto ini, maka kemungkinan besar Shintoisme
dipengaruhi paham keagamaan dari Tiongkok. Sedangkan Shintoisme adalah paham yang berbau
keagamaan yang khusus dianut oleh bangsa Jepang sampai sekarang. Shintoisme merupakan filsafat
religius yang bersifat tradisional sebagai warisan nenek moyang bangsa Jepang yang dijadikan
pegangan hidup. Tidak hanya rakyat Jepang yang harus menaati ajaran Shintoisme melainkan juga
pemerintahnya juga harus menjadi pewaris serta pelaksana agama dari ajaran ini.
Sumber Penulisan

Pertama sumber luar (asing) yang banyak ditemukan pada sejumlah buku
atau site seperti wikipedia misalnya, menjelaskan dengan cukup detail
tentang agama ini.

Kedua, ajaran Shinto menurut versi negara terutama saat agama ini
ditetapkan sebagai agama resmi zaman Meiji dahulu. Doktrin dan ajaran
mulai ditulis yang sepertinya lebih difokuskan pada ajaran kesetiaan pada
negara dan kaisar.

Ketiga, sumber dari lembaga pendidikan seperti Encyclopedia Shinto.

Dan yang terakhir adalah sumber dari masyarakat itu sendiri.

Sejarah
Shintoisme (agama Shinto) pada mulanya adalah merupakan perpaduan antara paham serba jiwa
(animisme) dengan pemujaan terhadap gejala-gejala alam. Shintoisme dipandang oleh bangsa Jepang
sebagai suatu agama tradisional warisan nenek moyang yang telah berabad-abad hidup di Jepang,
bahkan paham ini timbul daripada mitos-mitos yang berhubungan dengan terjadinya negara Jepang.
Latar belakang historis timbulnya Shintoisme adalah sama-sama dengan latar belakang historis tentang
asal usul timbulnya negara dan bangsa Jepang. Karena yang menyebabkan timbulnya paham ini adalah
budidaya manusia dalam bentuk cerita-cerita pahlawan (mitologi) yang dilandasi kepercayaan
animisme, maka paham ini dapat digolongkan dalam klasifikasi agama alamiah. Nama Shinto muncul
setelah masuknya agama Buddha ke Jepang pada abad keenam masehi yang dimaksudkan untuk
menyebut kepercayaan asli bangsa Jepang. Selama berabad-abad antara agama Shinto dan agama
Buddha telah terjadi percampuran yang sedemikian rupa (bahkan boleh dikatakan agama Shinto berada
di bawah pengaruh kekuasaan agama Buddha) sehingga agama Shinto senantiasa disibukkan oleh
usaha-usaha untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya sendiri. Pada perkembangan
selanjutnya, dihadapkan pertemuan antara agama Budha dengan kepercayaan asli bangsa Jepang
(Shinto) yang akhienya mengakibatkan munculnya persaingan yang cukup hebat antara pendeta bangsa
Jepang (Shinto) dengan para pendeta agama Buddha, maka untuk mempertahankan kelangsungan
hidup agama Shinto para pendetanya menerima dan memasukkan unsur-unsur Buddha ke dalam sistem
keagamaan mereka. Akibatnya agama Shinto justru hampir kehilangan sebagian besar sifat aslinya.
Misalnya, aneka ragam upacara agama bahkan bentuk-bentuk bangunan tempat suci agama Shinto
banyak dipengaruhi oleh agama Buddha. Patung-patang dewa yang semula tidak dikenal dalam agama
Shinto mulai diadakan dan ciri kesederhanaan tempat-tempat suci agama Shinto lambat laun menjadi
lenyap digantikan dengan gaya yang penuh hiasan warna-warni yang mencolok.
Tentang pengaruh agama Buddha yang lain nampak pada hal-hal seperti anggapan bahwa dewa-dewa
Shintoisme merupakan Awatara Buddha (penjelmaan dari Buddha dan Bodhisatwa), Dainichi Nyorai
(cahaya besar) merupakan figur yang disamakan dengan Waicana (salah satu dari dewa-dewa penjuru
angin dalam Budhisme Mahayana), hal im berlangsung sampai abad ketujuh belas masehi. Setelah
abad ketujuh belas timbul lagi gerakan untuk menghidupkan kembali ajaran Shinto murni di bawah
pelopor Kamamobuchi, Motoori, Hirata, Narinaga dan lain-lain dengan tujuan bangsa Jepang ingin
membedakan Badsudo (jalannya Buddha) dengan Kami (roh-roh yang dianggap dewa oleh bangsa
Jepang) untuk mempertahankan kelangsungan kepercayaannya. Pada abad kesembilan belas tepatnya
tahun 1868 agama Shinto diproklamirkan menjadi agama negara yang pada saat itu agama Shinto
mempunyai 10 sekte dan 21 juta pemeluknya. Sejak saat itu dapat dikatakan bahwa paham Shintoisme
merupakan ajaran yang mengandung politik religius bagi Jepang, sebab saat itu taat kepada ajaran
Shinto berarti taat kepada kaisar dan berarti pula berbakti kepada negara dan politik negara.
Kepercayaan dan Peribadatan Agama Shinto
Kepercayaan agama Shinto
Dalam agama Shinto yang merupakan perpaduan antara paham serba jiwa (animisme) dengan
pemujaan terhadap gejala-gejala alam mempercayai bahwasanya semua benda baik yang hidup maupun
yang mati dianggap memiliki ruh atau spirit, bahkan kadang-kadang dianggap pula berkemampuan
untuk bicara, semua ruh atau spirit itu dianggap memiliki daya kekuasaan yang berpengaruh terhadap
kehidupan mereka (penganut Shinto), daya-daya kekuasaan tersebut mereka puja dan disebut dengan
Kami. Istilah Kami dalam agama Shinto dapat diartikan dengan di atas atau unggul, sehingga
apabila dimaksudkan untuk menunjukkan suatu kekuatan spiritual, maka kata Kami dapat dialih
bahasakan (diartikan) dengan Dewa (Tuhan, God dan sebagainya). Jadi bagi bangsa Jepang kata

Kami tersebut berarti suatu objek pemujaan yang berbeda pengertiannya dengan pengertian objekobjek pemujaan yang ada dalam agama lain.
Dewa-dewa dalam agama Shinto jumlahnya tidak terbatas, bahkan senantiasa bertambah, hal ini
diungkapkan dalam istilah Yao-Yarozuno Kami yang berarti delapan miliun dewa. Menurut agama
Shinto kepercayaan terhadap berbilangnya tersebut justru dianggap mempunyai pengertian yang
positif. Sebuah angka yang besar berarti menunjukkan bahwa para dewa itu memiliki sifat yang agung,
maha sempurna, maha suci dan maha murah. Oleh sebab itu angka-angka seperti 8, 80, 180, 5, 100, 10,
50, 100, 500 dan seterusnya dianggap sebagai angka-angka suci karena menunjukkan bahwa jumlah
para dewa itu tidak terbatas jumlahnya. Dan seperti halnya jumlah angka dengan bilangannya yang
besar maka bilangan itu juga menunjukkan sifat kebesaran dan keagungan Kami. Pengikut-pengikut
agama Shinto mempunyai semboyan yang berbunyi Kami negara no mishi yang artinya : tetap
mencari jalan dewa. Kepercayaan kepada Kami daripada benda-benda dan seseorang, keluarga, suku,
raja-raja sampai kepada Kami alam raya menimbulkan kepercayaan kepada dewa-dewa. Orang
Jepang (Shinto) mengakui adanya dewa bumi dan dewa langit (dewa surgawi) dan dewa yang tertinggi
adalah Dewi Matahari (Ameterasu Omikami) yang dikaitkan dengan pemberi kamakmuran dan
kesejahteraan serta kemajuan dalam bidang pertanian.
Disamping mempercayai adanya dewa-dewa yang memberi kesejahteraan hidup, mereka juga
mempercayai adanya kekuatan gaib yang mencelakakan, yakni hantu roh-roh jahat yang disebut
dengan Aragami yang berarti roh yang ganas dan jahat. Jadi dalam Shintoisme ada pengertian kekuatan
gaib yang dualistis yang satu sama lain saling berlawanan yakni Kami versus Aragami (Dewi
melawan roh jahat) sebagaimana kepercayaan dualisme dalam agama Zarathustra.
Dari kutipan di atas dapat dilihat adanya tiga hal yang terdapat dalam konsepsi kedewaan agama
Shinto, yaitu :

Dewa-dewa yang pada umumnya merupakan personifikasi dari gejala-gejala


alam itu dianggap dapat mendengar, melihat dan sebagainya sehingga
harus dipuja secara langsung.

Dewa-dewa tersebut dapat terjadi (penjelmaan) dari roh manusia yang


sudah meninggal.

Dewa-dewa tersebut dianggap mempunyai spirit (mitama) yang beremanasi


dan berdiam di tempat-tempat suci di bumi dan mempengaruhi kehidupan
manusia.

Peribadatan agama Shinto


Agama Shinto sangat mementingkan ritus-ritus dan memberikan nilai sangat tinggi terhadap ritus yang
sangat mistis. Menurut agama Shinto watak manusia pada dasarnya adalah baik dan bersih. Adapun
jelek dan kotor adalah pertumbuhan kedua, dan merupakan keadaan negatif yang harus dihilangkan
melalui upacara pensucian (Harae). Karena itu agama Shinto sering dikatakan sebagai agama yang
dimulai dengan dengan pensucian dan diakhiri dengan pensucian. Upacara pensucian (Harae)
senantiasa dilakukan mendahului pelaksanaan upacara-upacara yang lain dalam agama Shinto.
Ritus-ritus yang dilakukan dalam agama Shinto terutama adalah untuk memuja dewi Matahari
(Ameterasu Omikami) yang dikaitkan dengan kemakmuran dan kesejahteraan serta kemajuan dalam
bidang pertanian (beras), yang dilakukan rakyat Jepang pada Bulan Juli dan Agustus di atas gunung
Fujiyama.

Ritual Shintoisme
Matsuri adalah kata dalam bahasa Jepang yang menurut pengertian agama Shinto berarti ritual yang
dipersembahkan untuk Kami, sedangkan menurut pengertian sekularisme berarti festival, perayaan atau
hari libur perayaan. Matsuri diadakan di banyak tempat di Jepang dan pada umumnya diselenggarakan
jinja atau kuil, walaupun ada juga matsuri yang diselenggarakan gereja dan matsuri yang tidak
berkaitan dengan institusi keagamaan. Di daerah Kyushu, matsuri yang dilangsungkan pada musim
gugur disebut Kunchi. Sebagian besar matsuri diselenggarakan dengan maksud untuk mendoakan
keberhasilan tangkapan ikan dan keberhasilan panen (beras, gandum, kacang, jawawut, jagung),
kesuksesan dalam bisnis, kesembuhan dan kekebalan terhadap penyakit, keselamatan dari bencana, dan
sebagai ucapan terima kasih setelah berhasil dalam menyelesaikan suatu tugas berat. Matsuri juga
diadakan untuk merayakan tradisi yang berkaitan dengan pergantian musim atau mendoakan arwah
tokoh terkenal. Makna upacara yang dilakukan dan waktu pelaksanaan matsuri beraneka ragam seusai
dengan tujuan penyelenggaraan matsuri. Matsuri yang mempunyai tujuan dan maksud yang sama dapat
mempunyai makna ritual yang berbeda tergantung pada daerahnya. Pada penyelenggaraan matsuri
hampir selalu bisa ditemui prosesi atau arak-arakan Mikoshi, Dashi (Danjiri) dan Yatai yang semuanya
merupakan nama-nama kendaraan berisi Kami atau objek pemujaan. Pada matsuri juga bisa dijumpai
Chigo (anak kecil dalam prosesi), Miko (anak gadis pelaksana ritual), Tekomai (laki-laki berpakaian
wanita), Hayashi (musik khas matsuri), penari, peserta dan penonton yang berdandan dan berpakaian
bagus, dan pasar kaget beraneka macam makanan dan permainan
Matsuri
Matsuri berasal dari kata matsuru (matsuru? menyembah, memuja) yang berarti pemujaan terhadap
Kami atau ritual yang terkait. Dalam teologi agama Shinto dikenal empat unsur dalam matsuri:
penyucian (harai), persembahan, pembacaan doa (norito), dan pesta makan. Matsuri yang paling tua
yang dikenal dalam mitologi Jepang adalah ritual yang dilakukan di depan Amano Iwato. Matsuri
dalam bentuk pembacaan doa masih tersisa seperti dalam bentuk Kigansai (permohonan secara
individu kepada jinja atau kuil untuk didoakan dan Jichinsai (upacara sebelum pendirian bangunan atau
konstruksi). Pembacaan doa yang dilakukan pendeta Shinto untuk individu atau kelompok orang di
tempat yang tidak terlihat orang lain merupakan bentuk awal dari matsuri. Pada saat ini, Ise Jing
merupakan salah satu contoh kuil agama Shinto yang masih menyelenggarakan matsuri dalam bentuk
pembacaan doa yang eksklusif bagi kalangan terbatas dan peserta umum tidak dibolehkan ikut serta.
Sesuai dengan perkembangan zaman, tujuan penyelenggaraan matsuri sering melenceng jauh dari
maksud matsuri yang sebenarnya. Penyelenggaraan matsuri sering menjadi satu-satunya tujuan
dilangsungkannya matsuri, sedangkan matsuri hanya tinggal sebagai wacana dan tanpa makna religius
Dewa Dewi
Dewi matahari Shinto disebut Tensho Daijin yang juga dikenal dengan Amaterasu Omikami.
Amaterasu adalah Ratu dari seluruh Kami, ia adalah anak dari Izanagi dan Izanami (Dewa Pencipta
dari mitologi Jepang). Keluarga Kekaisaran Jepang mengatakan bahwa mereka adalah keturunan
langsung dari garis keturunan Dewi Amaterasu. Oleh karena itu maka para Kaisar Jepang dianggap
sebagai keturunan para dewa. Kamus Istilah dan Konsep Buddhis menyertakan informasi berikut
berkaitan dengannya: Dewi Matahari yang terdapat dalam mitologi Jepang, yang belakangan diadopsi
menjadi seorang dewa pelindung dalam Buddhisme. Menurut catatan sejarah tertua, Kojiki (Catatan
tentang Hal-hal Kuno) dan Nihon Shoki (Sejarah Negeri Jepang), ia adalah pemimpin mahkluk gaib
dan juga leluhur dari keluarga kerajaan. Dalam banyak tulisannya, Nichiren Daishonin memandang
Tensho Daijin sebagai personifikasi dari perbuatan-perbuatan yang melindungi kemakmuran orangorang yang memiliki hati kepercayaan dalam Hukum Sejati.
Kitab Suci
Kitab suci agama Shinto yang paling tua ada dua buah, yang disusun sepuluh abad sepeninggal Jimmu
Tenno (660 SM) yang merupakan kaisar Jepang yang pertama, yaitu; Kojiki (Catatan dari hal-hal
Kuno) yang mencatat peristiwa-peristiwa purbakala yang disusun pada 712 M, dan Nihongi (Sejarah

Jepang) yang ditulis pada 720 M oleh seorang pangeran Jepang . Kemudian terdapat dua karya
kemudian, yakni Yengishiki (Lembaga-lembaga pada masa Yengi), dan Manyoshiu yaitu kumpulan dari
10.000 daun adalah karya utama, tetapi ini tidak dianggap sebagai kitab suci yang diwahyukan.
Tujuan Agama Shinto
Tujuan utama dari Shinto adalah mencapai keabadian di antara mahluk-mahluk rohani, Kami. Kami
dipahami oleh penganut Shinto sebagai satu kekuasaan supernatural yang suci hidup di atau terhubung
dengan dunia roh. Agama Shinto sangat animistik, sebagaimana kebanyakan keyakinan timur, percaya
bahwa semua mahluk hidup memiliki satu Kami dalam hakikatnya. Hakikat manusia adalah yang
paling tinggi, karena mereka memiliki Kami yang paling banyak. Keselamatan adalah hidup dalam
jiwa dunia dengan mahluk-mahluk suci ini, Kami. Jalan Untuk Mencapai Tujuan Dalam Shinto
keselamatan dicapai melalui pentaatan terhadap semua larangan dan penghindaran terhadap orang atau
obyek yang mungkin menyebabkan ketidak sucian atau polusi. Persembahyangan dilakukan dan
persembahan dibawa ke kuil untuk para Dewa yang dikatakan ada sejumlah 800 miliar di alam
semesta. Manusia tidak mempunyai Tuhan tertinggi untuk ditaati, tetapi hanya perlu mengetahui
bagaimana menyesuaikan diri dengan Kami dalam berbagai manifestasinya. Kami seseorang tetap
hidup setelah kematian, dan manusia biasanya menginginkan untuk berharga dan dikenang dengan baik
oleh keturunannya. Oleh karena itu, pemenuhan kewajiban adalah unsur yang paling penting dari
Shinto.

Shintoisme atau cukup disebut Shinto, adalah agama kuno dalam sejarah Jepang.
Sebagai agama panteistik, penganut Shinto menyembah dewa atau roh yang dapat berada di kuil lokal
tertentu atau disembah secara global, seperti dewi matahari Amaterasu.
Shinto diperkirakan berkembang dari ritual dan dewa-dewa pemukim awal Jepang.
Kepercayaan ini juga memiliki aspek animisme, yaitu keyakinan bahwa roh berada dalam berbagai
benda di alam.
Itu sebab, Shinto mengajarkan manusia untuk menjalani kehidupan yang harmoni dengan alam.
Shinto bisa pula dimaknai sebagai sebuah filosofi dan budaya. Tidak seperti agama lain, Shinto tidak
memiliki kitab suci, tidak ada doa-doa yang dibakukan, serta tidak memiliki ritual formal wajib.
Pun terdapat ritual, hal tersebut biasanya hanya ditujukan bagi suatu kuil, keluarga, atau dewa tertentu.
Sering disalahartikan sebagai pemujaan leluhur, Shinto menghormati kami atau entitas spiritual
yang berada di sekitar lingkungan manusia.
Entitas spiritual tersebut bisa berupa dewa, roh penunggu tempat tertentu, atau roh nenek moyang
tertentu.
Shinto telah hidup berdampingan dengan agama Buddha selama berabad-abad di Jepang, sehingga
banyak dewa tradisional Shinto yang turut diserap dalam keyakinan Budha.
Karma dan keyakinan reinkarnasi Buddhisme terintegrasi dengan animisme Shinto untuk membentuk
sistem keyakinan baru yang unik di Jepang.
Tidak ada persyaratan bahwa seorang pengikut Shinto harus mengingkari semua sistem keyakinan lain.
Hal ini yang menjelaskan bagaimana Shinto bisa hidup berdampingan dengan Budha secara damai.

Shinto adalah agama resmi Jepang sebelum Perang Dunia II dan kaisar diyakini sebagai penjelmaan
dewa yang menjadi keturunan langsung Amaterasu, sang Dewi Matahari
Sebagai informasi, kata kamikaze berarti angin dari dewa, dimana kami atau kekuatan spiritual
diharapkan menjaga Jepang tetap aman dari penyerbu asing.
Karena praktik Shinto yang bersifat lokal, ajaran ini tetap diparktikkan di banyak rumah tangga Jepang
dan tetap hidup berdampingan dengan agama Buddha hingga saat ini.[]

AGAMA SHINTO (Sejarah dan Ajarannya)


September 24, 2008 pukul 3:15 am | Ditulis dalam Agama | Tinggalkan komentar
Agama Jepang biasanya disebut dengan agama Shinto. Sebagai agama asli bangsa Jepang, agama
tersebut memiliki sifat yang cukup unik. Proses terbentuknya, bentuk-bentuk upacara keagamaannya
maupun ajaran-ajarannya memperlihatkan perkembangan yang sangat ruwet. Banyak istilah-istilah
dalam agama Shinto yang sukar dialih bahasakan dengan tepat ke dalam bahasa lainnya. Kata-kata
Shinto sendiri sebenarnya berasal dari bahasa China yang berarti jalan para dewa, pemujaan para
dewa, pengajaran para dewa, atau agama para dewa. Dan nama Shinto itu sendiri baru
dipergunakan untuk pertama kalinya untuk menyebut agama asli bangsa Jepang itu ketika agama
Buddha dan agama konfusius (Tiongkok) sudah memasuki Jepang pada abad keenam masehi.
Pertumbuhan dan perkembagan agama serta kebudayaan Jepang memang memperlihatkan
kecenderungan yang asimilatif. Sejarah Jepang memperlihatkan bahwa negeri itu telah menerima
berbagai macam pengaruh, baik kultural maupun spiritual dari luar. Semua pengaruh itu tidak
menghilangkan tradisi asli, dengan pengaruh-pengaruh dari luar tersebut justru memperkaya kehidupan
spiritual bangsa Jepang. Antara tradisi-tradisi asli dengan pengaruh-pengaruh dari luar senantiasa
dipadukan menjadi suatu bentuk tradisi baru yang jenisnya hampir sama. Dan dalam proses perpaduan
itu yang terjadi bukanlah pertentangan atau kekacauan nilai, melainkan suatu kelangsungan dan
kelanjutan. Dalam bidang spiritual, pertemuan antara tradisi asli Jepang dengan pengaruh-pengaruh
dari luar itu telah membawa kelahiran suatu agama baru yaitu agama Shinto, agama asli Jepang.
SHINTOISME (AGAMA SHINTO)
I. Pengertian
Shinto adalah kata majemuk daripada Shin dan To. Arti kata Shin adalah roh dan To adalah
jalan. Jadi Shinto mempunyai arti lafdziah jalannya roh, baik roh-roh orang yang telah
meninggal maupun roh-roh langit dan bumi. Kata To berdekatan dengan kata Tao dalam taoisme
yang berarti jalannya Dewa atau jalannya bumi dan langit. Sedang kata Shin atau Shen identik

dengan kata Yin dalam taoisme yang berarti gelap, basah, negatif dan sebagainya ; lawan dari kata
Yang. Dengan melihat hubungan nama Shinto ini, maka kemungkinan besar Shintoisme
dipengaruhi faham keagamaan dari Tiongkok.
Sedangkan Shintoisme adalah faham yang berbau keagamaan yang khusus dianut oleh bangsa Jepang
sampai sekarang. Shintoisme merupakan filsafat religius yang bersifat tradisional sebagai warisan
nenek moyang bangsa Jepang yang dijadikan pegangan hidup. Tidak hanya rakyat Jepang yang harus
menaati ajaran Shintoisme melainkan juga pemerintahnya juga harus menjadi pewaris serta pelaksana
agama dari ajaran ini.
II. Sejarah
Shintoisme (agama Shinto) pada mulanya adalah merupakan perpaduan antara faham serba jiwa
(animisme) dengan pemujaan terhadap gejala-gejala alam. Shintoisme dipandang oleh bangsa Jepang
sebagai suatu agama tradisional warisan nenek moyang yang telah berabad-abad hidup di Jepang,
bahkan faham ini timbul daripada mitos-mitos yang berhubungan dengan terjadinya negara Jepang.
Latar belakang historis timbulnya Shintoisme adalah sama-sama dengan latar belakang historis tentang
asal-usul timbulnya negara dan bangsa Jepang. Karena yang menyebabkan timbulnya faham ini adalah
budidaya manusia dalam bentuk cerita-cerita pahlawan (mitologi) yang dilandasi kepercayaan
animisme, maka faham ini dapat digolongkan dalam klasifikasi agama alamiah.
Nama Shinto muncul setelah masuknya agama Buddha ke Jepang pada abad keenam masehi yang
dimaksudkan untuk menyebut kepercayaan asli bangsa Jepang. Selama berabad-abad antara agama
Shinto dan agama Buddha telah terjadi percampuran yang sedemikian rupa (bahkan boleh dikatakan
agama Shinto berada di bawah pengaruh kekuasaan agama Buddha) sehingga agama Shinto senantiasa
disibukkan oleh usaha-usaha untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya sendiri.
Pada perkembangan selanjutnya, dihadapkan pertemuan antara agama Budha dengan kepercayaan asli
bangsa Jepang (Shinto) yang akhienya mengakibatkan munculnya persaingan yang cukup hebat antara
pendeta bangsa Jepang (Shinto) dengan para pendeta agama Buddha, maka untuk mempertahankan
kelangsungan hidup agama Shinto para pendetanya menerima dan memasukkan unsur-unsur Buddha ke
dalam sistem keagamaan mereka. Akibatnya agama Shinto justru hampir kehilangan sebagian besar
sifat aslinya. Misalnya, aneka ragam upacara agama bahkan bentuk-bentuk bangunan tempat suci
agama Shinto banyak dipengaruhi oleh agama Buddha. Patung-patang dewa yang semula tidak dikenal
dalam agama Shinto mulai diadakan dan ciri kesederhanaan tempat-tempat suci agama Shinto lambat
laun menjadi lenyap digantikan dengan gaya yang penuh hiasan warna-warni yang mencolok.
Tentang pengaruh agama Buddha yang lain nampak pada hal-hal seperti anggapan bahwa dewa-dewa
Shintoisme merupakan Awatara Buddha (penjelmaan dari Buddha dan Bodhisatwa), Dainichi Nyorai
(cahaya besar) merupakan figur yang disamakan dengan Waicana (salah satu dari dewa-dewa penjuru
angin dalam Budhisme Mahayana), hal im berlangsung sampai abad ketujuh belas masehi.
Setelah abad ketujuh belas timbul lagi gerakan untuk menghidupkan kembali ajaran Shinto murni di
bawah pelopor Kamamobuchi, Motoori, Hirata, Narinaga dan lain-lain dengan tujuan bangsa Jepang
ingin membedakan Badsudo (jalannya Buddha) dengan Kami (roh-roh yang dianggap dewa oleh
bangsa Jepang) untuk mempertahankan kelangsungan kepercayaannya.
Pada abad kesembilan belas tepatnya tahun 1868 agama Shinto diproklamirkan menjadi agama negara
yang pada saat itu agama Shinto mempunyai 10 sekte dan 21 juta pemeluknya. Sejak saat itu dapat
dikatakan bahwa paham Shintoisme merupakan ajaran yang mengandung politik religius bagi Jepang,
sebab saat itu taat kepada ajaran Shinto berarti taat kepada kaisar dan berarti pula berbakti kepada
negara dan politik negara.
III. Kepercayaan dan Peribadatan Agama Shinto
A. Kepercawaan agama Shinto
Dalam agama Shinto yang merupakan perpaduan antara faham serba jiwa (animisme) dengan pemujaan
terhadap gejala-gejala alam mempercayai bahwasanya semua benda baik yang hidup maupun yang
mati dianggap memiliki ruh atau spirit, bahkan kadang-kadang dianggap pula berkemampuan untuk
bicara, semua ruh atau spirit itu dianggap memiliki daya kekuasaan yang berpengaruh terhadap

kehidupan mereka (penganut Shinto), daya-daya kekuasaan tersebut mereka puja dan disebut dengan
Kami.
Istilah Kami dalam agama Shinto dapat diartikan dengan di atas atau unggul, sehingga apabila
dimaksudkan untuk menunjukkan suatu kekuatan spiritual, maka kata Kami dapat dialih bahasakan
(diartikan) dengan Dewa (Tuhan, God dan sebagainya). Jadi bagi bangsa Jepang kata Kami
tersebut berarti suatu objek pemujaan yang berbeda pengertiannya dengan pengertian objek-objek
pemujaan yang ada dalam agama lain.
Dewa-dewa dalam agama Shinto jumlahnya tidak terbatas, bahkan senantiasa bertambah, hal ini
diungkapkan dalam istilah Yao-Yarozuno Kami yang berarti delapan miliun dewa. Menurut agama
Shinto kepercayaan terhadap berbilangnya tersebut justru dianggap mempunyai pengertian yang
positif. Sebuah angka yang besar berarti menunjukkan bahwa para dewa itu memiliki sifat yang agung,
maha sempurna, maha suci dan maha murah. Oleh sebab itu angka-angka seperti 8, 80, 180, 5, 100, 10,
50, 100, 500 dan seterusnya dianggap sebagai angka-angka suci karena menunjukkan bahwa jumlah
para dewa itu tidak terbatas jumlahnya. Dan seperti halnya jumlah angka dengan bilangannya yang
besar maka bilangan itu juga menunjukkan sifat kebesaran dan keagungan Kami.
Pengikut-pengikut agama Shinto mempunyai semboyan yang berbunyi Kami negara no mishi
yang artinya : tetap mencari jalan dewa. Kepercayaan kepada Kami daripada benda-benda dan
seseorang, keluarga, suku, raja-raja sampai kepada Kami alam raya menimbulkan kepercayaan
kepada dewa-dewa. Orang Jepang (Shinto) mengakui adanya dewa bumi dan dewa langit (dewa
surgawi) dan dewa yang tertinggi adalah Dewi Matahari (Ameterasu Omikami) yang dikaitkan dengan
pemberi kamakmuran dan kesejahteraan serta kemajuan dalam bidang pertanian.
Disamping mempercayai adanya dewa-dewa yang memberi kesejahteraan hidup, mereka juga
mempercayai adanya kekuatan gaib yang mencelakakan, yakni hantu roh-roh jahat yang disebut
dengan Aragami yang berarti roh yang ganas dan jahat. Jadi dalam Shintoisme ada pengertian kekuatan
gaib yang dualistis yang satu sama lain saling berlawanan yakni Kami versus Aragami (Dewi
melawan roh jahat) sebagaimana kepercayaan dualisme dalam agama Zarathustra.
Dari kutipan di atas dapat dilihat adanya tiga hal yang terdapat dalam konsepsi kedewaan agama
Shinto, yaitu :
1. Dewa-dewa yang pada umumnya merupakan personifikasi dari gejala-gejala alam itu dianggap dapat
mendengar, melihat dan sebagainya sehingga harus dipuja secara langsung.
2. Dewa-dewa tersebut dapat terjadi (penjelmaan) dari roh manusia yang sudah meninggal.
3. Dewa-dewa tersebut dianggap mempunyai spirit (mitama) yang beremanasi dan berdiam di tempattempat suci di bumi dan mempengaruhi kehidupan manusia.
B. Peribadatan agama Shinto
Agama Shinto sangat mementingkan ritus-ritus dan memberikan nilai sangat tinggi terhadap ritus yang
sangat mistis. Menurut agama Shinto watak manusia pada dasarnya adalah baik dan bersih. Adapun
jelek dan kotor adalah pertumbuhan kedua, dan merupakan keadaan negatif yang harus dihilangkan
melalui upacara pensucian (Harae). Karena itu agama Shinto sering dikatakan sebagai agama yang
dimulai dengan dengan pensucian dan diakhiri dengan pensucian. Upacara pensucian (Harae)
senantiasa dilakukan mendahului pelaksanaan upacara-upacara yang lain dalam agama Shinto.
Ritus-ritus yang dilakukan dalam agama Shinto terutama adalah untuk memuja dewi Matahari
(Ameterasu Omikami) yang dikaitkan dengan kemakmuran dan kesejahteraan serta kemajuan dalam
bidang pertanian (beras), yang dilakukan rakyat Jepang pada Bulan Juli dan Agustus di atas gunung
Fujiyama.
TAOISME
A. Latar belakang munculnya Taoisme
Menurut tradisi, taoisme berasal dari seorang ahli pikir tiongkok yang terkenal dengan nama Lao tzu
(guru tua) yang diperkirakan lahir pada tahun 600 SM dan ada yang mengatakan ia lahir pada tahun
640 SM. Beberapa sarjana menyatakan bahwa beliau hidup tiga abad kemudian dari tahun tersebut,

sedangkan dari sarjana lainnya lagi bersikap ragu-ragu apakah beliau ini pernah benar-benar ada.
Menurut dugaan, Lao tzu hidup 50 tahun lebih dahulu dari pada Kun Fu Tse. Karena tahun kelahiran
Kun Fu Tse diperkirakan pada 551 SM. Mengenai orang tuanya, masa kanak-kanak serta
pendidikannya tidak banyak diketahui orang sebab tidak pernah ditulis dalam buku sejarah. Akan tetapi
setelah ajaran-ajarannya yang berhubungan dengan mistik mulai dikenal oleh para ahli pengetahuan
dan ahli filsafat di seluruh Tiongkok dalam masa-masa kemudian, maka baru timbul legenda tentang
kehidupannya meskipun legenda tersebut tetap masih berupa teka-teki.
Lao tze dengan tekunnya mempelajari buku-buku kuno dan kemudian membentuk pendapatnya sendiri
tentang agama dan filsafat yang pada masa kemudian sangat menarik perhatian orang-orang yang
mempelajarinya. Ketika berumur 90 tahun dia memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya sebagai
pegawai arsip kerajaan untuk kemudian melakukan pengembaraan ke seluruh negara guna menghindari
tindakan raja yang ia anggap kejam atau dholim. Dia membeli sebuah kereta kecil yang ditarik oleh
seekor sapi htam dan dengan keretanya itu ia menuju ke daerah Chu, akan tetapi ketika melintasi
perbatasan, seorang penjaga perbatasan mengenalnya, penjaga perbatasan tersebut barnama Yin Hse
menegurnya : Tuan selalu menyukai hidup sebagai seorang pertapa, akan tetapi tuan tidak pernah
menulis ajaran-ajaran tuan sekarang tuan ingin meninggalkan daerah ini, pelajaran tuan akan dilupakan
orang maka dan itu saya tak akan mengijinkan tuan untuk menyeberang sehingga tuan menulis pokokpokok ajaran tuan.
Untuk memenuhi permintaan itu Lao Tse tertahan diperbatasan tersebut untuk menulis ajarannya dalam
5000 kata-kata yang terbagi 81 syair pendek, yang kemudian syair-syair tesebut disebut : Tao Te
King. Lao Tse kemudian menyerahkan tulisannya kepada Yin Hse dengan menyatakan bahwa inilah
yang harus saya ajarkan, sekarang izinkanlah saya meninggalkan tempat ini. Buku Tao Te King
merupakan suatu kesaksian dari keserasian manusia dengan alam semesta ini, dapat dibaca hingga
selesai dalam waktu setengah jam ataupun sepanjang hidup dan sampai hari ini merupakan teks dasar
bagi keseluruhan pemikiran Tao.
Setelah kejadian tersebut baik La Tse maupun Yin Hse tidak muncul-muncul lagi seolah-olah mereka
tak pernah hidup, akan tetapi bukunya Tao Te King tetap dipelajari orang. Menurut dugaan beberapa
ahli sejarah, Lao Tse pernah ditemui oleh Kun Fu Tse dan mengadakan perdebatan tentang ajaranajarannya yang sanga antusias baginya. Menurut pendapat Prof James Legge dalam muqoddimah
terjemahan buku Tao Te King, kedua orang tersebut (Kun Fu Tse dan Lao Tse) nampaknya bertemu
lebih dari satu kali dan cenderung untuk menduga bahwa nama Lao Tse adalah timbul dari style
bahasa Kun fu Tse supaya dikenal oleh pengikut-pengikutnya sebagai guru tua. Mereka adalah ahli
pikir timur yang bertemu muka dengan pandangan pikiran yang berbeda, akan tetapi mereka tidak
pernah menyinggung-nyinggung tentang perbedaan pandangan itu. Kettka Kun Fu Tse masih muda
setelah mendapat kabar bahwa ada seorang ahli pikir tua yang bekerja sebagai pegawai administrasi
diperpustakaan kerajaan, terkenal dengan nama Lao Tse maka ia memutuskan untuk menemuinya.
Menurut pernyataan Kun Fu Tse sendiri yang disampaikan kepada murid-muridnya tentang pertemuan
dengan Lao Tse itu adalah menunjukkan bahwa pertemuan antara keduanya menimbulkan kemarahan
atau pertentangan, oleh karena Kun fu Tse telah mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan berat untuk
memancing jawaban-jawaban dari Lao Tse sehubungan dengan ajaran-ajarannya. Dialog antara
keduanya antara lain adalah sebagai berikut : Lao Tse terlebih dahulu bertanya kepadanya tentang halhal yang menarik perhatiannya, maka Kun Fu Tse menjawab bahwa yang menarik perhatian dirinya
ialah sejarah nenek moyang, terutama yang tertulis dalarn kitab Shu King (riwayat). Tetapi Lao Tse
menyela : bahwa orang-orang yang kamu percakapkan itu telah lama meninggal dan tulang-tulangnya
telah menjadi abu didalam kuburan. Kun Fu Tse mengatakan bahwa : Manusia itu menurut watak
aslinya adalah baik dan pengetahuannya dapat menjaganya untuk selalu baik. Kemudian setelah
mendengar uraian. Kun Fu Tse, demikian bertanyalah Lao Tse : tetapi mengapa kamu mempelajari
orang-orang kuno (nenek moyang). Dijawab oleh Kun : pengetahuan yang baru harus berdasarkan
pengetahuan kuno (lama). Belum selesai menerangkan, Lao Tse menganggunya dengan pertanyaan
sebagai berikut : Buanglah sikap ramah tamahmu dan lemparkanlah jubahmu yang indah itu. Orang
yang bijaksana tidaklah memamerkan kekayaannya kepada mereka yang tidak tau dan ia tidak akan
dapat mempelajari keadilan dan orang-orang kuno. Mengapa tidak? Tanya Kun Fu Tse selanjutnya

bukannya dengan memandikan maka seekor burung dara itu menjadi putih jawab Lao Tse. Setelah
Kun Fu Tse berfikir sejenak maka berkatalah ia : Saya tau bagaimana burung terbang, bagaimana ikan
berenang, bagaimana. binatang lari, dan bagaimana yang lari itu bisa, juga tertangkap ikan yang
berenang itu bisa juga terkail, burung terbang bisa juga tertembak. Tetapi ada ular naga yang besar dan
saya tidak dapat menceritakan bagaimana, ia menaiki angin dan dapat mengendarai awan. Saya telah
bertemu dan berbicara dengan Lao Tse dan hanya dapat membandingkan dia dengan ular naga itu.
Lalu ia tidak berkata apapun lagi kepadanya dan berlalulah ia.
Demikianlah salah satu contoh dialog antara dua orang filsuf tersebut, yang ajaran-ajarannya
dikemudian hari besar pengaruhnya terhadap kebudayaan bangsa Tiongkok, bahkan terhadap way of
life bangsa tersebut sampai sekarang, meskipun bangsa tersebut berada dibawah bayang-bayang hitam
dan pemerintahan komunis yang menginginkan hancurnya segala bentuk keagamaan serta tradisi nenek
moyangnya.
B. Pokok-pokok ajaran Taoisme.
Ajaran-ajaran Taoisme tercantum dalam kitabnya yang terkenal dengan nama Tao Te King yang
terdiri dari 25 halaman yang kemudian diberi komentar oleh pelbagai ahli filsafat sehingga menjadi
kitab yang sangat tebal. Kitab tersebut menyimpan suatu pengertian yang ajaib (misterius) yaitu yang
tersirat dalam kata TAO. Kata ini menyulitkan banyak sarjana untuk mengartikannya. Ada yang
mengartikan TAO dengan. Jalan atau Cara atau Akal dan Keutamaan bahkan ada juga yang
memberi arti sebagai Kata-kata suci dan sebagainya. Ajaran Taoisme cenderung membawa tradisi
Tiongkok kuno ke dalam bentuk keagamaan dan filsafat. Dengan demikian berarti Lao Tse menjadikan
Taoisme suatu faham yang dapat mengimbangi faham Konfusianisme yang terkenal dengan faham
kuno dan yang berusaha mempertahankan tradisi Tiongkok dalam bentuk baru tetapi berada pada jalan
yang sama dengan yang dilalui Taoisme.
Taoisme merupakan ajaran falsafah yang bercorak ketimuran terlihat dalam ajaran tersebut pandangan
hidup yang lebih menitik beratkan kepada moral individual dan sosial, sebab ternyata didalam ajaran
tersebut terdapat pandangan prinsipil bahwa manusia harus berbuat sesuai dengan sifat atau watakwatak yang dimiliki berikut : Tao adalah sesuatu yang maha halus dan bilamana sesuatu itu dapat
ditangkap pengertiannya maka ia bukanlah Tao yang sebenar-benarnya. Sesuai dengan sifat atau
watak-watak yang dimiliki oleh Tao yang digambarkan didalam muqoddimah Tao Te King sebagai
berikut Tao adalah sesuatu yang maha halus dan bilamana sesuatu itu dapat ditangkap pengertiannya,
maka ia adalah bukan Tao yang sebenar-benarnya. Karena sifatnya transendental, maka Tao
merupakan dasar segala yang ada. Nyanyian suci yang tertulis dalam kitab Tao Te King antara lain
memuja Tao sebagai hal yang paling gaib; kegaiban dari segala yang gaib, yang merupakan tempat
masuk kedalam kegaiban dari semua kehidupan.
Dengan gambaran sifat-sifat Tao yang demikian rumitnya itu maka manusia hanya akan dapat
menagkapnya melalui semedi (tafakur) atau pandangan dalam, sehingga ia tak dapat diuraikan dalam
untaian dan lukisan kata-kata. Untuk lebih memudahkan memahami pengertian sifat-sifat Tao maka
Tao diberi sifat sebagai berikut :
a) Tao bersifat Transendent juga ia bersifat Immanent artinya benda dalam alam kita.
b) Tao diartikan sebagai Jalannya Universum (jagad raya) yakni merupakan norma-norma, irama dan
kekuatan pengatur alam ini. Oleh karena itu Tao, dengan pengertian ini dapat disamakan dengan elan
vitale (kekutan dasar) dunia. Alam raya (universum) harus mengikuti jalannya yang telah ditetapkan
supaya mendapatkan keseimbangan dan kestabilan.
c) Tao berarti sebagai suatu cara dengan mana orang harus mengatur hidupnya agar sejalan dengan
yang diperbuatnya oleh alam (universum).
Konsep Taoisme tentang hidup manusia yang paling baik adalah sikap hidup yang tinggi nilainya yaitu
sikap diam yang kreatif atau disebut Wuwei. Sikap demikian dapat menarik kedalam pribadi orang
suatu kekuatan kejiwaan tertinggi berupa aktivitas tertinggi dan kebebasan tertinggi. Dengan sikap
inilah manusia akan dapat menciptakan suatu kreasi (ciptaan) murni, sebab kreasi yang murni hanyalah
timbul dari pribadi yang bebas dari segala bentuk tekanan. Sedangkan gerak dan tingkah laku yang
goyah hanya akan menghasilkan suatu kreasi yang tidak murni dan kreasi demikian tidak dapat

dipergunakan untuk mencapai kesadaran hati nurani manusia. Hanya dengan Wuwei manusia dapat
mencapainya. Untuk tujuan itu Taoiesme menganjurkan agar supaya jiwa kita dibebaskan dari segala
tekanan sehingga dengan demikian manusia akan dapat memperoleh ketengan dalam hati nuraninya
sendiri. Oleh karena itulah WUWEI dapat dipandang sebagai unsur kehidupan yang berada diatas
segala tekanan.
Ajaran Taoisme lainnya adalah konsepsinya mengenai kenisbian semua nilai dan sebagai imbalan dari
asas ini adalah adanya persamaan dari hal yang bertentangan. Dalam hal ini Taoisme berkaitan dengan
simbolisme Cina tradisional tentang yang dan yin yang digambarkan sebagai berikut :
Kutub-kutub ini menunjukkan segala pertentangan yang mendasar dalam hidup ini : baik-jahat, aktifpasif, positif-negatif, terang-gelap, musim panas-musim dingin, pria-wanita, dan sebagainya. Tetapi
walaupun asas-asasnya berada dalam ketegangan asas-asas itu tidak bertentangan secara mutlak. Asasasas itu saling melengkapi dan saling mengimbangi satu dengan lainnya. Tiap-tiapnya memasuki ayah
yang lain dan menempatkan dirinya dititik pusat dari wilayah lawannya itu. Pada akhirnya keduanya itu
menyatu dalam sebuah lingkaran yang saling melingkupi sebagai suatu perlambang dari kesatuan
terakhir dari Tao. Karena selalu berputar dan bertukar tempat hal-hal yang berlawanan hanya
merupakan suatu tahap dari suatu roda yang sedang berputar. Hidup ini tidak bergerak ke depan dan ke
atas menuju suatu puncak atau kutub yang telah mapan. la berputar dan melengkung kembali kepada
dirinya sendiri sampai dirinya membentuk lingkaran yang utuh dan sadar bahwa dititik pusat semua hal
itu adalah satu. Susunan inilah yang terkenal disebut dengan Tao Ji yaitu jalan yang diikuti oleh
universum yang ditandai oleh musim setiap tahun. Kunfusianisme berpendapat demikian juga.
C. Perkembangan selanjutnya ajaran Taoisme.
Perkembangan selanjutnya ajaran Taoisme terletak ditangan para murid-murid Lao Tse yang terkenal
diantaranya bernama Chung Tse. Filosof Lao Tse meninggalkan sebuah kitab kecil Tao Te King
yang berisi 5000 perkataan Tionghoa yang kemudian dikomentari oleh Chuang Tse menjadi 52 buah
buku tebal (yang masih ada tinggal 33 buku saja). Buku Chuang Tse tersebut menjadi terkenal dan
populer dinegeri Tiongkok dan banyak dikagumi orang disana. Akan tetapi sayang tulisan-tulisan
Chuang Tse tersebut tidak mengambarkan ajaran Lao Tse yang murni, oleh karena disana sini penuh
dengan pandangannya sendiri yang menyimpang dari ajaran gurunya. Setelah Chuang Tse meninggal,
maka banyak penulis yang melanjutkan ajaran Taoisme dalam bentuk keagamaan. Kemudian setelah
Taoisme dipandang sebagai agama maka faham ini mengalami kemerosotan karena di masukkannya
magic takhayul, pendewaan terhadap kekuatan alam. Bahkan Lao Tse sendiri diperdewakan orang.
Ketka Budhisme masuk Tiongkok, Taoisme meminjam dan padanya faham reinkarnasi (penitisan roh
kembali) sehingga Lao Tse dianggap sebagai titisan dewa Budha. Setelah itu didirikanlah banyak kuil
diseluruh Tiongkok diciptakan juga upacara-upacara dan kurban-kurban dan sebagainya untuk memuja
Lao Tse dan roh-roh halus.
Maka akhirnya terjadilah percampuradukkan antara Taoisme dan Budhisme yang selanjutnya sulit
dibedakan antara keduanya terutama dalam upacara-upacara pemujaan serta upacara-upacara
keagamaan lainnya. Bertambah sulit lagi setelah Kunfusianisme bercampur baur dengan kedua faham
tersebut. Pendapat Prof. James Legge ahli purbakala Cina (ahli sinologi) mengatakan babwa lebih dari
1000 tahun, 3 agama telah terbentuk di Tiongkok yaitu Kunfusianisme,Taoisme dan Budhisme;
bahkan menurut Prof. H. C Bleeker Taoisme menjadi agama berhala yaitu menjadi persekutuan
keagamaan sebagaimana agama Hindu atau agama nasrari. Persekutuan tersebut timbul pada masa
dinasti Han (221 Masehi) dimana didalamnya terdapat pemujaan terhadap orang-orang suci Taoisme
dan dewa-dewa disertai dengan kurban-kurban dan upacara suci.
PENUTUP
Dari uraian-uraian yang sudah dikemukakan diatas tampak bahwa agama rakyat merupakan sistem
kepercayaan dan peribadatan yang benar-benar hidup di kalangan rakyat Jepang dan merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari kehidupan mereka seperti yang terlihat dalam kegiatan-kegiatan keluarga,

rukun tetangga dan hari-hari libur nasional Jepang. Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap
kepercayaan tradisional Jepang dan tempat agama rakyat, dalam kehidupan masyarakat Jepang modern
yang termuat dalam laporan hasil penelitian yang diberi judul Nihonjin-no-kokuminsei (sifat nasional
Jepang), maka pemujaan terhadap arwah nenek moyang menempati kedudukan utama dalam kehidupan
masyarakat Jepang (77% diantaranya 2.254 orang yang tersebar di seluruh negeri Jepang).
Di samping itu rangkaian upacara dan perayaan tahunan masih tetap memainkan peranan penting
dalam agama rakyat, terutama dalam lingkungan masyarakat pertanian yang umumnya terdapat dalam
agama rakyat fungsinya sudah jauh berkurang, namun berbagai rangkaian kegiatan yang sepanjang
tahun menjadi salah satu diantara ajaran-ajaran yang terdapat dalam agama yang sudah melembaga
seperti agama Shinto.

Anda mungkin juga menyukai