Anda di halaman 1dari 9

ASAS FILOSOFIS SHINTOISME

SEBAGAI RELIGI JEPANG MASA


TOKUGAWA

M. IDRIS 1501112021
NUR AULIANI SAFITRI 1501121335
RAMADHANI MAGHFIRA 1501116500
SRI WULANDARI 1501111884
LATAR BELAKANG

Agama merupakan bagian dari kehidupan masyarakat di Jepang dari zamam


pra modern hingga sekarang. Pelaksanaan kehidupan beragama di Jepang pun
terbilang mempunyai keunikan sendiri. Seperti adanya keterkaitan yang erat di antara
beberapa agama dengan agama yang lain di masa Tokugawa.
Pada masa Pemerintahan Tokugawa, ajaran Buddha sudah menjadi agama
resmi negara, tapi agama asli Jepang tetaplah Shinto. Tetapi terdapat juga beberapa
sistem yang tidak menganut dua agama tersebut, aliran yang mereka anut adalah
Konfusianisme, dengan konsep masyarakat menjalankan kehidupan dengan damai dan
tentram. Walaupun sebenarnya Konfusianisme ini bukanlah agama tapi banyak
masyarakat yang menjadikan petunjuk kehidupan mereka.
Dan pada era ini juga, banyak dilakukan pembaharuan dan formalisasi agama.
Perubahahan tersebut meliputi beberapa aspek, seperti mekanisme sosial, kebijakan,
tingkah laku, bahkan kebiasaan. Dan agama Shinto pun diperbaharui untuk
memurnikan kembali ajaran Shinto yang asli agar tidak dipengaruhi oleh budaya-
budaya luar.
Religi Jepang Masa Tokugawa

Era keshogunan Tokugawa banyak dilakukan pembaharuan dan


formalisasi agama. Pada era Tokugawa ini, agama budha ditetapkan menjadi
agama resmi negara atau agama nasional. Pada masa ini muncul aliran
fukko Shinto atau reformasi Shinto yang bertujuan untuk meneliti kembali
ajaran Shinto asli Jepang. Dalam pembaharuan ini muncullah istilah Sonno
Joi. Sonno Joi adalah ungkapan berisikan hormati kaisar, usir orang Bar
Bar.
Dalam penelitian ajaran Shinto tersebut menggunakan cara berpikir
ajaran budha dan Konfusius sehingga lahirlah ajaran Shinto yang bercorak
Budha dan Konfusius.
Pada masa Tokugawa ada 3 religi Jepang yang berkembang yaitu
Shinto, Budha dan Konfusius dan tiga religi tersebut saling berhubungan.
Buddha

Pada masa pemerintahan Tokugawa, semua orang


Jepang diwajibkan untuk jadi anggota sekte Budha yang
resmi sebagai bentuk perlawanan terhadap agama
Kristen yang berkembang pesat. Hal ini melibatkan
sejumlah besar pendeta Budha dalam struktur control
social pemerintahan Tokugawa. Kenyataan ini juga
dikemukakan untuk menjelaskan kelesuan umum yang
dialami Budhisme padamasa Tokugawa. Dapat dikatakan
juga, gerakan-gerakan religious penting tidak berasal
darikalangan Budha
Konfusius

Pada dasarnya, Konfusianisme ini merangkum berbagai


macam aliran yang berbeda. Tidak mempunyai struktur
campuran, tetapi secara structural serupa dengan alira-aliran
filsafat kuno yaitu, yang diturunkan dari guru kemurid dan
berkelanjutan serta diteruskan dalam lembaga-lembaga
pendidikan. Pengaruh yang terbesar dapat dilihat dikalangan
mereka yang paling terpelajar di lingkungan samurai
perkotaan. Berabad-abad lamanya kepercayaan ini menembus
masuk ke dalam kesadaran dan adat istiadat serta kebiasaan
rakyat Jepang. Etika Budha maupun sekte-sekte Shinto pada
dasarnya berasal dari Konfusius dan sangat kuat dipengaruhi
oleh Metafisiska, Neo-konfusian. Hampir semua gerakan
baru yang penting pada masa Tokugawa telah menunjukkan
adanya pengaruh yang kuat dari Konfusianisme.
Shinto

Kata Shinto berasal dari dua kanji, yaitu shin yang artinya dewa dan to yang
artinya jalan. Jika digabungkan yaitu jalan dewa atau jalan Tuhan. Dari catatan sejarah
agama Shinto berasal dari India dan masuk ke Jepang secara resmi dari Cina melalui Korea
pada tahun 538 M. Agama Shinto dianggap atau dikategorikan sebagai agama asli bangsa
Jepang dan juga agama tradisional bangsa Jepang.
Pada awalnya, ajaran Shinto dilaksanakan oleh keluarga yang memiliki kekuatan
atau yang dikenal dengan nama klan. Agama itu mempercayai bahwa pendiri bangsa Jepang
berasal dari surga atau khayangan yang kemudian turun ke bumi dan membentuk negara
Jepang sekaligus menjelma ke dalam Tenno atau kaisar. Hal itu menyebabkan adanya
pandangan yang mempercayai bahwa tenno adalah titisan dari dewi Amaterasu Oomikami.
Perkembangan Agama Shinto bersamaan dengan perkembangan masyarakat
pertanian beras yang berlandaskan pada pemujaan pada dewa padi dan nenek moyangnya.
Agama itu mengenal dewanya yang dalam bahasa Jepang disebut kami dan melakukan
pemujaan di kuil Shinto atau Jinja. Tidak ada panduan berupa kitab suci maupun pimpinan
agamanya. Menurut ajarannya, dewa dimiliki oleh semua mahluk hidup sehingga dapat
dikatakan bahwa jumlahnya sangat banyak, bahkan tidak terhitung. Hal itu dapat terlihat
dalam salah satu mitologi Jepang yang berjudul Yaoyorozu no Kami atau delapan juta
Tuhan.
Asas Filosofis Shintoisme

Agama Shinto mempercayai bahwa benda mati ataupun hidup


dianggap memiliki ruh. Dalam Shinto dikenal adanya kami yang
dipercayai sebagai roh leluhur atau nenek moyang. Kami secara umum
menunjuk pada suatu hal yang misterius dan gaib, mempunyai
kekuatan yang melampaui kekuatan manusia di dunia. Penganut agama
Shinto mempunyai semboyan yang berbunyi Kami negaranomishi
yang artinya tetap mencari jalan dewa. Orang Jepang (Shinto)
mengakui adanya dewa bumi dan dewa langit (dewa surgawi).
Dewa yang tertinggi adalah Dewi Matahari (Ameterasu
Omikami) yang dikaitkan dengan pemberi kamakmuran dan
kesejahteraan serta kemajuan dalam bidang pertanian. Disamping
mempercayai adanya dewa-dewa yang memberi kesejahteraan hidup,
mereka juga mempercayai adanya kekuatan gaib yang mencelakakan,
yakni yakni roh yang jahat atau disebut Aragami. Ada tiga hal yang
terdapat dalam konsepsi agama Shinto, yakni :
1. Dewa-dewa yang pada umumnya merupakan
personifikasi dari gejala-gejala alam itu dianggap dapat
mendengar, melihat dan sebagainya sehingga harus
dipuja secara langsung.
2. Dewa-dewa tersebut dapat terjadi (penjelmaan) dari roh
manusia yang sudah meninggal.
3. Dewa-dewa tersebut dianggap mempunyai spirit
(mitama) yang beremanasi dan berdiam di tempat-tempat
suci di bumi dan mempengaruhi kehidupan manusia.
Kesimpulan

Dapat dikatakan bahwa paham Shintoisme merupakan ajaran yang


mengandung unsur politik sekaligus agama bagi Jepang, karena pada saat
itu taat kepada ajaran Shinto berarti juga taat kepada kaisar dan berarti pula
berbakti kepada negara dan politik Negara, kemudian agama Shinto
bercampur dengan agama budha demikian pula dengan agama konghucu
yang masuk ke Jepang langsung dari tanah asalnya kira kira pada abad
pertengahan ke 7.
Tentang pengaruh agama Buddha yang lain nampak pada hal-hal
seperti anggapan bahwa dewa-dewa Shintoisme merupakan Awatara
Buddha (penjelmaan dari Buddha dan Bodhisatwa), Dainichi Nyorai
(cahaya besar) merupakan figur yang disamakan dengan Waicana (salah
satu dari dewa-dewa penjuru angin dalam Budhisme Mahayana), hal ini
berlangsung sampai abad ke 17 masehi. Ahirnya ketiga agama itu
bergandengan bersama sampai sekarang.

Anda mungkin juga menyukai