Anda di halaman 1dari 9

SHINTOISME

Dosen Pengampu: Aprianto Wirawan, M.Th

Kelompok 8 :
Aprianto
Nim.213211007
Pokok pembahasan

01 02
Pengertian Shintoisme Shintoisme dalam pandangan
dan sejarahnya Teologi secara umum
03
Relasi Shintoisme dengan
agama-agama lain
Pengertian Shintoisme
Shinto adalah kata majemuk daripada "Shin" dan "To". Arti kata
"Shin" adalah "roh" dan "To" adalah "jalan" Jadi "Shinto"
mempunyai arti lafdziah "jalannya roh", baik roh roh orang
yang telah meninggal maupun roh-roh langit dan bumi. Kata
"To" berdekatan dengan kata "Tao" dalam taoisme yang berarti
"jalannya Dewa" atau "jalannya bumi dan langit". Sedang kata
"Shin" atau "Shen" identik dengan kata "Yin" dalam taoisme
yang berarti gelap, basah, negatif dan sebagainya.
Sejarah Shintoisme
Shintoisme (agama Shinto) pada mulanya adalah merupakan
perpaduan antara paham serta jiwa (animisme) dengan pemujaan
terhadap gejala-gejala alam.Shintoisme dipandang oleh bangsa
Jepang sebagai suatu agama tradisional warisan nenek moyang
yang telah berabad abad hidup di jepang, bahkan faham ini
timbul daripada mitos-mitos yang berhubungan dengan terjadinya
negara Jepang Latar belakang historis timbulnya Shintoisme
adalah sama-sama dengan latar belakang historis tentang asal-
usul timbulnya negara dan bangsa Jepang Karena yang
menyebabkan timbulnya faham ini adalah budidaya manusia
dalam bentuk centa cerita pahlawan (mitologi) yang dilandasi
kepercayaan animisme, maka faham ini dapat digolongkan dalam
klasifikasi agama alamiah.
Shintoisme dalam pandangan
Teologi secara umum
Dalam agama Shinto yang merupakan perpaduan antara faham serba
jiwa (animisme) dengan pemujaan terhadap gejala-gejala alam
mempercayai bahwasanya semua benda baik yang hidup maupun yang
mati dianggap memiliki roh atau spirit, bahkan kadang-kadang
dianggap pula berkemampuan untuk bicara, semua roh atau spirit itu
dianggap memiliki daya kekuasaan yang berpengaruh terhadap
kehidupan mereka (penganut Shinto), daya-daya kekuasaan tersebut
mereka puja dan disebut dengan "Kami". Istilah "Kami" dalam agama
Shinto dapat diartikan dengan "di atas" atau "unggul, sehingga apabila
dimaksudkan untuk menunjukkan suatu kekuatan spiritual, maka kata
"Kami" dapat dialih bahasakan (diartikan)
dengan "Dewa" (Tuhan, God dan sebagainya).
Tradisi Shinto mengenal beberapa nama Dewa yang bagi Shinto
bisa juga berarti Tuhan yang dalam bahasa Jepang disebut dengan
istilah Kami atau Kamisama. Kamisama ini bersemayam atau hidup
di berbagai ruang dan tempat, baik benda mati maupun benda
hidup. Pohon, hutan, alam, sungai, batu besar, bunga sehingga
wajib untuk dihormati. Penamaan Tuhan dalam kepercayaan Shinto
bisa dibilang sangat sederhana yaitu kata Kami ditambah kata
benda. Tuhan yang berdiam di gunung akan menjadi Kami no
Yama, kemudian Kami no Kawa (Tuhan Sungai), Kami no Hana
(Tuhan Bunga) dan Dewa/Tuhan tertingginya adalah Dewa
Matahari (Ameterasu Omikami) yang semuanya harus dihormati
dan dirayakan dengan perayaan tertentu.
Relasi Shintoisme Dengan
Agama-agama lain
Mayoritas orang Jepang bersikap sangat toleran terhadap ajaran
agama yang ada, termasuk dalam hal melibatkan diri dalam
beberapa agama sekaligus. Hal tersebut mungkin dianggap aneh
bagi sebagian masyarakat dunia, namun tidak demikian halnya
dengan bangsa Jepang. Sikap toleransi itu juga tercermin dalam
hal penerimaan terhadap agama yang datang dari luar serta
kebebasan dalam mengembangkan aliran agama baru (sekte).
Undang-undang negara Jepang menjamin adanya kebebasan
beragama di kalangan masyarakat. Selain itu, Jepang tidak
mengenal adanya agama negara (state religion) dan tidak ada
hubungan di antara kegiatan kenegaraan dan keagamaan.
KESIMPULAN
Agama Shinto timbul pada zaman Prasejarah dan siapa pembawanya tak dapat
dikenal dengan pasti. Nama asli agama itu ialah Kami no Michi yang bermakna
jalan dewa. Pada saat Jepang berbenturan dengan kebudayaan Tiongkok maka
nama asli itu terdesak kebelakang oleh nama baru, yaitu Shin-To. Nama baru itu
perubahan bunyi dari Tien-Tao, yang bermakna jalan langit.
Konsep Tuhan dalam kepercayaan Shinto adalah sangat sederhana yaitu: "Semua
benda di dunia, baik yang bernyawa ataupun tidak, pada hakikatnya memiliki
roh, spirit atau kekuatan jadi wajib dihormati" Sejak awal sebenarnya secara
natural manusia sudah menyadari bahwa mereka bukanlah mahluk kuat dan di
luar mereka ada kekuatan lain yang lebih superior yang langsung ataupun tidak
langsung berpengaruh terhadap kehidupan mereka sehari-hari. Pengakuan,
kekaguman, ketakutan dan juga kerinduan pada Spirit atau "Kekuatan Besar"
yang disebut dengan nama Kami atau Kami Sama itu diwujudkan dalam bentuk
tarian, upacara dan festival budaya.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai