Anda di halaman 1dari 4

Nama Anggota : 1.

Nursidah (J1C018005)
2. Eliana (J1C018039)
3. Yubilio Yusuf Hudoyo (J1C018043)
4. Shakira Fernata Anvari (J1C018047)
5. Annisa Febriliani (J1C018047)
6. Tasya Fienta Amalia (J1C018060)

Sejarah Perkembangan Agama dan Bagaimana Pengaruhnya Dalam


Pembentukan Etos Kerja Di Jepang
Mata Kuliah Nihon Bunka

Saat ini Penganut agama di Jepang menurut Kementerian Pendidikan Jepang:


Shinto sekitar 107 juta orang, agama Buddha sekitar 89 juta orang, Kristen Protestan
dan Kristen Katolik sekitar 3 juta orang, serta agama lain-lain sekitar 10 juta orang
(total seluruh penganut agama : 290 juta orang). Total penganut agama di Jepang
hampir dua kali lipat dari total penduduk Jepang. Penganut agama Shinto dan Buddha
dalam berbagai sekte saja sudah mencapai 200 juta. Agama-agama yang dianut
tersebut mempunyai sejarah yang panjang dari zaman ke zaman. Lalu bagaimana
agama-agama tersebut dapat terbentuk? Mari simak penjelasan di bawah ini.
Pada saat Jepang berada dalam era Jomon, kepercayaan orang Jepang condong
kepada animisme dan dinamisme. Diperkuat dengan adanya salah satu peninggalan
yang bernama dogu. Orang pada jaman itu mempercayai mempercayai bahwa dogu
berfungsi sebagai penghilang sial dan penyakit, yaitu dengan cara memindahkan
kesialan-kesialan tersebut ke dalam dogu yang kemudian dogu tersebut dipecahkan
sebagai simbol lenyapnya kesialan tersebut.
Selanjutnya yaitu pada saat zaman Yayoi, dogu tersebut tidak dibuat lagi tetapi
kepercayaan akan adanya “roh” dan gejala-gejala alam masih menjadi kepercayaan
orang Jepang sampai era sekarang. Sehingga di zama Yayoi animisme dan dinamisme
berkembang sebagai cikal bakal adanya Shinto yang saat itu belum diberi nama.
Pada abad ke-6, ajaran Buddha dan Konfunianisme mulai memasuki Jepang
dengan cara dibawa oleh biksu China yang membawa banyak kitab dan karya seni.
Pada zaman itu biksu dianggap lebih tinggi kedudukannya daripada rakyat biasa,
mereka dianggap lebih pintar karena pada era ini hanya para biksu yang dapat
membaca dan menulis huruf-huruf China yang dibawa pada zaman tersebut. Nama
“Shinto” sendiri baru mucul dan dipakai pada zaman ini. Walaupun demikian, pada
praktek yang sebenarnya kepercayaan tersebut telah ada dan dilakukan pada saat
zaman Jomon. Penamaan “Shinto” dimaksudkan agar kepercayaan tersebut tidak
musnah dan hilang dari keseharian masyarakat yang pada umumnya telah mengenal
berbagai macam agama dan kepercayaan, misalnya Buddha dan Konfusianisme.
Khususnya untuk Buddha yang pada saat itu hampir menjadi penguasa kepercayaan
Shinto itu sendiri.
Setelah era Kofun sampai dengan era Kamakura agama dan kepercayaan masih
dalam seputar Shinto, Buddha, Konfusianisme serta kepercayaan lain yang umumnya
berasal dari keseharian orang Jepang maupun negara di sekitarnya.
Pada tahun 1549 Franciscus Xavier yang seorang misionaris Katolik dari
Spanyol yang berasal dari Ordo Yesuit tiba di Jepang dan mulai mendekati para
Daimyo yang dianggap strategis untuk menjadi sarana penyebaran agama Kristen.
Sampai pada tahun 1580 sudah ada 200 ribu lebih orang yang menganut agama
Kristen. Namun terjadi perubahan politik di Jepang sejak awal tahun 1580 di abad ke-
16. Wakil kaisar Jepang yang memerintah saat itu adalah Toyotomi Hideyoshi. Pada
awalnya ia mendukung agama dan orang Kristen, namun tiba-tiba ia mulai curiga dan
menganggap orang Kristen sebagai kaki tangan orang Portugis, sehingga akhirnya ia
menentang pengaruh agama Kristen.

Pada tahun 1587 ia mengeluarkan suatu keputusan yang isinya mengusir semua
misionaris. Akan tetapi surat keputusan tersebut tidak diberlakukan secara langsung
karena para Daimyo banyak yang menganut Kristen dan mendukung kekristenan di
Jepang. Sampai pada tahun 1603 di bawah kekuasaan shogun pertama, Tokugawa
Ieyasu ia masih menentang agama Kristen yang mengakibatkan penghancuran gereja
Katolik di Roma antara tahun 1614-1636.

Namun pada pertengahan abad ke-19 kebijakan Jepang menjauh dari negara
lain mulai diubah. Pada tahun 1853 kapal-kapal Amerika dipimpin Commodore
Matthew Perry, tiba di teluk Tokyo memohon pembukaan hubungan diplomatik antara
Amerika Serikat dan Jepang. Pada tahun1857 dan 1858 perjanjian-perjanjian disusun
dan ditandatangani, yang memberi izin kepada orang Amerika untuk berdagang ke
Jepang. Persetujuan perdagangan tersebut dipergunakan oleh lembaga misi untuk
mengutus para tenaga injil ke Jepang. Di Jepang pada saat itu terjadi perubahan politik
sejak mereka membuka diri dengan negara-negara barat, sehingga pada tahun 1868
kaisar Meiji memaksa shogun mengundurkan diri. Ia menyatakan dimulainya
Restorasi Meiji, yaitu pengembalian kekuasaan kepada kaisar, Pada saat itu juga
golongan samurai bercita-cita memodernkan negara Jepang melalui pendidikan barat,
hal itu membuka jalan bagi penyebaran agama Kristen.
Jadi Kristen di Jepang pertama kali dibawa oleh Katolik Roma kemudian
disusul oleh Kristen Protestan. Di Jepang, Katolik Roma tidak berkembang karena
berbagai faktor yang menghambatnya. Namun Kristen Protestan berkembang melalui
golongan militer Samurai yang tertarik pada konsep permuridan dan pengabdian. Dan
sampai saat ini agama Kristen di Jepang dapat hidup dengan damai tanpa konflik
apapun.
Kemudian ada agama Islam yang terakhir kali masuk ke Jepang sehingga
hubungan Islam dengan Jepang ini masih terbilang belia jika dibandingkan hubungan
agama ini dengan negara-negara yang lain di seluruh dunia.
Agama Islam diketahui untuk pertama kali oleh penduduk Jepang pada tahun
1877 sebagai sebagian pemikiran agama barat dan pada sekitar tahun itu, kehidupan
Nabi Muhammad diterjemahkan dalam Bahasa Jepang. Ini membantu agama Islam
menempatkan diri dalam pemikiran intelek orang Jepang, tetapi hanya sebagai satu
pengetahuan dan pemikiran.
Dua orang Jepang Muslim pertama yang diketahui ialah Mitsutaro Takaoka
yang memeluk Islam pada tahun 1909 dan mengambil nama Omar Yamaoka setelah
menunaikan haji di Mekah, serta Bumpachiro Ariga yang pada masa yang lebih
kurang sama telah pergi ke India untuk berdagang dan kemudian memeluk Islam di
bawah pengaruh orang-orang Muslim di sana serta mengambil nama Ahmad Ariga.
Bagaimanapun, kajian-kajian ini telah membuktikan bahwa seorang Jepang yang
dikenali sebagai Torajiro Yamada mungkin merupakan orang Jepang Muslim yang
pertama ketika ia melawat negara Turki disebabkan turut berdukacita dengan korban
tewas dalam kecelakaan maut Ertugrul. Dia mengambil nama Abdul Khalil dan
mungkin pergi ke Mekah untuk naik haji.
Pada masa kini ketika Jepang menjadi salah satu tujuan pendidikan, usaha dan
wisata yang populer, banyaknya pekerja, pelajar dan wisatawan muslim turut
mempengaruhi perkembangan Islam disana.

Nah, lalu apa sih hubungannya agama yang masuk ke Jepang dengan etos kerja
orang Jepang zaman sekarang?
Orang Jepang pada zaman dahulu menerapkan etos kerja yang bernama
Bushido. Bushido adalah sebuah kode etik kesatriaan golongan Samurai dalam
feodalisme Jepang. Bushido ini lahir dari Neo-Konfusianisme selama masa damai
Tokugawa dan mengikuti teks Konfusianisme, Bushido juga dipengaruhi oleh Shinto
dan Buddhisme yang telah berkembang dan menjadi agama yang dianut banyak
masyarakat Jepang sejak zama Kofun. Tetapi bedanya bushido yang dipakai zaman
dahulu sama zaman sekarang adalah mereka tidak menerapkan harakiri yaitu bentuk
ritual bunuh diri yang dilakukan oleh samurai di Jepang untuk memulihkan nama baik
setelah kegagalan saat melaksanakan tugas. Yang diterapkan etos kerjanya untuk
zaman sekarang adalah pekerja yang ada di Jepang biasanya sangat setia/loyal kepada
perusahaan tempat mereka bekerja. Biasanya mereka rela bekerja lembur untuk
perusahaan walaupun sudah diberikan hari libur atau pulang kerja lebih cepat mereka
lebih memilih untuk tetap bekerja lembur.
Walaupun tidak ada harakiri tetapi karena orang Jepang terlalu sering lembur,
mereka mati karena kelelahan bekerja atau yang disebut 'karoshi'. Ini disebabkan
karena orang Jepang menganggap bekerja adalah agama. Tanpa bekerja atau
pekerjaan mereka tidak akan bisa hidup.
Nah jadi sebenarnya etos kerja yang di terapkan oleh orang Jepang seperti
bagaimana mereka selalu tepat waktu, disiplin, mengedepankan senioritas,
kesungguhan, kesetiaan dan lain-lain itu memiliki hubungan yang sangat erat dengan
agama. Karena agama yang masuk atau dianut orang Jepang zaman dahulu yang
membentuk nilai moral maupun budaya yang diterapkan masyarakat Jepang pada
zaman sekarang.
Jadi hubungan agama dengan etos kerja masyarakat Jepang yang ada pada
zaman sekarang sangat berhubungan erat. Karena tanpa adanya agama yang masuk ke
Jepang zaman dahulu, tidak akan menginspirasi orang Jepang untuk menerapkan nilai
moral dan budaya yang tadi disebutkan. Walaupun mereka tidak sepenuhnya
menganut agama yang mempelopori etos kerja mereka, tetapi bagi mereka adanya
sesuatu yang dibanggakan, yaitu etos kerja mereka, sudah cukup memotivasi mereka
untuk tetap hidup di dunia.

Anda mungkin juga menyukai