Anda di halaman 1dari 8

Nama : Rezki Gustiawan

Nim : 19 10 616

Prodi : Teologi Kependetaan

1. Pekabaran Injil Gereja Katolik Roma di Jepang

Agama asli di Jepang adalah agama Syinto yang memuja objek-objek alam, termasuk
manusia , yang dianggp memiliki kuasa supra-akami atau rohani, yang disebut kuasa “kami”.
Agama Buddha masuk ke Jepang pada abad ke 4 dan berkembang diantara golongan
bangsawan, sehingga kuil-kuil Budha menjadi kaya dan memperoleh pengaruh besar dalam
dunia politik. Pada abad ke-16 muncul orang yang mendirikan pemerintah pusat dan
melawan kekuasaan tokoh-tokoh Budha. Akibatnya golongan istana terbuka terhadap iman
Kristen

Perkembangan Gereja Katolik di Jepang luar biasa cepatnya, baik dari segi jumlah
maupun pengaruhnya. Akan tetapi peridode perkembangan yang luar biasa itu disusul oleh
penghambatan yang dahsyat.

Pusat utusan Katolik datang ke Jepang dari India, sumber agama Buddha, karena mereka
dianggap memiliki kuasa ilmu sihir. Anggapan ini meluas karena para pekabar Injil
mengahjarkan bahwa Tuhan Allah Mahakuasa, berkuasa menyembuhkan orang sakit dan
mengusir setan-setan. Surat Imam Balthazar Gago yang ditulis pada tahun 1552, melaporkan
bahwa roh-roh jahat dapat diusir dalam nama Yesus menggunkan air suci. Cerita-terita
tentang mujixat disebarlukaskan, namun dampak negatifnya pada kemudian hari pekabaran
Injl dituduh menjadi sumber gagalnya panen ataupun malapetaka lainnya.

Ordo Yesuit mengikuti metode Xaverius dengan mendekati pemimpim-pemimpin


terkemuka. Banyak doimyo melindungi misi karena mereka mau berdagang dengan bangsa
Portugis. Ordo Yesuit terlibat dalam perdagangan tersebut sebagai cara untuk membiayai
kebutuhan misi. Ereka menjadi pengantar yang dipercaya antara pedagang Portugis dan
Daimyo. Motivasi politis juga membuat beberapa daimyo terbuka. daimyo yang sangat kuat
adalah ordo Nobunaga (1534-1582), penguasa daerah Jepang Tengah, yang melindungi orang
Kristen untuk mengimbangi kuasa Buddha militan.

Pada tahun 1580 dilaporkan ada 150.000 orang Kriten (Katolik) di Jepang, dengan 200
Gereja, 85 imam Yesuit (berkebangsaan Portugis), 28 bruder awam (yang ditahbiskan
menjadi imam) bangsa Jepang dan 100 guru katekisasi (dojuku) berkembang di Jepang.
Kebanyakan mereka menjadi kristen sebagai hasil dari pendekatan terhadap daimyo. Omwa
Sumitada, daimyo pertama yang percaya kepada yesus, dibabtis pada tahun 1563. Pada tahun
1571 diwilayah kekuasaan Sumitada 5.000 orang udah dibabtis, pada tahun 1577 jumlahnya
mencapai 60.000.

Pengaruh daimyo sangat menentukan, mislanya Arima Yosidha dibabtis pada tahun 1573,
akibatnya dalam jangka waktu singkat jumlah orang kristen diwilayahnya bertumbuh dari
3.000 menjadi 15.000. Namun pengganti Yoshisaha sebagai daimyo, Harunobo, menganiaya
Gereja, sehingga kurang lebih 7.000 orang menyangkal iman Kristen. Namun, kemudian hari
Harunobo bertobat, percaya dan dibabtis pada tahun 1580, sehingga orang Kristen yang baru
berbalik dari imannya kembali lagi ke Gereja, ditambah lagi 4.000 diantara kelompok
Samurai (kesatria) yang melayani Harunobu yang masuk Kristen.

Pada tahun 1957 De Valigamo, pemimpin Serikat Yesus di Asia, berkunjung ke Jepang.
Ia mendoroang para Yesuit agar belajar bahasa jeapng dengan sungguh-sungguh sampai
mencapai tingkat tertinggi serta menyesuaikan diri sejauh mungkin dengan adat istiadat dan
pakaian Jepang.

Para utusan Yesuit mengajarkan iman Katolik tiga kali sehari selama tiga mingu, lalu
orang yang baru percaya itu dibabtis. Ajaran yang diberikan menjadi tiga bagian. Bagian
apolegetika menyatakan bahwa Allah adalah pencipta dunia, jiwa manusia bersifat kekal dan
agama Buddha adalah salah. Bagian hitorika menceritakan sejarah suci, dimulai dengan
penciptaan dunia sampai dengan penghakiman pada akhir zaman. Bagian praktika
mengajarkan ciri-ciri kehidupan Kristen; kesepuluh hukum, sakramen-sakramen dan lain-
lain. Meskipun Alkitab tidak diterjemahkan dalam bahasa Jepang, tetapi pada tahun 1590
percetakan didirikan, dan menerbitkan beberapa buku katekisasi, liturgi serta bacaan guru
gun membanguan kehidupan beribadah dan berdoa. Ternyata ajran Kristen tantang kasih
dapat disesuaikan dengan cita-cita Kong Hu Cu tentang pengabdian masyarakat sehingga
menghasilkan pelayanan yang baik.

Perkembangan Gereja di jepang disusul dengan penghambatan. Daimyo-daimyo


menyambut baik kedatangan kekristenan karena membantu dalam perjuangan melawan
golongan Buddha militan. Akan tetapi melihat Gereja tumbuh bertumbuh pesat dan
berpengaruh diantara golongan tinggi, maka para daimyo semakin curiga terhadap orang
Kristen.
Jendral Toyotomi Hideyoski pada mulanya bersekutu dengan orang kristen, tetapi pada
kemudia hari ia memembenci mereka. Dengan bersekutu dengan orang berpengaruh serta
berperang melawan tentar Buddha, ia berhasil membangun kekuasaan sampai pada tahun
1585 ia menjadi wali kaisar. Tokoh-tokoh beragama Buddha membisikan bahwa para
pekabar injl merupakan kaki tangan Portugal. Para pedagang berkebangsaan Inggris dan
Belanda , karena persaingan perdagangan sesudh tahun 1600, mengulangi tuduhan bahwa
utusan Gereja Katolik Roma bekerja sebagai mata-mata penjajah Portugal. Penginjilan
agresif ordo fransiskan kepada orang miskin yang dimulai pada tahun 1593 dengan cara
menonjol, semakin menimbukan kecurigaan Hideyoshi terhadap orang Kristen. Hingga pada
tahun 1587 Hideyoshi mengeluarkan edik tentang para imam tidak boleh tinggal di Jepang.

Baru pada tahun 1957 edik tersebut dilaksanakan, dengan penyaliban 26 orang kristen,
termasuk 26 orang kristen, trmasuk emam orang Spanyol serta dua puluh orang Jepang. Tiga
dari kedua puluh orang Jepang adalah anggota Serikat Yesus, yang lain merupan bruder
fransiskan. Beberapa gedung gereja dihancurkan dan semua pekabar injil disuruh
meninggalkan Jepang.

Hideyohi meninggal pada tahun 1598, kemudian digantikan oleh leyasu, yang menjadi
shogun (wakil kaisar) pada tahun 1603. Leyasu melarang pemabtisan orang daimyo, karena
para daimyo yang sudah menjadi kristen menarik rakyatnya untuk memeluk agama kristen.
Namun gereja berkembang terus. Hingga selama sepuluh tahun pertama abad ke 17 setiap
tahun kurang lebih 5000 orang dibabtis.

Penghambatan semakin meningkat. Pada tahun 1604 dikeluarkan edik yang membunuh
orang Kristen mengubah pemerintahan serta merebut kekuasaan negara. Semua pekabar Injil
diusir dengan kekerasan dan gedung-gedung Gereja dihancurkan. Tokoh-tokoh Kristen
Jepang yang tekemuka dibuang ke Cina, ke kota Manila, Filipina, ataupun ke provinsi-
provini Utara. Orang Jepang diwajibkan mendaftarkan diri ke kuil Buddha terdekat dengan
rumahnya, supaya imam dapat mengawasi ibadah mereka.

Sesudah kematian Leyasu (1616) Gereja menghadapi penghambatan yang lebih dahsyat
lagi. Dengan ancaman-ancaman Serta siksaan orang Kristen Jepang disuruh menyangkal
imannya. Pada tahun 1619 ada 55 orang, termasuk anak-anak dibakar hidup-hidup di kota
Kyoto. Antara tahun 1614 dan 1643 hampir 5,000 Kristen mati syahid, diantaranya kurang
dari 70 adalah orang Eropa. Sering orang Kristen Jepang disalibkan, misalnya dipantai Yedo
70 orang Katolik disalibkan dalam keadaan terbalik, dengan harapan sewaktu air pasang naik
mereka mati tenggelam.

Imam-imam Buddha selalu menentang agama Kristen. Setiap tahun didesa yang
penduduknya dicurigai percaya kepada Kristus disuruh menginjak-injak tanda salib atau
gambar-gambar katolik. Akibatnya kekristenan semakin dicurigai oleh orang desan dan
semakin dianggap jahat dan berbahaya. Kaum Klerus Katolik hilang lenyap di Jepang.
Namun “gereja bawah tanah” bertahan secara diam-diam selama dua abad.

1. Pekabaran Injil Gereja Katolik Roma di Cina.

Agama Kristen sangat sulit berakar di Cina dikarenakan ajaran Kong Hu Cu


berpengaruh besar di Cina, baik dibidang politik maupun kebudayaan. Agama Buddh dan
Taoisme kuat diantara masyarakat umum. Sejak jatuhnya dinasti Mongol pada tahun 1370
negeri Cina sangat tertutup terhadap segala pengaruh negara asing.

Fransiskus Xaverius bercita-cita mengabarkan Injil di Cina, tetapi ia meninggal dalam


perjalanan dan tidak sampai ke Cina. Beberapa tahun kemdudian bangsa Portugis menguasi
pelabuhan Macao, dan Spanyol menguasi Filipina. Kedua tempat itu menjadi bacu loncatan
bagi misi Katolik. Pada tahun 1583 dua orang Yesuit, Michaek Reggerius dan Matteo Ricci,
diberi izin menetap di daerah Kanton.

Bangsa Cina mengangap peradaban Cina sebagai peradaban yang tertinggi di dunia,
sehingga mereka sulit menerima ajaran dari luar, yang dianggap lebih rendah. Ditambah lagi
Filsafat Kong Hu Cu yang bersifat konservatif, menghargai adat-istidat yang diwarisi sejak
nenek moyang. Matteo Ricci (1552-1610) meghargai para sarjana Kong Hu Cu. Ia
mempergunakan keahliannya, misalnya membuat jam, sebagai cara menarik perhatian
golongan masyarakat tinggi. Ricci sudah belajar hukum, matematika dan astronomi di Roma
dan belajar teologi di Goa.

Ricci mempelajari Kong Hu cu dan kesastraan Cina. Ia menulis karangan-karangan, baik


mengenai iman kristen maupun mengenai ilmu pengetahuan Eropa, dalam gaya tulis sastra
Cina. Ia mencara istilah-istilah bahasa Cina asli untuk menjelaskan konsep Kristen, misalnya
nama “Sang-ti” (‘Tuhan tertinggi) atau “T’ien’’ (‘langit) dipakai untuk Allah. Cita-citanya
adalah membangun gedung-gedung Gereja dalam bentuk arsitektur kuil Cina dan beribadah
dalam bahasa Cina.
Ricci membuktikan bahwa kekristenan tidak bertentangan dengan ajaran Kong Hu Cu
ataupun penghargaan terhadap kehidupan berkeluarga. Ricci memutuskan bahwa orang
Kriten boleh tetap mengadakan upacara meghormati Kong Hu Cu dan nenek moyang, atas
dasar upacara tersebut mempunyai arti penghormatan bukan sembahyang.

Baru pada tahun 1601, sesudah menunggu 18 tahun, Ricci diberi izin masuk ibu kota
Beijing dan diterima di istana. Karena Ricci di beri izin berdiam di istana, dan baginya
disediakan rumah dan gaji oleh kaisar. Hasil pelayanan Ricci membuahkan beberapa orang
cendikiawan menjdi Kristen, diantaranya Hsu Kuang Ch’i, dibabtis dengan nama Paul Hsu,
yang keturunannya sampai sekarang menonjol dalam gereja Katolik di Cina. Gereja-gereja
didirikan di Beijing, Nanjing dan banyak kota lain di Cina.

Para pengganti Ricci meneruskan kebijakannya, memakai ilmu pengetahuan sebagai


jalan masuk ke istana. Adam Schall Von Bell dari jerman, seorang astronom piawi,
meramalkan gerhana bulan dan berhasil mendudukan dirinya dalam dewan yang menetapkan
kelender. Pada waktu itu orang yesuit dituduh bekerja sebagai mata-mata negara asing,
dengan pusat di Macao, yang merencanakan penggulungan dinasti Ming. Tetapi para teman-
teman Adam berasal dari golongan cendikiawan melindungi para Yesuit selam dua periode
penghambatan (1661 dan 1622). Pata tahun 1664 diperkirakan ada 255.000 orang Kristen di
Cina, termasuk beberpa anggota istana.

Pada tahun tersebut bangsa Manchu merebut Beijing, mengusir dinasti Ming dan
akhirnya menguasi seluruh kekaisaran Cina. Para Yesuit berhasil bertahan di istana, karena
Schall meyakinkan bangsa penakluk bahwa kehadirannya mutlak diperlukan. Ia meramalkan
gerhana mutlak dengan lebih tepat dibanding dengan para astronom Cina atau astronom
Isalam. Kaisar Sun Chi membalas dengan membangun Gereja di ibu kota Beijing.

Sun Chi meninggal pada tahun 1661, dan wali putranya mengambil alih kuasa. Shcall
dipenjara bersama dengan beberapa pekebar Injil lain, dan sebagian lagi diusir ke Kanton.
Akan tetapi tahun 1699 anak Sun Chih, kaisar K’ang Hsi menghentikan semua gangguan atau
penghambatan. Edik dikeluarkan pada tahun 1692. Diperkirakan pada tahun 1705 ada
300.000 orang kristen, yang terpencar disetiap propinsi cina. Gereja suda bertambah besar,
namun tetap sebagai kelompok minoritas dari seluruh penduduk Cina.

Pada abad ke 17 banyak biarawan datang ke Cina, baik orang Yesuit berbangsa
Poertugis atau berbangsa Perancis maupun biarawan Dominikan, Fransiskan dan lain lagi.
Pada tahun 1695 ada kurang lebih 75 imam Katolik di Cina, separo dirinya adalah orang
Yesuit. Pendidikan dan persiapan kaum klerus asli dianggap penting. La Wen-Tsao,
pemimpin Katolik Cina yang pertama, dibabtis dengan nama Gregorius Lopez, masuk ordo
Dominikan, lalu ditahbiskan sebagai imam pada tahun 1656. Ia diangkat sebagai uskup
Nanjing (1990), uskup asli berkebangsaan Cina yang pertama dan yang terakhir samapai abad
keduapuluh.

Ordo Serikat Yesus berusaha mewujudkan kekristenan dalam konteks Cina. Buku-
buku liturgi diterjemahkan dalam bahasa Cina, dan paus memberi izin (1615) kepada kaum
klerus setempat melangsungkan misa dalam bahasa Cina. Uskup Lo mulai memakai liturgi
Cina, tetapi lambat laun imam-imam Cina memakai bahasa latin, seperti imam-imam Eropa,
karena bahasa latin dianggap lebih berbobot.

Misi Katolik di Cina dilemahkan oleh pertikaian sengit yang berlarut-larut, yaitu
kontrovesi tetang upacara istiadat Cina. Pertikaian tersebut diperdebatkan selama hampir
seratus tahun, mengenai kebijakan Ricci menyesuaikan diri dengan kebudayaan Cina. Ordo
dominikan dan Ordo Fransiskan mengatakan bahwa upacara-upacara pada waktu
pemakaman, penghormatan kepada nenek moyang dan kepada Kong Hu Cu, serta istilah-
istilah yang dipakai untuk Allah, semuanya merupakan aspek Sinkretisme.

Pada tahun 1704 bulla paus melarang upacara penghormatan kong hu Cu, upacara
penghormatan nenek-moyang, ataupun istilah-istilah asli bahsa Cina sebagai gelar atau nama
Allah, kecuali nama “T’ien Chu” (Tuhan Sorga). Wakil paus, De Tournon, yang tiba di Cina
pada tahun 1705, melarang setipa kebiasaan yang tampaknya menyimpang sedikit pun dari
kebiasaan Gereja jatolik Roma. Akibatnya kaisar tesinggung dan mengusir setiap utusan
Gereja Katolik Roma yang tidak mengikuti kebijakan Ricci. Serikat Yesus berusaha naik
banding ke Roma tetapi tidak berhasil mengubah keputusan Tournon, yang malah dibenarkan
oleh bulla paus pada tahun 1742.

Pemerintah Cina bersifat semakin keras terhadap gereja. kaisar Yung Cheng (1723-
36) memerintahkan agar semua pekabar injil diusir ke Macao, kecuali mereka yang
keahliannya mutlak dibutuhkan pemerintah. Gedung-gedung gereja diambil alih dan orang
kristen yang berkebangsaan Cina disuruh menyangkal Imannya. Pada tahun 1784 dua orang
uskup dan enam belas orang imam Eropa ditangkap, enam diantaranya meninggal dipenjara.
Banyak imam berkebangsaan Cina mati syahid. Pada masa itu gereja Cina tidak bertumbuh
cepat seperti sebelumnya, namun juga tidak mundur. Pada akhir ke 18 umat Katolik di Cina
diperkirakan sekitar 200.000-300.000, yaitu jumlah yang hapir sama jumlahnya pada masa
K’ang Hsi, yang dianggap puncak sejarah Gereja katolik Roma di Cina. Pada tahun 1759
semua orang Yesuit diusir diseluruh wilayah jajahan Portugis, lalu pada tahun 1773 serikat
Yesus dibubarkan oleh paus Clement XIV. Akibatnya kurang lebih tiga ribu orang pekabar
injl diusir dari tempat pelayanannya, dan ini merupakan pukulan berat sekali bagi gereja
katolik Roma diseluruh dunia, meskipun keputusan paus tersebut dibatalkan pada tahun
1814.1

2. Pekabaran Gereja katolik Roma di Filipina

Gereja katolik Roma meneruskan pempribumisasian sehingga pada tahun 1958 sejumlah
besat Yesuit adalah orang Filipina. Pada tahun 1960 Santo menjadi kardinal Filipina pertama.
Tetapi banyak orang asing diutus ke Filipina sesudah Perang Dunia II, terutama anggota ordo
religius untuk mendampingi pastor-pastor Filipina. Pada tahun 1965 ada ±4.000 pator Katolik
di Filipina.

Pembaruan Gereja Katolik Roma diseluruh dunia susdah Konsili Vatikan II


mempengaruhi perkembangan Gereja di Filipina. Pendidikan kepepimpinan kaum awam
mendapat perhatian lebih besar, dengan tujuan mempersiapkan orang Katolik untuk
memainakan peran penting dalam masyarakat. Beberapa organisasi awam muncul pada saat
itu, termasuk Catholic Action (Tindakan Katolik), Student Catholic Action (Gerakan
Mahasiswa Katolik) dan Legion Of Mary (Pasukan Maria). Pada tahun 1966 anggota
Catholic Action mengadakan aksi protes dengan tujuan mengusir klub malam dari kota
Lecuna karena lembaga itu merupakan kedok untuk prostitusi.

Gerekan Cursillo (kursus kecil) memainkan peran penting dalam perkembangan Gereja
Katolik Roma di Filipina. Cursillo tersebut merupakan tetret akhir pekan dengan
mengajarkan dokrin Gereja liturgi dan penelahan Alkitab dan ibadah sederhana.

Pendidikan merupakan metode utama menguatkan pengaruh Gereja Katolik Roma di


Filipina. Menurut Mary Mananzan, hasil pendidikan katolik dan alumni perguruan katolik
sebagai pegawai negeri atau pengusaha mempunyai akibat Gereja Katolik terikat pada sistem
pemerintahan sebagai man adanya dan pada keadaan yang bergantung pada negara-negara
berat.

1
Dr.Anne Ruck, Sejarah Gereja Asia (Jakarta: BPK gunung Mulia,2011) 101-110
Gereja katolik Roma dengan sejumlah besar orang Katolik mendukung pemerintahan
Marcos. Namun mulai pada taun 1960-an beberapa orang Katolik nemperjuangkan isu-isu
sosial dan isu politik. Pada bulan februari 1972 sekelompok pastor Katolik, pendeta protetan,
para suster dan mahasiswa, bergabung mendirikan Kaum Kristen demi Pembebasan Nasional.
De la Torre diangkat sebagai ketua pertama. Pada hari peringatan ketiga pastor yang mati
syahid, Kaum Kristen Demi Pembebasan nasional mengeluarkan pernyataan.

Pada masa “Keadaan Perang” De la Torre dipenjarakan selama 9 tahun. Kemudian pada
bulan maret 1986, ia bersama 500 orang tahanan lain yang dipenjarakan dengan alasan
politik, dibebaskan oleh presiden Aquino.

Peran Gereja katolik Roma dalam penggulingan pemerintahan Marcos memperlihatkan


perubahan yang terjadi dalam pemikiran banyak tokoh katolik terkemuka. Pada tahun 1981
sri paus dalam kunjungannya ke Filipina mengingatkan umatnya supaya menjaga hak-hak
asasi manusia. Pada tahun 1986 Kardinal Sin mempertemukan Corazan Aquino dengan
Salvador Laurel (salah seorang pimpinan golongan oposis) dengan harapan mereka akan
membuat persetujuan politis untuk memperjuangkan pemilihan umum. Dewan uskup-uskup
Filipina menemukan jalan keluar dari masalah tersebut dengan menuduh Marcos memalsukan
hasil pemungutan suara. Karenanya mereka sangat mendesak rakyat Filipina untuk
memperjuangkan keadilan tanp kekerasan. Kardinal Sin mengajak warga Manila keluar
mendukung Aquino dan pemberontakan perwira-perwira militer. Akibat peberontakan ini
marcos terpaksa melarikan diri dari Filipina.

Situasi ini memperlihatkan bahwa Gereja dan negara berkaitan erat. Tiga rohaniawan
yang berperan dalam komisi yang ditugaskan menyusun undang-undang besar yang baru.
Para pemimpin Gereja memainkan peran penting dalam usaha perundingan dengan kelompok
pemberontak. Walaupun pengaruh gereja berkurang dengan terpilihnya seorang Protestan
sebagai Presiden pada pada tahun 1992, namun Filipina tetap merupakan negara Katolik.
Pada tahun 1990 anggota Gereja Katolik Roma diperkirakan 65% penduduk, sedangkan
Gereja Mandiri Filipina berjumlah 9,1%, orang Protestan 7% dan orang Islam 8% (dibagian
barat daya).2

2
Ibid, hlm.363-366

Anda mungkin juga menyukai