Anda di halaman 1dari 120

TUGAS AKHIR

EFISIENSI PEMANFAATAN LIMBAH KULIT PISANG


DALAM MENGHASILKAN BIOGAS

ERIKA
ASRIYANTI D121
13 017

DEPARTEMEN TEKNIK

LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS

HASANUDDIN 2018
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT , karena berkat rahmat dan hidayah-
Nyalah, penulis akhirnya dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir dengan judul:
“EFISENSI PEMANFAATAN LIMBAH KULIT PISANG DALAM
MENGHASILKAN BIOGAS”.

Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis banyak mengalami hambatan, namun berkat
bantuan dan arahan yang ikhlas dari berbagai pihak, akhirnya tugas akhir ini dapat
terselesaikan dengan baik. Penyelesaian tugas akhir ini tidak terlepas dari jasa-jasa orang tua
penulis. Ungkapan terima kasih yang tulus penulis persembahkan untuk orang tua tercinta
atas doa serta segala bentuk motivasi yang telah diberikan kepada penulis selama menempuh
Pendidikan.

Pada kesempatan ini pula, penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan sedalam-
dalamnya kepada :

1. Bapak Dr. Ing. Ir Wahyu H. Piarah, MSME, selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin.
2. Bapak Dr. Ir. Muhammad Ramli, MT, selaku Wakil Dekan dan Pembantu Dekan I
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.
3. Ibu Dr. Ir. Hj. Sumarni Hamid Aly, M.T, selaku Ketua Dpartemen Teknik
Lingkungan, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.
4. Bapak Dr. Eng. Irwan Ridwan Rahim, ST. MT. selaku Kepala Laboratorium Riset
Sanitasi dan Persampahan Departemen Teknik Lingkungan serta selaku Dosen
Pembimbing I yang telah memberikan arahan dan banyak masukan, meluangkan
waktu di tengah kesibukannya selama penulis melaksanakan penelitian dan
penyusunan tugas akhir ini.
5. Ibu Dr. Eng. Asiyanthi T Lando, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan arahan dan begitu banyak masukan, meluangkan waktu di tengah
kesibukannya selama penulis melaksanakan penelitian dan penyusunan tugas akhir
ini, serta banyak mengajarkan mengenai pentingnya kerja keras dan ketekunan.

i
6. Bapak/ Ibu Dosen Fakultas Teknik Departemen Teknik Lingkungan atas bimbingan,
arahan, didikan dan motivasi yang telah diberikan selama kurang lebih empat tahun
perkuliahan.
7. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Teknik Departemen Teknik Lingkungan
Universitas Hasanuddin atas segala bantuannya selama penulis menempuh
perkuliahan.
8. Teman-teman Mahasiswa Teknik Lingkungan 2013 yang telah membantu selama
penelitian dan memotivasi penulis.
9. Tim Ruang Mukim Samnitasi dan Persampahann yang selalu memiliki semangat
tinggi serta selalu menjadi tempat untuk berdiskusi jika penulis menghadapi
hambatan.
Dan kepada rekan, sahabat, saudara dan berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu, penulis ucapakan banyak terimakasih atas setiap bantuan dan doa yang
diberikan. Semoga Allah SWT berkenan membalas kebaikan kalian.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan guna melengkapi segala kekurangan
dan keterbatasan dalam penyusunan tugas akhir ini. Akhir kata semoga tugas akhir ini
memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Gowa, 27 Maret 2018

Penulis,

Erika Asriyanti
D121 13 017

i
ABSTRAK
ERIKA ASRIYANTI. Efisiensi Pemnfaatan Limbah Kulit Pisang dalam Menghasilkan
Biogas (dibimbing oleh Irwan Ridwan Rahim dan Asyianti T.Lando)

Energi biogas dapat diperoleh dari limbah rumah tangga, kotoran cair dari peternakan ayam,
sapi, sampah organik dari pasar, industri makanan dan sebagainya.Kulit pisang mengandung
senyawa kimia seperti selulosa, hemiselulosa yang mengandung asam senyawa organik yang
dapat dijadikan substrat untuk produksi biogas. Tujuan pada penelitian ini adalah 1 Untuk
menganalisis karakterisitik biogas yang dihasilkan dari beberapa campuran limbah kulit
pisang dan kotoran ternak.. 2. Untuk menganalisis komposisi dari campuran limbah kulit
pisang dan kotoran ternak dalam menghasilkan biogas. 3. Untuk menganalisis biaya produksi
dari pemanfaatan limbah kulit pisang dan kotoran ternak dalam menghasilkan biogas.
Penelitian ini menggunakan 6 reaktor biogas volume 19L dengan metode batch.
Perbandingan limbah padatan dan air adalah 1 : 2,5. Hasil analisis karakterisitik biogas yang
dihasilkan dari campuran limbah kulit pisang dan kotoran ternak (sapi dan ayam) yaitu pada
reactor E2 dengan komposisi campuran kotoran sapi 7,1%, kotoran ayam 7,1%, dan limbah
kulit pisang 14,3%.Kandungan biogas yang tertinggi pada reaktor E2 adalah 91,4% dengan
komposisi campuran kotoran sapi 7,1%, kotoran ayam 7,1%, dan limbah kulit pisang
14,3%.Komposisi efektif dari campuran limbah kulit pisang dan kotoran ternak dalam
menghasilkan biogas adalah reaktor E4 dengan komposisi 2,4% kotoran sapi, 7,15% kotoran
ayam, dan 19,0% limbah kulit pisang yang menghasilkan volume biogas sebesar 209 ml.
Hasil analisis biaya produksi dari volume biogas efektif adalah pada reaktor E2 yaitu
komposisi kotoran sapi 7,1%, kotoran ayam 7,1% dan kulit pisang 14,3% dengan biaya
sebesar Rp 5.747 dengan volume metan yang dihasilkan 0,000174 m3. Jika dibandingkan
dengan gas elpiji berukuran 3 kg dengan harga Rp 18.000 masih relatif lebih murah dengan
pemanfaatan biogas dari bahan organik dan kotoran ternak. Dibandingkan dengan penelitian
sebelumnya, volume biogas yang dihasilkan tertinggi pada penelitian P3-2 yaitu 3932 ml
dengan komposisi 1000 gr kotoran sapi, 1000 gr kulit pisang, 2000 ml air untuk kotoran sapi
dan 3000 ml air untuk kulit pisang, sedangkan untuk penelitian yang dilakukan menghasilkan
volume biogas sebesar 209 ml pada reaktor E4 dengan komposisi 357 gr kotoran sapi, 1071
gr kotoran ayam, 2850 gr limbah kulit pisang, 5,355 L air untuk kotoran ternak dan 5,355 L
air untuk limbah kulit pisang .

Kata kunci: Biogas, Kulit pisang, Biaya

v
ABSTRACT

ERIKA ASRIYANTI. Efficiency of Banana Peel Waste Utilization in Producing Biogas


(supervised by Irwan Ridwan Rahim and Asyianti T.Lando)
Biogas energy can be obtained from household waste, liquid waste from poultry,
cattle, organic waste from the market, food industry and so on. Banana skin contains
chemical compounds such as cellulose, hemicellulose which contains acid organic
compounds that can be used as substrate for biogas production.The purpose of this research is
1 To analyze the characteristics of biogas produced from mixture of banana peel waste and
manure. 2. To analyze the composition of the mixture of banana leather waste and manure in
producing biogas. 3. To analyze the production cost from the utilization of banana leather
waste and manure in producing biogas.This research uses 19Lvolume gallon with 6 biogas
reactor and batch method. The ratio of solids and water waste is 1: 2.5. The result of
characteristic analysis of biogas resulted from mixture of banana leather waste and cattle
manure (cow and chicken) is reactor E2 with composition of cow manure mixture 7,1%,
chicken waste 7,1%, and banana skin waste 14,3%. the highest biogas in E2 reactor was
91.4% with composition of cow manure mixture 7,1%, chicken poo 7,1%, and banana skin
waste 14,3%.The effective composition of the mixture of banana leather waste and livestock
manure in producing biogas is the E4 reactor with 2.4% cow manure, 7.15% chicken manure,
and 19.0% banana peel waste yielding 209 ml of biogas volume. The result of production
cost analysis from effective biogas volume is on reactor E2 that is composition of cow
manure 7,1%, chicken manure 7,1% and banana skin 14,3% with cost equal to Rp 5,747 with
methane volume produced 0.000174 m3.When compared with 3 kg LPG gas with the price of
Rp 18,000 is still relatively cheaper with the utilization of biogas from organic materials and
manure. Compared with previous research, the volume of biogas produced highest in research
P3-2 is 3932 ml with the composition of 1000 gr of cow manure, 1000 gr of banana peel,
2000 ml of water for cow manure and 3000 ml of water for banana skin, while for research
done volume of biogas of 209 ml at reactor E4 with composition 357 gr of cow manure, 1071
gr of chicken manure, 2850 gr of banana peel waste, 5,355 L of water for cattle manure and
5,355 L water for banana peel waste.

Keywords : Biogas, Banana Peel, Cost.

v
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ii

KATA PENGANTAR iii

ABSTRAK v

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 4

D. Ruang Lingkup 5

E. Sistematika Penulisan 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Energi 7

B. Biogas 12

C. Kulit Pisang 27

v
D. Limbah Kotoran Sapi 31

E. Limbah Kotoran Ayam 33

F. Jurnal yang Terkait dengan Penelitian 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian 38

B. Waktu dan Lokasi Penelitian 38

C. Variabel Penelitian 38

D. Alat dan Bahan 39

E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian 40

F. Tahap Eksperimen 49

G. Analisis Data 50

H. Diagram Alir Penelitian 53

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Densitas dan Kadar Air Bahan 54

B. Karakteristik Biogas 55

C. Hasil Pengujian Selama 35 Hari 57

D. Analisis Biaya 69

BAB V KESIMPULAN

A. Kesimpulan 76

B. Saran 77

DAFTAR PUSTAKA 78

v
LAMPIRAN 83

v
DAFTAR TABEL

Halaman

1. Komponen Biogas 14

2. Kandungan Kimia Kulit Pisang 29

3. Karakteristik Biomassa Limbah Pertanian 30

4. Produksi Gas Spesifik Biomassa 31

5. Komposisi Kimia yang Terkandung dalam Kotoran Sapi 32

6. Kandungan Kimia dari Kotoran Ayam 34

7. Kandungan Zat Hara Kotoran Ternak Padat dan Cair 35

8. Potensi Produksi gas dari Beberapa Tipe Kotoran 36

9. Variabel Komposisi Bahan 39

10. Volume Biogas dari Penelitian Sebelumnya 44

11. Komposisi Penelitian Sebelumnya 45

12. Rumus Komposisi Awal 47

13. Penentuan Komposisi Awal 48

14. Parameter Uji Penelitian 51

15. Analisis Densitas Setiap Bahan 53

16. Analisis Kadar Air Setiap Bahan 54

17. Analisis Suhu 54

18. Analisis pH 55

19. Analisis Kadar Air campuran 55

20. Analisis Total Solid 55

21. Analisis COD 56

x
22. Kandungan Biogas 62

23. Kondisi pH 64

24. Kondisi Kadar Air 65

25. Kondisi Total Solid 66

26. Kondisi COD 67

27. Hasil Pengukuran Kandungan CH4 (%metan) 68

28. Jumlah Biogas yang Diperlukan untuk Pemakaian Tertentu 69

29. Kesetaraan Biogas dengan Sumber Energi Lainnya 70

30. Perbandingan Biaya Pemakaian Biogas dan Gas Elpiji 70

x
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Skema Reaktor Biogas Tipe Fixed Dome 24

2. Skema Reaktor Biogas Tipe Floating Dome (Kubah Apung) 26

3. Detail Reaktor Biogas Ukuran 19 L 42

4. Detail Reaktor Biogas Ukuran 330 ml 43

5. Grafik Penelitian Sebelumnya 46

6. Hasil Pengukuran Suhu 56

7. Hasil Pengukuran pH 57

8. Hasil Pengukuran Kadar Air 58

9. Hasil Pengukuran Total Solid 59

10. Hasil Pengukuran COD 60

11. Hasil Pengukuran Volume Biogas 61

12. pH Awal dan Akhir 65

13. Kadar Air Awal dan Akhir 66

14. Total Solid Awal dan Akhir 67

15. COD Awal dan Akhir 68

x
DAFTAR LAMPIRAN

1. Dokumentasi Penelitian

2. Perhitungan Setiap Parameter

3. Hasil Analisis Data

4. Hasil Uji Kandungan Biogas

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini Indonesia menjadi negara dengan peringkat 18 dalam 23


kelompok negara dengan konsumsi energi tertinggi di dunia menurut American
Council for An Energy-Efficient Economy (ACEEE) tahun 2017. Berdasarkan data
dari Group Chief Economist, Spencer Dale, dalam diskusi Statistical Review of
World Energy 2017, di Kementerian ESDM. Konsumsi energi tumbuh lebih
tinggi daripada pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) tahun lalu sekitar
5%, sementara pertumbuhan konsumsi energi (hampir) 6%. Permintaan energi
tumbuh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan PDB, hal ini jarang ditemui di
negara lain. Dalam kajiannya, konsumsi energi terbesar Indonesia tahun 2016
masih didominasi oleh minyak bumi 41%, batu bara 36%, dan gas 19%.
Sementara produksi minyak di Indonesia hanya mampu mencukupi 55% dari
kebutuhan konsumsi dalam negeri. Sedangkan emisi CO2 Indonesia dari
penggunaan energi meningkat 7,6% pada tahun 2016, lebih dari dua kali lipat dari
rata-rata 10 tahun (+3,7%). Intensitas energi (jumlah energi yang dibutuhkan per
unit PDB) meningkat sebesar 0,8% pada tahun 2016, dibandingkan dengan
penurunan tahunan rata-rata 2,6% selama 10 tahun terakhir (Chandra, 2017).
Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan
populasi penduduk dan menipisnya sumber cadangan minyak dunia serta
permasalahan emisi dari bahan bakar fosil memberikan tekanan kepada setiap
negara untuk segera memproduksi dan menggunakan energi terbaharukan.
Menurut data ESDM (2017) energi fosil berupa cadangan minyak dan gas bumi
(migas) Indonesia diperkirakan habis dalam 12 tahun mendatang. Data cadangan
minyak Indonesia menunjukkan bahwa cadangan minyak saat ini tinggal 3,65
miliar barel dengan tingkat produksi sekitar 800 ribu barel per hari (bph)
(Setiawan, 2017).

1
Apabila terus dikonsumsi tanpa ditemukannya cadangan minyak baru,
diperkirakan cadangan minyak ini akan habis dalam 12 tahun mendatang. Untuk
mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak pemerintah telah
menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 5 tahun 2006 tentang
kebijakan energi nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai
pengganti bahan bakar minyak. Kebijakan tersebut menekankan pada sumber
daya yang dapat diperbaharui sebagai altenatif pengganti bahan bakar minyak.
(Kemas, 2016).
Pemanfaatan sumber-sumber energi terbaharukan dan ramah lingkungan
menjadi pilihan utama dalam mengatasi krisis bahan bakar. Salah satu energi
terbaharukan dan ramah lingkungan adalah biogas. Energi biogas dapat diperoleh
dari limbah rumah tangga, kotoran cair dari peternakan ayam, sapi, sampah
organik dari pasar, industri makanan dan sebagainya (Zaini dkk, 2015).
Pengolahan limbah peternakan dan sampah organik menjadi biogas ini
diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak,
mengurangi pencemaran lingkungan dan menjadikan peluang usaha bagi
masyarakat.
Prospek pengembangan teknologi biogas ini sangat besar terutama di
daerah pedesaan dimana sebagian besarnya masyarakat bekerja dibidang
peternakan dan pertanian. Biogas merupakan sumber energi alternatif yang ramah
lingkungan dan terbarukan, dapat dibakar seperti gas elpiji (LPG), sangat
mungkin untuk menggantikan premium, minyak tanah, minyak solar, minyak
diesel yang harganya semakin mahal yang membebani masyarakat menengah
kebawah dan dapat digunakan sebagai sumber energi penggerak generator listrik.
Selama ini pemanfaatan kotoran sapi dan kotoran ayam masih belum
optimal. Biasanya hanya digunakan sebagai pupuk kandang atau bahkan hanya
ditimbun sehingga dapat menimbulkan masalah lingkungan. Selain limbah
peternakan yang dapat diolah menjadi biogas. Sampah organik seperti kulit pisang
ternyata dapat pula diolah menjadi biogas. Kulit pisang yang digunakan adalah
kulit pisang kepok. Hal ini dikarenakan kulit pisang mengandung senyawa kimia
seperti selulosa, hemiselulosa yang mengandung asam senyawa organik yang

2
dapat dijadikan substrat untuk produksi biogas. Kulit pisang belum dimanfaatkan
secara nyata, hanya dibuang sebagai limbah organik atau digunakan sebagai
makanan ternak seperti kambing, sapi dan kerbau khususnya pada daerah Kab.
Pangkep desa Sela. Jumlah kulit pisang yang cukup banyak akan memiliki nilai
jual yang menguntungkan apabila bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku
pembuatan biogas (Putri, 2016).
Beberapa penelitian sebelumnya telah melakukan eksperimen yaitu
mencampurkan kotoran ternak dengan kulit pisang. Hasil penelitian dari Labiba
dkk, 2017 yaitu campuran kotoran sapi dengan kulit pisang menghasilkan
produksi biogas yang tertinggi adalah 3,6 L. Begitu pula dengan penelitian Yusiati
dkk, 2012 yaitu penambahan limbah kulit pisang dengan campuran kotoran ternak
menghasilkan bahwa penambahan limbah kulit pisang memberikan pengaruh
terhadap konsentrasi gas metan dan produksi gas metan. Penelitian dari Bahite
dkk, 2014 yang membandingkan tanpa kotoran ternak dengan yang mengandung
kotoran ternak menghasilkan bahwa lebih besar volume gas pada perlakuan yang
mengandung kotoran ternak dibanding tanpa kotoran ternak.
Berdasarkan data penelitian sebelumnya, maka penulis akan
mengembangkan hasil dari penelitian sebelumnya dengan memvariasikan
campuran kotoran sapi dan kotoran ayam serta bahan baku utama adalah kulit
pisang agar mengetahui seberapa besar pengaruh biogas yang dihasilkan terhadap
limbah kulit pisang.
Dengan demikian pemanfaatan limbah dengan cara ini secara ekonomi
akan sangat kompetitif seiring naiknya harga bahan bakar minyak dan pupuk
organik. Pemanfaatan limbah dengan membangun bioreaktor merupakan salah
satu cara atau solusi sebagai pengganti bahan bakar minyak. Sehingga dari uraian
latar belakang tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul
"Efisiensi Pemanfaatan Limbah Kulit Pisang dalam Menghasilkan Biogas".

3
B. Rumusan Masalah

Rumusan Masalah dalam penelitian ini :


1. Bagaimana karakteristik biogas yang dihasilkan dari beberapa campuran
kulit pisang dan kotoran ternak?
2. Berapakah komposisi campuran limbah kulit pisang dan kotoran ternak
yang paling efektif dalam menghasilkan biogas?
3. Berapa biaya produksi dari pemanfaatan limbah kulit pisang dan kotoran
ternak dalam menghasilkan biogas?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Tujuan pada penelitian ini adalah :


1. Untuk menganalisis karakterisitik biogas yang dihasilkan dari beberapa
campuran limbah kulit pisang dan kotoran ternak.
2. Untuk menganalisis komposisi dari campuran limbah kulit pisang dan
kotoran ternak dalam menghasilkan biogas.
3. Untuk menganalisis biaya produksi dari pemanfaatan limbah kulit pisang
dan kotoran ternak dalam menghasilkan biogas.

Manfaat pada penelitian ini adalah :


1. Bagi masyarakat, diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dalam
memanfaatkan kotoran ternak dan limbah kulit pisang sebagai sumber
energi alternatif untuk penghematan energi dan solusi akan
ketergangantungan penggunaan bahan bakar minyak serta dapat digunakan
sebagai pengganti bahan bakar fosil.
2. Bagi Lingkungan, diharapkan memanfaatkan limbah kulit pisang dan
kotoran ternak yang tidak termanfaatkan agar dapat mengurangi dampak
pencemaran lingkungan.

4
3. Bagi Akademik, diharapkan dapat dijadikan acuan dalam penelitian
selanjutnya di bidang lingkungan khususnya pada pemanfaatan limbah
yang tidak termanfaatkan dapat diubah menjadi energi terbarukan.

D. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah :


1. Bahan utama pembuatan biogas adalah kulit pisang kepok yang berasal
dari penjual gorengan, kotoran sapi yang digunakan berasal dari peternak
sapi daging di desa Sela Kab. Pangkep dan kotoran ayam berasal dari
peternak ayam potong di desa Sela Kab. Pangkep.
2. Teknik pembuatan biogas adalah dengan metode anaerobik.
3. Reaktor pembuatan biogas berupa anaerobik reaktor tipe batch (bak).
Pada tipe bak, bahan baku reaktor ditempatkan dalam wadah (ruang
tertentu) dari awal hingga selesainya proses pencernaan. Ini hanya umum
digunakan pada tahap eksperimen untuk mengetahui potensi gas dari
suatu jenis limbah organik.
4. Variabel dalam penelitian ini adalah variasi campuran kotoran sapi,
kotoran ayam dan limbah kulit pisang.

E. Sistematika Penulisan

Penulisan tugas akhir ini terbagi ke dalam 5 bab dengan sistematika


sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan dan manfaat, ruang lingkup serta sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang teori teori mengenai biogas.

5
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menguraikan waktu dan tempat peneltian, metode
pengumpulan data, metode analaisis data, dan bagan alir penelitian.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisikan hasil dan pembahasan dari penelitian “Efisiensi
Pemanfaatan Limbah Kulit Pisang dalam Menghasilkan Biogas”.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menguraikan kesimpulan dan saran dari penulisan tentang
hasil penelitian

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Energi

Menurut UU Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2007 Tentang Energi,


Energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja yang dapat berupa panas,
cahaya, mekanika, kimia, dan elektromagnetika. Energi merupakan besaran yang
kekal, artinya energi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan, tetapi dapat diubah
dari suatu bentuk satu ke bentuk yang lain namun tidak merubah jumlah atau
besar energi secara keseluruhan. Energi merupakan salah satu kebutuhan penting
bagi kehidupan manusia. Berbagai hal mulai dari transportasi, penerangan dan
lainnya senantiasa membutuhkan energi. Sebagian besar kebutuhan energi
dipenuhi dari minyak bumi sebagai bahan bakunya. Kondisi minyak bumi pada
saat ini, persediaan semakin menipis dan harga semakin meningkat, mendorong
kita untuk mengembangkan sumber energi alternatif. Terdapat berbagai sumber
energi yang dapat digunakan sebagai bahan bakar fosil dan sifatnya terbarukan,
diantaranya adalah tenaga angin, tenaga air, energi matahari, energi panas bumi
dan biofuel.
Menurut dari sumber didapatnya energi, energi terbagi menjadi 2 antara lain :
1. Sumber energi tidak terbaharui (konvensional) didefinisikan sebagai sumber
energi yang tidak dapat diisi atau dibuat kembali oleh alam dalam waktu yang
singkat. Sumber energi tak terbaharui diantaranya:
a. Minyak Bumi
Minyak bumi adalah zat cair licin dan mudah terbakar yang terjadi sebagian
besar karena hidrokarbon. Menurut teori, minyak bumi berasal dari sisa - sisa
binatang kecil dan tumbuhan yang hidup di laut jutaan tahun lalu yang
mengendap dan mendapat tekanan dari lempengan bumi sehingga secara
alami larut dan berubah menjadi minyak bumi. Manfaat minyak bumi yaitu :

7
 Avtur untuk bahan bakar pesawat terbang.
 Bensin untuk bahan bakar kendaraan bermotor.
 Kerosin untuk bahan baku lampu minyak.
 Solar untuk bahan bakar kendaraan diesel.
 LNG (Liquid Natural Gas) untuk bahan bakar kompor gas.
 Oli ialah bahan untuk pelumas mesin.
 Vaselin ialah salep untuk bahan obat.
 Parafin untuk bahan pembuat lilin.
 Aspal untuk bahan pembuat jalan (dihasilkan di Pulau Buton)

b. Batubara
Batubara dibentuk dari sisa- sisa tumbuhan yang terkubur di dasar rawa
selama jutaan tahun yang lalu. Pertama, sisa-sisa tumbuhan berubah menjadi
bahan yang padat disebut gambut. Akibat tekanan dan pemanasan dari lapisan
bagian atas, sisa-sisa tumbuhan tersebut berubah menjadi batubara. Batubara
banyak digunakan sebagai bahan bakar untuk keperluan industri dan rumah
tangga diantaranya yaitu :
 Biji Besi untuk peralatan rumah tangga, pertanian dan lain-lain.
 Tembaga merupakan jenis logam yang mempunyai warna kekuning-
kuningan, lunak dan mudah ditempa.
 Bauksit sebagai bahan dasar pembuatan alumunium.
 Emas dan Perak untuk perhiasan.
 Nikel untuk bahan pelapis besi agar tidak mudah berkarat.
 Gas alam untuk bahan bakar kompor gas.
 Mangaan untuk pembuatan pembuatan besi baja.
 Besi dan Timah besi berasal dari bahan yang bercampur dengan tanah,
pasir dan sebagainya. Besi merupakan bahan endapan dan logam yang
berwarna putih. Timah berasal dari bijih-bijih timah yang tersimpan di
dalam bumi.

8
2. Energi terbarukan adalah energi yang berasal dari sumber alami, seperti air,
matahari, dan angin. Sumber energi ini akan terus ada dan tidak berbahaya
bagi lingkungan. Berikut ini adalah yang termasuk sumber energi terbaharui:
a. Matahari
Energi matahari diperoleh dari cahaya panas yang merupakan komponen
dari panas matahari. Selain memanaskan air, energi ini juga bisa diubah
menjadi listrik. Secara global, matahari menyediakan 10.000 kali energi bumi
yang dapat di memanfaatkan siapapun secara gratis, dan merupakan salah satu
sumber energi alternatif yang potensial untuk dikelola dan dikembangkan
lebih lanjut, terutama bagi negara- negara tropis seperti Indonesia.
b. Angin
Energi angin adalah energi yang dihasilkan oleh udara yang berhembus di
permukaan bumi. Energi angin dapat diubah menjadi energi mekanik untuk
menghasilkan usaha. Karena angin tidak menimbulkan polusi, maka banyak
negara - negara membangun turbin angin sebagai sumber tenaga listrik
tambahan.
c. Panas Bumi
Energi panas bumi adalah energi panas yang berasal dari dalam bumi.
Energi panas ini dihasilkan di dalam inti bumi yang ditimbulkan oleh
peristiwa peluruhan partikel-partikel radioaktif di dalam batuan. Inti bumi
terbentuk dari magma yang mengalir menembus berbagai lapisan batuan di
bawah tanah. Saat mencapai reservoir air bawah tanah, terbentuklah air panas
bertekanan tinggi yang keluar ke permukaan bumi melalui celah atau retakan
di kulit bumi, maka timbul sumber air panas yang biasa disebut uap panas.
d. Energi Air (Hydropower)
Energi dapat digunakan dalam bentuk gerak atau perbedaan suhu. Karena
air ribuan kali lebih berat dari udara, maka aliran air yang pelan pun dapat
menghasilkan sejumlah energi yang besar. Air merupakan sumber energi yang
murah dan relatif mudah didapat, karena pada air tersimpan energi potensial
(pada air jatuh) dan energi kinetik (pada air mengalir). Tenaga air
(Hydropower) adalah energi yang diperoleh dari air yang mengalir. Energi

9
yang dimiliki air dapat dimanfaatkan dan digunakan dalam wujud energi
mekanis maupun energi listrik. Pemanfaatan energi air banyak dilakukan
dengan menggunakan kincir air atau turbin air yang memanfaatkan adanya
suatu air terjun atau aliran air di sungai. Kalau listrik yang dihasilkan tidak
terlalu besar, teknologi yang digunakan disebut microhydro, listrik dari cara
ini maksimal menghasilkan 100 kW. Sejak awal abad 18 kincir air banyak
dimanfaatkan sebagai penggerak penggilingan gandum, penggergajian kayu
dan mesin tekstil. Memasuki abad 19, turbin air mulai dikembangkan.
e. Biomassa
Biomassa merupakan sumber energi yang dapat diperbaharui karena
tumbuh-tumbuhan dapat kita tanam setiap saat. Melalui proses photosintesa,
tanaman menangkap tenaga matahari. Tumbuhan biasanya menggunakan
fotosintesis untuk menyimpan tenaga surya, air, dan CO2. Bahan bakar bio
adalah bahan bakar yang diperoleh dari biomass - organisme atau produk dari
metabolisme mereka, seperti kotoran dari sapi merupakan energi terbaharui.
Biasanya bahan bakar bio dibakar untuk melepas energi kimia yang tersimpan
di dalamnya. Biomass yang diproduksi dengan teknik pertanian, seperti
biodiesel, ethanol, dan bagasse (seringkali sebuah produk sampingan dari
pengkultivasian Tebu) dapat dibakar dalam mesin pembakaran dalam atau
pendidih. Pembuatan biomass harus melalui beberapa proses seperti berikut:
harus dikembangkan, dikumpulkan, dikeringkan, difermentasi dan dibakar.
Seluruh langkah ini membutuhkan banyak sumber daya dan infrastruktur.
Membakar biomassa bukan cara satu-satunya untuk menghasilkan energi
karena biomassa dapat juga dikonversi ke bentuk energi lain diantaranya gas
metana atau etanol, biofuel, dan biosolar.
Pada dasarnya energi biomassa dimanfaatkan sebagai (Tajalli, 2015) :
 Pembakaran langsung untuk panas domestik: ini adalah metode tradisional
pembakaran kayu, gambut, kotoran, dll, untuk memasak dan panas. Hal ini
masih banyak digunakan, terutama di negara-negara berkembang yang
umumnya bertanggung jawab dalam banyak penyakit pernapasan dan
kematian.

1
 Pembangkit Listrik tenaga biomassa: Biomassa digunakan untuk bahan
bakar dalam pemanasan boiler yang kemudian memberikan uap ke turbin
yang terhubung ke generator. Bahan baku terutama residu kayu hutan, dan
limbah kayu perkotaan/industri. EIA (Energy Information Administration)
memprediksi bahwa pada tahun 2020, biomassa akan menghasilkan 0,3
persen dari proyeksi 5476 miliar kilowatt/jam total generasi. Sekitar
19.786.000 Mw/jam listrik diciptakan dari biomassa tahun lalu.
 Co-generator: Pada dasarnya sama dengan pembangkit listrik tenaga
biomassa di atas, namun dengan adanya penambahan panas yang berguna
tersebut kedalam proses generator sehingga meningkatkan efisiensi dalam
pengaturan gabungan panas dan daya (Combined Heat and Power).
 Biofuels: Kategori ini termasuk jenis biomassa yang dikonversi menjadi
bahan bakar cair, terutama untuk transportasi. Yang paling umum adalah
ethanol dan biodiesel. Etanol dapat diproduksi dari tanaman pangan seperti
jagung di negara ini, tebu di Brazil dan gula bit di Eropa. "Selulosa" etanol
juga bisa dibuat dari kayu atau limbah kertas serta rumput yang tumbuh
khusus seperti switchgrass atau dari residu pertanian. Biodiesel umumnya
terbuat dari lemak hewan atau minyak nabati. Banyak "homegrown"
biodiesel dibuat dari minyak restoran daur ulang. Secara komersial,
minyak kedelai digunakan di AS, rapeseed dan minyak bunga matahari di
Eropa, serta minyak sawit di Malaysia. Sementara nyaman untuk
transportasi, dibutuhkan jauh lebih banyak energi untuk menghasilkan
biofuels daripada biomassa.
 Gasifikasi: biomassa dipanaskan dalam lingkungan di mana ia terurai
menjadi gas yang mudah terbakar. Setelah gas dibersihkan dan disaring,
kemudian dapat digunakan sebagai gas alam, biasanya dalam turbin siklus
gabungan. Bahan baku yang digunakan terutama meliputi hasil hutan kayu
dan residu pertanian.
 Anaerobic Digestion: Proses biomaterial melalui proses fermentasi yang
mengubah bahan organik menjadi biogas, yang sebagian besar metana

(60%) dan karbon dioksida (40%) menjadi biogas. Mengkonversi

1
menjadi CO2 dan air dengan proses pembakar dinilai bersih dari perspektif
gas rumah kaca (GRK), karena metana merupakan penghasil gas rumah
kaca yang jauh lebih kuat dari CO2. Pencernaan enzimatik dan katalis lain
digunakan untuk meningkatkan konversi. Bahan bakar yang cocok adalah
bahan organik dengan kadar air tinggi seperti pupuk kandang atau limbah
pengolahan makanan. Gas yang tersedot dari tempat pembuangan sampah
aktif juga dapat dianggap sebagai bagian dari kategori ini, meskipun dalam
hal ini, ada kekhawatiran tentang racun yang terlepas. Kekhawatiran
tersebut dapat teratasi karena beberapa teknologi mengklaim dapat
menghilangkan sebagian besar efek tersebut.

B. Biogas

Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi
dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya, kotoran manusia dan hewan,
limbah domestik (rumah tangga), sampah biodegradable atau setiap limbah
organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik. Pada umumnya semua jenis
bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan biogas, namun demikian hanya
bahan organik (padat, cair) homogen seperti kotoran dan urin (air kencing) hewan
ternak yang cocok untuk sistem biogas sederhana. Biogas dapat dibakar seperrti
elpiji, dalam skala besar biogas dapat dijadikan sumber energi listrik alternatif
ramah lingkungan dan terbarukan. Sumber energi biogas yang utama adalah
kotoran ternak sapi, kerbau, babi, dan kuda. Manfaat dari energi biogas itu sendiri
adalah sebagai pengganti bahan khususnya minyak tanah dan dipergunakan untuk
memasak. Dalam skala besar, biogas dapat digunakan sebagai pembangkit energi
listrik. Di samping itu, dari proses produksi energi biogas akan dihassilkan sisa
kotoran terrnak yang dapat langsung dipergunakan sebagai pupuk oraganik pada
tanaman atau pertanian.

Biogas yang dihasilkan dari pencerna anaerobik dengan komposisi utama


metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2), dengan sejumlah kecil hidrogen sulfida

(H2S) dan ammonia (NH3). Konsentrasi tipis juga terdapat dalam biogas

1
hidrogen (H2), nitrogen (N2), karbon monoksida (CO), dan oksigen (O2). Sifat-
sifat komponen gas utama tersebut dijelaskan sebagai berikut:

a. CH4 gas yang dipertimbangkan sebagai bahan bakar yang berguna. Gas
ini tidak beracun, tidak berbau, dan lebih ringan dari udara.
b. CO2 adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau, dan lebih berat dari
udara. CO2 merupakan gas yang agak beracun. Konsentrasi CO 2 yang
lebih tinggi dalam biogas menghasilkan biogas dengan nilai kalori yang
rendah.
c. H2S suatu gas yang tidak berwarna. Karena lebih berat dari udara H 2S
ekstra berbahaya pada tempat-tempat rendah. Pada konsentrasi rendah
gas ini memiliki bau khusus seperti telur busuk. Pada konsentrasi tinggi,
akan lebih berbahaya karena tidak berbau. Selain itu H2S juga bersifat
korosif yang dapat menyebabkan problem dalam proses pembakaran dari
biogas.
d. Uap air, walaupun merupakan hasil tidak berbahaya, akan menjadi
korosif jika berkombinasi dengan NH3, CO2 dan khususnya H2S dari
biogas. Maksimum kandungan air dalam biogas dikembangkan karena
temperatur gas. Bila biogas berair jenuh meninggalkan reaktor, dengan
pendinginan akan menghasilkan kondensasi air (Anonim, 2016).

a. Komponen Penyusun Biogas

Secara ilmiah proses biogas ini menghasilkan gas yang mudah terbakar yakni
CH4 atau disebut gas metan yang bersifat mudah terbakar, tidak berbau dan tidak
berwarna. Gas metana terbentuk karena proses fermentasi secara anaerobik (tanpa
udara) oleh bakteri metan atau disebut juga bakteri anaerobik dan bakteri biogas
yang mengurangi sampah-sampah yang banyak mengandung bahan organik
(biomassa) sehingga terbentuk gas metan (CH4) yang apabila dibakar dapat
menghasilkan energi panas. Gas metan sama dengan gas elpiji, bedanya gas metan
hanya mempunyai satu atom C, sedangkan elpiji lebih banyak mengandung atom.

1
Disamping itu terdapat gas-gas lain yang komposisinya dapat dilihat tabel 2.1.
dibawah ini :

Tabel 2.1. Komponen Biogas


Komponen %
Metana (CH4) 55-75
Karbon Dioksida (CO2) 25-45
Nitrogen (N2) 0-0,3
Hidrogen (H2) 1-5
Hidrogen Sulfida (H2S) 0-3
Oksigen (O2) 0,1-0,5
Sumber : Mariyani Sri, 2016

b. Proses Pembentukan Biogas

Biogas secara karakteristik fisik merupakan gas, karena itu proses


pembentukannya membutuhkan ruangan dalam kondisi kedap atau tertutup agar
stabil. Pada prinsipnya biogas terbentuk melalui beberapa proses yang
berlangsung dalam ruang yang anaerob atau tanpa oksigen. Proses yang
berlangsung secara anaerob dalam tempat tertutup ini juga memberikan
keuntungan secara ekologi karena tidak menimbulkan bau yang menyebar
kemana-mana.Apabila diuraikan dengan terperinci, secara keseluruhan terdapat
empat proses utama dalam pembentukan biogas, yaitu proses hidrolisis,
asidogenesis, asetonegenis dan metanogenesis. Keseluruhan proses ini tidak
terlepas dari bantuan kinerja mikroorganisme anaerob.

 Tahap Hidrolisis

Tahap hidrolisis merupakan tahap awal dari proses fermentasi. Tahap ini
merupakan penguraian bahan organik dengan senyawa kompleks yang
memiliki sifat mudah larut seperti lemak, protein, dan karbohidrat menjadi
senyawa yang lebih sederhana. Tahap ini juga dapat diartikan sebagai
perubahan struktur dari bentuk polimer menjadi bentuk monomer. Senyawa
yang dihasilkan dari proses hidrolisis diantaranya senyawa asam organik,

1
glukosa, etanol, CO2 dan senyawa hidrokarbon lainnya. Senyawa ini akan
dimanfaatkan mikroorganisme sebagai sumber energi untuk melakukan
aktivitas fermentasi. Sejumlah besar bakteri dalam proses hidrolisis dan
fermentasi senyawa organik antara lain Cellulomonas sp., Cytophaga sp.,
Cellvibrio sp., Bacillus subtilis, Bacillus licheniformis, Pseudomonas sp. Dan
Lactobacillus plantanarum (Lestari, 2016). Reaksi yang terjadi pada proses
hidrolisis ditampilkan pada persamaan senyawa (2-1).

C6H10O4 + 2H2O C6H12O6 + 2H2 (2-1)


Sampah glukosa
 Tahap Asidogenesis
Tahap hidrolisis dilanjutkan oleh tahap pembentukan asam yang disebut
tahap asidogenesis. Pada tahap asidifikasi, bakteri asidogenik akan mengubah
produk hidrolisis menjadi senyawa organik yang lebih sederhana seperti rantai
pendek asam volatil (contohnya propionic, formic, lacic, butyric, dan
succinic), katones (contohnya: ethanol, methanol, gliserol, aseton), dan
alkohol. Reaksi yang terjadi pada asidogenesis ditampilkan pada persamaan
senyawa (2-2) dan (2-3).

C6H12O6 2CH3CH2OH + 2CO2 (2-2)


glukosa alkohol
C6H12O6 + 2H2 2CH3CH2COOH + 2H2O (2-3)
glukosa asam propionat

 Tahap Asetogenesis
Tahap setelah asidogenesis biasa disebut tahap asetogenesis.
Asetogenesis terjadi akibat fermentasi karbohidrat yang diproduksi menjadi
H2, CO2, dan asam asetat. Selain itu, volatile fatty acid (VFA) yang terbentuk
akan menjadi asetat atau propionat dan H2. Dalam kondisi standar,
keberadaan H2 akan mengatasi permasalahan oksidasi yang terjadi dalam AD.
Secara lengkap, reaksi yang terjadi pada tahap asetogenesis ditampilkan pada
persamaan senyawa (2-4), (2-5), dan (2-6).

1
CH3CH2OH + H2O CH3COOH + H2 (2-4)
etanol asam asetat
CH3CH2OH + H2O CH3COOH + CO2 + H2 (2-5)
asam propionat asam asetat
CH3CH2CH2COOH + 2H2O 2CH3COOH + 2H2 (2-6)
asam butirat asam asetat

 Tahap Metanogenesis
Bakteri metanogen seperti methanococus, methanosarcina, dan methano
bactherium akan mengubah produk lanjutan dari tahap pengasaman menjadi
gas metan, karbondioksida, dan air yang merupakan kamponen penyusun
biogas. Proses metanogenesis dibantu oleh mikroorganisme metanogenik yang
diklasifikasikan menjadi dua langkah:

 Metanogen acetoclastic yang mengubah asam asetat menjadi metana


dan CO2.
CH3COOH CH4 + CO2 (2-7)
asam asetat metana
 Metanogen hydrogenotropic yang mengubah karbon dioksida dan
hidrogen menjadi metana. Metanogen hydrogenotropic mampu
memproduksi 1/3 dari produksi total metana.
CO2 + 4H2 CH4 + 2H2O (2-8)

Kandungan biogas didominasi oleh gas metana (CH 4) yang merupakan


hasil sampingan dari proses degradasi bahan organik, seperti kotoran ternak,
manusia, sampah, dan sisa-sisa limbah lainnya. Pemanfaatan kotoran ternak
selain dapat menghasilkan biogas untuk bahan bakar, juga membantu
kelestarian lingkungan dan memperoleh manfaat-manfaat lain seperti pupuk
yang baik untuk tanaman, mencegah lalat, dan bau tidak sedap yang berarti
ikut mencegah sumber penyakit.

Konsentrasi kotoran (metana, karbon dioksida, air, hidrogen sulfida, nitrogen,


oksigen, amonia, siloxanes dan partikel) tergantung pada komposisi substrat dari

1
mana gas itu berasal. Ketika mengalir keluar dari reaktor, biogas bersifat jenuh
dengan uap air, dan air ini menyebabkan korosi di pipa. Air dapat dihilangkan
dengan pendinginan, kompresi, absorpsi atau adsorpsi. Dengan meningkatkan
tekanan atau penurunan suhu, air akan kondensat dari biogas dapat dihilangkan.
Selain itu, ada tiga kelompok bakteri yang berperan dalam proses pembentukan
biogas:

 Kelompok bakteri fermentatif, yaitu : Steptococci, Bacteriodes, dan


beberapa jenis Enterobactericeae.
 Kelompok bakteri asetogenik, yaitu Desulfovibrio.
 Kelompok bakteri Metana, yaitu Mathanobacterium, Mathanobacillus,
Methanosacaria, dan Methanococcus.

Sedangkan terkait dengan temperatur, secara umum ada 3 rentang temperatur


yang disenangi oleh bakteri, yaitu:
1. Psicrophilic (suhu 4–20 ºC), biasanya untuk negara-negara subtropics atau
beriklim dingin,
2. Mesophilic (suhu 20–40 ºC),
3. Thermophilic (suhu 40–60 ºC), hanya untuk men-digesti material, bukan
untuk menghasilkan biogas.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi biogas


Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembuatan biogas,
antara lain faktor pengenceran, jenis bakteri, derajat kesamaan (pH),
suhu,keberadaan bahan-bahan yang berpotensi menghambat pertumbuhan bakteri
serta perbandingan antara karbon (C) dan nitrogen (N) bahan.

 Bahan Baku
Biogas akan terbentuk bila bahan bakunya berupa padatan terbentuknya
bubur halus atau butiran kecil. Agar pembentukan biogas berlangsung dengan
sempurna, bahan baku yang berupa padatan yang sulit dicerna sebaliknya

digiling atau dirajang terlebih dahulu. Namun bila bahan baku

1
padatan agar mudah dicerna, maka bahan baku tersebut dapat dicampur
dengan air secara merata. Bahan baku dalam bentuk selolusa lebih mudah
dicerna oleh bakteri anaerobik. Sebaliknya, pencernaan akan lebih sukar
dilakukan oleh bahan baku anaerob jika bahan bakunya banyak mengandung
zat kayu atau lignin. Jerami misalnya banyak mengandung zat kayu sehingga
sangat sulit untuk dicerna. Bahan baku semacam itu akan terapung
dipermukaan cairan dan membentuk kerak. Kerak tersebut akan menghalangi
laju produksi biogas. Bahan yang mudah dicerna tidak akan terapung,
melainkan akan turun mengendap didasar alat pembuat biogas. Kotoran sapi
dan kerbau sangat baik dijadikan bahan baku karena banyak mengandung
selulosa.
 Kandungan Bahan Kering
Bahan isian dalam pembuatan biogas harus berupa bubur. Bentuk bubur
ini dapat diperoleh bila bahan bakunya mempunyai kandungan air yang tinggi.
Bahan baku dengan kadar air yang rendah dapat dijadikan berkadar air tinggi
dengan menambahkan air ke dalamnya dengan perbandingan tertentu sesuai
dengan kadar bahan kering bahan tersebut. Bahan baku yang paling baik
mengandung 7-9% bahan kering. Aktivitas normal dari mikroba metan
membutuhkan sekitar 90% air. Untuk kandungan kering sejumlah tersebut
bahan baku isian biasanya dicampur dengan air dengan perbandingan tertentu.
Contoh bakan baku kotoran sapi harus dicampur dengan air dengan
perbandingan 1 : 1 atau 1 : 1,5.
 Temperatur
Gas dapat dihasilkan jika suhu antara 4 - 60˚C dan suhu dijaga konstan.
Bakteri akan menghasilkan enzim yang lebih banyak pada temperatur
optimum. Proses pembentukan metana bekerja pada rentang temperature 30-
40 ˚C. Ada tiga kondisi digestifikasi anaerobik bersasarkan suhu reaktornya,
antara lain: Kondisi Psikoprilik, pada kondisi ini suhu reaktor antara 10-
180˚C, dan sampah organik cair terdigestifikasi selama 30-52 hari. Kondisi
Mesopilik, pada kondisi ini suhu reaktor antara 20-450˚C, dan sampah organik
cair terdigestifikasi selama 18-28 hari. Dibandingkan reaktor kondisi

1
termopilik, reaktor kondisi mesopilik pengoperasiaanya lebih mudah, tapi
biogas yang dihasilkan lebih sedikit dan volume reaktor lebih besar. Kondisi
Termopilik, pada kondisi ini suhu reaktor antara 50-700˚C, dan sampah
organik cair terdigestifikasi selama 11-17 hari. Reaktor pada kondisi
termopilik menghasilkan banyak biogas, tapi biaya investasinya tinggi dan
pengoperasiannya rumit. Temperatur optimal untuk pencernaan anaerob
adalah pada temperatur 30-35 °C. Kisaran temperatur ini mengkombinasikan
kondisi terbaik untuk pertumbuhan bakteri dan produksi gas metana didalam
reaktor dengan lama proses yang pendek. Massa bahan yang sama akan
dicerna dua kali lebih cepat pada temperatur 35° C dibanding pada temperatur
15° C dan menghasilkan hampir 15 kali lebih banyak gas pada waktu proses
yang sama. Seperti halnya proses secara biologi tingkat produksi gas metana
berlipat untuk tiap peningkatan temperatur sebesar 10-15° C. Jumlah total dari
gas yang diproduksi pada jumlah bahan yang tetap meningkat seiring dengan
meningkatnya temperatur.
 pH (keasaman)
Bakteri penghasil gas metana sangat sensitif terhadap perubahan pH.
Rentang pH ooptimum untuk jenis bakteri penghasil metana antara 6,6-7,4.
Bakteri yang tidak menghasilkan metana tidak begitu senstif terhadap
perubahan pH, dan dapat bekerja pada pH antara 5 hingga 8,5. Karena proses
anaerobik terdiri dari dua tahap yaitu tahap pembentukan asam dan tahap
pembentukan metana, maka pH sangat berperan penting. Tahap pembentukan
asam akan menurunkan pH awal. Jika penurunan ini cukup besar maka akan
dapat menghambat aktivitas mikroorganisme penghasil metana. Untuk
meningkatkan pH dapat dilakukan dengan penambahan kapur (Ca(OH)2) atau
kapur (CaCO3) sebagai buffer. Bakteri-bakteri anaerob membutuhkan pH
optimal antara 6,2 – 7,6, tetapi pH yang terbaik adalah 6,6 – 7,5. Pada awalnya
media mempunyai pH ± 6 selanjutnya naik sampai 7,5. Bila pH lebih kecil
atau lebih besar maka akan mempunyai sifat toksik terhadap bakteri
metanogenik. Bila proses anaerob sudah berjalan menuju pembentukan
biogas, pH berkisar 7-7,8.

1
 Rasio C/N
Mikroba yang berperan dalam proses secara anaerobik membutuhkan
nutrisi untuk tumbuh dan berkembang, berupa sumber karbon dan sumber
nitrogen. Seandainya dalam substrat hanya terdapat sedikit nitrogen, bakteri
tidak akan dapat memproduksi enzim yang dibutuhkan untuk mensintesis
senyawa (substrat) yang mengandung karbon. Kesetimbangan karbon dan
nitrogen dalam bahan yang digunakan sebagai substrat perlu diperhatikan.
Oleh karena itu, jika terlalu banyak nitrogen pertumbuhan bakteri akan
terhambat, dalam hal ini terutama bahan yang kandungan amonianya sangat
tinggi. C/N rasio merupakan salah satu indikator terpenting untuk menentukan
kualitas bagi bahan yang akan dijadikan sebagai substrat dalam proses
pembentukan biogas. Karbon/Nitrogen (C/N) rasio yang optimum untuk
reaktor anaerobik berkisar 20-30.
Kebutuhan unsur karbon dapat diperoleh dari karbohidrat, lemak, dan
asam-asam organik, sedangkan kebutuhan nitrogen diperoleh dari protein,
amoniak dan nitrat. Perbandingan C/N (C/N rasio) substrat akan berpengaruh
pada pertumbuhan mikroorganisme. Perbandingan C/N untuk masing-masing
bahan organik akan mempengaruhi komposisi biogas yang dihasilkan.
Perbandingan C/N yang terlalu rendah akan menghasilkan biogas dengan
kandungan CH4 rendah, CO2 tinggi, H2 rendah dan N2 tinggi. Perbandingan
C/N yang terlalu tinggi akan menghasilkan biogas dengan kandungan CH 4
rendah, CO2 tinggi, H2 tinggi dan N2 rendah. Perbandingan C/N yang
seimbang akan menghasilkan biogas dengan CH4 tinggi, CO2 sedang, H2 dan
N2 rendah.
Jadi, perbandingan C dan N akan menentukan lama tidaknya proses
pembentukan biogas. Karbon digunakan sebagai energi sedangkan nitrogen
digunakan untuk membangun struktur sel. Bakteri penghasil metana
menggunakan karbon 30 kali lebih cepat dari pada nitrogen (Wiranata, 2014).

2
 COD (Chemical Oxygen Demand)
COD (Chemical Oxygen Demand) adalah banyaknya oksigen yang
dibutuhkan untuk oksidasi sempurna bahan organik dalam air. Analisis COD
digunakan untuk menentukan banyaknya oksigen pada bahan organik yang
dapat dioksidasi kimia dalam kondisi asam. Bahan organik dapat dioksida.
glukosa dan lignin dapat dioksidasi secara sempurna. Asam amino dioksidasi
menjadi amonia nitrogen. Nitrogen organik dioksidasi menjadi nitrit.
Penurunan nilai COD menunjukkan adanya pemakaian oksigen oleh bakeri
untuk menguraikan bahan organik menjadi asam-asam organik dan
karbondioksida. Untuk menghasilkan asam asetat, bakteri tersebut
memerlukan oksigen dan karbon yang diperoleh dari oksigen terlarut dalam
larutan (Wiranata, 2014).
 Total Solid (TS)
Pengertian total solid content (TS) adalah jumlah materi padatan yang
terdapat dalam limbah pada bahan organik selama proses reaktor terjadi dan
ini mengindikasikan laju penghancuran/pembusukan material padatan limbah
organik. Total solid merupakan salah satu faktor yang dapat menunjukkan
telah terjadinya proses pendegradasian karena padatan ini akan dirombak pada
saat terjadinya pendekomposisian bahan. Jumlah TS biasanya
direperesentasikan dalam % bahan baku (Wiranata, 2014).
 Pengadukan
Bahan baku yang sukar dicerna akan membentuk lapisan kerak
dipermukaan cairan. Lapisan ini dapat dipecah dengan alat pengaduk. Oleh
karena itu, sebaiknya setiap unit pembuat biogas dilengkapi dengan alat
pengaduk. Pemasangan alat pengaduk harus dilakukan dengan hati-hati agar
jangan sampai terjadi kebocoran pada tangki pecerna. Sebelum bahan isian
dimasukkan ke dalam reaktor terlebih dahulu dilakukan pengadukan, dimana
tujuan dari pengadukan ini adalah untuk menyeragamkan atau
menghomogenkan bahan isian. Jika tidak dilakukan pengadukan akan terjadi
penggumpalan atau pengendapan bahan organik yang menyebabkan
terhambatnya biogas.

2
Pengadukan dilakukan di dalam reaktor untuk meningkatkan kontak antara
mikroorganisme dan substrat, serta meningkatkan kemampuan populasi
bakteri untuk menyerap nutrisi. Pengadukan juga dapat mencegah
terbentuknya sedimentasi, scum (buih) dan terjadinya perbedaan temperatur
dalam reaktor. Tetapi pengadukan yang berlebihan dapat merusak
mikroorganisme sehingga pengadukan harus dilakukan dengan pelan
(Abdullah, 2017).
 Starter
Stater diperlukan untuk mempercepat proses perombakan bahan organik
hingga menjadi biogas. Starter merupakan mikroorganisme perombak yang
dijual komersial. Bisa juga menggunakan lumpur aktif organik atau cairan isi
rumen untuk mempercepat terjadinya proses fermentasi, maka perlu pada
permulaan pengumpanan perlu ditambahkan cairan yang telah mengandung
banyak bakteri metan yang disebut dengan starter. Starter yang dapat
digunakan ada tiga macam, yaitu :
 Starter alami : kalau sumbernya dari alam yang diketahui mengandung
kelompok bakteri metan seperti lumpur aktif, timbunan sampah lama,
timbunan kotoran ruminansia dan lain-lain.
 Starter semi buatan : kalau sumber berasal dari tabung pembuat biogas
yang diharapkan kandungan bakteri metannya dalam stadia aktif.
 Starter buatan : kalau sumbernya sengaja dibuat, baik dengan media
alami maupun media buatan, sedangkan bakteri metannya dibiakkan
secara laboratorium.
 Lama Fermentasi
Waktu berpengaruh dalam pembentukan biogas, semakin lama proses
fermentasi dilakukan, maka semakin banyak biogas yang dihasilkan. Produksi
biogas sudah terbentuk sekitar 10 hari. Setelah 10 hari fermentasi sudah
terbentuk kira-kira 0,1-0,2 m3/kg dari berat bahan kering. Peningkatan
penambahan waktu fermentasi dari 10 hingga 30 hari meningkatkan produksi
biogas sebesar 50%. Pada hari ke-30 fermentasi jumlah biogas yang terbentuk

mencapai maksimal dan setelah 30 hari terjadi penurunan jumlah biogas.

2
tahap awal proses fermentasi, bakteri berkembangbiak untuk hidup dan
menguraikan sampah organik. Tahap selanjutnya, bakteri mendapatkan nutrisi
yang cukup dari kotoran ternak (starter), yaitu bahan atau substrat yang di
dalamnya sudah dapat dipastikan mengandung bakteri metana sesuai yang
dibutuhkan oleh bakteri untuk menghasilkan gas metana (Wiranata, 2014).
d. Reaktor Biogas
Reaktor merupakan komponen utama dalam produksi biogas. Reaktor
merupakan tempat dimana bahan organik diurai oleh bakteri secara anaerob (tanpa
udara) menjadi gas CH4 dan CO2. Reaktor harus dirancang sedemikian rupa
sehingga proses fermentasi anaerob dapat berjalan dengan baik. Pada umumnya
produksi biogas terbentuk pada 4-5 hari setelah reaktor diisi. Produksi biogas
menjadi banyak pada 20-35 hari. Terdapat beberapa jenis reaktor yang dapat
dilihat berdasarkan konstruksi, jenis aliran, dan posisinya terhadap permukaan
tanah. Jenis reaktor yang dipilih dapat didasarkan pada tujuan pembuatan reaktor
tersebut. Hal yang penting adalah apapun yang dipilih jenisnya, tujuan utama
adalah mengurangi kotoran dan menghasilkan biogas yang mempunyai
kandungan CH4 tinggi. Dari segi konstruksi, reaktor dibedakan menjadi:
 Reaktor kubah tetap (Fixed Dome)
Reaktor jenis ini mempunyai volume tetap. Seiring dengan dihasilkannya
biogas, terjadi peningkatan tekanan dalam reaktor. Karena itu, dalam
konstruksinya reaktor jenis kubah tetap, gas yang terbentuk akan segera
dialirkan ke pengumpul gas di luar reaktor. Indikator produksi gas dapat
dilakukan dengan memasang indikator tekanan (Wiranata, 2014).
Biaya yang dikeluarkan sebagai operasional reaktor fixed dome ini dapat
dikatakan rendah, karena reaktor dengan tipe seperti ini berupa bangunan
permanen tidak berkarat dan dapat bertahan sampai 20 tahun. Bangunan ini
biasanya terletak di bawah tanah, sehingga dapat terhindar dari kerusakan
fisik. Selain itu proses pembentukan biogas yang terjadi di dalam tanah dapat
terhindar dari suhu rendah pada malam hari, sedangkan pada siang hari sinar
matahari dapat meningkatkan proses pembentukan biogas. Reaktor fixed dome

terdiri dari bagian pencerna yang berbentuk kubah tertutup. Di dalam

2
terdapat ruang penampung gas dan removal tank. Biogas yang telah terbentuk
disimpan dalam penampung gas, sedangkan kotoran yang akan digunakan
untuk memproduksi biogas dialirkan menuju removal tank. Tekanan gas di
dalam reaktor akan meningkat seiring dengan meningkatnya volume gas di
dalam penampung gas.

Gambar 2.1. Skema Reaktor Biogas Tipe Fixed Dome

Berikut adalah kelebihan dan kekurangan dari reaktor fixed dome :


Kelebihan
 Konstruksi sederhana dan dapat dikerjakan dengan mudah.
 Biaya konstruksi rendah.
 Tidak ada bagian yang bergerak.
 Dapat dipilih dari material yang tahan karat.
 Umurnya panjang.
 Dapat dibuat didalam tanah sehingga menghemat tempat.

 Lebih stabil dan tidak mudah

2
Kekurangan
 Bagian dalam reaktor tidak terlihat (khususnya yang dibuat di dalam
tanah) sehingga kebocoran tidak terdeteksi.
 Tekanan gas berfluktuasi dan bahkan fluktuasinya sangat tinggi.
 Temperatur reaktor rendah

 Floating Dome (Kubah Apung)


Pada reaktor tipe ini terdapat bagian yang reaktor yang dapat bergerak
seiring dengan kenaikan tekanan reaktor. Pergerakan bagian kubah dapat
dijadikan indikasi bahwa produksi biogas sudah mulai atau sudah terjadi.
Bagian yang bergerak juga berfungsi sebagai pengumpul biogas (Wiranata,
2014). Floating drum terdiri dari bagian pencerna yang berbentuk kubah atau
silinder yang dapat bergerak, penahan gas atau drum. Pergerakan penahan gas
dipengaruhi oleh proses fermentasi dan pembentukan gas. Bagian drum
sebagai tempat penampung atau penyimpan gas yang terbentuk mempunyai
rangka pengarah agar pergerakan drum stabil. Apabila reaktor sedang
memproduksi biogas drum akan terangkat. Jika biogas sedang dikonsumsi,
drum akan turun. Bahan yang digunakan untuk drum adalah baja. Lembaran baja
yang digunakan untuk kedua sisi drum berukuran 2,5 mm, sedangkan untuk
bagian atas drum berukuran 2 mm. Drum harus dijaga agar tidak berkarat. Untuk
mencegah drum berkarat dapat digunakan cat minyak, cat sintetik maupun aspal.
Produksi gas dapat meningkat apabila drum dicat dengan warna merah karena
suhu dalam tangki pencerna akan meningkat ketika terkena sinar matahari.
Bagian atas drum sebaiknya dibuat miring. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah
air hujan masuk ke dalam drum, sehingga drum dapat mengalami korosi atau
berkarat. Reaktor tipe floating drum tidak selalu menggunakan bahan dari baja.
Bahan lain yang dapat digunakan untuk reaktor ini adalah plastik polyethilen.
Biaya yang harus dikeluarkan untuk membuat reaktor dengan bahan polyethilen
lebih besar daripada menggunakan bahan baja.

2
Dengan model ini, kelemahan tekanan gas yang berfluktuasi pada reaktor
bioreaktor jenis kubah tetap dapat diatasi sehingga tekanan gas menjadi
konstan.

Gambar 2.2. Skema Reaktor Biogas Tipe Floating Dome (Kubah Apung)

Berikut adalah kelebihan dan kekurangan dari Reaktor Tipe Floating Dome
(Kubah Apung) :
Kelebihan
 Mudah dipahami dan dioperasikan.
 Volume gas yang terbentuk dapat dilihat dengan mudah.
 Tekanan gas yang dihasilkan relatif konstan.
 Pembuatannya mudah dan bila ada sedikit kesalahan dalam
pembuatannya tidak terlalu menyebakan masalah yang besar
dalam pengoperasiannya.
Kekurangan
 Korosi pada drum.
 Biaya perawatan cukup mahal.
 Umur reaktor lebih pendek daripada fixed dome.
 Membutuhkan teknik khusus untuk membuat tampungan gas
bergerak seiring naik atau turunnya produksi biogas.

2
 Material dari tampungan gas yang dapat bergerak harus dipilih yang
mempunyai sifat tahan korosi, hal tersebut menyebabkan harganya
relatif lebih mahal.
 Reaktor Balon
Reaktor balon merupakan jenis reaktor yang banyak digunakan pada skala
rumah tangga yang menggunakan bahan plastik sehingga lebih efisiensi dalam
penanganan dan perubahan tempat biogas. Reaktor ini terdiri dari suatu bagian
yang berfungsi sebagai reaktor dan penyimpanan gas masing-masing
bercampur dalam suatu ruangan tanpa sekat. Material organik terletak
dibagian bawah karena memiliki berat yang lebih besar dibandingkan gas
yang akan mengisi pada rongga atas.
 Reaktor Dari Bahan Fiber Glass
Reaktor dari bahan fiber glass merupakan jenis reaktor yang paling banyak
digunakan pada skala rumah tangga yang menggunakan fiber glass sehingga
lebih efisiensi dan penanganan dalam biogas.

C. Kulit Pisang

Pisang merupakan tanaman yang memiliki banyak kegunaan, mulai dari buah,
batang, daun, kulit hingga bonggolnya. Tanaman pisang yang merupakan suku
Musaceae termasuk kedalam tanaman yang besar memanjang. Tanaman pisang
sangat menyukai sekali daerah yang beriklim tropis panas dan lembab terlebih
didataran rendah. Ditemui pula di kawasan Asia Tenggara, seperti Malaysia,
Indonesia serta termasuk pula Papua, Australia Topika, Afrika Tropi. Pisang dapat
berbuah sepanjang tahun pada daerah dengan hujan merata sepanjang tahun.
Umumnya, kebanyakan orang memakan buah pisang kulitnya akan dibuang
begitu saja. Seringkali kulit pisang dianggap sebagai barang tak berharga alias
sampah. Ternyata dibalik anggapan tersebut, kulit pisang memiliki kandungan
vitamin C, B, kalsium, protein dan juga lemak yang cukup baik. Kulit pisang
dapat digunakan sebagai pakan ternak seperti kambing, sapi, dan kerbau. Kulit

2
pisang masih belum mendapatkan penanganan yang cukup karena serat yang
cukup tinggi, karena diketahui pada umumnya tebal kulit pisang adalah 41 bagian
dari buahnya, oleh karena itu diperlukan pemikiran usaha untuk
memanfaatkannya.
Pisang kepok (Musa acuminate balbisiana C.) merupakan produk yang cukup
perspektif dalam pengembangan sumber pangan lokal karena pisang dapat
tumbuh di sembarang tempat sehingga produksi buahnya selalu tersedia, Kulit
buah kuning kemerahan dengan bintik - bintik coklat.
Berikut adalah klasifikasi dari buah pisang kepok (Musa acuminate
balbisiana C.) :
Kingdom : Plantae
Filum : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberraceae
Genus : Musa
Spesies : Musa acuminate balbisiana C.

Pisang Kepok memiliki tinggi 370 cm dengan umur berbunga 13 bulan.


Batangnya berdiameter 31 cm dengan panjang daun 258 cm dan lebar daun 90
cm, sedangkan warna daun serta tulang daun hijau tua. Bentuk jantung spherical
atau lanset. Bentuk buah lurus dengan panjang buah 14 cm dan diameter buah
3,46 cm. Warna kulit dan daging buah matang kuning tua. Dalam satu tandan bisa
terdapat hingga 16 sisir dan pada setiap sisinya terdapat hingga 20 pisang, berat
tandannya sekitar 14-22 kg.
Kulit pisang kepok (Musa acuminate balbisiana C.) didalamnya mengandung
beberapa komponen biokimia, antara lain selulosa, hemiselulosa, pigmen klorofil
dan zat pektin yang mengandung asam galacturonic, arabinosa, galaktosa dan
rhamnosa. Asam galacturonic menyebabkan kuat untuk mengikat ion logam yang
merupakan gugus fungsi gula karboksil. Didasarkan hasil penelitian, selulosa juga

memungkinkan pengikatan logam berat. Limbah kulit pisang yang

2
dapat dipertimbangkan untuk penurunan kadar kekeruhan dan ion logam berat
pada air yang terkontaminasi.
Komponen kulit pisang terbesar adalah air dan karbohidrat. Karbohidrat dalam
limbah kulit pisang dapat dimanfaatkan sebagai nutrsisi pakan ternak. Seiring
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknlogi, kini kulit pisang dapat
difermentasi menjadi pembuatan etanol, biogas, wax lantai dan semir sepatu.

Tabel 2.2. Kandungan Kimia Kulit Pisang


No. Unsur Jumlah (%)

1 Air 73,6

2 Pati 11,48

3 Protein 2,15

4 Lemak 1,34

5 Gula Reduksi 7,62

6 Vitamin C/100 g 36

7 Serat Kasar 1,52

8 Abu 1,03

Sumber : Putri, 2016.

Secara garis besar kandungan yang paling besar adalah air yaitu 73,6% dan
pati sesbesar 11,48%. Selain itu kulit pisang juga memiliki kandungan vitamin C
36% (Labiba, 2017). Menurut (Putri, 2016), kulit buah pisang mengandung 15%
kalium dan 12% fosfor yang lebih banyak dibandingkan daging buah. Selain
mengandung fosfor dan potasium, kulit pisang juga mengandung unsur
magnesium, sulfur, dan sodium. Kulit pisang merupakan sumber yang kaya pati
(3%) protein kasar (6-9%), lemak kasar (3,8-11%), serat makan total (43,2-
49,7%) dan asam lemak ganda tak jenuh (PUFA), terutama asam linoleat dan α-
linoleat, pectin, asam amino esensial (leusin, valin, fenilalanin dan treoin) dan
mikronutrien (K,P,Ca, Mg). Kulit pisang juga merupakan sumber yang baik dari
lignin (6-12%), pectin (10-21%) Selulosa (7,6-9,6%) dan asam galaktouronat.

Sehingga kulit pisang menjadi bahan pakan yang baik untuk ternak dan

2
Kulit pisang juga digunakan dalam minuman anggur, produksi etanol, sebagai
substrat untuk produksi biogas dan sebagai dasar untuk ektrsasi pectin. Abu kulit
pisang digunakan sebagai pupuk untuk tanaman pisang dan sumber alkali untuk
produksi sabun. Ekstrak etanol kullit pisang dapat diunakan sebagai penghambat
korosi untuk baja ringan. Kulit pisang juga dapat digunakan di pabrik pengolahan
air (Labiba dkk, 2017).
Karakteristik limbah pertanian dilakukan untuk mengetahui komposisi bahan,
meliputi parameter kadar air, padatan total, dan padatan organik untuk setiap jenis
biomassa. Dari hasil karakteristik diperoleh informasi bahwa kulit pisang meiliki
kadar air sebesar 87,61% dan kadar abu 1,91%.
Tabel 2.3 Karakteristik Biomassa Limbah Pertanian
Kadar abu Kadar Padatan Padatan Organik
Jenis Biomassa
(%) air (%) Total (%) (% w.b) (% d.b)
Jerami 18,3 21,0 79,0 60,7 76,84
Kulit Pisang 1,90 87,61 12,39 10,49 84,67
Kol 0,48 93,00 7,00 6,52 93,14
Sampah Pasar-1 2,23 82,57 17,43 15,2 87,21
Sampah Pasar-2 0,83 94,05 5,95 5,12 86,05
Kulit Nenas 0,66 86,61 13,39 12,73 95,07
Limbah buah &
0,98 89,24 10,76 9,78 90,89
sayuran
Sumber : Romli dkk, 2015.
Kriteria yang sering digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan
perombakan limbah pertanian secara anerobik adalah produksi biogas, penurunan
padatan organik (VS), dan produksi distilat. Hasil karakteristiksasi menunjukkan
bahwa bahan biomassa memiliki kandungan padatan organik antara 76 sampai
95% basis kering. Kandungan VS menunjukkan bahan organik yang berpotensi
dapat dikonversi secara anaerobik menjadi biogas.Dapat dilihat pada tabel 2.3
dibawah ini.

3
Tabel 2.4. Produksi Gas Spesifik Biomassa
Produksi Gas Spesifik
Bahan Biomassa
(ml/kg Biomassa)
Jerami Segar 1.800
Jerami Busuk 1.560
Kulit Pisang 2.480
Kol 1.520
Sampah Pasar-1 4.500
Sampah Pasar-2 2.320
Kulit Nenas 1.720
Sumber : Romli dkk, 2015.
Produksi gas spesifik dari limbah pertanian berkisar antara 1.500 sampai 4.500
ml per kilogram biomassa. Produksi gas spesifik dari kulit pisang 2.480 ml/kg
biomassa.
D. Limbah Kotoran Sapi

Limbah kotoran sapi adalah salah satu jenis limbah yang dihasilkan dari
kegiatan peternakan, limbah ini mempunyai andil dalam pencemaran lingkungan
karena limbah kotoran ternak sering menimbulkan masalah lingkungan yang
mengganggu kenyamanan hidup masyarakat disekitar peternakan, gangguan itu
berupa bau yang tidak sedap yang ditimbulkan oleh gas yang berasal dari kotoran
ternak, terutama gas amoniak (NH3) dan gas Hidrogen (H2S).
Ada beberapa jenis limbah dari peternakan , yaitu limbah padat, cair dan gas.
Limbah padat adalah semua limbah yang berbentuk padatan atau berada dalam
fase padat. Limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan atau berada
dalam fase cair. Sementara limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas
atau berada dalam fase gas. Limbah tersebut dapat diolah menjadi energi, yaitu
biogas.

3
Tabel 2.5. Komposisi Kimia yang Terkandung dalam Kotoran Sapi
Jenis Gas Kotoran Sapi
Metana (CH4) 65,7
Karbondioksida (CO2) 27,0
Nitrogen (N2) 2,3
Karbonmonoksida (CO) 0,0
Oksigen (O2) 0,1
Propane (C2H8) 0,7
Hydrogen Sulfda (H2S) Tidak terukur
Nilai Kalor (kkn 1/m2) 66513
Sumber : Romli dkk, 2015.

Kotoran sapi adalah limbah peternakan berupa sisa hasil pencernaan sapi.
Kotoran sapi mengandung selulosa yang menyebabkan kotoran sapi sangat baik
digunakan sebagai bahan dasar pembatan biogas. Selulosa yang terkandung pada
kotoran sapi dapat dimanfaatkan untuk memproduksi biogas. Kotoran sapi masih
mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk dimanfaatkan seperti
protein, lemak, bahan ekstrak tanpa nitrogen, vitamin, mineral, mikroba, atau
biota dan lainnya. Kandungan nutrisi ini yang mengakibatkan limbah ternak dapat
dimanfaatkan untuk bahan makanan ternak, pupuk organik, energi, dan media
berbagai tujuan.
Kotoran sapi sangat cocok sebagai sumber penghasil biogas maupun sebagai
biostarter dalam proses fermentasi, karena kotoran sapi tersebut telah
mengandung bakteri penghasil gas metan yang terdapat dalam perut hewan
ruminansia. Proporsi gas yang terkandung pada biogas yang terdeteksi yaitu gas
metana, karbon dioksida, dan nitrogen dioksida. Karbon dioksida dipersiapkan
untuk energi bagi bakteri metanogenik membentuk gas metana pada fase
metanogenesis sedangkan kandungan nitrogen oksida yang sangat kecil karena
tidak dimanfaatkan. Dalam tahapan metanogenesis asetat dan H2/CO2 dikoneversi
menjadi CH4 dan CO2 oleh Archaea Metanogen. Bakteri ini dapat tumbuh
langsung pada H2 / CO2, asetat dan senyawa satu-karbon lainnya, seperti format
dan metanol.
Bakteri metanogenik memanfaatkan H2 dan CO2 untuk energi dan karbon sel
sintesis. metanogen tidak menggunakan asam amino atau N2 sebagai sumber
nitrogen dan tidak ada senyawa nitrogen lainnya selain NH4 untuk

3
pertumbuhannya. beberapa strain Methanobacterium tidak memiliki kemampuan
menggabungkan atau memanfaatkan sumber organik nitrogen (asam amino atau
peptida) dan diperlukan amonia sebagai sumber nitrogen. Meskipun kemampuan
untuk mengasimilasi berbagai asam amino telah dibuktikan dalam beberapa
metanogen, asam amino berasimilasi umumnya tidak dimanfaatkan sebagai
sumber nitrogen.
kebutuhan nutrisi yang menunjang pertumbuhan bakteri metanogenik yaitu :
NH4+ (sumber nitrogen), H2S atau cystein (sumber sulfur), Asetat, 2-metilbutirat,
asam amino (tambahan karbon) dan asam asetat (stimulus pertumbuhan).
Biodegradasi yang efisien membutuhkan nutrisi dan gizi yang cukup karena itu
penting untuk pertumbuhan sel mikroba. nutrisi makro seperti karbon, nitrogen,
kalium fosfor, sulfur dan mikro-nutrisi seperti Fe, Ni, Zn dan Co dalam jumlah kecil
yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroba anaerob yang optimal. Berdasarkan
hasil riset yang pernah ada diketahui bahwa setiap 1 kg kotoran ternak berpotensi
menghasilkan 36 liter biogas. Bakteri yang terkandung dalam kotoran sapi antara
lain Escherichia coli, Citrobacter freundii, Pseudomonas putrefasciens,
Enterobacter cloacae, Proteus marganii, Salmonella sp, Enterobacter aerogenes,
Flavobacterium, Pseudomonas fluorescens, dan Providencia alcalifasciens
(Marwah Sofa dkk, 2016).

E. Limbah Kotoran Ayam

Pada dasarnya, biogas dapat diolah dari berbagai macam kotoran. yang lebih
sering digunakan adalah kotoran sapi. Meski begitu, kotoran ayam pun bisa
dipakai hanya masih sangat jarang diaplikasikan karena membutuhkan volume
kotoran ayam yang cukup banyak dan kontinyu, serta investasinya cukup tinggi.
Adapun jenis bakteri yang terkandung dalam kotoran ayam adalah bakteri
pembentuk asam ( B. subtilis, P. aeruginosa, S. aureus, dan E. coli) dan
pembentuk metana ( Methanobacterium sp. dan Methanococcus sp.). Pembentuk
asam mengkonversi senyawa kompleks dalam limbah ayam seperti karbohidrat,
protein dan lemak menjadi asam molekul rendah lemak berat badan, asetat dan

3
senyawa organik sederhana. Ini kemudian dikonversi oleh metana memproduksi
bakteri untuk biogas.
Kotoran ayam diketahui memiliki kandungan zat kimia yang tinggi sehingga
membutuhkan perhatian khusus ketika dibuat biogas. Terlepas dari itu, kotoran
ayam juga mengandung lebih banyak nitrogen sehingga dapat menghasilkan gas
metana lebih banyak. Berikut tabel 2.4. kandungan kimia pada kotoran ayam.

Tabel 2.6. Kandungan Kimia dari Kotoran Ayam


Jenis Gas Kotoran ayam
Total Padatan 92 %
Nitrogen (N2) 5,8 %
Calsium (Ca) 6,22 ppm
NH-4N 1,48 %
P2O5 6,14 %
K2O 4,26 %
Mg 1,37 ppm
Sulfide 1,05 ppm
Mn 579,00 ppm
Zn 583, 00 ppm
Cu 634,00 ppm
Sumber : Saktiyudha, 2014.
Kotoran ayam terdiri dari sisa pakan dan serat selulosa yang tidak dicerna.
Kotoran ayam juga mengandung karbohidrat, protein, lemak dan senyawa organik
lainnya. Protein pada kotoran ayam mengandung sumber nitrogen. Penumpukan
unsur nitrogen dan sulfid yang terkandung dari kotoran ayam akan mengalami
proses dekomposisi oleh mikroorganisme membentuk gas amoniak, nitrat dan nitrit
serta gas sulfid, gas inilah yang menimbulkan bau yang sangat menyengat.
Komposisi kotoran ayam sangat bervariasi tergantung pada jenis ayam, umur
keadaan individu ayam dan jenis makanan. Jika dihitung setiap peternakan ayam
rata-rata mempunyai 150.000 ekor ayam, maka dalam 1 hari peternakan itu akan
menghasilkan limbah kotoran ayam berjumlah 9000 kg atau 9 ton per hari. Rata-rata
limbah kotoran hewan ternak memiliki rasio C/N sekitar 24. Kandungan rasio C/N
rendah menyebabkan nitrogen akan dibebaskan dan diakumulasi dalam bentuk
amoniak. Timbulnya amoniak akibat dari penumpukan kotoran ayam yang masih
basah dalam kondisi anaerob yng akan menimbulkan bau yang kurang enak. Gas
amoniak mempunyai pengaruh buruk terhadap hewan ternak sendiri dan juga

3
sesama manusia. Kandungan C/N kotoran ayam berkisar 10, hal ini menyebabkan
produksi amoniak tinggi dan jika diproses menjadi biogas memerlukan waktu yang
relatif lama dan hasilnya tidak optimum, sedangkan rasio C/N antara 20 sampai 30
dianggap paling optimum untuk pencernaan anaerob. Rendahnya kandungan C/N
pada kotoran ayam berpengaruh ketika dimanfaatkan menjadi biogas. Berikut ini
adalah kandungan zat hara dan produksi gas yang dihasilkan dari kotoran ayam dan
sapi.
Tabel 2.7 Kandungan Zat Hara Beberapa Kotoran Ternak Padat dan Cair
Nama Ternak Bentuk Nitrogen Fosfor Kalium Air
Kotoran (%) (%) (%) (%)
Kuda Padat 0,55 0,30 0,40 75
Cair 1,40 0,02 1,60 90
Kerbau Padat 0,60 0,30 0,34 85
Cair 1,00 0,15 1,50 52
Sapi Padat 0,40 0,20 0,10 85
Cair
1,00 0,50 1,50 92
Kambing Padat 0,60 0,30 0,17 60
Cair 1,50 0,13 1,80 85
Domba Padat 0,75 0,50 0,45 60
Cair
1,35 0,05 2,10 85
Babi Padat 0,95 0,35 0,40 80
Cair 0,40 0,10 0,45 87
Ayam Padat dan
Cair 1,00 0,80 0,40 55

Kelinci Padat dan


Cair 2,72 1,10 0,50 55,3

Sumber : Anonim, 2016.

3
Tabel 2.8 Potensi Produksi Gas dari Berbagai Tipe Kotoran
Gas yang
Bobot Kotoran Basah Kotoran
Jenis Ternak dihasilkan
Ternak (kg) (kg/hari/ekor) Kering (%)
(m3/kg)
Sapi Pedaging 520 29 17 0,025
Sapi Perah 640 50 14 0,025
Babi Dewasa 90 7 9 0,044
Kambing 40 2 26 0,025
Ayam Petelur 2 0,1 26 0,06
Ayam Broiler 1 0,06 20 0,06
Manusia 60 0,25 11 0,04
Sumber :Anonim, 2016.

F. Jurnal yang Terkait dengan Penelitian

Dari penelitian Yusiati dkk, 2012 menggunakan reaktor 2,8 L dengan


komposisi limbah kulit pisang 0% terdiri dari 667 g kotoran, 0 gr limbah kulit
pisang dan 1000,5 ml air untuk substrat kotoran sapi dan 1334 ml air untuk
substrat kotoran kuda. Pada penambahan limbah kulit pisang 15% terdiri dari 567
gr kotoran, 100,5 gr limbah kulit pisang dan ditambah air sebanyak 1000,5 ml air
untuk kotoran sapi dan 1334 ml air untuk substrat kotoran kuda. Pada
penambahan 30% limbah kulit pisang terdiri dari 467 gr kotoran ternak, 200,1 gr
limbah kulit pisang dan ditambah air sebanyak 1000,5 ml air untuk substrat
kotoran sapi dan 1334 ml air untuk substrat kotoran kuda. Total hasil biogas yang
diperoleh sebesar 105,13 liter/100 g BK substrat kotoran sapi, dengan waktu
retensi 30 hari dan rerata temperatur lingkungan 26,75⁰C di pagi hari hingga
33,33⁰C di siang hari. Labiba dkk, 2017 yaitu campuran kotoran sapi dengan kulit
pisang menggunakan bioreaktor anaerobik menghasilkan produksi biogas yang
tertinggi adalah 3,6 L dengan komposisi pemasukan bahan limbah kulit pisang
1000 gr, kotoran sapi 1000 gr, air untuk kotoran sapi 2000 ml, air untuk kulit
pisang 3000 ml. Penelitian dari Bahite dkk, 2014 yaitu campuran kotoran ternak
ayam dan kulit pisang kepok terhadap volume biogas menggunakan reaktor 3,9 L

3
menghasilkan volume biogas tertinggi sebesar 4 L pada komposisi 1 kg kotoran
ayam dan 2 kg kulit pisang yang membandingkan tanpa kotoran ternak dengan
yang mengandung kotoran ternak menghasilkan bahwa lebih besar volume gas
pada perlakuan yang mengandung kotoran ternak dibanding tanpa kotoran ternak.

3
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan dilaksanakan adalah penelitian eksperimen


pengembangan yaitu dilakukan untuk menguji/ mengetes atau membuktikan
hipotesa dalam rangka menyusun yang berlaku umum. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui komposisi paling efektif dari campuran pemanfaatan limbah
kulit pisang sebagai bahan dasar utama dan kotoran ternak (sapi dan ayam) dalam
menghasilkan biogas, menganalisis karakteristik biogas yang dihasilkan dari
beberapa campuran kulit pisang dan kotoran ternak, serta menganalisis biaya
produksi dari pemanfaatan limbah kulit pisang dan kotoran ternak dalam
menghasilkan biogas.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan 5 Februari – 11 Maret 2018 di


Laboratorium Sanitasi dan Persampahan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
selama 35 hari. Pengambilan bahan penelitian ini dilakukan di Kabupaten
Pangkep yaitu penjual gorengan di sekitar bambu runcing serta pengambilan
kotoran ternak di beberapa peternak desa Sela Kab. Pangkep. Lokasi ini diambil
dikarenakan kulit pisang dan kotoran ternak hanya dibiarkan begitu saja tanpa
adanya pemanfaatan yang lebih lanjut.

C. Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini menggunakan penelitian eksperimen pengembangan,


yaitu mengadakan percobaan untuk melihat pengaruh variabel yang diteliti. Bahan
organik yang digunakan adalah limbah kulit pisang dan kotoran ternak (kotoran
ayam dan kotoran sapi) dengan berbagai perbandingan variasi komposisi.

3
Pencampuran kotoran ternak serta bahan organik dengan perbandingan padatan
dengan air yaitu 1 : 2,5. Adapun variabel penelitian pada tabel 3.1 :
Tabel 3.1. Variabel Komposisi Bahan
Jenis Bahan

Nama Air untuk


Sampel Kotoran Kotoran Kulit Air untuk
Kulit
Sapi (gr) Ayam (gr) Pisang (gr) kotoran (L)
Pisang (L)

E1 1608 536 2145 4,290 6,435


E2 1073 1073 2145 4,290 6,435
E3 1073 0 3216 4,290 6,435
E4 357 1071 2850 5,355 5,355
E5 714 714 2850 5,355 5,355
E6 0 714 3564 5,355 5,355

D. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelian ini untuk pembuatan reaktor
biogas dan alat ukur yang digunakan dalam pengambilan data adalah :
Alat :
- Galon air 19L = 6 buah - Botol ukuran 330 ml = 30 buah

- Selang akuarium = 6 buah - Lakban = 2 buah

- Pisau/Cutter = 1 buah - Ban Karet = 6 buah

- Ember = 3 buah - Gelas Ukur = 6 buah

- Cat Hitam dan kuas = 2 buah - Termometer digital = 6 buah

- pH meter = 1 buah - Solder = 1 buah

- Tutup galon = 6 buah - Plastisin = 6 buah

- Balon ulang tahun = 30 buah - Timbangan = 1 buah

- Jaring-jaring ukuran 1/2 meter = 6 buah - Toples Plastik = 6 buah

3
- Karet gelang = 20 buah - Timba = 1 buah

- Corong = 2 buah - Kran kompresor = 6 buah

Bahan :

- Limbah Kulit Pisang - Kotoran Sapi

- Kotoran Ayam - Air

E. Prosedur Pelaksanan Penelitian

1. Persiapan Alat Reaktor

Alat reaktor adalah alat yang digunakan untuk pembuatan biogas yang
berfungsi memelihara kelembaban dan suhu sehingga bakteri pengurai bekerja
mengurai bahan organik secara optimal. Untuk membuat alat reaktor yang harus
disiapkan adalah :

a. Galon air 19L dan botol 330 ml digunakan sebagai media pembentukan
biogas.
b. Selang digunakan sebagai tempat lewatnya gas dari alat reaktor.
c. Corong digunakan sebagai media pemindahan bahan organik dan kotoran
sapi.
d. Lem Tembak digunakan untuk menempel selang pada galon
e. Lakban digunakan sebagai pengerat agar tidak ada udara yang keluar.
f. Pisau/Cutter digunakan untuk memotong bahan organik
g. Ban dan balon karet digunakan untuk menampung gas yang dihasilkan
dari alat reaktor.
h. Ember digunakan sebagai wadah pencampuran kotoran sapi dan bahan
organik
i. Gelas ukur digunakan untuk mengukur volume air yang tumpah berasal
dari pembentukan gas pada alat reaktor

4
j. Cat hitam dan kuas digunakan agar tidak adanya cahaya masuk ke dalam
alat reaktor. Hal ini dapat berguna untuk pembentuk gas.
k. Termometer digital digunakan untuk mengukur suhu pada alat reaktor
l. pH meter digunakan untuk mengukur pH biogas pada alat reaktor
m. Solder digunakan untuk melubangi galon sebagai tempat menyimpannya
selang
n. Tutup galon digunakan agar tidak adanya gas yang keluar.
o. Timbangan digunakan untuk menimbang berat bahan organik maupun
kotoran sapi yang telah ditentukan.
p. Plastisin digunakan untuk merekatkan pada bagian pinggir galon agar
mencegah terjadinya kebocoran.
q. Toples plastik untuk menampung air dan ban karet.
r. Jaring-jaring digunakan untuk menahan tekanan pada balon yang berisi
gas
s. Karet gelang digunakan untuk merekatkan bagian pinggir toples.
t. Timba digunakan untuk memindahkan bahan campuran ke dalam wadah
berikutnya.

2. Pembuatan Reaktor Biogas

Sebelum penelitian dimulai, beberapa alat perlu dipersiapkan untuk


mendukung lancarnya proses produksi biogas. Persiapan tersebut meliputi
merangkai reaktor, menguji kebocoran dan menyiapkan seperangkat alat untuk
menguji parameter biogas.

Pembuatan reaktor ukuran 19 L :

a. Menyediakan alat yang dibutuhkan


b. Lubangi pinggir galon sesuai dengan ukuran diameter selang.
c. Sambungkan selang dalam reaktor.
d. Rekatkan plastisin pada bagian pinggir selang.
e. Masukkan kabel termometer digital ke dalam mulut galon dan rekatkan
menggunakan lakban.

4
f. Salat satu ujung selang disambungkan dengan mulut ban karet.
g. Lubangi jaring-jaring menggunakan gunting/cutter agar memudahkan
balon plastik masuk ke dalam toples.
h. Masukkan ban karet yang sudah terhubung dengan selang ke dalam toples.
i. Rekatkan jaring-jaring pada bagian mulut toples menggunakan karet
gelang.
j. Masukkan air ke dalam toples yang berisi ban karet.

Pembuatan reaktor ukuran 330 ml :


a. Siapkan 30 botol ukuran 330 ml
b. Tutuplah mulut botol menggunakan balon karet setelah semua terisi
dengan bahan campuran.

3. Pengumpulan Sampah Organik


Pengumpulan sampah kulit pisang kepok yang berasal dari penjual gorengan
di kawasan Kabupaten Pangkajene sebanyak 16 kg untuk 6 sampel yang akan
diteliti. Sedangkan kotoran sapi dan kotoran ayam berasal dari peternak hewan
yang ada di Kabupaten Pangkajene masing-masing sebanyak 4 kg.

Selang Plastik Akuarium


Tutup Galon Aliran Gas

Galon Air
Selang Plastik Akuarium
Kotoran Sapi dan
Jaring-jaring
Ayam Limbah Kulit Selang Outlet
Ban Karet
Pisang Gelas ukur
Air Sumur Air

Gambar 3.1. Detail Reaktor Biogas Ukuran 19 L

4
Balon ulang tahun

Botol mini 330 ml


Air sumur
Limbah Kulit Pisang

Kotoran Sapi dan Kotoran Ayam

Gambar 3.2. Detail Reaktor Biogas Ukuran 330 ml

4. Persiapan Bahan Biogas


Setelah reaktor siap digunakan, tahap selanjutnya adalah menyiapkan bahan
baku sesuai variasi penelitian. Adapun tahap persiapan pembuatan bahan biogas
yaitu :
a. Sediakan bahan penelitian berupa kotoran sapi, kotoran ayam, dan limbah
kulit pisang. Menimbang bahan kotoran sapi, kotoran ayam, limbah kulit
pisang sesuai variasi yang telah ditentukan.
b. Masukkan kotoran sapi, kotoran ayam, dan limbah kulit pisang ke dalam
wadah/ember masing-masing. Kemudian masukkan air yang telah diukur
volumenya pada masing-masing ember yang telah berisi limbah dan
kotoran. aduk hingga bahan tersebut telah tercampur secara merata.
c. Campurkan kotoran ayam, kotoran sapi, dan limbah kulit pisang yang
telah berisi air ke dalam satu wadah ember yang disediakan. Aduk hingga
homogen.
d. Pindahkan kotoran ayam, kotoran sapi dan limbah kulit pisang yang telah
tercampur dengan menggunakan timba.
e. Ukurlah volume yang telah ditentukan dan masukkan ke dalam botol yang
berukuran 330 ml dan galon yang berukuran 19 L dengan menggunakan
corong.

4
f. Ukur pH, kadar air, total solid, suhu, COD awal campuran.
g. Catat hasilnya.
5. Pengadukan hingga homogen
Setelah semua bahan masuk kedalam reaktor, kemudian dilakukan
pengadukan menggunakan alat pengdaduk selama ±1 menit. Setelah homogen,
kemudian reaktor disimpan untuk melanjutkan proses fermentasi. tutup reaktor
dengan rapat dan rekatkan bagian pinggir tutup galon dengan menggunakan
plastisin.
6. Fermentasi anaerob selama 35 hari
Proses fermentasi dilakukan selama 35 hari, terhitung sejak semua bahan
dicampurkan. Selama proses fermentasi, dilakukan pengecekan parameter pH,
suhu, dan volume biogas. Setiap minggu dilakukan pengecekan kadar air, COD,
dan total solid di laboratorium.
7. Tahap menentukan komposisi awal
Penentuan komposisi berguna untuk mengetahui komposisi yang paling
efektif yang akan digunakan pada penelitian ini. Adapun tahap penentuan
komposisi awal adalah sebagai berikut :
a. Menganalisis volume biogas yang dihasilkan dari masing-masing penelitian
sebelumnya dengan cara melihat hasil volume biogas yang paling efektif .
Diketahui pada P1 menggunakan reaktor yang berukuran 2,8 L, P2
menggunakan reaktor 4 L, dan P3 menggunakan reaktor 14 L. Hasil volume
biogas dari masing-masing penelitian telah dibagi dengan 75% dari volume
reaktor dan dapat dilihat pada tabel 4.1. Menurut Nurdimansyah dkk, 2015
dari beberapa variasi level substrat 65%, 75%, dan 85% dari total volume
reaktor bahwa level substrat 75% memiliki keefektifan level kerja reaktor
pada proses biogas.
Tabel 3.2. Volume Biogas dari Penelitian Sebelumnya
Waktu (hari)
No.
7 10 14 20 21 28 30 35
Penelitian
Volume Biogas (ml)
P1-1 - 2 - 7 - - 10 -
(Kotoran

4
Waktu (hari)
No.
7 10 14 20 21 28 30 35
Penelitian
Volume Biogas (ml)
Sapi)*
P1-2*
(Kotoran - 3 - 4 - - 43 -
Kuda)
P2-1 (A) 3050 - 3425 - 3600 3750 - 3725
**
P2-2 (B) 3450 - 3550 - 3775 3800 - 4100
**
P2-3(C) 2900 - 3000 - 3025 3075 - 3275
**
P2-4 (D) 3100 - 3475 - 3575 3750 - 3675
**
P2-5 (E) 3450 - 3550 - 3775 3825 - 4075
**
P3-1 (A)
2192 - - - - - - -
***
P3-2 (B) 998 1689 3932 - - - - -
***
Sumber : *Yusiati dkk, 2012, **Bahite dkk, 2014,***Labiba, 2017
Keterangan :
*P1 = Pengaruh Penambahan Limbah Kulit Pisang Terhadap Produksi Gas Metan
dalam Fermentasi Metanogenik Kotoran Ternak.
**P2 = Campuran Kotoran Ternak Ayam Petelur dan Kulit Pisang.
***P3 = Campuran Kulit Pisang dan Kotoran Sapi Menggunakan Bioreaktor
Anaerobik.
b. Mengetahui persentase pemasukan komposisi pada penelitian sebelumnya.
Hasil persentase telah dihitung dengan jumlah komposisi dibagi dengan total
masukan komposisi dikalikan dengan seratus. Maka hasilnya dapat dilihat
pada tabel 3.3.
Tabel 3.3. Komposisi Penelitian Sebelumnya
Komposisi Penelitian Sebelumnya (%)
Bahan P1-1 P1-2 P1-3 P2-1 P2-2 P2-3 P2-4 P2-5 P3-2
* * * ** ** ** ** ** ***
Kotoran Sapi 11 9 8 0 0 0 0 0 14
Kotoran 11 9 8
0 0 0 0 0 0
Kuda

4
Komposisi Penelitian Sebelumnya (%)
Bahan P1-1 P1-2 P1-3 P2-1 P2-2 P2-3 P2-4 P2-5 P3-2
* * * ** ** ** ** ** ***
Kotoran 0 0
100 0 50 67 33 0
Ayam
Kulit Pisang 0 3 7 0 100 50 33 67 14
Air Kotoran 33 33 33 0 0 0 0 0 29
Air Limbah 44 44 44
0 0 0 0 0 43
Pisang
Sumber : *Yusiati dkk, 2012, **Bahite dkk, 2014,***Labiba, 2017
c. Membuat grafik seperti pada gambar 3.4. agar dapat diketahui biogas yang
paling efektif diantara ketiga hasil penelitian sebelumnya. Diketahui hasil
biogas yang paling efektif adalah (P2-5) dan (P3-2). Maka kedua hasil
penelitian inilah yang dipakai dalam menentukan komposisi awal yang akan
digunakan.

Grafik Penelitian Sebelumnya


5000
P1-1
P2-5 P1-2 P2-1 P2-2 P2-3 P2-4 P2-5
4000 P3-2
P2P-21-2 P3-2
P2-4
3000 P2-3
Volume

2000 P3-1

1000

0
0 7 14P1-121P1-2 28 35
Waktu (hari)

Gambar 3.3. Grafik Penelitian sebelumnya


4. Menghitung nilai densitas dari limbah dan kotoran ternak yang akan
digunakan, kemudian nilainya dimasukkan ke dalam excel. Volume yang
diisi sebesar 14 L hasil perhitungan 75% dari volume reaktor. Dikarenakan
dari beberapa variasi level substrat 65%, 75% dan 85% dari total bahwa
variasi level substrat 65% dan 75% lebih cepat memproduksi metana

4
dibandingkan dengan 85% (Nurdimansyah dkk, 2015). Volume reaktor
adalah komposisi dari hasil penelitian sebelumnya yang paling efektif adalah
P2-5 dan P3-2. Maka komposisinya disesuaikan dengan hasil penelitian
sebelumnya dengan menggunakan perbandingan padatan terhadap air 1 : 2,5
untuk masing-masing reaktor. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
lampiran.
Tabel 3.4. Rumus Komposisi Awal
Sampel Berat % Density Satuan Volume Satuan
Kotoran Sapi 0 gr 0 1,07 gr/cm3 0 cm3
Kotoran Kuda 0 gr 0 1,07 gr/cm3 0 cm3
Kotoran Ayam 714 gr 4,76 0,91 gr/cm3 785 cm3
Kulit Pisang 3564 gr 23,8 0,48 gr/cm3 7425 cm3
Air Kotoran 5355 gr 35.7 1,00 gr/cm3 5355 cm3
Air Limbah
Pisang 5355 gr 35.7 1,00 gr/cm3 5355 cm3

TOTAL 14988 100 18920 cm3


18,92 Liter
Kotoran Volume
terhadap air 1: 7,5 yang diisi 14,3 Liter
Limbah
Pisang Volume
terhadap air 1 : 1,5 Reaktor 19,0 Liter
% Isi
Padatan terhadap
terhadap air 1 : 2,5 Vol.Reaktor 75%
Sumber : Hasil Dari Beberapa Penelitian Sebelumnya
5. Maka didapatkanlah komposisi campuran yang akan digunakan pada
penelitian ini. Dapat dilihat pada tabel 3.5.
Tabel 3.5. Penentuan Komposisi Awal
Penentuan Komposisi Awal (%)
Bahan
E1 E2 E3 E4 E5 E6
Kotoran Sapi 11 7 7 2 5 0
Kotoran Ayam 4 7 0 7 5 5
Kulit Pisang 14 14 21 19 19 24
Air Kotoran 29 29 29 36 36 36
Air Limbah Pisang 43 43 43 36 36 36
Sumber : Penentuan Komposisi Awal berasal dari Penelitian Sebelumnya

4
F. Tahap Eksperimen

Adapun tahap eksperimen seperti pada diagram di bawah ini

Mulai

Alat dan bahan yang digunakan:


Galon air 19 L, botol 330 ml, lem tembak, corong, selang, lakban, pisau/cutter, balon karet, ember, gelas ukur 1000 ml, cat

Menyiapkan campuran biogas sesuai dengan variasi yang telah ditentukan.

E1 E2 E3 E4 E5 E6

Mengisi masing-masing campuran bahan 75% dari volume reaktor biogas dengan perlakuan yang berbeda:

E1 = 1608 gr Kotoran sapi + 536 gr Kotoran ayam + 2145 Kulit Pisang + 4,290 L Air untuk kotoran +
6,435 L Air untuk Kulit Pisang
E2 = 1073 gr Kotoran sapi + 1073 gr Kotoran ayam + 2145 Kulit Pisang + 4,290 L Air untuk kotoran +
6,435 L Air untuk Kulit Pisang
E3 = 1073 gr Kotoran sapi + 0 gr Kotoran ayam + 3216 Kulit Pisang + 4,290 L Air untuk kotoran +
6,435 L Air untuk Kulit Pisang
E4 = 357 gr Kotoran sapi + 1071 gr Kotoran ayam + 2850 Kulit Pisang + 5,355 L Air untuk kotoran +
5,355 L Air untuk Kulit Pisang
E5 = 714 gr Kotoran sapi + 714 gr Kotoran ayam + 2850 Kulit Pisang + 5,355 L Air untuk kotoran +
5,355 L Air untuk Kulit Pisang
E6 = 0 gr Kotoran sapi + 714 gr Kotoran ayam + 3564 Kulit Pisang + 5,355 L Air untuk kotoran +
5,355 L Air untuk Kulit Pisang

4
A

Melakukan pengadukan hingga homogen sebelum masuk ke dalam reaktor.

Melakukan pengecekan awal pada parameter pH, suhu, COD, Kadar Air, dan Total

Meletakkan reaktor biogas pada suhu normal, serta tempat yang teduh dan tidak terkena panas matahari
selama 35 hari.
G. Analisis Data

tas Teknik Universitas Hasanuddin dan parameter suhu, volume biogas setiap harinya selama masa fermentasi serta mengirim sampel pa

Selesai

Pengumpulan dan pengambilan data dilakukan dengan teknik pengukuran


langsung. Pengukuran yang dilakukan adalah pengukuran volume biogas, suhu
reaktor COD, TS (Total Solid), Kadar air, serta pH awal dan pH akhir campuran
1. Pengukuran Volume Biogas
Pengukuran dilakukan dengan cara volume gas yang terbentuk tiap harinya
akan diukur dengan menghitung volume gas yang ditampung pada balon udara,
setelah itu balon udara tersebut dimasukkan ke dalam ember penuh air. Jumlah air
yang keluar dari ember tersebut diukur volumenya dengan asumsi bahwa volume
air yang keluar sama dengan volume gas yang ada pada balon udara tersebut.
2. Pengukuran pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Pengukuran pH
dilakukan setiap minggu selama masa fermentasi.

4
3. Pengukuran Suhu
Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan alat termometer digital.
Suhu yang diukur yakni suhu campuran bahan dalam reaktor setiap hari selama
masa fermentasi.
4. Pengukuran COD
Pengukuran COD dilakukan setiap minggunya di Laboratorium Sanitasi dan
Persampahan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin berdasarkan SNI
6989.73:2009 tentang air dan air limbah-bagian 73: Cara uji kebutuhan oksigen
kimiawi (Chemical Oxygen Demand/COD) dengan refluks tertutup secara
titrimetri serta arahan dari laboran.
5. Pengukuran Total Solid
Pengukuran total solid dilakukan setiap minggunya di Laboratorium Sanitasi
dan Persampahan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin dengan menggunakan
metode gravimetri. Metode gravimetri adalah salah satu metode kimia analitik
untuk menentukan kuantitas zat dengan cara mengukur komponen dalam keadaan
murni setelah melalui proses pemurnian. Metode ini dapat dilakukan dengan
memanaskan senyawa pada suhu 110 - 130˚C sehingga berkurangnya berat
sebelum dipanaskan menjadi berat yang sudah dipanasakan.
6. Pengukuran Kadar Air
Pengukuran kadar air dilakukan pada awal memulai penelitian dan selanjutnya
diukur setiap minggunya di Laboratorium Sanitasi dan Persampahan Fakultas
Teknik Universitas Hasanuddin dengan menggunakan metode gravimetri serta
arahan dari laboran.
7. Pengukuran Kandungan Biogas
Data diperoleh dengan mengirimkan sampel pada Laboratorium Teknik Kimia,
Fakultas Teknik Universitas Islam Indonesia pada hari ke-15 masa fermentasi.
Persentase kadar metan diketahui dengan menggunakan Gas Chromatography
tipe GCMS.

5
Tabel 3.6. Parameter Uji Penelitian
Parameter Waktu Sampling Metode Analisis Berdasarkan
pH Selama proses operasi pH indikator -
reaktor 1 kali dalam
seminggu
suhu Selama proses operasi Termometer digital -
reaktor 1 kali setiap hari
Kadar Hari ke 15 pada saat Gas Chromatography Laboratorium
biogas operasi
tipe GCMS. Fakultas Teknik
Kimia UII,
Yogyakarta
Volume Selama proses operasi 1 Hukum Archimedes -
Biogas kali setiap hari
Kadar air Setiap 7 hari proses Gravimetri Abdullah, 2017
operasi
Total Solid Setiap 7 hari proses Gravimetri Abdullah, 2017
operasi
COD Setiap 7 hari proses Refluks tertutup secara SNI
operasi titrimetri 6989.73:2009

5
H. Diagram Alir Penelitian

Mulai

Persiapan Alat dan Bahan Penelitian Pencampuran Bahan Penelitian Pembuatan Reaktor Biogas

Perbandingan padatan dan air adalah 1 : 2,5

E1 E2 E3 E4 E5 E6
K.Sapi 11 % K.Sapi 7 % K.Sapi 7 % K.Sapi 2 % K.Sapi 5 % K.Sapi 0 %
K.Ayam 4 % K.Ayam 7 % K.Ayam 0 % K.Ayam 7 % K.Ayam 5 % K.Ayam 5 %
Kulit Pisang 14 % Kulit Pisang 14 % Kulit Pisangdan Pengumpulan
Pengambilan 21 % Kulit
Data Pisang 19 % Kulit Pisang 19 % Kulit Pisang 24 %
Air Kotoran 29 % Air Kotoran 29 % Pengukuran
Air Kotoransuhu, pH, COD, TS, Kadar air awal dan akhir
36 %
Air Kotoran 29 % Air Kotoran 36 % Air Kotoran 36 %
Air Kulit Pisang 43 % Air Kulit Pisang 43 % Air Kulit Pisang 43 % Air Kulit Pisang 36 % Air Kulit Pisang 36 % Air Kulit Pisang 36 %
Hasil dan Pembahasan

Uji kandungan biogas dan gas metan serta Kesimpulan


volume gas yang dihasilkan di laboratorium

Selesai

52
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Densitas dan Kadar Air Bahan

Pada pemanfaatan limbah kulit pisang sebagai bahan dasar pembentukan


biogas perlu dilakukan penelitian pendehuluan. Pengamatan yang diuji adalah
suhu, pH, COD, Total solid (TS), kadar air, volume biogas, dan kandungan
biogas. Berdasarkan hasil percobaan biogas yang dilakukan di Laboratorium
Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin diperoleh hasil pengukuran
pengamatan awal sebagai berikut

Tabel 4.1. Analisis Densitas Setiap Bahan


Rata-Rata
Sampel
GRAM/CM3
KULIT PISANG 0,5
KOTORAN AYAM 0,9
KOTORAN SAPI 1,0
Sumber : Hasil Pengukuran di Laboratorium Lingkungan Fakultas Teknik UNHAS
Densitas (massa jenis) adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda.
Massa jenis berfungsi untuk menentukan zat dikarenakan setiap zat mempunyai
massa jenis yang berbeda-beda. Maka dari itu sangat penting mengetahui densitas
masing-masing bahan agar dapat menentukan jumlah komposisi yang akan
dimasukkan ke dalam reaktor.

Tabel 4.2. Analisis Kadar Air Setiap bahan


Kadar Air Rata-Rata
No. Sampel %
%
15 (K.P) 61,5
15 (K.P) 60,8 61,1
15 (K.P) 61,0
10 (K.S) 72,3 71,7

5
Kadar Air Rata-Rata
No. Sampel %
%
10 (K.S) 70,9
10 (K.S) 72,0
14 (K.A) 35,7
14 (K.A) 35,1 35,0
14 (K.A) 34,3
Sumber : Hasil Pengukuran di Laboratorium Lingkungan Fakultas Teknik UNHAS

Air merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan degradasi bahan
organik. Tetapi kadar air yang terlalu besar dapat menghambat aktivitas bakteri
metanogen, hal ini disebabkan karena penambahan air akan meningkatkan
konsentrasi oksigen yang bersifat racun bagi bakteri anaerob. Sebaliknya bila
kadar air terlalu rendah akan mengakibatkan terjadinya akumulasi asam asetat
yang bersifat menghambat (Lestari, 2016). Penting untuk mengetahui kadar air
setiap bahan agar dapat menentukan jumlah air yang harus dimasukkan ke dalam
masing-masing reaktor.

B. Karakteristik Biogas

Tabel 4.3. Analisis Suhu


Sampel ˚c
Hari
E1 E2 E3 E4 E5 E6
Ke-
Suhu Awal
0 28,8 28,9 28,6 28,8 29 28,7
Sumber : Hasil Pengukuran di Laboratorium Lingkungan Fakultas Teknik UNHAS
Suhu pada awal penelitian setiap masing-masing reaktor berada pada kisaran
28-29˚C dengan suhu tertinggi pada reaktor E5 yaitu 29˚C dan suhu terendah pada
reaktor E3 yaitu 28,6 ˚C. Suhu berpengaruh terhadap mikroorganisme di
dalamnya, hal tersebut berpengaruh selama proses fermentasi mikroba. Suhu
optimum pertumbuhan bakteri anaerobik berkisar antara 25-45 ˚C (mesofilik),
sedangkan suhu optimal untuk kebanyakan bakteri mesofilik dicapai pada suhu 35
˚C (Lestari, 2016).

5
Tabel 4.4. Analisis pH
Sampel
Hari Ke- E1 E2 E3 E4 E5 E6
pH Awal
0 6 6 6 6 6 6
Sumber : Hasil Pengukuran di Laboratorium Lingkungan Fakultas Teknik UNHAS
pH dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan aktivitas mikroba
dikarenakan proses anaerobik terdiri dari dua tahap yaitu tahap pembentukan
asam dan tahap pembentukan metana. Rentang pH optimum untuk jenis bakteri
penghasil metana antara 6,4 – 7,4 (Mariyani, 2016.). Tahap pembentukan asam
dapat menurunkan pH awal.

Tabel 4.5. Analisis Kadar Air Campuran


Sampel
Hari Ke- E1 E2 E3 E4 E5 E6
Kadar Air Awal (Campuran) %
0 96,3 94,3 46,5 89,8 65,0 91,2
Sumber : Hasil Pengukuran di Laboratorium Lingkungan Fakultas Teknik UNHAS

Kadar air campuran berkisar rata-rata 46,5-96,3%. Kadar air tertinggi pada
sampel E1 yaitu 96,3%. Sedangkan kadar air terendah pada sampel E3 yaitu
46,5%.

Tabel 4.6. Analisis Total Solid


Sampel
Hari Ke- E1 E2 E3 E4 E5 E6
Total Solid (%)
0 3,7 5,8 53,5 10,2 35,0 9,0
Sumber : Hasil Pengukuran di Laboratorium Lingkungan Fakultas Teknik UNHAS

Berdasarkan analisis total solid awal menunjukkan campuran awal sudah


terhidrolisis dan terurai menjadi molekul yang lebih kecil sehingga akan terbawa

dalam sampel dan dihitung sebagai total

5
Tabel 4.7. Analisis COD
Sampel
Hari Ke- E1 E2 E3 E4 E5 E6
COD Awal (ppm)
0 4400 5600 8000 4000 3200 8000
Sumber : Hasil Pengukuran di Laboratorium Lingkungan Fakultas Teknik UNHAS
Pada analisis COD awal menunjukkan nilai COD berkisar 3200-8000 ppm.
Nilai COD tertinggi berkisar 8000 ppm pada sampel E6. Sedangkan terendah
berkisar 3200 ppm pada sampel E5. Hal ini dikarenakan belum adanya aktivitas
bakteri perombak yang mengubah menjadi asam.

C. Hasil Pengujian Selama 35 Hari


1. Suhu

30.5

30

29.5
E1 E2 E3 E4 E5
29 E6
Suhu

28.5

28

27.5

27
26.5
13579 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35
Waktu (Hari)

Gambar 4.1. Hasil Pengukuran Suhu


Suhu atau temperatur merupakan pengaruh utama pembentukan gas metana,
jumlah gas yang terkandung dalam bahan akan cepat terbentuk apabila suhu tinggi
dan sebaliknya apabila suhu pada tabung reaktor rendah maka proses
pembentukan gas akan lambat karena suhu tersebut merupakan energi yang
menyebabkan bahan tersebut menjadi panas sehingga kandungan gas dalam bahan
akan menguap atau terpisah dengan cepat. Rentang suhu pada kombinasi masing-

masing reaktor rata-rata berkisar 27˚ - 30˚C. Suhu dalam penelitian ini

5
kondisi mesofilik yaitu berkisar 25˚ – 30˚C. Nilai suhu yang digunakan pada
penelitian ini mengalami fluktuasi mengikuti perubahan suhu lingkungan. Pada
penelitian ini pengukuran suhu dilakukan untuk memantau kondisi dalam reaktor.
Suhu memiliki pengaruh pada proses pembentukan biogas. Pada masing-masing
reaktor memiliki variasi suhu yang berbeda dan mengalami fluktuasi peningkatan
mupun penurunan suhu (Ramdiana, 2017). Hal ini dikarenakan mikroorganisme
masih dalam tahap adaptasi. Terlihat pada hari ke-19 reaktor mengalami
peningkatan suhu, namun terjadi penyimpangan pada hari ke-5 sampai ke-15
dikarenakan pada saat itu suhu di lingkungan sangat rendah atau kondisi cuaca
hujan dibanding suhu di dalam reaktor.

2. pH

6.5

5.5
E1
4.5
E2
p

3.5E3
2.5E4
E5

1.5
E6

0.5
7 14 21 28 35
Waktu (hari)

Gambar 4.2. Hasil Pengukuran pH


Salah satu yang dapat mempengaruhi laju produksi biogas adalah pH. Nilai pH
menunjukkan tingkat keasmaaan suatu bahan. Hasil analisis pH dapat dilihat pada
gambar 4.2. Nilai pH mengalami penurunan di minggu pertama, hal ini
menunjukkan bahwa adanya proses degradasi senyawa organik menjadi asam-
asam organik yang terkandung dalam sampel sehingga membuat suasana larutan
menjadi asam. Pada awal proses fermentasi, pH akan selalu turun karena sejumlah
mikroorganisme tertentu akan mengubah sampah organik menjadi asam-asam

organik. Selain itu, komposisi bahan yang digunakan dapat mempengaruhi

5
pH, karena kulit buah yang sudah tidak segar umumnya mempunyai nilai pH
rendah (bersifat asam). Pada awal percernaan, pH cairan akan turun menjadi 6
atau mungkin lebih rendah. Bakteri akan giat bekerja pada kisaran pH antara 6-
8,0. Kisaran pH ini akan memberikan hasil pencernaan yang optimal. Semakin
lama waktu fermentasi, nilai pH larutan meningkat kembali. Pada minggu ke-5
nilai pH meningkat yaitu berkisar 6-6,6. Hal ini menunjukkan bahwa asam
organik yang telah dihasilkan dijadikan sumber nutrisi oleh mikroorganisme yang
bekerja sehungga dapat menyebabkan nilai pH menjadi naik kembali.

3. Kadar Air

100.00

75.00 E1
E2 E3 E4
Kadar Air

50.00

25.00E5
E6
0.00

714 21 28 35
Waktu (hari)

Gambar 4.3. Hasil Pengukuran Kadar Air

Analisis kadar air dilakukan untuk mengetahui jumlah air yang terkandung
dalam bahan. Pada gambar 4.3. terlihat bahwa pada minggu pertama nilai kadar
air E3 mengalami penurunan yang cukup tinggi yaitu sebesar 41,73. Hal ini dapat
disebabkan bakteri yang terdapat dalam E3 masih beradaptasi dengan lingkungan
baru sehingga degradasi bahan-bahan organik sedikit berjalan lambat. Pada
minggu ke-2 sampai minggu ke-5 penurunan nilai kadar air berada pada kisaran
60-90%. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri yang terdapat dalam masing-masing
reaktor telah melewati proses adaptasi sehingga bahan-bahan organik menjadi

lebih cepat terdegradasi. Sedangkan penurunan nilai kadar air pada E3 lebih

5
dibandingkan reaktor yang lain. Hal ini disebabkan karena kulit pisang lebih
banyak mengandung lignin (kayu) yang sukar untuk dicerna (Mariyani, 2016).

4. Total Solid

70

60

50
E1
Total Solid

40 E2

30 E3
E4 E5 E6
20

10

0
7 14 21 28 35
Waktu (hari)

Gambar 4.4. Hasil Pengukuran Total Solid

Total Solid adalah padatan yang terkandung dalam bahan. Total solid
merupakan salah satu faktor yang dapat menunjukkan telah terjadinya proses
pendegradasian karena padatan ini akan dirombak pada saat terjadinya
pendekomposisian bahan. Pada gambar 4.5. menunjukkan perbedaan nilai rata-
rata % reduksi TS yang fluktuatif. Pada saat hidrolisis berubah menjadi senyawa
larut dalam air yang selanjutnya digunakan dalam reaksi asidogenesis, sehingga
total padatan terlarut turun kembali. Pada E3 menunjukkan penurunan TS yang
rendah dikarenakan pada biomassa serasa mengandung lignin, akan tetapi
memliki unsur lain seperti karbohidrat dan selulosa. Sedangkan pada reaktor yang
lain menunjukkan penurunan yang tinggi dikarenakan kandungan biomassa
mengandung karbohidrat dan selulosa yang relatif lebih cepat dibandingkan
lignin. Hal ini dikarenakan selulosa membutuhkan waktu retensi tinggi dengan
pencampuran substrat antara kotoran ternak dengan biomassa yang mengandung

5
selulosa membutuhkan waktu relatif lebih lama untuk menurunkan nilai efisiensi
perombakan (Saktiyudha, 2014).

5. COD

7000

6000

5000
E1
4000 E2
COD

3000 E3
E4
2000
E5
1000 E6

0
7 14 21 28 35
Waktu (hari)

Gambar 4.5. Hasil Pengukuran COD

COD merupakan salah satu parameter indikator penting untuk pencemar di


dalam air yang disebabkan oleh limbah organik, keberadaan COD di dalam
lingkungan sangat ditentukan oleh limbah organik itu sendiri. Dapat dilihat pada
gambar 4.4. nilai konsentrasi COD pada kondisi awal untuk masing-masing
reaktor memiliki perbandingan air dan padatan sebesar 2,5 : 1. Lalu nilai
konsentrasi COD tersebut mengalami penurunan pada hari ke-7. Proses
perombakan COD relatif tidak stabil disebabkan oleh beberapa faktor, pertama
pada saat nilai COD turun terjadi proses hidrolisis dan pada saat nilai COD
meningkat terjadi penguraian substrat. Rendahnya nilai efisiensi reduksi COD
mungkin dikarenakan kandungan bahan organik yang terlalu tinggi hal ini
menunjukkan bahwa limbah dominan mengandung senyawa organik yang bersifat
kompleks dengan tingkat pencemaran yang tinggi. Kemungkinan kedua karena
pada pengambilan sampel untuk keperluan analisis padatan lumpur reaktor berupa
campuran antara limbah kotoran dengan sampah organik ikut terbawa yang masih

6
mengandung bahan-bahan kimia yang belum terurai sehingga mempengaruhi nilai
konsentrasi COD.
6. Volume Biogas
100
90
80
70
60 E1
50
E2 E3 E4 E5
40
Volume

E6
30
20
10
0

714 21 28 35
Waktu (hari)

Gambar 4.6. Hasil Pengukuran Volume Biogas


Pengukuran dilakukan setiap hari dari sehari setelah pengisian bahan hingga 35
hari pengamatan. Produksi gas harian diukur dengan cara gas yang keluar
ditampung di dalam balon dan diukur setiap hari dengan cara balon ditampung
dalam ember yang berisi air dan balon ditekan ke dalam ember menggunakan
jaring-jaring dan air yang keluar dari ember merupakan volume gas yang
dihasilkan tiap harinya. Volume biogas yang damati yaitu volume biogas
harian.volume biogas yang paling tinggi selama waktu fermentasi 35 hari adalah
reaktor E4 sebesar 209,4 ml dan terendah adalah reaktor E6 sebesar 134,5 ml. Hal
ini dikarenakan jumlah nutrisi yang dihasilkan sedikit karena bakteri sulit
mendegradasi senyawa organik pada limbah padatan. Salah satu menjadi tingkat
keberhasilan produksi biogas adalah berada pada suhu dan pH yang optimum bagi
perkembangan bakteri. Suhu yang optimum akan membuat bakteri akan mudah
berkembang sehingga pembentukan gas metan akan berlangsung relatif cepat.

6
7. Kandungan Biogas
Pada hari ke-15 sampel yang ditampung di ban karet berisi gas dikirim ke
Laboratorium Teknik Kimia Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta untuk di uji
kandungan biogasnya menggunakan alat gas kromatografi tipe GCMS. Hal ini
dikarenakan belum lengkapnya alat laboratorium di Fakultas Teknik UNHAS
sehingga sampel diuji menggunakan alat di laboratoorium Universitas lain.
Hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.8.
Tabel 4.8. Kandungan Biogas
Sampel Kandungan Biogas Persentase (%)
O2 15,14
C2H6 N2 O 29,88
E1
C4H6 O 29,45
C12H10 N4 O3 25,54

C2H6 N2 O 91,73
E2 C16 H22 O2 5,02
C12H10 N4 O3 3,24
C8 H8 O4 2,63
E3 C2H6 N2 O 90,84
C16 H22 O2 6,5
C16 H22 O2 49,85
E4
C2H6 N2 O 50,15
C16 H22 O2 48,78
E5
C2H6 N2 O 51,22
C2H6 N2 O 51,43
E6
C8 H8 O4 48,57
Sumber : Hasil Pengujian di Laboratorium Fakultas Teknik Kimia Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta

Berdasarkan hasil pengukuran kadar biogas terdapat beberapa kandungan yang


dapat diketahui, yaitu Oksigen (O2) merupakan unsur kimia yang tidak berbau,
tidak berwarna, tidak berasa, tidak terbakar tapi dapat membantu pembakaran
(bersifat Oksidator).

6
C2H6N2 O (Acetyl hydrazide/ asetil hidrazin) merupakan senyawa dari aromatic
hydrazides atau hidrazin. Hidrazin dapat digunakan sebagai bahan bakar LPG
karena sifatnya mudah terbakar, mudah diperoleh dari sintesis. Senyawa ini
adalah suatu cairan tak berwarna yang mudah terbakar dengan bau seperti
amonia. Selain itu reaksi hidrazin menghasilkan energy panas yang besar
dibandingkan reakasi propane (bahan gas LPG pada umumnya) dengan oksigen
karena sifat hidrazin sebagai reduktor yang baik.

C4H6O (2,3-Dihydrofuran) merupakan senyawa heterosiklik. Senyawa


heterosiklik atau heterolingkar adalah sejenis senyawa kimia yang mempunyai
struktur cincin yang mengandung atom selain karbon, seperti belerang, oksigen,
ataupun nitrogen yang merupakan bagian dari cincin tersebut. Contohnya Nikotin,
Furan, dan Piridina. Furan, juga dikenal sebagai furfuran dan furana, adalah
sejenis senyawa kimia heterosiklik. Furan tidak berwarna, mudah terbakar, sangat
mudah menguap dengan titik didih mendekati suhu kamar.

C16H22O2 (asam palmitat) Salah satu asam lemak yang paling mudah diperoleh
adalah asam palmitat atau asam heksadekanoat. Asam palmitat adalah produk
awal dalam proses biosintesis asam lemak (lihat artikel asam lemak). asam lemak
adalah asam karboksilat dengan rantai alifatik panjang, baik jenuh maupun tak
jenuh. Hampir semua asam lemak alami memiliki rantai tak bercabang dengan
jumlah atom karbon genap, mulai dari 4 sampai 28. Asam lemak adalah sumber
nutrisi bahan bakar penting untuk hewan karena, ketika dimetabolisme, mereka
menghasilkan ATP dalam jumlah banyak. Banyak jenis sel yang dapat
menggunakan glukosa atau asam lemak untuk kebutuhan ini.

C8H8O4 (2,4,6-Trihydroxyacetophenone (THAP)) adalah phloroglucinol.


Phloroglucinol adalah senyawa organik yang digunakan dalam sintesis obat-
obatan dan bahan peledak. Ini adalah turunan fenol dengan sifat antispasmodic
yang digunakan terutama sebagai reagen laboratorium. Fenol merupakan dasar
untuk sejumlah besar senyawa organik alami. Pembentukan fenol merupakan
anthocyanidins bertindak sebagai antioksidan dalam jaringan tanaman dan

6
bergabung dengan gula untuk menghasilkan pigmen merah, biru dan ungu yang
disebut anthocyanin, yang ikut bertanggung jawab atas warna-warni daun musim
gugur. Polifenol adalah molekul kompleks yang ditemukan pada tumbuhan dan
mengandung banyak unit fenol; mereka termasuk tanin, yang dikenal karena sifat
antioksidan mereka.

8. Kondisi pH
Nilai pH pada awal pengisian dan di akhir penelitian dapat dilihat pada tabel 4.13
Tabel 4.9. Kondisi pH
Sampel pH Awal pH Akhir
E1 6 6,3
E2 6 6,1
E3 6 6,3
E4 6 6
E5 6 6,6
E6 6 6
Sumber : Hasil Pengukuran di Laboratorium Lingkungan Fakultas Teknik UNHAS
Penurunan pH pada tiap perlakuan berindikasi dengan mikroorganisme yang
bekerja pada tahap awal adalah pada proses asidogenesis (tahap pembentukan
asam) yang akan menurunkan pH awal. Sedangkan tahap pembentukan metana
(tahap metanogenesis) bakteri yang tidak menghasilkan metana tidak begitu
senstif terhadap perubahan pH, dan dapat bekerja pada pH antara 5 hingga 8,5.
Berdasarkan penjelasan tersebut sampel yang mendekati adalah reaktor E2 dengan
komposisi 7% kotoran sapi, 7% kotoran ayam, 14% kulit pisang.

6
6.7
6.6 6.6
6.5

6.4
6.3 6.3 6.3
6.2

6.1
6.1
6 6 6 6 66 6 66
5.9
5.8
5.7

E1E2E3E4E5E6
pH AwalpH Akhir

Gambar 4.7. pH Awal dan Akhir


9. Kadar Air
Tabel 4.10. Kondisi Kadar Air
Sampel Kadar Air Awal (%) Kadar Air Akhir (%)
E1 96,3 81,2
E2 94,2 61,9
E3 46,5 45,8
E4 89,9 90,2
E5 65,0 67,4
E6 91,2 70,6
Sumber : Hasil Pengukuran di Laboratorium Lingkungan Fakultas Teknik UNHAS
Dari hasil analisis menunjukkan kadar air awal yang tinggi, sedangkan pada
akhir rendah. Hal ini dikarenakan pada tahap awal masih dalam tahap hidrolisis.
Aktivitas normal dari mikroba metan membutuhkan sekitar 90% air. Kandungan
kadar air yang tinggi akan memudahkan proses penguraian, sedangkan kadar air
yang rendah mengakibatkan terjadinya akumulasi asam asetat yang bersifat
menghambat pertumbuhan bakteri metanogen. Berdasarkan penjelasan tersebut
sampel yang mendekati adalah reaktor E2 dengan komposisi 7% kotoran sapi, 7%
kotoran ayam, 14% kulit pisang.

6
120

96.3 94.2
100 89.9 90.2 91.2
81.2
80 70.6
65.0 67.4
61.9
60
46.5 45.8
40

20

0
E1 E2 E3 E4 E5 E6

Kadar Air Awal (%) Kadar Air Akhir (%)

Gambar 4.8. Kadar Air Awal dan Akhir

10. Total Solid


Tabel 4.11. Kondisi Total Solid
Sampel Total Solid Awal (%) Total Solid Akhir (%)
E1 3,68 18,8
E2 5,76 38,1
E3 53,53 54,19
E4 10,17 9,77
E5 34,97 32,62
E6 8,97 29,41
Sumber : Hasil Pengukuran di Laboratorium Lingkungan Fakultas Teknik UNHAS
Penurunan padatan menguap total terjadi karena pembentukan asam yang
berlangsung cepat. Beberapa hari menjelang berakhirnya proses fermentasi
biasanya dicapai kondisi stabil sehingga meningkatkan laju produksi gas
komulatif. Fermentasi anaerobik disebutkan bahwa nilai TS akan mengalami
penurunan antara 3,1-3,5% selama proses produksi biogas. Penurunan TS yang
tidak konsisten ini, bahkan ada yang mengalami peningkatan berdampak pada gas
yang dihasilkan. Adapun nilai TS yang dihasilkan berkisar antara 13-57 % dengan
persen penurunan yang fluktuatif. Berdasarkan penjelasan tersebut sampel yang
mendekati adalah reaktor E2 dengan komposisi 7% kotoran sapi, 7% kotoran
ayam, 14% kulit pisang.

6
60 53.53 54.19
50
4038.1
34.97
32.62
29.41
30
18.8
20
10.17 9.77 8.97
10 3.68 5.76

0
E1 E2 E3 E4 E5 E6

Total Solid AwalTotal Solid Akhir

Gambar 4.9. Total Solid Awal dan Akhir


11. COD
Tabel 4.12. Kondisi COD
Sampel COD Awal (ppm) COD Akhir (ppm)
E1 4400 2000
E2 5600 2800
E3 8000 2600
E4 4000 800
E5 3200 1200
E6 8000 2000
Sumber : Hasil Pengukuran di Laboratorium Lingkungan Fakultas Teknik UNHAS
Berdasarkan hasil pengamatan pada perubahan nilai COD dapat dilihat pada
gambar 4.9 Tampak dari semua perlakuan nilai COD mengalami kenaikan di awal
dan penurunan di akhir. Penurunan ini menunjukkan terjadi penguraian substrat
oleh bakteri ataupun mikroorganisme lainnya. Kenaikan nilai COD disebabkan
oleh hadirnya senyawa-senyawa organik sederhana akibat hidrolisis polimer
organik tetapi senyawa terebut belum dirombak lebih lanjut oleh bakteri menjadi
biogas. Berdasarkan penjelasan tersebut sampel yang mendekati adalah reaktor E2
dengan komposisi 7% kotoran sapi, 7% kotoran ayam, 14% kulit pisang.

6
9000
8000 8000 8000
7000
6000

5600

5000 4400
4000 4000
3000 3200
2000 2800 2600
1000 2000 2000
0
1200
800

E1E2E3E4E5E6
COD AwalCOD Akhir

Gambar 4.10. COD Awal dan Akhir

D. Analisis Biaya

Penelitian ini dilakukan selama 35 hari masa pembentukan biogas seacara


anaerob yang memiliki 6 variasi komposisi dalam reaktor. Reaktor diisi dengan
volume total campuran sebanyak 14 L. Perbandingan bahan baku organik dengan
air adalah 1 : 2,5. Perbandingan variasi komposisi kotoran ternak (sapi dan ayam)
dan limbah kulit pisang berdasarkan volume total dan kandungan metan dapat
dilihat pada tabel 4.13
Tabel 4.13. Hasil Pengukuran Kandungan CH4 (% metan)
Bahan Organik Air Hasil Pengukuran
Air Volume
Limbah Air Kandun
Kode Kotoran Kotoran Limbah metan
Kulit Kotoran Volume gan CH4
Sampel Sapi Ayam Kulit yang
Pisang Ternak (m3) (%meta
(%) (%) Pisang dihasilkan
(%) (L) n)
(L) (m3)
E1 11 4 14 4 6 0,00018 29,5 0,000053
E2 7 7 14 4 6 0,00019 91,7 0,000174
E3 7 0 21 4 6 0,00018 90,8 0,000163
E4 2 7 19 5 5 0,00021 50,2 0,000105
E5 5 5 19 5 5 0,00015 51,2 0,000076
E6 0 5 24 5 5 0,00013 51,4 0,000067

6
Hasil pengukuran volume biogas (m3) dan kandungan CH4 (%metan) adalah
E1 dengan volume 0,00018 m3 kandungan gas metan sebesar 29,5%, E2 dengan
volume 0,00018 m3 kandungan gas metan sebesar 91,7%, E3 dengan volume
0.00019 m3 kandungan gas metan sebesar 90,8%, E1 dengan volume 0,00021 m 3
kandungan gas metan sebesar 50,1%, E5 dengan volume 0,00015 m 3 kandungan
gas metan sebesar 51,2%, E6 dengan volume 0,00013 m 3 kandungan gas metan
sebesar 51,4%. Berdasarkan data hasil pengukuran yang didapatkan dapat
diketahui bahwa komposisi kotoran ternak (sapi dan ayam) dan limbah kulit
pisang yang paling efektif yang dilakukan adalah pada perbandingan 7,1%
kotoran sapi, 7,1 % kotoran ayam, dan 14,3% limbah kulit pisang dengan volume
biogas yang dihasilkan 0,00019 m3 dengan persentase kandungan kadar metan
sebesar 91,7%.
Tabel 4.14. Jumlah Biogas yang Diperlukan untuk Pemakaian Tertentu
Biogas Biogas gas yang
Pemakaian Spesifikasi
(m3) dihasilkan (m3)
2 kali 0,33
memasak 4 kali 0,47
6 kali 0,64
100 lilin 0,13
0,000053 –
Penerangan (per 1 petromak 0,7
0,000174
lampu setara) 2 petromak 0,14
3 petromak 0,17
Bensin 1 liter 1,33 – 1,87
Bahan bakar diesel 1 liter 1,50-2,07

Bagi masyarakat yang kurang mampu, pemerintah memberikan subsidi terhadap


LPG dengan ukuran tabung 3 kg. LPG ukuran 3 kg yang harganya sekitar Rp
18.000/tabung kurang lebih dapat dimanfaatkan untuk memasak selama satu
minggu. Bagi rumah tangga peternak, biogas dapat menjadi energi alternatif yang
dapat dimanfaatkan dalam aktivitas rumah tangga, terutama memasak. Meskipun
tersedia LPG subsidi yang cukup terjangkau, pemanfaatan kotoran ternak menjadi
biogas dapat menjadi pilihan energi yang lebih ekonomis bagi rumah tangga

6
peternak. Pada tabel 4.15. berikut ini ditunjukkan kesetaraan biogas dengan
sumber energi lainnya.
Tabel 4.15. Kesetaraan Biogas dengan Sumber Energi Lainnya
Bahan Bakar
Keterangan Satuan
lain
Elpiji 0.50 kg
Minyak tanah 0.60 liter
1 m3 Biogas Minyak solar 0.55 liter
Bensin 0.45 liter
Kayu bakar 5.5 kg
Sumber : Hardoyo dkk, 2015

Tabel 4.16. Perbandingan Biaya Pemakaian Biogas dan Gas Elpiji


Volume metan 1 m3 = Biaya gas
Sampel yang dihasilkan 0,50 kg elpiji 3 kg Biaya Biogas (Rp)
(m3) gas elpiji (Rp)
E1 0,000053 0.50 18000 18868
E2 0,000174 0.50 18000 5747
E3 0,000163 0.50 18000 6135
E4 0,000105 0.50 18000 9524
E5 0,000076 0.50 18000 13158
E6 0,000067 0.50 18000 14925

Pada tabel 4.16. pemanfaatan biogas sebagai sumber energi di tingkat rumah
tangga lebih ekonomis dibandingkan pemanfaatan minyak tanah maupun LPG
subsidi. Pengembangan biogas hanya membutuhkan biaya sekitar Rp 5.747, jika
dibandingkan dengan gas elpiji berukuran 3 kg dengan harga Rp 18.000 masih
relatif lebih murah dengan pemanfaatan biogas dari bahan organik dan kotoran
ternak. Adapun biaya investasi untuk pemasangan instalasi biogas dapat bervariasi
tergantung bahan yang dipilih dan volume reaktor. Namun, ada sebagian
masyarakat yang merasa jijik terhadap kotoran ternak sebagai bahan baku
pembuatan biogas maupun risih terhadap masakan yang dimasak dengan
menggunakan biogas. Ada pula sebagian masyarakat yang hanya ingin
memanfaatkan energi secara instan yang langsung tersedia sehingga kurang
tertarik terhadap pengembangan biogas yang memang membutuhkan ketelatenan
dalam proses pembentukan biogas, dari pemasukan kotoran ternak ke dalam
digester, pengontrolan tekanan gas, hingga pengolahan residu yang keluar dari

7
digester. Apabila sikap masyarakat telah dibangun untuk bersedia memanfaatkan
potensi-potensi lokal yang ada di sekitar mereka, maka biogas dapat
dikembangkan sebagai energi alternatif yang dapat dibuat secara mandiri dan
dimanfaatkan secara berkelanjutan. Dengan memanfaatkan kotoran ternak dan
bahan organik untuk pengembangan biogas, maka hal tersebut dapat mengurangi
biaya rumah tangga peternak yaitu biaya energi. Di samping itu, pengembangan
biogas dapat menghasilkan produk lain yang memiliki nilai ekonomis yaitu pupuk
organik yang diolah dari residu biogas. Bagi peternak yang juga memiliki usaha
pertanian, maka pupuk organik yang dihasilkan dapat mengurangi sebagian atau
seluruh penggunaan pupuk kimia pada lahan pertanian.

7
BAB V

KESIMPULA

A. Kesimpulan
1. Hasil analisis karakterisitik biogas yang dihasilkan dari campuran limbah
kulit pisang dan kotoran ternak (sapi dan ayam) yaitu kondisi pH di awal
rata-rata adalah 6, setelah di fermenteasi selama 35 hari terjadi kenaikan
pH adalah 6,1 terjadi pada reaktor E2. Kondisi Kadar air di awal yang
baik adalah 94,2% pada E2, setelah di fermentasi selama 35 hari terjadi
penurunan 61,9%. Kondisi TS 5,76 % pada reaktor E2, setelah di
fermentasi selama 35 hari terjadi kenaikan sebesar 38,1%. Kondisi COD
yang baik adalah 5600 ppm pada reaktor E2, setelah di fermentasi selama
35 hari terjadi penurunan sebesar 2800 ppm. Kandungan biogas yang
tertinggi pada reaktor E2 adalah 91,4% dengan komposisi campuran
kotoran sapi 7,1%, kotoran ayam 7,1%, dan limbah kulit pisang 14,3%.
2. Komposisi paling efektif dari campuran limbah kulit pisang dan kotoran
ternak dalam menghasilkan biogas adalah reaktor E4 dengan komposisi
2,4% kotoran sapi, 7,15 kotoran ayam, dan 19,0% limbah kulit pisang
yang menghasilkan volume biogas sebesar 209 ml dan terendah pada
reaktor E6 dengan komposisi 0% kotoran sapi, 4,76% kotoran ayam,
23,8% limbah kulit pisang yang menghasilkan volume biogas sebesar 135
ml.
3. Hasil analisis biaya produksi dari volume biogas efektif adalah pada
reaktor E2 yaitu komposisi kotoran sapi 7,1%, kotoran ayam 7,1% dan
kulit pisang 14,3% dengan biaya sebesar Rp 5.747 dengan volume metan
yang dihasilkan 0,000174 m3. Jika dibandingkan dengan gas elpiji
berukuran 3 kg dengan harga Rp 18.000 masih relatif lebih murah dengan
pemanfaatan biogas dari bahan organik dan kotoran ternak.

7
4. Dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, volume biogas yang
dihasilkan tertinggi pada penelitian P3-2 yaitu 3932 ml dengan komposisi

7
1000 gr kotoran sapi, 1000 gr kulit pisang, 2000 ml air untuk kotoran sapi
dan 3000 ml air untuk kulit pisang, sedangkan untuk penelitian yang
dilakukan menghasilkan volume biogas sebesar 209 ml pada reaktor E4
dengan komposisi 357 gr kotoran sapi, 1071 gr kotoran ayam, 2850 gr
limbah kulit pisang, 5,355 L air untuk kotoran ternak dan 5,355 L air
untuk limbah kulit pisang .

B. Saran

1. Dalam penelitian pemanfaatan pencampuran limbah kulit pisang dan


kotoran ternak dapat dijadikan biogas. Limbah yang sebenarnya tidak
dapat digunakan lagi ternyata membawa manfaat bagi masyarakat,
khususnya energi. Sebaiknya perlunya diadakan penelitian lebih
lanjut.
2. Sebaiknya melakukan pengecekan terhadap rasio C/N pada sampel,
karena dapat mempengaruhi zat yang terkandung dalam sampel.
3. Sebaiknya melakukan pengadukan pada masing-masing reaktor
karena bahan baku yang sukar dicerna akan membentuk
penggumpalan atau pengendapan bahan organik yang menyebabkan
terhambatnya biogas.

7
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Nurjannah Oktornina, 2017. Peningkatan Produksi Biogas Sampah


Pasar dengan Penambahan M-A6 dan Pengadukan Menggunakan Reaktor
Anaerobik. Program Magister. Surabaya: Jurusan Teknik Lingkungan,
Institut Teknologi Sepuluh November.

Alamsyah Antoni, 2016. Pelatihan Pemanfaatan Biogas dari Kotoran Sapi Skala
Rumah Tangga Sebagai Sumber Energi Alternatif di Desa Rejosari,
Kecamatan Lirik, Kabupaten Indragiri. (online)
(Huluhttp://www.academia.edu/10274156/Biogas_dari_kotoran_sapi
diakses 4 Februari 2018).
Anonim, 2015. Sejarah Biogas. (Online)
(http://digilib.unila.ac.id/7522/16/BAB%20II.pdf diakses 4 Februari
2018).

Anonim, 2016. Kotoran Ternak, Universitas Sumatera Utara : 1-3.

Arfian Chandra, 2017. Produksi Biogas dari Campuran Kotoran Sapi dengan
Rumput Gajah (Pennisetum Purpureum). Fakultas Pertanian. Bandar
Lampung: Universitas Lampung.

Bahite Rika dkk, 2014. Pengaruh Campuran Kotoran Ternak Ayam Petelur dan
Kulit Pisang Kepok Terhadap Volume Biogas. Fakultas MIPA. Gorontalo:
Universitas Negeri Gorontalo.

Cahyono B Rochim dkk, 2017. Pengaruh Kadar Air Umpan dan Rasio C/N pada
Produksi Biogas dari Sampah Organik Pasar. Jurnal Rekayasa Proses
Volume 9 No.1: 22-27.

Chandra Ardan Adhi, 2017. Komsumsi energi di RI Meningkat 5,9% di 2016:


Detik.com (Online) (https://finance.detik.com/energi/d-
3642523/konsumsi-energi-di-ri-meningkat-59-di-2016 , diakses 4 Februari
2018).

7
Eka Rina, 2014. Makalah Biogas Pengaruh pH pada Pembuatan Biogas. (online)
(http://www.academia.edu/30571262/MAKALAH_BIOGAS_PENGARU
H_pH_PADA_PEMBUATAN_BIOGAS diakses 4 Februari 2018).
Energi.com, 2017. Pengertian Definisi Energi Biomassa Beserta Contohnya.
(Online) (http://benergi.com/pengertian-definisi-energi-biomassa-beserta-
contohnya diakses 4 Februari 2018).

Ferial, 2017. Hebat, Indonesia Salah Satu negara dengan Tingkat Efisiensi Energi
Tertinggi!. (Online)
(http://ebtke.esdm.go.id/post/2017/03/16/1593/indonesia.peringkat.23.kon
sumsi.energi.tertinggi.dunia diakses 4 Februari 2018).

Grace Angelin dan Fatimah, 2017. Pengaruh Penambahan Trace Metal


(Molybdenum & Selenium) terhadap Pembuatan Biogas dari Sampah
Organik dan Kotoran Sapi. Jurnal teknik Kimia USU, Vol. 6 No.4: 16-21.

Handayani Dezi dkk, 2014. Pengaruh Volume Cairan Rumen Sapi Terhadap
Bermacam Kotoran dalam Menghasilkan Biogas. EKSAKTA Vol.1 : 20-
26.

Hardoyo dkk, 2015. Perancangan Tangki Biogas Portabel sebagai Sarana


Produksi Energi Alternatif di Pedesaan. Balai Besar Teknologi Pati,
Lampung.

Insani Metri Dian, 2014. Degradasi Anerob Sampah Organik dengan Bioaktivator
Effective Microorganism-5 (EM-5) untuk Menghasilkan Biogas.
Pendidikan Biologi Pascasarjana. Malang: Universitas Negeri Malang.

Kemas Ridhuan and Untung Surya Dharma, 2016. Kajian Potensi Sumber Energi
Biogas dari Kotoran Ternak untuk Bahan Bakar Alternatif di Kecamatan
Kalirejo Kabupaten Lampung Tengah. ISSN 2301-6663 Vol. 3 No.2: 34-
37.

Labiba Qitrin dan Catur Wulandari, 2017. Pembuatan Biogas dari Campuran

Kulit Pisang dan Kotoran Sapi Menggunakan Bioreaktor

7
Program DII Teknik Kmia. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh
Nopember.

Lestari Dwi Indah, 2016. Efektivitas Rumput Laut Sargassum sp. sebagai Sumber
Alternatif Penghasil Biogas. Fakultas Peternakan dan Kelautan. Surabaya:
Universitas Airlangga.

Mahmudsyah Syarifuddin dkk, 2014. Pemanfaatan Kotoran Sapi untuk Bahan


Bakar PLT Biogas 80 KW di Desa Babadan Kecamatan Ngajum Malang.
Jurnal Teknik Pomits Vol. 1, No.1: 1-6

Marwah Sofa dkk, 2016. Analisis Kualitas Gas Metana dan Jumlah Bakteri
Anaerob pada Proses Pembentukan Biogas dari Kotoran Sapi Potong dari
Kotoran Sapi Potong dalam Tabung Hungate. Fakultas Peternakan.
Sumedang: Universitas Padjadjaran.

Mariyani Sri, 2016. Potensi Campuran Sampah Sayuran dan Kotoran Sapi
sebagai Penghasil Biogas. Fakultas Sains dan Teknologi. Malang:
Universitas Islam Negeri.

Mu’anah dkk, 2017. Kajian Karakteristik Reaktor Kotoran Sapi Berdasarkan


Komposisi Air Berbasis Kinetika Gas Metana untuk Produksi Gas Bio.
Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem, Vol.5, No. 1: 286-295.

Mujadilpah Siti dkk, 2014. Pengaruh Waktu Fermentasi terhadap Produksi


Biogas Menggunakan Reaktor Dua Tahap pada Berbagai Konsentrasi
Palm Oil-Mill Effluent dan Lumpur Aktif. Agritech, Vol. 34, No. 1:57-64.

Nurdimansyah Rais dkk, 2015. Analisis Pengaruh Level Substrat Pada Digester
Anaerob Skala Laboratorium terhadap Produksi Metana. E-Proceeding of
Engineering : Vol.2, No.2 Agustus 2015. Page 3260.

Putri Citra Prima, 2016. Pemanfaatan Campuran Kulit Pisang Kepok Putih dan
Daun Pisang Kering dalam Pembuatan Kompos di Sentra Industri Keripik

7
Pisang Bandar Lampung. Fakultas Pertanian. Bandarlampung: Universitas
Lampung.

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 01 Tahun 2010 Tentang


Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air. 2010. Jakarta : Ilyas Asaad.

Ramdiana, 2017. Pengaruh Variasi Komposisi pada Campuran Limbah Cair Aren
dan Kotoran Sapi terhadap Produksi Biogas. Eksergi, Vol 14, No.2. ISSN
: 1410-394X.

Romli Muhammad dkk, 2015. Potensi Limbah Biomassa Pertanian Sebagai


Bahan Baku Produksi Bioenergi (Biogas). Prosiding Seminar Tjipto
Utomo 2010 ISSN : 1693-1750. Institut Teknologi Nasional. Bioteknologi
11(2): 23-37.

Saktiyudha Revolusi Prajaningrat, 2014. Produksi Biogas dari Pencernaan


Anaerob Serasah dan Eceng Gondok (Eichornia Crassipes) dengan
Sumber Inokulum Kotoran Sapi dan Kotoran Ayam.

Satata B dkk, 2016. Pemanfaatan Kotoran Sapi sebagai Sumber Biogas Rumah
Tangga di Kabupaten Pulang Pisau Provinsi Kalimantan Tengah. Jurnal
Udayana Mengabdi, Volume 15 Nomor 2: 150-152.

Setiawan rakhmat, 2017. Cadangan Eergi Indonesia Menipis, saatnya Melek


energi Terbarukan : Kompasiana.com (Online)
(https://www.kompasiana.com/cakmat/599aefc15af02c183e6ca1d2/cadang
an-energi-indonesia-menipis-saatnya-melek-energi-terbarukan , diakses 4
Februari 2018).

SNI 6989.73: 2009. Air dan air limbah-Bagian 73: Cara uji Kebutuhan Oksigen
Kimiawi (Chemical Oxygen Demand/COD) dengan refluks tertutup secara
titrimetri. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

SNI 01-3555-1998 Cara Uji Minyak dan Lemak. 1998. Badan Standar Nasional.

Tajalli Arief, 2015. Panduan Penilaian Potensi Biomassa Sebagai Sumber Energi
Alternatif di Indonesia. Penabulu Aliance.

7
Tamrin dkk, 2015. Produksi Biogas dari Campuran Kotoran Ayam Sapi dengan
Kotoran Ayam. Jurnal Teknik Pertanian Lampung Vol. 4 No.2: 127-136.

Tri Kurnia Dewi and Claudia Kartika Dewi, 2014. Pembuatan Gas Bio Dari
Serbuk Gergaji Kotoran Sapi dan Larutan EM4, Jurnal Teknik Kimia
No.1, Vol.20: 2-5.

Wardhana Wisnu Irawan, dkk. 2016. Studi Kelayakan Pemanfaatan Limbah


Organik dari Rumah Makan Sebagai Produksi Energi dengan
Menggunakan Reaktor Biogas Skala Rumah Tangga, Jurnal Teknik
Lingkungan, Vol. 5, No.4: 2-4.

Wiranata Gusti, 2014. Karakteristik Gas Buang yang Dihaslkan dari Rasio
Pencampuran Antara Gasoline dan Bioetanol. Laporan Akhir S1 Jurusan
Teknik Kimia : Universitas Palembang.

Yusiati Lies Mira dkk, 2012. Pengaruh Penambahan Limbah Kulit Pisang (Musa
spp) terhadap Produksi Gas Metan dalam Fermentasi Metanogenik
Kotoran Ternak. Buletin Peternakan Vol. 36(2): 87-94.

Zaini Muhammad dkk, 2015. Kualitas Biogas yang Dihasilkan dari Substrat
Kotoran Sapi dan Penambahan Starter Buah-Buahan dengan
Menggunakan Reaktor Kubah. Jurnal Wahana-Bio Volume XIV: 69-77.

7
LAMPIRAN 1.
DOKUMENTASI PENELITIAN
1. Bahan

Gambar 1. Kulit Pisang Kepok Mentah Gambar 2. Setelah dicacah

Gambar 3. Kemudian diblender Gambar 4. Kotoran Sapi

Gambar 5. Kotoran Ayam


2. Alat

Gambar 6. Selang akuarium bening Gambar 7. Toples plastik

Gambar 8. Galon Gambar 9. Tutup Galon


Gambar 10. Plastisin Gambar 11. Balon karet

Gambar 12. Spatula Gambar 13. Termometer


(pengaduk) digital

Gambar 15. Kuas


Gambar 14. Cat Hitam
Cat hitam Kuas

Gambar 16. Timbangan Gambar 17.


Kran
Kompressor

Gambar 18. Solder


3. Pengukuran Densitas

Gambar 18. Mangkok plastik Gambar 19. Menimbang


berat kosong

Gambar 20. Mengisi air ke Gambar 21. Catat hasilmnya

dalam mangkok sampai


full
Gambar 22. Mengosongkan Gambar 23. Timbang
dan kembali, dan catat hasilnya
mengisinya dengan limbah kulit
pisang yang sudah dicacah

Gambar 24. Mengisi


Gambar 25. Timbang dan
kotoran Ayam
catat hasilnya
Gambar 26. Mengisi dengan Gambar 27. Timbang dan
kotoran sapi catat hasilnya
4. Pengukuran Kadar Air dan Total Solid

Gambar 28. Menyiapkan cawan kosong Gambar 29. Memanaskan


cawan kosong ke dalam oven

Gambar 30. Dinginkan di dalam Gambar 31. Timbang


Desikator berat kosong
Gambar 32. Masukkan bahan Gambar 33. Dinginkan di
sebelum masuk di oven dan dslam desikator kembali
panaskan

Gambar 34. Setelah di oven. Timbang dan


catat hasilnya
5. Pengukuran COD

Gambar 35. Sampel awal Gambar 36. Mengambil


sampel sebanyak 5 ml

Gambar 37. Tambahkan larutan Gambar 38. Tambahkan


K2Cr2O7 H2SO4 sebanyak 7 ml
Gambar 39. Diamkan selama 30 menit Gambar 40.
Tambahkan aquades
sebanyak 5 ml

Gambar 41. Tambahkan indikator ferroin Gambar 42. aduk


sampai berubah warna
menjadi biru
Gambar 43. Titrasi dengan Fero Aluminium
Sulfat sampai terlihat warna merah
6. Survei lokasi

Gambar 44. Salah satu penjual Gambar 45.


Wawancara gorengan di dengan pemilik
Kab.Pangkep penjual gorengan

Gambar 46. Kondisi kotoran Gambar 47. Wawancara


ayam pada salah satu peternak dengan salah satu
ayam pemilik kotoran ayam
Gambar 48. Kondisi Gambar 49. Wawancara dengan
kotoran sapi salah satu salah satu pemilik ternak sapi
peternak Sapi
LAMPIRAN 2.
PERHITUNGAN
SETIAP PARAMETER
1. Perhitungan Densitas
Alat : Neraca analitik, mangkok plastik, spatula
Bahan : Kotoran sapi, kotoran ayam, dan limbah kulit pisang

Prosedur Kerja :
a. Timbang mangkok plastik kosong menggunakan neraca analitik
(berat kosong)
b. Megisi air ke dalam mangkok kosong secara perlahan-lahan (volume
benda)
c. Catat beratnya dan kosongkan kembali.
d. Masukkan kulit pisang yang sudah diblender ke dalam mangkok
plastik (berat isi)
e. Timbang menggunakan neraca analitik
f. Catat Beratnya dan kosongkan kembali
g. Ulangi prosedur 4 sampai 6 untuk kotoran sapi dan kotoran ayam.
h. Hitung menggunakan rumus
densitas. Perhitungan Densitas :
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 (𝑘𝑔) 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔 − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑖𝑠𝑖 (𝑔𝑟𝑎𝑚)
𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 ( 𝑘𝑔/𝑚3 ) = 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎 (𝑐𝑚3)
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 (𝑚3)

2. Analisis Kadar Air dan Total Solid


Alat : Neraca analistik, cawan porselen, pinset, oven.
Bahan : Kulit pisang, kotoran ayam dan kotoran sapi.

Prosedur kerja :
a. Panaskan cawan porselen kosong di dalam oven dengan suhu 105˚C
selama ± 1 jam, kemudian dinginkan di dalam desikator selama ± 15
menit.
b. Timbang cawan porselen kosong dengan menggunakan neraca analitik
dan catat hasil pembacaannya.
c. Tambahkan sampel sebanyak 5 gr ke dalam cawan kosong, kemudian
timbang dan catat hasil pembacaannya.
d. Keringkan pada oven dengan suhu 105˚C selama ± 1 jam. Dinginkan di
dalam desikator selama 15 menit, kemudian timbang dengan neraca
analitik dan catat hasil pembacaannya.
e. Hitung menggunakan rumus kadar air.

Perhitungan kadar air

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑖𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑑𝑖 𝑜𝑣𝑒𝑛 − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑖𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑖 𝑜𝑣𝑒𝑛


𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = × 100
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑖𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑆𝑜𝑙𝑖𝑑 = 100 − 𝐾𝐴

3. Analisis pH
Alat : pH meter dan gelas ukur ukuran 100
ml Bahan : sampel, aquades.
a. Ambil sampel sebanyak 10 ml ke dalam gelas ukur.
b. Masukkan pH meter ke dalam gelas ukur yang telah diisi sampel.
c. Ukur dan catat hasil pembacaan pH meter.
d. Bilas pH meter dengan aquades.
e. Lakukan pengukuran pH pada sampel berikutnya.

4. Analisis COD
Alat :
Bahan : Sampel

Prosedur kerja :
a. Pindahkan sampel sebanyak 5 ml ke dalam labu Erlenmeyer
menggunakan pipet.
b. Tambahkan senyak 2,5 ml K2Cr2O7 (Kalium dikromat) ke dalam labu
Erlenmeyer.
c. Tambahkan larutan H2SO4 (Asam sulfat) sebanyak 7 ml ke labu
erlenmeyer dan tutup menggunakan penutup Erlenmeyer.
d. Diamkan sealama 30 menit.
e. Tambahkan aquades sebanyak 5 ml ke dalam labu Erlenmeyer.
Kemudian tambahkan indikator ferroin sebanyak 3 tetes. Aduk sampai
terlihat warna biru kehijauan.
f. Titrasi dengan Fero Amunium Sulfat (0,025 N) sampai terlihat warna
merah.
g. Catat hasil pembacaannya.
h. Hitung menggunakan rumus perhitungan COD.

Perhitungan COD
(𝐴 − 𝐵) × 𝑀 × 8000
𝐶𝑂𝐷(𝑚𝑔 ⁄ 𝑙) = ×𝑓
𝑚𝑙 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑢𝑗𝑖
Keterangan
:
A = Volume larutan FAS yang dibutuhkan untuk blanko (mL)
B = Volume larutan FAS yang dibutuhkan untuk contoh uji
(mL)
M = Molaritas larutan FAS (0,025 N)
8000 = Berat millequivalent oksigen × 1000 ml/L
F = Faktor pengencer (ml)
5. Perhitungan Komposisi Awal
a. Diketahui pada penelitian sebelumnya menghasilkan persentase pada tabel
di bawah ini. Persentase yang memiliki hasil biogas paling baik adalah P2-5
dan P3-2.
Komposisi Penelitian Sebelumnya (%)
Bahan P1-1 P1-2 P1-3 P2-1 P2-2 P2-3 P2-4 P2-5 P3-2
* * * ** ** ** ** ** ***
Kotoran Sapi 11,11 9,44 7,78 0 0 0 0 0 14,3
Kotoran 11,11 9,44 7,78
0 0 0 0 0 0
Kuda
Kotoran 0 0
100 0 50 66,7 33,3 0
Ayam
Kulit Pisang 0 3,35 6,67 0 100 50 33,3 66,7 14,3
Air Kotoran 33,33 33,33 33,33 0 0 0 0 0 28,6
Air Limbah 44,44 44,44 44,44
0 0 0 0 0 42,9
Pisang

b. Persentase komposisi pada penelitian yang akan dilakukan mengacu pada


refrensi penelitian P3-2 dan P2-5.

Bahan (%)
Sampel Kotoran
Kulit Pisang Kotoran Sapi
Ayam
E1 100 75 25
E2 100 50 50
E3 75 0 25
E4 100 25 75
E5 0 50 50
E6 75 25 0

c. Penelitian sebelumnya yang efektif adalah P2-5 dan P3-2. Untuk


mendapatkan persentase yang sama pada penelitian sebelumnya. Sampel E1
sampai dengan E3 menggunakan persentase dari penelitian P3-2, sedangkan
untuk penelitian E4 sampai dengan E6 menggunakan persentase dari
penelitian P2-5. Dapat dilihat pada perhitungan sampel E1 sebagai berikut :
𝟕𝟓 × 𝟏𝟒,𝟐𝟗
𝑲𝒐𝒕𝒐𝒓𝒂𝒏 𝒔𝒂𝒑𝒊 𝟕𝟓% = = 𝟏, 𝟎𝟕𝟏 %
𝟏𝟎𝟎

𝟐𝟓 × 𝟏𝟒,
𝑲𝒐𝒕𝒐𝒓𝒂𝒏 𝒂𝒚𝒂𝒎 𝟐𝟓% = 𝟐𝟗 = 𝟑, 𝟓𝟕%
𝟏𝟎𝟎
𝟏𝟎𝟎 × 𝟏𝟒,
𝑲𝒖𝒍𝒊𝒕 𝑷𝒊𝒔𝒂𝒏𝒈 𝟏𝟎𝟎% = 𝟐𝟗 = 𝟏𝟒, 𝟐𝟗 %
𝟏𝟎𝟎

d. Setelah menentukan persentase komposisi yang akan digunakan pada


penelitian ini. Selanjutnya menghitung berat komposisi yang akan
dimasukkan ke dalam reaktor. Dikarenakan total yang akan masuk
dalam galon dan botol sebesar 15 L atau 15000. Maka dapat dilihat pada
perhitungan sampel E1 dibawah ini :

𝟏𝟔𝟎, 𝟖𝟕𝟓
𝑲𝒐𝒕𝒐𝒓𝒂𝒏 𝒔𝒂𝒑𝒊 𝟕𝟓% = 𝟏, 𝟎𝟕𝟏 × 𝟏𝟓𝟎𝟎𝟎 = 𝟏𝟔𝟎𝟖, 𝟕𝟓 𝒈𝒓
= 𝟏𝟎𝟎
𝟓𝟑𝟓𝟓𝟎
𝑲𝒐𝒕𝒐𝒓𝒂𝒏 𝒂𝒚𝒂𝒎 𝟐𝟓% = 𝟑, 𝟓𝟕 × 𝟏𝟓𝟎𝟎𝟎 = 𝟓𝟑𝟓, 𝟓 𝒈𝒓
= 𝟏𝟎𝟎

𝟐𝟏𝟒𝟑𝟓𝟎
𝑲𝒖𝒍𝒊𝒕 𝑷𝒊𝒔𝒂𝒏𝒈 𝟏𝟎𝟎% = 𝟏𝟒, 𝟐𝟗 × 𝟏𝟓𝟎𝟎𝟎 = 𝟐𝟏𝟒𝟑, 𝟓 𝒈𝒓
= 𝟏𝟎𝟎
LAMPIRAN 3.
HASIL ANALISIS DATA
1. Parameter Suhu

SAMPEL ˚C
HARI
E1 E2 E3 E4 E5 E6
KE-
SUHU AWAL
0 28.8 28.9 28.6 28.8 29 28.7

1 29 29 28.8 28.9 28.9 28.8


2 29.6 29.6 29.5 29 29.4 29.5
3 29.5 29.5 29.4 29.5 29.5 29.4
4 29.2 29.1 29.1 29.4 29.2 29.2
5 28.6 28.5 28.7 28.5 28.6 28.5
6 28.8 28.7 28.7 28.8 28.9 28.7
7 28.6 28.5 28.6 28.6 28.6 28.5
8 28.4 28.4 28.5 28.5 28.4 28.4
9 28.6 28.5 28.4 28.5 28.5 28.5
10 28.5 28.3 28.5 28.5 28.4 28.4
11 28.6 28.5 28.4 28.5 28.3 28.4
12 28 27.8 28.1 28.1 27.9 27.8
13 27.8 27.8 27.9 27.8 27.8 27.8
14 28.2 28.2 28.3 28.3 28.2 28.2
15 28.5 28.7 28.8 28.7 28.7 28.5
16 29.4 29.4 29.3 29.3 29.2 29.4
17 29.5 29.4 29.5 29.4 29.5 29.5
18 29.8 29.7 29.6 29.6 29.6 29.6
19 30 29.9 29.8 29.9 29.8 29.8
20 29.8 29.9 29.7 29.7 29.7 29.8
21 29.5 29.4 29.2 29.5 29.9 29.5
22 29.5 29.3 29.5 29.3 29.5 29.5
23 29.4 29.3 29.4 29.4 29.3 29.3
24 29.4 29.3 29.4 29.4 29.2 29.2
25 29.5 29.3 29.3 29.4 29.4 29.3
26 29 28.8 28.6 28.5 28.5 28.6
27 29.1 29 29 29.1 29 29.1
28 29.8 29.7 29.6 29.6 29.6 29.7
29 29.8 29.6 29.6 29.7 29.6 29.8
30 29.7 29.6 29.6 29.7 29.6 29.6
31 29.8 29.8 29.7 29.8 29.8 29.7
32 29.8 29.8 29.8 29.8 29.7 29.7
33 29.8 29.7 29.7 29.7 29.8 29.7
SAMPEL ˚C
HARI
E1 E2 E3 E4 E5 E6
KE-
SUHU AWAL
0 28.8 28.9 28.6 28.8 29 28.7
34 29.9 29.8 29.8 29.9 29.8 29.8
35 29.9 29.7 29.8 29.8 29.9 29.8

2. Parameter Volume Biogas

HARI SAMPEL (ml)


KE- E1 E2 E3 E4 E5 E6
1 0 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 5.1 0 0
5 0 0 0 5 5.1 0
6 0 5 0 5.2 5.3 0
7 5 5.1 5.1 5 5.3 5
8 5 5.1 5 5 5 5
9 5.1 5 5.1 5 5.2 5.1
10 5 5.1 5 5 5 5
11 5 5 5.2 5.1 5.4 5.3
12 5.2 5.3 5.2 5.2 5.2 5
13 5 5.2 5.3 5 5.1 5
14 5 5.3 5.2 5.4 5 5.1
15 5.1 5.3 5.2 5 5.3 5
16 5.3 5 5.1 5.2 5.3 5.4
17 5 5.2 5.2 5.1 5.2 5.4
18 5.3 5.1 5.2 5.3 5.2 5.4
19 5.2 5.2 5.1 5.2 5.3 5
20 5.1 5.3 5.3 5.4 5.2 5.3
21 0 0 0 0 0 0
22 0 0 0 0 0 0
23 0 0 0 0 0 0
24 0 0 0 0 0 0
25 5.4 5.2 5.3 5.2 5.3 5.2
26 10 10 9.2 9.3 10 10
27 9.2 9.2 9 10 5.1 5.3
28 9.1 11 10 11.3 5.3 5.3
29 10 9 11 12.4 5.2 5.2
HARI SAMPEL (ml)
KE- E1 E2 E3 E4 E5 E6
30 11 12 12 11.5 5.3 5.2
31 12.1 11 11.5 12 5.4 5.1
32 10 10 10 12.5 5.2 5.3
33 9.1 9 9 13 5.3 5.4
34 12 11 13 14 5.4 5.3
35 11 12 12 11 5.2 5.2
Rata-Rata 180.2 186.6 184.2 209.4 145.8 134.5

3. Parameter pH

SAMPEL
HARI
E1 E2 E3 E4 E5 E6
KE-
pH AWAL
0 6 6 6 6 6 6

7 5.4 5.4 5.2 5 5 5.5


14 6.1 5.9 5.2 5.3 5.1 5.2
21 6 6.3 5.4 6.3 5.3 5.3
28 6.1 6 6.1 6.2 6.3 5.8
35 6.3 6.1 6.3 6 6.6 6

4. Parameter Kadar Air

SAMPEL
HARI KE- E1 E2 E3 E4 E5 E6
KADAR AIR AWAL (CAMPURAN) %
0 96.32 94.24 46.47 89.83 65.03 91.21

7 96.30 93.52 41.73 88.21 60.75 90.08


14 98.04 79.52 45.6 77.11 87.41 89.9
21 89.02 70.47 41.3 76.87 82.68 89.15
28 84.45 68.84 42.88 80.73 76.95 89.71
35 81.20 61.90 45.81 90.23 67.38 70.59
5. Parameter Total Solid

SAMPEL
HARI
E1 E2 E3 E4 E5 E6
KE-
TOTAL SOLID (%)
0 3.68 5.76 53.53 10.17 34.97 8.97

7 3.7 6.48 58.27 11.79 39.25 9.92


14 1.96 20.48 54.4 22.89 12.59 10.1
21 10.98 29.53 58.7 23.13 17.32 10.85
28 15.55 31.16 57.12 19.27 23.05 10.29
35 18.8 38.1 54.19 9.77 32.62 29.41

6. Parameter COD

SAMPEL
HARI
E1 E2 E3 E4 E5 E6
KE-
COD AWAL (PPM)
0 4400 5600 8000 4000 3200 8000

7 2800 4000 3200 3600 2800 4800


14 2400 2400 3200 2000 5600 2800
21 6000 6400 4400 1200 4400 1200
28 3733 4533 3600 2267 4267 2933
35 2000 2800 2600 800 1200 2000
LAMPIRAN 4.
HASIL UJI KANDUNGAN BIOGAS
Gambar 50. Bukti pembayaran sampel di Laboratorium UII, Yogyakarta

Gambar 51. Bukti Formulir bahwa sampel sudah diterima oleh pihak Laboratorium
UII, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai