Disusun cOleh :
D121 13 701
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
i
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkatnya yang begitu luar biasa didalam kehidupan penulis atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
tugas akhir yang berjudul “Bioremediasi Air Laut Terkontaminasi Limbah
Minyak Menggunakan Bakteri Pseudomonas aeruginosa” sebagai salah satu
persyaratan untuk penyelesaian studi pada Departemen Teknik Lingkungan
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.
Dengan penuh rasa hormat dan segala kerendahan hati, penulis juga
ingin mengucapkan terimakasih sedalam-dalamnya kepada :
i
6. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Teknik Departemen Teknik Lingkungan
Universitas Hasanuddin
7. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Teknik Departemen Teknik
Lingkungan Universitas Hasanuddin
8. Kepada Kementrian Pendidikan dan BP SDM Papua yang telah
memberikan kesempatan dan membantu penulis melalui program
beasiswa Afirmasi Dikti.
9. Orangtua tercinta ayahanda Wimfrits Wayoi, S.sos dan Ibunda
Paradesiana Chaay untuk semua kasih sayang yang selalu
dilimpahkan, setiap waktu dan tenaga untuk mendoakan,
menasehati, dan senantiasa memenuhi segala kebutuhan penulis
dalam bentuk meteriil dan nonmaterial. Terimaksih untuk segala
yang tidak dapat penulis balas.
10. Saudara-saudaraku Raflyna Melanesya Wayoi, ST., Stanley Wayoi,
Loisa Wayoi, Prince Wayoi, Martin Wayoi. Trimakasih untuk setiap
dukungan dalam doa, semangat dan tenaga.
11. Orang terkasih Andhika Rimosan sebagai tempat keluh kesah selama
penelitian. Terimakasih buat semangat dan doa yang selalu diberikan
kepada penulis.
12. Sahabatku Ketting, Hirzto, Ammy, Carla, Chika, Tirta, Asni
terimakasih untuk setiap semangat dan dorongan yang telah
diberikan kepada penulis.
13. Teman-teman Teknik Lingkungan 2013, Afirmasi 2013, SS Vines,
KMKO Teknik, Jurusan Teknik Sipil 2013. Terimaksih untuk
pertemanan yang kita bangun selama ini, terimaksih selalu ada
dimana pun dan kapan pun. Penulis sadar tanpa semangat, dorongan,
bantuan, dan doa kalian penulis tidak mampu menyelesaikan tugas
akhir ini..
14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu karena
begitu banyak bantuan, dukungan, dan doa yang diberikan kepada
penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
ii
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dan
kekeliruan dala penyusunan laporan ini. Sehingga penulis akan sangat
bertrimakasih atas setiap koreksi, saran, masukan apapun petunjuk yang bersifat
konstruktif untuk krlanjutan penuyusunan yang jauh lebih baik. Akhir kata
penulis berharap dengan selesainya penulisan dan penyusunan tugas akhir ini
dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan ilmu
pengetahuan semua pembaca.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………….i
DAFTAR ISI……………….………………………………………………….iv
DAFTAR TABEL………….……………………………...………………..…vi
DAFTAR GAMBAR……………………………….……………………..….vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………………1
B. Rumusan Masalah…………………….………………………………..2
C. Tujuan…………………………………………………………...……..2
D. Batasan Masalah…………………………………………………...…..2
E. Sistematika Penulisan……….…………………………………………2
A. Limbah Minyak………………………………………….…………….4
B. Oli………….…………………………………………………………..6
C. Dampak Limbah Oli………………...…………………………………7
D. Total Petroleum Hydrocarbon………….……………………………...9
E. Bioremediasi…………………………………………………...……..10
F. Bakteri Pendegradasi…………………...………..……………………13
G. Pseudomonas aeruginosa……………………………….…………….15
H. Penelitian Terdahulu……………………………………...…………..17
iv
F. Parameter Pengamatan…………….……………….…………………28
G. Bagan Alir Penelitian…….……………………………..….…………29
H. Analisis Data………………………………………….………………30
BAB V PENUTUPAN
A. Kesimpulan……………………………………….……..……………45
B. Saran……………..…………………………….……………………..46
v
DAFTAR TABEL
Tabel 4.4 Populasi Sel P.aeruginosa pada hari pertama hinggak ke empat 35
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam salah
satunya yaitu minyak bumi. Minyak bumi adalah sumber utama energi fosil yang
memegang peranan penting untuk industri, transportasi, dan rumah tangga. Produksi
minyak mentah dunia diperkirakan sebanyak tiga miliar ton per tahun, dan sekitar
setengahnya diangkut melalui laut. Berbagai kegiatan eksplorasi, eksploitasi,
transportasi, penyimpanan, pengolahan dan distribusi minyak mentah maupun
minyak olahan masih sering menghasilkan kejadian kebocoran dan atau tumpahan
minyak ke lingkungan. Penanganan yang tidak tepat dapat menyebabkan
pencemaran lingkungan dan berbahaya bagi makhluk hidup. (M. Sjahrul, 2013)
Penanganan kondisi lingkungan yang tercemari minyak bumi dapat
dilakukan secara fisika, kimia dan biologi. Remediasi secara fisika dan kimia
bersifat remediasi jangka pendek dan tidak tuntas (perpindahan massa antar media
lingkungan), hanya sekitar 10-15% pencemar dapat dipindahkan dari media laut.
Untuk penuntasan remediasi diperlukan penghilangan media secara biologi
(bioremediasi). Bioremediasi didefinisikan sebagai teknologi yang menggunakan
mikroba untuk mengolah (cleaning) hidrokarbon minyak bumi dari kontaminan
melalui mekanisme biodegradasi alamiah (intrinsic bioremediation) atau
meningkatkan mekanisme biodegradasi alamiah dengan menambahkan mikroba.
Salah satu mikroba yang dapat digunakan untuk mendegradasi kandung hidrokarbon
pada air laut yaitu Pseudomonas aeruginosa yang mampu menggunakan lebih dari
75 macam organik sebagai sumber karbon dan sumber energi, mampu menggunakan
respirasi aerobik (dengan oksigen) dan anaerob pada nitrat atau akseptor elektron
alternatif lainnya juga mampu tumbuh pada nutrien dalam jumlah sedikit.
Pseudomonas aeruginosa dapat mendegradasi hidrokarbon polisiklik aromatik
seperti toluena, bentuk sederhana dari methylbenzene, melalui oksidasi dari
kelompok metil aldehida, alkohol, dan asam, yang kemudian diubah menjadi katekol
1
B. Rumusan Masalah
Tingkat pencemara di laut Indonesia masih tinggi sejalan dengan meningkatnya
aktivitas industri permiyakan pencemaran minyak dilaut sangat merusak ekosistem
dilaut Mikroorganisme Pseudomonas aeruginosa memiliki potensi dalam
mendegradasi hidrokarbon. Berdasarkan uraian latar belakang maka peneliti
menyusun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana efektifitas bakteri Pseudomonas aeruginosa dalam menurunkan
kadar TPH (Total Petroleum Hydrocarbon) terhadap air laut yang
terkontaminasi limbah minyak ?
2. Bagaimana pengaruh limbah minyak pada populasi bakteri Pseuodomonas
aeruginosa ?
C. Tujuan
1. Untuk menganalisis efektifitas bakteri Pseudomonas aeruginosa dalam
mendegradasi limbah minyak TPH (Total Petroleum Hydrocarbon)
2. Untuk menganalisis pengaruh TPH (Total Petroleum Hydrocarbon) terhadap
populasi Pseuodomonas aeruginosa.
D. Batasan Masalah
Untuk mengarahkan penulis pada penelitian ini, maka diberikan batasan agar
penulis dapat lebih fokus dan terarah pada suatu batasan tertentu. Adapun batasan
masalah dalam studi ini adalah :
1. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Sience Buildding FMIPA Universitas
Hasanuddin
2. Pengukuran efektifitas bioremediasi dalam penelitian ini dibatasi pada
pengukuran besarnya penurunan kadar TPH dan pertumbuhan bakteri
3. Mikroorganisme yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri
Pseudomonas aeruginosa.
E. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah memahami permasalahan yang akan dibahas dalam
laporan tugas akhir ini, maka disusunlah sistematika laporan sebagai berikut :
2
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, maksud dan
tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi teori-teori yang mendukung penlitian.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menguraikan waktu dan tempat penelitian, metode pengumpulan
data, metode analisis data, bagan alir penelitian, dan jadwal penelitian.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi hasil dan pembahasan penelitian “Bioremediasi Air Laut
Terkontaminasi Limbah Minyak Menggunakan Bakteri Pseudomonas
aeruginosa”
BAB V PENUTUP
Bab ini menguraikan kesimpulan dan saran dari penulis tentang hasil
penelitian.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Minyak Bumi
Minyak bumi adalah suatu campuran cairan yang terdiri dari berjuta-juta
senyawa kimia, yang paling banyak adalah senyawa hidrokarbon yang terbentuk
dari dekomposisi yang dihasilkan oleh fosil tumbuh-tumbuhan dan hewan (William,
1995). Menurut (Jasji, 1996) Minyak bumi merupakan senyawaan kimia yang terdiri
dari unsur-unsur karbon, hidrogen, sulfur, oksigen, halogenida dan logam. Minyak
bumi mengandung 50-98% komponen hidrokarbon dan non hidrokarbon.
Kandungannya bervariasi tergantung pada sumber minyak.
Tabel 2.1 Komponen hidrokarbon dan non hidrokarbon pada minyak bumi
Senyawa yang hanya terdiri dari unsur karbon dan hydrogen dikelompokan
kedalam senyawa hidrokarbon. Terdapat empat seri hidrokarbon minimal yang
terkandung di dalam minyak bumi, yaitu seri n-paraffin (n-alkana) yang terdiri atas
metana (CH4), aspal yang memiliki atom karbon (C) lebih dari 25 pada rantainya,
seri iso- paraffin (isoalkana) yang terdapat hanya sedikit dalam minyak bumi, seri
neptena (sikloalkana) yang merupakan komponen kedua terbanyak setelah n-alkana,
dan seri aromatik. Komposisi senyawa hidrokarbon pada minyak bumi berbeda
bergantung pada sumber penghasil minyak bumi tersebut (Mukhtasor, 2006)
4
Tabel 2.2 Komponen utama berbagai produk minyak bumi
Sifat-sifat minyak bumi sangat bervariasi dan jenis produk yang dapat
dihasilkan juga dapat sangat banyak. Suatu operasi yang tentu dioperasi di dalam
semua kilang adalah destilasi yang memisahkan minyak bumi kedalam
fraksifraksinya berdasarkan daerah didihnya. Operasi lainnya dapat sedikit atau
banyak jumlahnya, dapat sederhana atau kompleks, tergantung pada produk-produk
yang akan dibuat (Hardjono, 2001).
Ada beberapa macam cara penggolongan produk jadi yang dihasilkan oleh
kilang minyak. Diantaranya produk jadi kilang minyak dapat dibagi menjadi produk
bahan bakar minyak (BBM) dan produk bukan bahan bakar minyak (BBBM).
Produk jadi BBBM berupa LPG, pelarut, minyak pelumas (oli), gemuk, aspal,
malam parafin, hitam karbon dan kokas. Minyak pelumas (oli) terdapat dalam
bagian minyak bumi yang mempunyai daerah didih yang paling tinggi, yaitu sekitar
400°C keatas. Fraksi minyak pelumas (oli) dipisahkan dari residu hasil distilasi
minyak bumi dengan dengan distilasi hampa (Hardjono,2001).
5
Menurut Raharjo (2010) oli biasanya diperoleh dari pengolahan minyak
bumi yang dilakukan melalui proses destilasi bertingkat berdasarkan titik didihnya.
Menurut Environmental Protection Agency (EPA’s), proses pembuatan
oli melalui beberapa tahap, yaitu:
a) Distilasi.
b) Deasphalting untuk menghilangkan kandungan aspal dalam minyak.
c) Hidrogenasi untuk menaikkan viskositas dan kualitas.
d) Pencampuran katalis untuk menghilangkan lilin dan menaikkan temperatur
pelumas parafin.
e) Clay or Hydrogen finishing untuk meningkatkan warna, stabilitas dan kualitas
oli pelumas.
B. Oli
Oli merupakan zat kimia yang digunakan pada kendaraan bermotor yang
berguna untuk mengurangi keausan pada mesin. Penggunaan utama oli yaitu
terdapat pada oli mesin. Umunya oli terdiri dari 90% minyak dasar (base oil) dan
10% zat tambahan. Pada sistem penggerakanya ketika mesin dihidupkan mesin
yang bergerak akan terjadi pergesekan pada logam yang akan menyebabkan
pelepasan partikel dari peristiwa tersebut Surtikanti dan Surakusumah (2004).
Menurut Hagwell dkk. (1992) oli mesin adalah campuran kompleks hidrokarbon dan
senyawa-senyawa organik lain yang digunakan untuk melumasi. bagian-bagian
mesin kendaraan agar mesin bekerja dengan lancar.
Menurut Sukirno (2010) fungsi utama suatu pelumas adalah untuk
mengendalikan friksi dan keausan. Namun pelumas juga melakukan beberapa fungsi
lain yang bervariasi tergantung di mana pelumas tersebut diaplikasikan, pertama
pencegahan korosi dimana pelumas berfungsi sebagai preservative. Pada saat mesin
bekerja pelumas melapisi bagian mesin dengan lapisan pelindung yang mengandung
adiktif untuk menetralkan bahan korosif. Kedua pengurangan panas, pelumas
tersebut mampu menghilangkan panas yang dihasilkan baik dari gesekan atau
sumber lain seperti pembakaran atau kontak dengan zat tinggi. Secara umum
terdapat 2 macam oli bekas, yaitu oli bekas industri (light industrial oil) dan oli
hitam (black oil). Oli bekas industri relatif lebih bersih dan mudah dibersihkan
6
dengan perlakuan sederhana, seperti penyaringan dan pemanasan. Oli hitam berasal
dari pelumasan otomotif. Oli ini dalam pemakaiannya mendapat beban termal dan
mekanis yang lebih tinggi. Dalam oli hitam terkandung partikel logam dan sisa
pembakaran. Oli mengandung bahanbahan kimia, di antaranya hydro karbon dan
sulfur, karena bekerja melumasi logam-logam, oli bekas juga mengandung sisa
bahan bakar, tembaga, besi, alumunium, magnesium dan nikel dan lain-lain.
(Raharjo, 2007).
7
akan menyebabkan degradasi kualitas lingkungan. Dampak terhadap tumbuhan,
yaitu toksisitas akibat kontak langsung yaitu hidrokarbon melarutkan struktur
membran lipid sel (Bossert dan Bartha, 1984).
Hidrokarbon dapat menghambat laju fotosintesis karena mempengaruhi
permeabilitas membran sel dan mengurangi penyerapan cahaya matahari oleh
kloroplas (Mason, 1996). Pengaruh tidak langsung yaitu adanya kompetisi
penggunaan nutrisi mineral dan oksigen antara akar tumbuhan dan mikroorganisme
pendegradasi hidrokarbon dan mendorong terbentuknya kondisi anaerobik, sehingga
dihasilkan senyawa fitotoksik seperti H2S. Selain itu minyak (oli) dengan sifatnya
yang hidrofobik dapat menyebabkan struktur tanah menjadi buruk sehingga
membatasi kemampuannya dalam menyerap air dan udara (Bossert dan Bartha,
1984).
Polusi Oil menyebabkan masalah reproduksi dan perkembangan, serta,
kerusakan pada otak, hati, dan ginjal ikan, mamalia laut, dan spesies darat. Penyu
beresiko, karena mereka cenderung untuk tidak menghapus diri dari daerah yang
terkontaminasi minyak di mana banyak minyak terakumulasi. Dengan demikian,
tumpahan minyak dapat menjadi ancaman bagi air, tanah rawa, dan ekosistem
pesisir yang sering dipengaruhi oleh minyak. Sebagai contoh, tumpahan minyak
Exxon Valdez mengakibatkan kontaminasi ikan bersama dengan embrio dan larva
remaja, dan efek kronis pada sedimen mencari makan burung laut mengakibatkan
penurunan kelimpahan mereka (Peterson et al., 2003). Sekitar 10% dari total input
dari tumpahan minyak yang menghancurkan, yang menyebabkan kedua kerusakan
ekologis dan ekonomis. Menurut Hinchee et al. (1995),
Susanto (1973) menjelaskan akibat-akibat jangka pendek dari pencemaran
hidrokarbon sudah banyak dilaporkan. Molekul-molekul hidrokarbon dapat merusak
membran sel yang berakibat pada keluarnya cairan sel dan berpenetrasinya bahan
tersebut ke dalam sel. Ikan-ikan yang hidup di lingkungan yang tercemar oleh oli
dan senyawa hidrokarbon akan mengalami berbagai gangguan struktur dan fungsi
tubuh. Secara langsung oli dapat menimbulkan kematian pada ikan. Hal ini
disebabkan oleh kekurangan oksigen, keracunan karbondioksida dan keracunan
langsung oleh bahan beracun yang terdapat dalam minyak.
8
Akibat jangka panjang menurut Sumadilaga (1995) pencemaran hidrokarbon
ternyata dapat pula menimbulkan beberapa masalah yang serius terutama bagi biota
yang masih muda. Mengingat dampak pencemaran oli baik dalam konsentrasi
rendah maupun tinggi cukup serius. Sehingga manusia terus berusaha untuk mencari
teknologi yang paling mudah, murah dan tidak menimbulkandampak lanjutan.
Petroleum berasal dari kata petra yang artinya batu dan oleum yang artinya
minyak. Petroleum merupakan campuran kompleks. Petroleum terdiri dari senyawa
hidrokarbon (98%), Sulfur (1 – 3%), Nitrogen (< 1%), Oksigen (< 1%), Logam atau
mineral (< 1%), Garam (< 1%). Menurut EPA (Environmental Protection Agency),
petroleum hidrokarbon berasal dari minyak mentah (crude oil). Crude oil ini
digunakan untuk membuat produk petroleum, yang dapat mencemari lingkungan.
TPH adalah jumlah hidrokarbon minyak bumi yang terukur di dalam suatu
media lingkungan. Hidrokarbon minyak bumi (PHC–Petroleum Hydrocarbon)
adalah berbagai jenis senyawa hidrokarbon yang terdapat dalam minyak bumi.
Dalam satu jenis campuran minyak bumi akan terdapat rantai hidrokarbon dengan
rantai C5–C40. Dengan demikian, metode analisa TPH didefinisikan sebagai metoda
analisis yang digunakan untuk mengukur jumlah hidrokarbon minyak bumi dalam
suatu media (Ghazali, 2004).
9
E. Bioremediasi
Saat ini, bioremediasi telah berkembang pada pengolahan air limbah yang
mengandung senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk didegradasi dan biasanya
dihubungkan dengan kegiatan industri, antara lain logam-logam berat, petroleum
hidrokarbon, dan senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida dan
herbisida (Tortora, 2010), maupun nutrisi dalam air seperti nitrogen dan fosfat pada
perairan tergenang. Pengembangan IPTEK dalam bioremediasi untuk detoksifikasi
atau menurunkan polutan dalam pengendalian pencemaran air telah menjadikan
metoda ini menjadi lebih menguntungkan dibandingkan dengan metoda yang
menggunakan bahan kimia.
10
dari komponen-komponen toksik dan mutagenik, sehingga diperlukan suatu
teknologi dalam pembersihannya.
a. Fitoremediasi
11
b. Bioremediasi in situ
c. Bioremediasi ex situ
d. Bioagumentasi
Bahkan, saat ini, flokulan umum yang berbahan baku Alum untuk
menurunkan bahan pencemar air sungai telah bisa digantikan dengan bioflokulan
yang mikroorganismanya diisolasi dari proses lumpur aktif dan diketahui dapat
menurunkan turbiditi sebesar 84-94% (Buthelezi et al, 2009). Selain itu, kehandalan
mikroba termasuk diantaranya bakteri, jamur, dan protozoa dalam pengolahan air
limbah dan peranannya dalam menjaga keseimbangan ekologis perairan sudah
banyak dielaborasi (Gerardi., 2006)
12
F. Bakteri Pendegradasi
Bakteri berasal dari kata bacterium, dalam bahasa Yunani itu berarti tongkat
atau batang. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok
mikroorganisme yang bersel satu, tidak berklorofil, berbiak dengan pembelahan diri,
serta demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop (Dwidjoseputro,
1998).
13
Pencemaran hidrokarbon minyak bumi di lingkungan dapat diatasi dengan
berbagai cara. Salah satunya dengan menggunakan mikroorganisme yaitu bakteri.
Beberapa spesies bakteri tertentu dapat mendegradasi hidrokarbon yang mencemari
lingkungan. Degradasi dengan bakteri merupakan cara yang paling baik untuk
mengatasi pencemaran hidrokarbon karena tidak memiliki efek merusak lingkungan.
Bakteri pendegradasi dapat menurunkan,memecahkan serta menguraikan rangkaian-
rangkaian kompleks yang ada pada zat lain sehingga menjadi lebih sederhana.
Menurut Kasmidjo (1991) pada umumnya terdapat spesies bakteri dari genus
Bacillus, Enterobacter, Pseudomonas, Zooglea, dan Nitrobacter. Mikroorganisme
yang sering digunakan dalam proses bioremediasi dengan menggunakan mikroba
yang paling dominan yang ditemukan pada hidrokarbon yaitu bakteri yang memiliki
kemampuan mendegradasi senyawa hidrokarbonuntuk keperluan metabolisme dan
perkembangannya disebut bakteri hidrokarbonoklastik atau bakteri petrorilik.
Bakteri hidrokarbonoklastik dapat diperoleh dengan cara mengisolasi bakteri dari
14
tempat yang mengandung hidrokarbon. Pemanfaatan bakteri hidrokarbonoklastik
yang diisolasi langsung dari habitatnya (bakteri lokal) sebagai agen pendegradasi
hidrrokarbon dapat mempersingkat waktu bioremediasi (Atlas dan Bartha, 1997).
G. Pseudomonas aeruginosa
15
Bakteri ini memiliki kemampuan mendegradasi fraksi alifatik, aromatik, dan resin
(Harayama et al., 1995). Pertumbuhan P. aeruginosa pada temperatur tinggi ini
disebabkan bakteri ini memiliki kisaran toleransi temperatur yang luas, selain itu
pertumbuhan P. aeruginosa yang baik pada minyak bumi dalam lingkungan
bertemperatur tinggi menujukan bahwa bakteri ini telah sangat lama teradaptasi
dalam lingkungan tersebut. Hal ini juga membuktikan bahwa P. aeruginosa yang
biasanya tumbuh pada temperatur sedang benar-benar terisolasi dari minyak mentah.
Pseudomona aeruginosa dapat tumbuh pada air garam hingga salinitas 50%.
(Environmental Canada Health, 2011)
16
H. Studi Terdahulu
17
Upaya Untuk mengetahui nilai
Meningk degradasi limbah minyak bumi
atkan dapat dilakukan melalui
Bioremed pengukuran niali TPH dengan
iasi rumus sebagai berikut
Minyak
Bumi Nilai TPH = TPH awal – TPH
akhir
18
Staphylococcus sp., M2
adalah bakteri Bacillus sp., M3
adalah bakteri Nocardia sp.,
Ms adalah bakteri Vibrio sp.
dan M6 adalah bakteri
Mycobacterium sp.
19
5 Muhamad 2017 IAIN Isolasi penelitain ini adalah deskriptif
Rijal Bogor Kapang dengan pendekatan eksperimen
Pendegra laboratorium yang bertujan
dasi untuk mengetahui isolat kapang
Hidrocar dari limbah minyak bumi yang
bon Dari mampu mendegradasi
Limbah hidrokarbon minyak bumi dan
Minyak untuk mengetahui kemampuan
Bumi isolat kapang dalam
PT.Ollop mendegradasi minyak bumi Data
Bula yang dikumpulkan dalam
penelitian ini adalah suhu, pH,
DO dan Kadar Hidrokarbon.
Suhu diukur dengan
menggunakan termometer, pH
diukur dengan pH digital, DO
diukur dengan DO meter, dan
kadar hidrokarbon diukur
dengan Spektrofotometri serapan
atom. Data yang dianalisi adalah
data awal dan data akhir
penelitian
(BMo−BMn)
%B = x 100%
BMo
%B = persen degradasi (%)
BMo = berat minyak awal (g)
BMn = berat minyak akhir (g)
20
6 Clara 2016 Univers Penuruna Penelitian yang dilakukan
Maulidians itas n TPH bersifat eksperimen, sludge
a, Firdaus Indones Sludge diambil dari IPAL lokasi
Ali, ia IPAL produksi gas bumi PT. Medco
Nyoman dari kulrur bakteri yang digunakan
Suwartha Lokasi adalah Pseudomonas aeruginosa
Produksi untuk tahap bioremediasi
Gas digunakan 3 buah reaktor yaitu
Bumi PT. rekator A, B, dan C. dalam
MEDCO reaktor A ditambahkan suspense
E&P bakteri Pseudomonas aeruginosa
Lematan sebanyak 10%(v/v), reaktor B
g sebanyak 15% (v/v) dan reaktor
Sumatera C tidak dilakukan penambahan.
Selatan Dari penelitian tersebut
Dengan didapatkan hasil penurunan pada
Metode reaktor A 94%, reaktor B 92%
Bioslurry dan reaktor C 71% . sehingga
dapat disimpulkan bahwa
bioremediasi dengan metode
Bioslurry berjasil menurunkan
konsentrasi TPH pada sludge
terkontaminasi hidrokarbon
dengan tingkat penurunan yang
paling optimal sebesar 12,2%
menjadi 0,76% selama 8 minggu
penelitian, serta konsentrasi
mikroorganisme yang paling
optimum dalam mendegradasi
hidrokarbon adalah 10% (v/v)
dengan presentasi biodegradasi
sebesar 94%
21
Pseudomonas aeruginosa
mampu mendegradasi
hidrokarbon petroleum dan
Eicosane, dengan presentase
biodegradasi 51,3% dan 61%
untuk fase logaritma, 73% dan
63,2% untuk fase perlambatan,
80,1% untuk fase linear.
22
n Kadar asupan oksigen dari sumur
Total injeksi tersebut terhadap
Petroleu penurunan kadar TPH dan
m Hydro BTEX pada tanah yang
Carbon terkontaminasi minyak bumi.
Dan Hasil penlitian menjukan
BTEX bahwaPenambahan bakteri
Pseudomonas aeruginosa pada
proses bioremediasi dapat
meningkatkan proses degradasi
hidrokarbon pada tanah yang
terkontaminasi minyak bumi.
Proses bioremediasi dengan
metode bioventing dapat
menurunkan TPH dari 5%
sampai 0,5% selama 5 minggu
untuk konsentrasi
23
kasus hanya mempunyai satu
beberapa sumber karbon berupa
wilayah hidrokarbon petroleum hasil
di Hasil isolasi bakteri
Indonesia petrofilik dan identifikasi
menunjukkan bahwa pada
setiap lokasi ditemukan bakteri
yang mampu memanfaatkan
hidrokarbon minyak bumi
sebagai sumber karbon dan
energinya dengan cara
mendegradasi senyawa
hidrokarbon minyak bumi
menjadi senyawa yang lebih
sederhana. Jenis-jenis bakteri
yang diperoleh dari tiga lokasi
adalah: Nitrosococcus sp.
(P1.1.); Enterococcus sp.
(P2.3.); Planococcus sp.
(P4.5.); Micrococcus sp.
(LC.I4); Bacillus sp.
(LC.VI3); Pseudomonas sp.
(LC.II7)
24
BAB III
METODE PENELITIAN
25
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian
D. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini meliputi variabel bebas, variabel terkendali
Variabel bebas
penelitian ini adalah jenis bakteri Pseudomonas aeruginosa, Total
Petroleum Hydrocarbon (TPH), salinitas, suhu, pH, dan DO.
E. Metode Kerja
1. Sterilisasi Alat dan Bahan
Sterilisasi alat dan bahan bertujuan agar alat dan bahan bebas dari
mikroorganisme yang tidak diinginkan. Cara sterilisasi alat dan bahan adalah
sebagai berikut:
a. Sterilisasi air laut yang akan digunakan sebagai media kultur Pseudomonas
aeruginosa menggunakan kertas saring Whatman no. 41/Double ring. Air
yang sudah disterilkan kemudian simpan didalam wadah tertutup.
b. Sterilisasi alat-alat yang berbahan kaca dengan menggunakan autoclave.
Sebelum digunakan, peralatan dicuci dengan sabun kemudian dibilas dengan
air tawar, dikeringkan, kemudian dibungkus dengan alumunium foil. Setelah
itu dimasukkan dan diatur rapi dalam autoclave, autoclave ditutup rapat dan
dioperasikan dengan suhu 121oC dan tekanan 1 atm selama 15 menit. Setelah
proses selesai, botol kultur dikeluarkan dari autoclave dan disimpan pada
wadah.
2. Persiapan Isolat Bakteri Pseudomonas aeruginosa
Peremajaan isolat bakteri Pseudomonas aeruginosa dilakukan pada
media cair (Nutrien Broth). Bakteri dalam media agar miring diinokulasikan ke
dalam labu erlenmeyer 250 ml yang berisi 100 ml media cair Nutrien Broth.
Kemudian media baru tersebut di inkubasi pada suhu 30°C dan setelahnya
26
dilakukan analisa populasi bakteri serta membuat kurva pertumbuhan bakteri,
pada saat bakteri mencapai phase log, bakteri dibudidayakan pada media air laut
dimana sebelumnya bakteri diadaptasikan dengan air laut tetes demi tetes dan
siap digunakan untuk bioremediasi.
3. Proses Bioremediasi
Media air laut sbeanyak 1000 ml dimasukkan ke dalam labu Botol A dan
B, dimana botol A diperlakukan metode diam sedangkan botol B menggunakan
metode shaker atau didiamkan. Kemudian botol A dan B diperlakukan sesuai
variabel konsentrasi kontaminan minyak ( 5 ppm , 10 ppm ) menurut Kepmen
LH ( Keputusan Mentri Lingkungan Hidup) No 128 tahun 2003 standar TPH
harus berada dibawa 15 ppm agar dapat dilakukan proses bioremediasi. Setelah
itu diberikan penambahan bakteri Pseudomonas aeruginosa (3%, 6% v/v).
setelah itu dilakukan pengukuran temperatur, pH, DO (Dissolved oxygen),
populasi bakteri ,TPH.
4. Perhitungan Populasi Bakteri
Penghitungan kepadatan bakteri dilakukan pada hari pertama dan
akhir penelitian. Penghitungan dilakukan dengan menggunakan metode Standart
Plate Count (SPC) dimana prinsip dari Plate count (metode hitung cawan)
mikroorganisme yang masih hidup ditumbuhkan pada medium agar, maka akan
berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat secara langsung dan
dihitung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop.
Rumus Perhitungan jumlah bakteri :
1
∑ 𝑆𝑒𝑙 = Kloni x
𝐹𝑝
Keterangan :
Fp : Faktor pengenceran
5. Pengambilan Data Kemampuan Pseudomonas aeruginosa dalam
menyerap TPH
Kemampuan penyerapan TPH oleh bakteri dapat diketahui dengan
melakukan penghitungan efisiensi penyerapan dengan membandingkan
konsentrasi TPH setelah penyerapan dengan konsentrasi TPH mula-mula
(Wiyarsi dan Priyambodo, 2013). Pengambilan data kemampuan Pseudomonas
aeruginosa dalam menyerap TPH. dilakukan dengan mengukur kandungan TPH
27
sebelum perlakuan dan pada akhir perlakuan, sampel disaring dengan kertas
saring 0,45 µm untuk memisahkan Pseudomonas aeruginosa. dari air media.
Dilakukan pengukuran konsentrasi TPH pada media air laut diuji untuk
mengetahui konsentrasi TPH yang tersisa pada media kultur Pseudomonas
aeruginosa. Konsentrasi TPH yang tersisa pada air media pemeliharaan bakteri
pada akhir penelitian menunjukkan sisa TPH yang tidak terserap oleh
Pseudomans aeruginosa.
6. Analisi TPH
Sebanyak 50 mL sampel diekstraksi dengan 25 mL heksana. Ekstraksi
dilakukan dua kali. Kandungan air pada contoh dihilangkan dengan
menambahkan Na2SO4 anhidrat, kemudian disaring. Pelarut dihilangkan
menggunakan rotary evaporator, setelah itu dioven selama 45 menit pada suhu
70ºC. Wadah dan sampel didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Bobot
yang terukur bobot minyak dan lemak. Sampel hasil pengeringan dilarutkan
kembali dengan heksana dan ditambahkan silika gel untuk menghilangkan
senyawa-senyawa polar dan disaring. Pelarut diuapkan kembali dan dioven,
bobot yang terukur merupakan residu minyak (TPH).
F. Parameter Pengamatan
1. Parameter Utama
Parameter utama dalam penelitian ini adalah kemampuan serapan
limbah minyak (TPH) oleh Pseudomonas aeruginosa. dan pertumbuhan
Pseudomonas aeruginosa.
2. Parameter Pendukung
28
G. Bagan Alir Penelitian
Mulai
Studi Literatur
Tahap Persiapan
Proses bioremediasi
Pengujian Laboratorium
Selesai
29
H. Analisis Data
(KA−KS)
RE% = x 100%
KA
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
aeruginosa
a. Perhitungan
➢ Derajat Bebas (DB) :
DB Total = ( r . t ) – 1 = ( 3 x 4 ) -1 = 11
DB Perlakuan = ( t – 1 ) = ( 4 – 1) = 3
DB Galat = DB Total – DB Perlakuan = 11 – 3 = 8
➢ Faktor Korelasi ( FK)
Y2 11,15872 124,516
FK = = = = 10,3763
r.t 3x4 12
31
➢ Jumlah Kuadrat ( JK )
JK Total = ∑𝑖𝑗 𝑌𝑗 2 – FK
= (0,2511)2 + (0,2621)2 + (0,2532)2 + (0,4631)2 + (0,4632)2 + (0,4622)2
+ (1,0021)2 + (1,0019)2 + (1,0018)2 + (1,9998)2 + (1,9993)2 + (1,9989)2 –
10,3763
= 8,46225
𝑌𝑖 2
JK Perlakuan = ∑𝑖 – FK
𝑟
(0,0748)1/2
KK = x 100 % = 0,73%
3,7194
➢ Menentukan FTabel
Menentukankan FTabel dengan melihat Tabel F dengan menentukan f1 dan f2
diaman f1 adalah DB Perlakuan = 3, f2 adalah DB Galat = 8 pada taraf 5 % dan 1 %
dari table F disajikan pada lampiran diperoleh nilai FTabel yaitu :
4,07 untuk taraf 5 % dan 7,59 untuk taraf 1 %.
Data analisi ragam efektifitas penyerapan TPH pada media kultur dapat dilihat pada
Tabel
32
Tabel 4.2 Analisis Ragam Efektifitas Penyerapan TPH oleh Pseudomonas
aeruginosa
Sumber FTabel
Keragaman DB JK KT Fhitung
5% 1%
Perlakuan
Bakteri 3 5,4636 1,8212 24,3215** 4,07 7,59
Total 11 8,46255
Karena Fhitung 24,3215 lebih besar dari pada FTabel taraf 1% = 7,59 maka
diputuskan menolak H0 dan menerima H1. Hal ini berarti terdapat keragaman
efektifitas penyerpan TPH yang dilakukan oleh bakteri Pseudomonas aeruginosa
pada masing-masing perlakuan dan kontaminan selama penelitian.
2. Efektifitas Penyerapan TPH
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan TPH dalam air.
menunjukkan terjadinya penurunan konsentrasi. dengan penambahan kontaminan
minyak 5 ppm dan 10 ppm dengan 2 perlakuan yaitu perlakuan menggunakan
shaker dan diam. Data lengkap hasil pengujian kandungan TPH pada media kultur
disajikan pada Lampiran. Data rata-rata efektifitas penyerapan TPH pada media
kultur dapat dilihat pada Tabel 4.3.
33
Tabel 4.3 Rata-rata Efektifitas penyerapan TPH dalam Air oleh Pseudomonas
aeruginosa
Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa efektifitas penyerapan pada perlakuan
menggunakan shaker lebih besar dibandingkan tanpa menggunakan shaker (diam).
di kisaran 94,89% dan 95,37% untuk perlakuan menggunakan shaker dan 79,96%
dan 80,007% untuk perlakuan diam. Hal ini dipengaruhi oleh lebih besarnya
kandungn oksigen terlarut pada metode shaker dibandingkan metode diam sehingga
mengakibatkan lebih tinggi pertumbuhan bakteri pada metode shaker dibandingkan
diam. Pertumbuhan bakteri berbanding lurus dengan kebutuhan nutrisi, sehingga
34
pada perlakuan menggunakan shaker yang mana memiliki pertumbuhan bakteri
lebih tinggi membutuhkan nutrisi yang tinggi. Hal itu mengakibatkan degradasi
minyak pada perlakuan perlakuan menggunakan shaker lebih besar dibandingakn
perlakuan diam.
Tabel 4.4 Populasi sel Pseudomonas aeruginosa (x 105 sel/mL) pada hari pertama
hingga ke empat
Populasi (Sel/ml)
Hari Pengulangan Diam Diam Shaker Shaker
5 ppm 10 ppm 5 ppm 10 ppm
1 3 6 9 11
1 2 3 5 9 9
3 3 6 7 10
3 5,6 8,3 10
1 9 15 20 23
2 2 8 15 19 23
3 9 15 21 24
8,6 15 20 23,3
1 27 37 48 57
3 2 27 37 49 57
3 26 37 47 58
26,6 37 48 57,3
1 32 40 26 35
4 2 33 41 28 35
3 32 39 29 38
32,3 40 27,6 36
35
sama rata-rata sebesar 830.000 sel/mL dan 1.000.000 sel/mL . Pengamatan
terhadap pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa dengan kondisi salinitas awal
sebesar 30‰. Pengamatan atas laju pertumbuhan sel dapat dilihat pada Gambar 4.2.
36
metotde tidak menggunakan shaker atau diam masih terus mengalami peningkatan
karena ketersediaan nutrisi masih ada.
C. Kualitas Air
Hari ke Variasi pH
A1B2 6,66
1 A2B2 6,61
A1B1 6,92
A2B1 6,98
A1B2 6,91
2 A2B2 6,9
A1B1 7
A2B1 7
A1B2 7
3 A2B2 6,99
A1B1 7,15
A2B1 7,12
A1B2 7,23
4 A2B2 7,19
A1B1 7,32
A2B1 7,29
Rata-rata derajat kemasaman pada media air laut dengan perlakuan diam
mau pun menggunakan shaker mengalami kenaikan pH hingga hari ke 4 proses
bioremediasi. Pengamatan atas kenaikan pH dapat dilihat pada Gambar 4.3
37
7.4
7.2
7
Kadar pH
Diam 5 ppm
6.8
Diam 10 ppm
6.6 Shaker 5 ppm
Shaker 10 ppm
6.4
6.2
1 2 3 4
Waktu (Hari)
38
2. DO (Disolved Oksigen)
A1B2 4,25
1 A2B2 4,21
A1B1 5,32
A2B1 5,29
A1B2 4,25
2 A2B2 4,22
A1B1 5,33
A2B1 5,31
A1B2 4,27
3 A2B2 4,26
A1B1 5,33
A2B1 5,32
A1B2 4,28
4 A2B2 4,26
A1B1 5,34
A2B1 5,32
Dari Tabel 4 dapat dibuat grafik DO selama proses bioremedisai pada Gambar 4.4
39
6
Diam 5 ppm
3
Diam 10 ppm
2 Shaker 5 ppm
Shaker 10 ppm
1
0
1 2 3 4
Waktu (Hari)
Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa kandungan oksigen terlarut pada
perlakuan shaker lebih besar dibandingankan perlakuan diam. Pada lapisan
permukaan air, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara
air dengan udara bebas (Altheas,2017) pada perlakuan menggunakan shaker air
mengalami pergerakan yang mengakibatkan pemerataan oksigen dari permukaan
hingga ke dalam air sedangkan pada perlakuan yang tidak menggunakan shaker air
tidak mengalami pergerakan sehingga tidak terjadi pemerataan kadar oksigen. Hal
ini mengakibatkan kadar oksigen pada perlakuan menggunakan shaker lebih tinggi
dibandingkan tidak menggunakan shaker.
40
Pertumbuhan bakteri berbanding lurus dengan kebutuhan oksigen, semakin
tinggi pertumbuhan bakteri maka semakin besar kebutuhan oksigen. Saat
kebutuhan oksigen meningkat oksigen terlarut semakin berkurang (Sawyer & MC
Carty, 1978). Namun pada masa penelitian dapat dilihat bahwa kadar oksigen
mengalami sedikit kenaikan.
3. Salinitas
Setelah dilakukan proses bioremediasi selama 4 hari maka dilakuakan
pengukuran DO sebagai parameter pendukung pertumbuhan bakteri. Hasil
pengukuran DO dapat dilihata pada tabel 4.8 sebagai berikut.
Tabel 4.8 Hasil Pengukuran Salinitas
A1B2 30,3
1 A2B2 30
A1B1 30,6
A2B1 30,6
A1B2 31
2 A2B2 30,6
A1B1 31,6
A2B1 31,3
A1B2 31
3 A2B2 30,6
A1B1 31,6
A2B1 31,6
A1B2 31
4 A2B2 30,6
A1B1 31,6
A2B1 31,6
Dari Tabel Hasil Pengukuran salinitas dapat dibuat garfik seperti pada Gambar 4.5
41
Gambar 4.5 Grafik Pengukuran Slainitas
Dapat dilihat pada grafik terjadi peningkatan kadar salinitas pada hari ke 2
pada tiap perlakuan dan kontaminan lalu konstan hingga hari terakhri proses
bioremediasi. Adanya limbah minyak yang mana mengandung hidrokarbon
mengakibatkan terjadinya pertukaran kadar ion Na+ dan Cl− hal ini menyebabkan
terjadinya perubahan kadar garam pada air laut (Irfan Gustina, 2005). Terjadinya
perubahan salinitas menunjukan bahwa telah terjadi aktifitas degradasi hidrokarbon
oleh bakteri Pseudomonas aeruginosa
Menurut Nybakken (1992) salintas suatu perairan dapat sama atau berbeda
,antar satu dengan lainnya seperti air laut yang memiliki kisaran salinitas normal
anatar 30 - 35 ‰ dapat dinyatakan bahwa salinitas selama masa kultur berada pada
nilai normal salinitas air laut, selain itu Pseudomonas aeruginosa dapat tumbuh pada
air garam hingga salinitas 50‰. (Environmental Canada Health, 2011).
4. Suhu
Setelah dilakukan proses bioremediasi selama 4 hari maka dilakuakan
pengukuran Suhu sebagai parameter pendukung pertumbuhan bakteri. Hasil
pengukuran Suhu dapat dilihata pada tabel 4.9 sebagai berikut
42
Tabel 4.9 Hasil Pengukuran Suhu
A1B2 30
1 A2B2 30
A1B1 30
A2B1 30
A1B2 29
2 A2B2 29.3
A1B1 28
A2B1 28.3
A1B2 28
3 A2B2 28
A1B1 28
A2B1 28
A1B2 28
4 A2B2 28
A1B1 28
A2B1 28
Dari hasil pengkuran yang ada pada Tabel 6 dapat dibuat grafik suhu seperti pada
gambar 4.6
30.5
30
29.5
Suhu (℃)
29 Diam 5 ppm
27.5
27
1 2 3 4
Waktu (hari)
43
Pada Grafik dapat dilihat bahwa pada rata-rata variasi terjadi penurunan suhu
dari hari pertama proses bioremediasi sampai dengan hari ke 3 suhu konstan hingga
hari berikut. Pada perlakuan Diam dengan kontaminan 5 ppm memiliki suhu awal
30℃ mengalami penurunan dihari ke 2 menjadi 29℃ masih terus mengalami
penurunan hingga hari ke 3 menjadi 28℃ konstan hingga hari terakhir proses
bioremediasi, sementara perlakuan yang sama dengan kontaminan 10 ppm memliki
suhu yang sama pada awal proses bioremediasi mengalami penurunan ke 29,3℃
pada hari ke 2 dan masih terus mengalami penurunan pada hari ke 3 dengan suhu
28℃ konstan hingga hari ke 4 proses bioremediasi dengan suhu terebut.
Pada perlakuan menggunakan shaker dengan kontaminan 5 ppm mengalami
penurunan dihari ke 2 dengan suhu awal 30℃ ke 28℃ konstan hingga hari terakhir
proses bioremediasi. Sementara untuk perlakuan menggunakan shaker dengan
kontaminan 10 ppm memiliki suhu awal 30℃ memngalami penurunan pada hari ke
2 menjadi 28,3℃ dan terus mengalami penurunan pada hari ke 3 hingga suhu 28℃
dan konstan hingga hari ke 4 proses bioremediasi.
Suhu selama masa penelitian masih berada pada batas normal suhu air laut yaitu
20 – 30 C° selain itu Pseudomonas aeruginosa tumbuh dengan optimal pada suhu
37ºC dan bertahan hidup pada suhu berkisar dari 10 ºC sampai 45 ºC
(Environmental Canada Health, 2011) Sehingga dapat dinyatakan bahwa
Pseudomonas aeruginosa masih dapat hidup dan tumbuh pada suhu selama
penelitian.
44
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di laboratorium, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Bakteri Pseudomonas aeruginosa sangat efektif dalam menurunkan
kadar TPH hal ini dibuktikan oleh presentase efektifitas penurunan TPH
yang berada pada angka 79,96 % untuk A1B2 dan 80,007 % untuk
A2B1, sedangkan pada perlakuan shaker berada dikisaran 94,89 % untuk
A1B1 dan 95,37 % untuk A2B1 dalam jangka waktu 4 hari. Pada
perlakuan menggunakan shaker lebih efektif dibandingkan perlakuan
diam, hal ini disebabkan oleh kandungan oksigen pada perlakuan
menggunakan shaker lebih tinggi dibandingakan perlakuan diam.
2. Adanya kontaminan minyak menjadi sumber nutrisi untuk perkembangan
bakteri Pseudomonas aeruginosa hal ini dapat dibuktikan dari grafik
pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa pada perlakuan menggunakan
shaker yang terus mengalami kenaikan hingga hari terakhir mengalami
penurunan saat kadar TPH semakin sedikit. Sedangkan pada perlakuan
diam bakteri terus mengalami peningkatan hingga hari terakhir karena
masih tersedia cukup sumber nutrisi yaitu minyak dengan kadar berkisar
1,0019 mg/l dan 1,9993 mg/l
B. Saran
Berdasarkan proses dan hasil penelitiann yang diperoleh serta demi kebaikan
dan kemajuan penelitian selanjutnya, maka beberapa saran disampaikan
sebagai berikut :
1. Perlu dilaksanakan penelitian lebih lanjut agar kita dapat mengetahui
lebih jelas lama waktu degradasi kadar minyak yang maksimal dalam
proses bioremediasi tersebut.
45
2. Perlu diadakan penelitian dengan kotaminan minyak dan bakteri yang
lebih bervariasi pada masing-masing perlakuan untuk mengetahui
kempapuan bakteri dalam mendegradasi minyak pada proses
bioremediasi.
46
DAFTAR PUSTAKA
viii
Mohammad, Yani. 2001. Proses Biodergaradasi Minyak Disel oleh Campuran
Bakteri Pendegradasi Hidrokarbon. Bogor : Institut Pertanian Bogor
Muhammad, Rijal. 2017. Isolasi Bakteri Pendegradasi Hidrokarbon Dari Limbah
MInyak Bumi PT Ollop Bulan. Bogor : IAIN Bogor
Mukhlishoh, I. 2012. Pengolahan Limbah B3 Bengkel Resmi Kendraan Bermotor
Roda Dua di Surabaya Pusat. ITP paper. Institus Sepulun Nopember,
Surabaya.
Philp, R. B. 1995. Environmental Hazards and Human Health. Lewis
Publishers, New York.
Raharjo, W. P. 2007. Pemanfaatan TEA (Three Ethyl Amin) dalam
Proses Penjernihan Oli Bekas Sebagai Bahan Bakar pada Peleburan
Alumunium. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi. 8(2): 166-184.
Rahajo, W. P. 2010. The Use of Oil With Petroleum Blanded as Fuel In Burner
Atomizing. Jurusan Teknik Mesin, Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Rolling, W. F., Milner, M. G., Jones, D. M., Lee, K., Daniel, F.,Swannell , R. J., dan
Head I. M. 2002. Robust Hydrocarbon Degradation and Dynamics of
Bacterial Communities during Nutrient Enhanced Oil Spill
Bioremediation. J. Appl. Environ. Microbiol. 68(11): 5537-5548.
Sumalidang, K. 1995. Lingkungan Pembangungan. Mutiara, Jakarta.
Sudarmanto .B Nugroho. 1998. Soil contaminated by petroleum hydrocarbon and
clean-up strategies for Unilever Plant Site Muara Angke. Undergraduate
thesis. ITB Bandung.
Sukirno. 2010.Kuliah Teknologi Pelumas 3. Departemen Teknik Kimia
Fakultas, Teknik Universitas Indonesia, Jakarta.
Speight, J. G. 1980. The Chemistry and Technology of Petroleum. Marcel
Dekker Inc., New York.
Susanto, V. 1973.Water Pollution. Correspondence – Course - Central, Jakarta.
Tortora, G. J., Funke, B. R. & Case, C. L., 2010, Microbiology an
introduction 10𝑡ℎ edition. Pearson edition, Inc., Publishing as Pearson
Benjamins Cummings, San Francisco, 1301 Sansome.
Udiharto, M., Rahayu, S. A. , Haris, A., dan Zulkifliani. 1995. Peran
Bakteri Dalam Degradasi Minyak dan Pemanfaatannya Dalam Penanggu
langan Minyak Buangan. Di dalam: Prosiding Diskusi Ilmiah VIII
PPPTMGB; Jakarta, 13-14 Juni 1995.
Udiharto, M. 2000. Hubungan Antar Tingkat Toksisitas dan Hidrokarbon Aromatik
yang Terkandung dalam Lumpur Pengeboran dan Bahan Dasarnya.
Lembar Publikasi Lemigas, Jakarta.
William, B. H. 1995. Organic Chemistry. Saunders College Publishing, USA.
ix
LAMPIRAN 1
x
Hasil Rata-rata Pengukuran akhir TPH
xi
LAMPIRAN 2
xii
Tabel F
xiii
LAMPIRAN 3
xiv
Dokumentasi Penelitian
xv