Anda di halaman 1dari 75

i

LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM TEKNIK LINGKUNGAN

Disusun Oleh :
Bunga Ajeng Triwahyuni NIM 171.01.1006
Astin Afifah NIM 171.01.1014
Muhammad Alwan Al Azhar NIM 171.01.1022
Sekar Puspawati NIM 171.01.7013

LABORATORIUM TEKNIK LINGKUNGAN I


JURUSAN TEKNIK LINFKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI AKPRIND
YOGYAKARTA
2019

i
ii

HALAMAN PENGESAHAN
PRAKTIKUM TEKNIK LINGKUNGAN

Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Mata Kuliah
Praktikum Teknik Lingkungan di Laboratorium Teknik Lingkungan I
Institut Sains dan Teknologi AKPRIND
Yoyakarta

Yogyakarta, 17 Mei 2019


Mengetahui,
Kepala Laboratorium Teknik Lingkungan

Hadi Prasetyo Suseno, S.T., M.Si., C.Ws


NIK. 83.1058.207 E

ii
iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat, nikmat, dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan
laporan Praktikum Teknik Lingkungan I dengan baik.
Laporan ini disusun berdasarkan hasil dari praktikum yang telah kami
laksanakan di Laboratorium Teknik Lingkungan I IST AKPRIND Yogyakarta
dengan bimbingan dan arahan dari laboran Teknik Lingkungan IST AKPRIND
Yogyakarta sehingga dapat menyelesaikan praktikum dengan baik. Tak lupa kami
ucapkan terimakasih kepada segala pihak yang turut berkontribusi dalam
praktikum maupun penyelesaian laporan ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi segala pihak yang membaca
laporan ini. Kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan yang ada dalam
laporan ini. Oleh sebab itu, kami mengharapakan kritik dan saran yang
membangun guna memperbaiki laporan ini untuk kedepannya.

iii
iv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………… i


HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………….. ii
KATA PENGANTAR ……………………………………………………….. iii
DAFTAR ISI ...……………………………………………………….. iv
MATA ACARA I PENGUJIAN TINGKAT PENCEMARAN PERAIRAN
DENGAN BIO INDIKATOR …................……………. 1
I.1. Tujuan…………………………………………............. 1
I.2. Dasar Teori………………………………………......... 1
I.3. Alat dan Bahan ………………………………………... 2
I.4. Cara Kerja ……………………………………….......... 3
I.5. Hasil dan Perhitungan ………………………………… 4
I.6. Pembahasan ………………………………………........ 22
I.7. Kesimpulan ………………………………………......... 27
MATA ACARA II PENGUJIAN KONDISI LINGKUNGAN KERJA .......... 29
II.1. Tujuan…………..……………................……............. 29
II.2. Dasar Teori………………………………………......... 29
II.3. Alat ................………………………………………... 31
II.4. Cara Kerja ……………………………………….......... 31
II.5. Hasil dan Perhitungan ………………………………… 32
II.6. Pembahasan ………………………………………........ 34
II.7. Kesimpulan ………………………………………......... 41
MATA ACARA III PENGAMBILAN SAMPEL DAN PENGUJIAN DI
LABORATORIUM......................................................... 42
III.1. Tujuaan………….……………................……............. 42
III.2. Dasar Teori………………………………………......... 42
III.3. Alat dan Bahan …………………….………………... 46
III.4. Cara Kerja ………………………………………......... 46
III.5. Hasil dan Perhitungan …………………….………… 49
III.6. Pembahasan ………………....…………………........ 52
III.7. Kesimpulan ……………………………………......... 61
MATA ACARA IV PENGOLAHAN LIMBAH CAIR SECARA KIMIA...... 62
IV.1. Tujuan…………...……………................……............. 62
IV.2. Dasar Teori………………………………………......... 62
IV.3. Alat dan Bahan …………………….………………... 63
IV.4. Cara Kerja ………………………………………........ 64
IV.5. Hasil dan Perhitungan …………….……….………… 65
IV.6. Pembahasan ………………....…………………........ 66

iv
v

IV.7. Kesimpulan ……………………………………......... 68


DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………
LAMPIRAN ……………………………………………………......................

v
1

MATA ACARA I
PENGUJIAN TINGKAT PENCEMARAN PERAIRAN
DENGAN BIO INDIKATOR

I.1. TUJUAN
Mahasiswa dapat melakukan pengujian Plankton dan Benthos untuk
mengetahui tingkat pencemaran suatu perairan.

II.2. DASAR TEORI


Plankton adalah jasad renik atau biota yang ada pada permukaan air
bergerak mengikuti aliran air. Plankton yang termasuk tumbuhan disebut
fitooplankton dan yang termasuk hewan disebut zooplankton. Phytoplankton
(bakteri dan alga) merupakan mikro plankton yang dapat berupa sel tunggal,
koloni atau benang. Sebagian besar phytoplankton dapat melakukan fotosintesis
dan merupakan sumber makanan bagi zooplankton dan jasad renik akuatik
lainnya.
Benthos adalah jasad renik yang hidup pada dasar perairan. Pada
pengambilan sampel benthos akan mendapatkan sampel air dan lumpur. Air
sampel yang didapat diperiksa untuk menentukan mikro benthos, sedangkan
lumpurnya diperiksa makro benthos. Pemeriksaan sampel plankton dan benthos
dilakukan dengan menggunakan alat mikroskop untuk mengetahui jenis dan
jumlah spesies yang berada pada perairan atau sampel yang diambil.
Perairan yang tercemar memiliki jenis biota akuatik yang lain dengan jenis
perairan yang belum tercemar. Sebagai gambaran perairan yang belum tercemar
seperti di puncak gunung memiliki banyak jenis plankton yang hidup di air bersih
namun, pada perairan yang tercemar banyak plankton yang mati sehingga hanya
akan dijumpai jenis plankton yang masih tahan dengan pengaruh pencemaran dan
biasanya telah terjadi perubahan fisiologis dan morfologis (tidak seperti pada
awalnya).

1
2

Hasil pemeriksaan plankton dan benthos akan dipakai untuk menentukan


derajat pencemaran suatu area dengan menggunakan Indeks Diversitas Shanon
Weiner.
ID = -∑ Pi ln Pi
Keterangan : ID = Indeks Diversitas

Pi =

Dari hasil pemeriksaan tersebut akan dapat dihitung Indeks Diversitas dari
populasi tersebut selanjutnya dari Indeks Diversitas tersebut dapatlah ditarik
kesimpulan apakah perairan tersebut tercemar berat atau ringan, dengan melihat
adanya indikator plankton dan benthos yang ada di perairan tersebut. Berikut
kriteria Indeks Diversitas kaitannya dengan tingkat pencemaran :
Tabel I.1. Kriteria Indeks Diversitas dengan Tingkat Pencemaran
NO DERAJAT PENCEMARAN INDEKS DIVERSITAS
1 Tercemar Berat < 1,0
2 Tercemar Sedang 1,0 – 1,5
3 Tercemar Ringan 1,5 – 2,0
4 Belum Tercemar > 2,0

I.3. ALAT DAN BAHAN


I.3.1. Alat
1. Planktonet
2. Gayung 1 liter
3. Botol tempat sampel
4. Pipet tetes
5. Preparat
6. Mikroskop
7. Label
8. Peterson dredge
9. Plastik

2
3

I.3.2. Bahan
1. Formalin
2. Akuades
3. Lugol

I.4. CARA KERJA


I.4.1 Plankton (Pengambilan dan Pemeriksanan)
1. Air sungai diambil dengan gayung sampai penuh (pengambilan dilakukan
berlawanan arah dengan arus air), lalu dimasukkan ke dalam planktonet.
Ketentuan pengambilan : Air sungai keruh = 5 – 10 kali
Air sungai sedang = 10 – 15 kali
Air sungai jernih = 15 – 25 kali
2. Botol sampling dilepas dari planktonet, lalu ditambahkan 5 tetes formlain
kemudian ditutup dan diberi label.
3. Sampel air diteteskan pada preparat hingga penuh, lelu preparat ditutup
dan diamati dengan mikroskop.

I.4.2. Benthos (Pengambilan dan Pemeriksanan)


1. Tali Peterson dredge dipegang lalu dilempar ke sungai, ditunggu beberapa
saat kemudian diangkat dengan cara ditarik talinya.
2. Pasir dimasukkan ke dalam plastic dan ditambahkan 5 tetes lugol, lalu
ditutup rapat dan diberi label.
3. Sampel pasir diencerkan dengan akuades agar organisme yang menepel di
pasir dapat lepas.
4. Air diteteskan pada preparat sampai penuh, lalu preparat ditutup dan
diamati dengan mikroskop.

3
4

I.5. HASIL DAN PERHITUNGAN


I.5.1. Hasil Plankton
I.5.1.1 Hasil Plankton Pada Titik 1
Tabel I.2. Hasil Plankton pada titik 1
No. Gambar Nama Latin Jumlah

1. Chlorella Vulgaris 3

2. Fish Larva 1

Pleurosigma
3. 4
Aestuarii

4. Rippenqualen 1

4
5

5. Daphina sp. 1

ID Plankton = -∑(Pi ln Pi)

= 1,4186

I.5.1.2. Hasil Plankton Pada Titik 2


Nama Kelumpok : Kelompok F
Waktu Pengamatan : 09.05 WIB
Titik Sanpel : Titik 2 ( di kali, setelah jembatan)
Perbesaran : 50x ( lima puluh kali )

Tabel I.3. Hasil Plankton pada titik 2


Jumlah
No Gambar Nama Pi
spesies

Neidium effiae
1 6 0,207
var.amphirynchus

2 Macrocyclops fuscus 1 0,034

5
6

3 Ceratium furca 1 0,034

4 Loxophylus hellus 3 0,103

Pre-zoea portunus
5 3 0,103
pelagicus

6 Oocyetis borgey 7 0,241

Camptocercus
7 2 0,069
rectirectris

8 Microselle norvegica 1 0,034

9 Eaglena disease 1 0,034

10 Nivicula gracillis 4 0,138

6
7

Jumlah 10

Perhitungan Plankton
Tabel I.4. Perhitungan Plankton titik 2
Jumlah
No Nama Pi ln Pi Pi ln Pi
spesies
Neidium effiae
1 6 0,207 -1,575 -0,326
var.amphirynchus
2 Macrocyclops fuscus 1 0,034 -3,381 -0,115
3 Ceratium furca 1 0,034 -3,381 -0,115
4 Loxophylus hellus 3 0,103 -2,273 -0,337
Pre-zoea portunus
5 3 0,103 -2,273 -0,337
pelagicus
6 Oocyetis borgey 7 0,241 -1,423 -0,343
Camptocercus
7 2 0,069 -2,674 -0,185
rectirectris
8 Microselle norvegica 1 0,034 -3,381 -0,115
9 Eaglena disease 1 0,034 -3,381 -0,115
10 Nivicula gracillis 4 0,138 -1,981 -0,273

Indeks Diversitas dari Plankton dan Bentos


ID = -∑(Pi ln Pi)
ID Plankton = 2,06

I.5.1.3. Hasil Plankton Pada Titik 3


Tabel. I.5. Hasil Plankton pada titik 3
NO GAMBAR NAMA LATIN JUMLAH Pi

1 Chaos diffluent 10 0.4347

Aphanizomenen
2 3 0,1803
Flos-Aquae

3 Phropyrosipan 1 0.04347

7
8

Natarial

Cosmarium
4 4 0.17391
Cycilium

Ganium
5 5 0.2174
Pectorale

Jumlah 23

ID

Pi =

ID Plankton = - [(0.4347 ln 0.4347) + (0.1304 ln 0.1304) + (0.04347 ln 0.04347)


+ (0.17391 ln 0.17391) + (0.2174 ln 0.2174)]
= 1.40035

I.5.1.4. Hasil Plankton Pada Titik 4


Tabel I.6. Hasil Plankton pada titik 4
Jumlah
No Gambar Nama Pi
spesies

Anabaena Oumiana
1 2 0,285
M. Watanabe

8
9

2 Staurodesmus 1 0,143

Surirella Elegans
3 1 0,143
Ehrenberg

4 Rhopalodia Gibba 1 0,143

5 Lacrymaria Olor 1 0,143

6 Oscillatoria 1 0,143

Jumlah 6

Perhitungan ID
Tabel I.7. Perhitungan ID pada titik 4
Jumlah
No Nama Pi ln Pi Pi ln Pi
spesies
Anabaena Oumiana
1 2 0,285 -1,25 -0,35
M. Watanabe
2 Staurodesmus 1 0,143 -1,94 -0,27
Surirella Elegans
3 1 0,143 -1,94 -0,27
Ehrenberg

9
10

4 Rhopalodia Gibba 1 0,143 -1,94 -0,27


5 Lacrymaria Olor 1 0,143 -1,94 -0,27
6 Oscillatoria 1 0,143 -1,94 -0,27
Indeks Diversitas dari Plankton dan Bentos
ID = -∑(Pi ln Pi)
ID Plankton = - ( 0.285 ln 0.285 + 0.143 ln 0.143 + 0.143 ln 0.143 +
0.143 ln 0.143 + 0.143 ln 0.143 + 0.143 ln 0.143 )
= 1,7

I.5.1.5. Hasil Plankton Pada Titik 5


Tabel I.8. Hasil Plankton Pada Titik 5
N
GAMBAR NAMA JUMLAH Pi
O

1 Deria Setingsen 1 0,091

Cloiteriopsie
2 Lengisenta Var 1 0,091
Tropia

3 Nitzchia Acleularis 2 0,182

4 Planktospinseria 4 0,364

5 Selerashum Gracile 1 0,091

10
11

Nicrastertas
6 1 0,091
Follaco

7 Nicrastertas Torregi 1 0,091

ID Plankton = -{(0,091 ln 0,091) + (0,091 ln 0,091) + (0,182 ln 0,182) + (0,364


ln 0,364) + (0,091 ln 0,091) + (0,091 ln 0,091)}
= -{-1,769}
= 1,769

I.5.1.6. HASIL PLANKTON PADA TITIK 6


Tabel I.9. Hasil Plankton Pada Titik 6
No. Gambar Nama Latin Jumlah

Melosira
1. 1
granulata

11
12

Aulacoseira
2. 1
granulata

Trebouria
3. 2
cladocera

4. Cyoctella menchin 1

5. Neidium affine 2

6. Rectangularis 2

12
13

 Plankton
ID = -∑(Pi ln Pi)

= 1,735

I.5.2. Hasil Benthos


I.5.2.1 Hasil Benthos Pada Titik 1
Tabel I.10. Hasil Benthos Pada Titik 1
No. Gambar Nama Latin Jumlah

Annabaenopsia
1. 4
Elenkinii

2. Nebella Collaris 1

Sphenoderia
3. 2
Zacnolopi

13
14

Acenthodiapco
Pucificus
4. Atau 1
A cope pad, A
tiny Crustacean

5. Rippenqualen 4

6. Brachionus sp. 1

7. Enchelyn Simplex 1

 Benthos
ID = -∑(Pi ln Pi)

14
15

= 1,7318

I.5.2.2. Hasil Benthos Pada Titik 2


Tabel I.11. Hasil Benthos Pada Titik 2
Jumlah
No Gambar Nama Pi
spesies

1 Hydrop sychidae 4 0,333

2 Nhzchle tyasensis 1 0,083

3 Maco setella gracillis 2 0,167

4 Arthospira jenneri 2 0,167

5 Stone flies 3 0,250

Jumlah

15
16

Perhitungan benthos

Tabel I.12. Perhitungan Benthos Pada Titik 2


Jumlah
No Nama Pi ln Pi Pi ln Pi
spesies
1 Urostyla trichagasty 4 0,333 -1,099 -0,366
Desmidium
2 1 0,083 -2,489 -0,207
aptoganus
3 Pleuroxus striatus 2 0,167 -1,789 -0,299
4 Atbertra typhyrina 2 0,167 -1,789 -0,299
5 Centropyxis ecornis 3 0,250 -1,386 -0,347
6 Hermalo vermiculare 4 0,333 -1,099 -0,366
7 Cryptamosoe erosa 1 0,083 -2,489 -0,207
8 Ileonema ciliata 2 0,167 -1789 -0,298
Indeks Diversitas dari Plankton dan Bentos
ID = -∑(Pi ln Pi)
ID Benthos = 1,53

I.5.2.3. Hasil Benthos Pada Titik 3


Tabel I.13. Hasil Benthos Pada Titik 3
NO GAMBAR NAMA LATIN JUMLAH Pi

Rotiver
1 18 0.72
Genescavenesing

Asplanochnopus
2 2 0.08
Rynale

Homalozoon
3 5 0.2
Vermiculare

16
17

Jumlah 25

ID

Pi =

ID Benthos
= - [(-0.237 -0.202058 -0.3219)]
= 0.8808

I.5.2.4. Hasil Benthos Pada Titik 4


Tabel I.14. Hasil Benthos Pada Titik 4
Jumlah
No Gambar Nama Pi
spesies

Closterium
1 1 0,2
Setaceum

Pleodorira
2 1 0,2
Culiyernica

Camptocercus
3 1 0,2
Rectirostris

Microsetella
4 1 0,2
Norvegica

17
18

5 Sphenoderia Lenta 1 0,2

Jumlah 5

Tabel I.15 Perhitungan Benthos Pada Titik 4


Jumlah
No Nama Pi ln Pi Pi ln Pi
spesies
1 Closterium Setaceum 1 0,2 -1,61 -0.32
Pleodorira
2 1 0,2 -1,61 -0.32
Culiyernica
Camptocercus
3 1 0,2 -1,61 -0.32
Rectirostris
Microsetella
4 1 0,2 -1,61 -0.32
Norvegica
5 Sphenoderia Lenta 1 0,2 -1,61 -0.32

Indeks Diversitas dari Plankton dan Bentos


ID = -∑(Pi ln Pi)
ID Benthos = - ( 0.2 ln 0,2 + 0.2 ln 0,2 + 0.2 ln 0,2 + 0.2 ln 0,2 +
0.2 ln 0,2)
= 1,6

I.5.2.5. Hasil Benthos Pada Titik 5


Tabel I.16. Hasil Benthos Pada Titik 5
NO GAMBAR NAMA JUMLAH Pi
1 Hetesamsatia 1 0,0625
Angulata

18
19

Nitzchhia
2 3 0,1875
Ryassensis

Nitzchia
3 3 0,1875
Actinssiroides

Tribenema
4 2 0,125
Berbycinum

Peridium
5 4 0,25
Paletina

6 Volvox Aureus 1 0,0625

7 Difflugia 1 0,0625
Oolonga

19
20

Nitzschia
8 1 0,0625
Acicularia

ID BENTHOS = -{(0,0625 ln 0,0625) + (0,1875 ln 0,1875) + (0,1875 ln


0,1875) + (0,125 ln 0,125) + (0,0625 ln 0,0625) + (0,0625
ln 0,0625) + (0,0625 ln 0,0625)}
= -{-1,927}
= 1,927

I.5.2.6. Hasil Benthos Pada Titik 6


Tabel I.17. Hasil Benthos Pada Titik 6
No. Gambar Nama Latin Jumlah

Camptocercus
1. 1
rectirostris

Basicladia
2. 4
chelonast

20
21

Euglena
3. 1
granulata

Paramecium
4. 1
trichocyst

Encentrum
5. 1
belluinum

6. Volvox auerus 1

21
22

 Benthos
ID = -∑(Pi ln Pi)

= 1,581

I.6. PEMBAHASAN
I.6.1. Pembahasan Plankton dan Benthos Pada Titik 1
Pada praktikum ini bertujuan untuk pengujian plankton dan benthos untuk
mengetahui tingkat pencemaran suatu perairan.
Berdasarkan hasil praktikum ini bertujuan megetahui tingkat tercemarnya
sungai dengan melakukan pengamatan Plankton dan Benthos yang ada dalam
sungai, sebagai indikator alami. Plankton yang merupakan jasad renik atau biota
yang ada pada permukaan perairan yang bergerak mengikuti aliran air, sedangkan
Benthos merupakan jasad renik atau biota yang ada pada dasar air. Penggunaan
bio indikator ini dikarenakan sifat Plankton dan Benthos yang rentan terhadap zat
kimia.
Pengambilan sampel Plankton dilakukan dengan mengambil air sungai
berlawanan dengan arus air sungai, 10-15 kali agar perbandingan sampel air keruh
dan jernih sama. Untuk air keruh cukup 5-10 kali, air jernih 15-25 kali. Semakin
jernih air semakin sedikit plankton dan Benthos karena bahan makanannya.
Namun, semakin tercemar suatu perairan maka semakin sedikit Plankton dan
Benthos-nya dikarenakan biota tersebut akan mati. Pengambilan sampel Benthos
dilakukan dengan mengeruk dasar perairan agar biota di dasar perairan dapat
terambil. Sampel Plankton yang sudah diambil kemudian diberi formalin, sampel
Benthos diberi lugol. Formalin dan lugol diberikan masing-masing sebanyak 5
tetes, penambahan senyawa tersebut berfungsi sebagai pengawet sampel agar
tidak rusak dan memudahkan praktikan ketika melakukan pengamatan dengan
mikroskop.

22
23

Hasil yang didapat setelah melakukan pengamatan berupa jumlah jenis


biota yang ada di perairan Sungai Code. Kemudian dilakukan perhitungan Indeks
Diversitas, ID pada sampel Plankton sebesar 1,4186 dan pada sampel Benthos
sebesar 1,7318. Hasil tersebut menandakan bahwa air permukaan pada titik 2
Sungai Code tercemar sedang, dan air pada dasar sungai tercemar ringan. Air
Sungai Code tersebut bisa tercemar karena ada beberapa pembuangan limbah cair
rumah tangga yang berada di sekitar sungai.

I.6.2. Pembahasan Plankton dan Benthos Pada Titik 2


Pada praktikum ini bertujuan untuk pengujian plankton dan benthos untuk
mengetahui tingkat pencemaran suatu perairan.
Berdasarkan hasil praktikum ini menunjukkan bahwa perairan kali code
masih memiliki banyak species yang tidak tercatat dalam pengamatan.Hal ini
dikarenakan ukuran dan bentuk pada plankton dan benthos abstrak sehingga
menyulitkan dalam pengamatan.
Dari hasil perhitungan ID plankton dan benthos ditemukan hasil akhirnya
ID plankton senilai 2,06 dan ID benthos senilai 1,53.

I.6.3. Pembahasan Plankton dn Benthos Pada Titik 3


Penyebab pencemaran di suatu perairan adalah karena ketersediaan nutrisi
di suatu perairan yang berupa nitrogen dan fosfor yang terakumulasi dalam suatu
perairan yang akan menyebabkan terjadinya ledakan populasi fitoplankton dan
proses ini akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi yang dapat menurunkan
kualitas perairan. Berdasarkan data yang diperoleh melalui pengambilan sampel di
3 titik sungai code untuk pengujian tingkat pencemaran perairan dengan bio-
indikator (plankton dan benthos) maka didapatkan data berupa table yang menjadi
kriteria penentuan derajat pencemaran suatu area dengan menggunakan Indeks
Diversitas Shanon Weiner. Kriteria yang dimaksud adalah Pi yaitu jumlah
mikroorganisme dalam spesies per jumlah mikroorganisme dalam populasi.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan ditemukan beberapa jenis
plankton yang dapat hidup di dalam perairan Sungai Code.

23
24

I.6.4. Pembahasan Plankton dan Benthos Pada Titik 4


Dari pengamatan yang telah dilakukan terhadap sempel yang didapatkan
dari lokasi Sungai Code tepatnya di titik 4 didapatkan hasil tingkat pencemaran
dengan bioindikator berupa Plankton dan Benthos. Kriteria pencemaran
ditentukan oleh nilai Indeks Diversitas berdasarkan jumlah Spesies
mikroorganisme dalam populasi didapatkan nilai ID Plankton sebesar 1,7 dari
hasil ini dapat diketahui bahwa dalam kategori Plankton masuk dalam kategori
tercemar ringan (1,5-2,0).
Pengamatan terhadap sempel didapatkan nilai ide sebesar 1,6 dari hasil
yang diketahui bahwa benthos juga masuk dalam kategori pencemaran ringan
(1,5-2,0), kita dapat melihat bahwa populasi plankton dan benthos tidak jauh
berbeda.
Pengambilan sempel Plankton dilakukan dengan cara mengambil sampel
air dengan berlawanan kemudian dituangkan Kedalam Planktonet yang sudah
terhubung dengan botol sampel, pengambilan sampel dilakukan sebanyak 15 kali
penuangan setelah didapatkan selanjutnya ditetesi formalin sebanyak 5 tetes untuk
mengawetkan mikroorganisme didalamnya. selanjutnya pengambilan sampel
benthos dilakukan dengan pengambilan sampel lumpur/tanah/pasir dengan alat
peterson dredge, lalu sampel dipisahkan dengan air yang terikut kemudian
dimasukkan ke dalam plastik sampel dan di tetesi 5 tetes lugol.
Dari hasil nilai ID untuk kategori Plankton maupun Benthos masuk ke
dalam kategori tercemar ringan dilihat juga dari kekeruhan air yang tidak begitu
kotor, pencemaran ringan ini mungkin disebabkan oleh sampah dari masyarakat
yang dibuang langsung ke sungai sama halnya saat pengambilan sampel terlihat
seseorang membuang sampah ke sungai atau kali code tersebut.

I.6.5. Pembahasan Plankton dan Benthos Pada Titik 5


Dari hasil praktium yang dilakukan oleh Kelompok C pada titik 5 pada
tanggal 29 Maret 2019, didapatkan sampel uji plankton dan benthos yang

24
25

digunakan untuk mengetahui tingkat pencemaran suatu perairan dengan bio


indikator.
Dalam pengambilan plankton dilakukan dengan pengambilan air secara
berlawanan arah dengan arus air lalu dimasukkan dalam planktonet. Diambil air
sebanyak 10 – 15 kali sebab air sungai dalam keaadaan kekeruhan sedang.
Kemudian langsung ditetesi dengan 5 tetes formalin guna mengawetkan plankton
untuk kemudian dapat di uji dengan mikroskop di laboratorium.
Sedangkan pengambilan benthos dilakukan menggunakan peterson
dregde. yang mana dilakukan pada dasar sungai sehingga diperoleh sampel berupa
air dan lumpur. Kemudian langsung ditetesi dengan lugol guna mengawetkan
benthos untuk kemudian dapat di uji dengan mikroskop di laboratorium.
Setelah dilakukan analisis uji sampel, didapatkan Plankton dengan 7
spesies berjumlah 11. Sedangkan benthos, didapatkan 8 spesies berjumlah 16.
Sehingga dapat diketahui ID (Indeks Diversitas) pada Plankton sebesar 1,769
sedangkan Benthos sebesar 1,927.
Dari hasil perhitungan ID pada plankton dan benthos dapat disimpulkan
berdasarkan Tabel I.1. Kriteria Indeks Diversitas bahwa perairan sungai Code
pada titik 5 termasuk dalam perairan tercemar ringan, dengan nilai berkisar antara
1,5 – 2,0.

I.6.6. Pembahasan Plankton dan Benthos Pada Titik 6


Pada praktikum ini bertujuan untuk pengujian plankton dan benthos untuk
mengetahui tingkat pencemaran suatu perairan.
Berdasarkan hasil praktikum ini menunjukkan bahwa perairan sungai code
masih memiliki banyak species yang tidak tercatat dalam pengamatan.Hal ini
dikarenakan ukuran dan bentuk pada plankton dan benthos abstrak sehingga
menyulitkan dalam pengamatan.
Terdapat beberapa benda kendala dalam melakukan praktikum dan
pengambilan data dalam pengisian laporan ini diantaranya ada beberapa sampah
yang ikut tersaring dan contoh gambar dan nama latin yang diberikan sulit
diamati.

25
26

Dari hasil perhitungan ID plankton dan benthos ditemukan hasil akhirnya


ID plankton senilai 1,735 dan ID benthos senilai 1,581.
Pada praktikum ini bertujuan untuk pengujian plankton dan benthos untuk
mengetahui tingkat pencemaran suatu perairan.
Berdasarkan hasil praktikum ini menunjukkan bahwa perairan Sungai
Code masih memiliki banyak spesies yang tidak tercatat dalam pengamatan. Hal
ini dikarenakan ukuran dan bentuk pada plankton dan benthos abstrak sehingga
menyulitkan dalam pengamatan.
Terdapat beberapa benda kendala dalam melakukan praktikum dan
pengambilan data dalam pengisian laporan ini diantaranya ada beberapa sampah
yang ikut tersaring dan contoh gambar dan nama latin yang diberikan sulit
diamati.
Dari hasil perhitungan ID Plankton dan Benthos ditemukan hasil akhirnya
ID plankton senilai 1,735 dan ID benthos senilai 1,581.

I.7. KESIMPULAN
1. Dari seluruh data diatas dapat disimpulkan bahwa setiap memiliki Indeks
Diversitas yang berbeda-beda baik untuk plankton maupun benthos. Hal
ini dapat dipengaruhi oleh dekat tidaknya titik tersebut dengan area
pembuangan sanitasi warga sekitar, juga pembuangan sampah yang sering
dilakukan warga sekitar ke sungai. Dapat dilihat melalui tabel berikut :
Tabel I.18 Nilai ID plankton dan benthos pada setiap titik
TITIK ID PLANKTON ID BENTHOS
1 1,4186 1,7318
2 2,06 1,53
3 1,40035 0,8808
4 1,7 1,6
5 1,769 1,927
6 1,735 1,581
2. Dari hasil ID plankton dan benthos tersebut, dapat diketahui juga nilai atau
tingkat pencemaran nya bermacam-macam. Ada yang termasuk dalam
tingkat pencemaran berat, ada juga yang termasuk dalam tingkat
pencemaran sedang, ringan, bahkan belum tercemar sama sekali. Namun,

26
27

apabila di rata-rata atau dilihat dari modus nilai ID Plankton dan Benthos
dapat dikatakan bahwa Sungai Code melalui titik 1 – 6 termasuk kedalam
tingkat pencemaran yang ringan. Dengan nilai kisaran ID 1,5 – 2,0. Meski
termasuk kedalam tingkat pencemaran ringan, sebaiknya harus tetap
menjaga Sungai Code ini dengan tidak membuang sampah ke sungai.

27
28

MATA ACARA II
PENGUJIAN KONDISI LINGKUNGAN KERJA

II.1. Tujuan
Mahasiswa dapat melakukan pengujian dan mampu menganalisa kondisi
lingkungan tempat kerja dengan melakukan pengukuran terhadap parameter
tertentu.

II.2. Dasar Teori


Lingkungan kerja merupakan salah satu faktor yang pengaruhnya cukup
dominan terhadap kinerja sumber daya manusia bahkan pengaruhnya tidak
terbatas pada kinerja saja melainkan dapat lebih jauh lagi, yaitu pada kesehatan
dan keselamatan tenaga kerja.
Kondisi lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat
melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Kesesuaian
lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama lebih jauh
lagi lingkungan–lingkungan kerja yang kurang baik dapat menuntut tenaga kerja
dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rancangan
sistem kerja yang efisien.
Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang
terdapat disekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi pegawai baik secara
langsung maupun tidak langsung. Adapun faktor–faktor yang mempengaruhi
lingkungan kerja fisik yaitu, temperature (suhu), pencahayaan, kebisingan, dan
lain–lain. Kondisi lingkungan kerja akan turut berpengaruh terhadap kinerja
operator atau praktikan dengan mempertimbangkan seluruh aspek lingkungan
kerja fisik yang memiliki potensi bahaya pada saat proses perancangan sistem
kerja beserta sistem pengendalian, maka kondisi–kondisi bahaya tersebut dapat
diantisipasi dan diberi tindakan–tindakan preventif lainnya. Lingkungan kerja
fisik dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu :

28
29

a. Lingkungan langsung
Berhubungan dengan pegawai seperti pusat kerja, kursi, meja, dan
sebagainya.
b. Lingkungan perantara atau lingkungan umum
Lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia misalnya
temperature (suhu), kelembapan, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan,
getaran mekanik, bau tidak sedap, warna dan lain–lain.
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor:
PER.13/MEN/X/2011 Tahun 2011 nilai ambang batas (NAB) adalah standar
faktor bahaya di tempat kerja sebagai kadar atau intensitas rata-rata tertimbang
waktu (time weighted average) yang dapat diterima tenaga kerja tanpa
mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari
untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Untuk dapat
memperkecil pengaruh lingkungan fisik terhadap karyawan, maka perlu dilakukan
pemantauan sebagai dasar memikirkan lingkungan fisik yang sesuai yang telah
dipersyaratkan.
Adapun baku mutu kondisi lingkungan kerja menurut Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1405/MENKES/SK/XI/2002, tentang
persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri untuk setiap
parameter yang diuji adalah sebagai berikut.

Tabel II.1. Baku mutu setiap parameter menurut MENKES


No. Parameter Satuan Lingkungan kerja
Perkantoran Industri
1. Kebisingan dB Max 85
2. Suhu ruangan oC 18 – 28 18 – 30
3. Kelembaban % 40 – 60 65 – 95
4. Pencahayaan Lux Min 100

29
30

Tabel II.2. Baku mutu intensitas cahaya di lingkungan industri


menurut MENKES
Tingkat
No. Jenis Kegiatan Pencahayaan Keterangan
min (Lux)
Ruang penyimpanan dan
peralatan/ instalasi yang
Pekerjaan kasar dan tidak
1. 100 memerlukan pekerjaan
terus-menerus
yang kontinyu.
Pekerjaan kasar dan terus- Pekerjaan dengan mesin
2. 200
menerus dan perakitan kasar.
R. administrasi, ruang
kontrol, pekerjaan mesin
3. Pekerjaan rutin 300
& perakitan.
Mengukir dengan
1500, tidak
tangan, pemeriksaan
menimbulkan
4. Pekerjaan amat halus pekerjaan mesin dan
bayangan
praktikan.
Pembuatan gambar atau
bekerja dengan mesin
kantor pekerja
5. Pekerjaan agak halus 500 pemeriksaan atau
pekerjaan dengan mesin.
Pemilihan warna,
pemprosesan tekstil,
6. Pekerjaan halus 1000 pekerjaan mesin halus &
perakitan halus
3000, tidak
Pemeriksaan pekerjaan,
7. Pekerjaan terinci menimbulkan
perakitan sangat halus
bayangan

II.3. Alat
1. Sound level meter
2. Thermohygrometer
3. Termometer
4. Lux meter

II.4. Cara Kerja


II.4.1. Pengukuran kebisingan
1. Battery dipasang dan sound level meter dihidupan dengan menggeser
tombol off ke fast.
2. Tombol range diarahkan pada skala yang dikehendaki.

30
31

Hi = 65-135 dB (A)
LO = 30-100 dB (A)
3. Pilih menu respon slow untuk suara yang monoton, contoh suara diesel
dan fast untuk suara impulsive contoh suara pukulan martil.
4. Hasil yang terbaca pada lay out dibaca dan dicatat.
5. Analisa data dengan membandingkan baku mutu yang ada.

II.4.2. Pengkuran kelembaban suhu


1. Diisi thermogydrometer untuk termometer wet (basah) dengan air sampai
sumbu terendam air.
2. Diletakkan termogydrometer pada tempat yang akan di pantau.
3. Ditunggu beberapa saat ±2 menit, dibaca skala yang ditunjukan.
4. Catat dan eveluasi hasil analisa.

II.4.3. Pengukuran Intensitas Cahaya


1. Tutup pelindung lux meter dibuka.
2. Lux meter diarahkan keatas.
3. Hasil yang terbaca pada lay out dicatat.
4. Dilakukan pemeriksaan pada 4 sudut ruangan dan bagian tengah.
5. Evaluasi hasil data.

II.5. Hasil
II.5.1. Hasil Kelompok C
Lokasi pengamatan I : Laboratorium Teknik Lingkungan
Waktu pengamatan : 10.00 WIB.

Tabel II.3. Hasil pengamatan di Laboratorium Teknik Lingkungan

No Parameter Satuan Hasil Pengamatan Keterangan


1. Kebisingan dB 65,68
2. Suhu Ruangan oC 33,60

31
32

3. Kelembaban % 73,30
4. Pencahayaan Lux 603,20 Jumlah
orang =

II.5.2. Hasil Kelompok A


Lokasi pengamatan : Lantai 1 ( bawah mushola )
Waktu pengamatan : 08.58 WIB.

Tabel II.4. Hasil pengamatan di Lantai Satu

No Parameter Satuan Hasil Pengamatan Keterangan


1. Kebisingan dB 51,34
2. Suhu Ruangan oC 32,4 Jumlah
3. Kelembaban % 77,9 orang =
4. Pencahayaan Lux 34,08 7 orang

II.5.3. Hasil Kelompok B


Lokasi pengamatan : Depan Mushola
Waktu pengamatan : 09.30 WIB.

Tabel II.5. Hasil pengamatan di Depan Mushola

No Parameter Satuan Hasil Pengamatan Keterangan


1. Kebisingan dB 53,72
2. Suhu Ruangan oC 33,4 Jumlah
3. Kelembaban % 74,8 orang =
4. Pencahayaan Lux 37 5 orang

II.5.4. Hasil Kelompok D


Lokasi pengamatan : Laboratorium Fisika
Waktu pengamatan : 09.51 WIB.

Tabel III.18. Hasil pengamatan di Laboratorium Fisika

No Parameter Satuan Hasil Pengamatan Keterangan


1. Kebisingan dB 57,88 Jumlah
2. Suhu Ruangan oC 28 orang =

32
33

3. Kelembaban % 73,3
4. Pencahayaan Lux 53,74 20 orang

II.5.5. Hasil Kelompok E


Lokasi pengamatan : Barat Parkiran Lantai 1
Waktu pengamatan : 08.09 WIB.

Tabel III.18. Hasil pengamatan di Barat Parkiran Lantai 1

No Parameter Satuan Hasil Pengamatan Keterangan


1. Kebisingan dB 57,94
2. Suhu Ruangan oC 32,2 Jumlah
3. Kelembaban % 78,9 orang =
4. Pencahayaan Lux 24,76 orang

II.5.6. Hasil Kelompok F


Lokasi pengamatan : Laboratorium Teknik Lingkungan 2
Waktu pengamatan : 09.00 WIB.

Tabel III.18. Hasil pengamatan di Laboratorium Teknik Lingkungan 2

No Parameter Satuan Hasil Pengamatan Keterangan


1. Kebisingan dB 56,8
2. Suhu Ruangan oC 30 Jumlah
3. Kelembaban % 70 orang =
4. Pencahayaan Lux 112,08 orang

II.6. Pembahasan
II.6.1. Pembahasan Kelompok C
Praktikum pengujian dan analisa lingkungan tempat kerja yang telah
dilaksanakan pada tanggal 5 April 2019. Praktikum ini dilaksanakan di
Laboratorium Teknik Lingkungan 1 dengan melakukan pengujian terhadap 4
parameter yaitu kebisingan, suhu ruangan, kelembapan dan pencahayaan.
Pengujian ini sangat penting dilakukan agar dapat mengetahui kondisi lingkungan
sekitar tempat kerja dan dapat membandingkan apakah sudah sesuai dengan baku
mutu yang sudah ada. Sehingga dapat memberikan lingkungan yang nyaman,

33
34

bersih dan aman. Pada pengujian tingkat kebisingan hasil yang di dapat sebesar
65,68 dB jika dibandingkan dengan baku mutu menurut Keputusan Menteri
Kesehatan Lingkungan Republik Indonesia No.1405/MENKES/SK/XI/2002
tentang pesyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri maksimal
nilai kebisingan 85 dB. Nilainya hampir mendekati karena terlalu dikarenakan
praktikum sedang berlangsung di tempat itu namun demikian masih dalam
memenuhi syarat baku mutu.
Pengujian parameter suhu yang di lakukan di Laboratorium Teknik
Lingkungan 1 menggunakan alat Thermometer suhu di tempat tersebut sebesar
33,60 oC. Menurut baku mutu yang ada Keputusan Menteri Kesehatan
Lingkungan Republik Indonesia No.1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang
pesyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri suhu optimal
sebesar 18-28 oC sehingga suhunya melebihi baku mutu, ini diakibatkan terlalu
banyak orang di dalam Laboratorium dan kurangnya pendingin ruangan.
Pada parameter kelembapan baku mutu berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Lingkungan Republik Indonesia No.1405/MENKES/SK/XI/2002
tentang pesyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri 65-95 %
nilai ambang batas untuk kelembapannya. Dari hasil pengujian nilai kelembapan
di Laboratorium Teknik Lingkungan 1 adalah 73,30 % sehingga masih dalam
termasuk kategori dalam baku mutu.
Pada parameter pengujian tinggat pencahayaan menggunakan alat LUX Meter
hasil yang di dapat dari pengujian di Laboratorium Teknik Lingkungan 1 adalah
603,02 lux. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Lingkungan Republik
Indonesia No.1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang pesyaratan kesehatan
lingkungan kerja perkantoran dan industri intensitas cahaya di ruang kerja
minimal 100 lux berdasarkan pengujian pencahayaan di Laboratorium Teknik
Lingkungan 1 sangat baik.
II.6.2. Pembahasan Kelompok A
Praktikum pengujian dan analisa lingkungan tempat kerja yang telah
dilaksanakan pada tanggal 5 April 2019. Praktikum ini dilaksanakan di Lantai 1
( bawah mushola ) dengan melakukan pengujian terhadap 4 parameter yaitu

34
35

kebisingan, suhu ruangan, kelembapan dan pencahayaan. Pengujian ini sangat


penting dilakukan agar dapat mengetahui kondisi lingkungan sekitar tempat
kerja. Pada pengujian tingkat kebisingan hasil yang di dapat sebesar 51,34 dB jika
dibandingkan dengan baku mutu menurut Keputusan Menteri Kesehatan
Lingkungan Republik Indonesia No.1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang
pesyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri maksimal nilai
kebisingan 85 dB. Sehingga masih dalam memenuhi syarat baku mutu.
Pengujian parameter suhu yang di lakukan di Lantai 1 ( bawah mushola )
menggunakan alat Thermometer suhu di tempat tersebut sebesar 32,4 oC.
Menurut baku mutu yang ada Keputusan Menteri Kesehatan Lingkungan
Republik Indonesia No.1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang pesyaratan kesehatan
lingkungan kerja perkantoran dan industri suhu optimal sebesar 18-28 oC.
Sehingga melebihi batas suhu pada baku mutu.
Pada parameter kelembapan baku mutu berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Lingkungan Republik Indonesia No.1405/MENKES/SK/XI/2002
tentang pesyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri 65-95 %
nilai ambang batas untuk kelembapannya. Dari hasil pengujian nilai kelembapan
di Lantai 1 ( bawah mushola ) adalah 77,9 % sehingga masih dalam termasuk
kategori dalam baku mutu.
Pada parameter pengujian tinggat pencahayaan menggunakan alat LUX
Meter hasil yang di dapat dari pengujian di Lantai 1 ( bawah mushola ) adalah
34,08 lux. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Lingkungan Republik
Indonesia No.1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang pesyaratan kesehatan
lingkungan kerja perkantoran dan industri intensitas cahaya di ruang kerja
minimal 100 lux berdasarkan pengujian pencahayaan di Lantai 1 (bawah mushola)
lumayan baik.

II.6.3. Pembahasan Kelompok B


Praktikum pengujian dan analisa lingkungan tempat kerja yang telah
dilaksanakan pada tanggal 5 April 2019. Praktikum ini dilaksanakan di Depan
Mushola dengan melakukan pengujian terhadap 4 parameter yaitu kebisingan,

35
36

suhu ruangan, kelembapan dan pencahayaan. Pengujian ini sangat penting


dilakukan agar dapat mengetahui kondisi lingkungan sekitar tempat kerja. Pada
pengujian tingkat kebisingan hasil yang di dapat sebesar 53,72 dB jika
dibandingkan dengan baku mutu menurut Keputusan Menteri Kesehatan
Lingkungan Republik Indonesia No.1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang
pesyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri maksimal nilai
kebisingan 85 dB. Sehingga masih dalam memenuhi syarat baku mutu.
Pengujian parameter suhu yang di lakukan di Depan Mushola
menggunakan alat Thermometer suhu di tempat tersebut sebesar 33,4 oC.
Menurut baku mutu yang ada Keputusan Menteri Kesehatan Lingkungan
Republik Indonesia No.1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang pesyaratan kesehatan
lingkungan kerja perkantoran dan industri suhu optimal sebesar 18-28 oC.
Sehingga melebihi batas suhu pada baku mutu.
Pada parameter kelembapan baku mutu berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Lingkungan Republik Indonesia No.1405/MENKES/SK/XI/2002
tentang pesyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri 65-95 %
nilai ambang batas untuk kelembapannya. Dari hasil pengujian nilai kelembapan
di Depan Mushola adalah 74,8 % sehingga masih dalam termasuk kategori dalam
baku mutu.
Pada parameter pengujian tinggat pencahayaan menggunakan alat LUX
Meter hasil yang di dapat dari pengujian di Depan Mushola adalah 37 lux.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Lingkungan Republik Indonesia
No.1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang pesyaratan kesehatan lingkungan kerja
perkantoran dan industri intensitas cahaya di ruang kerja minimal 100 lux
berdasarkan pengujian pencahayaan di Depan Mushola kurang baik.

II.6.4. Pembahasan Kelompok D


Praktikum pengujian dan analisa lingkungan tempat kerja yang telah
dilaksanakan pada tanggal 5 April 2019. Praktikum ini dilaksanakan di
Laboratorium Fisika dengan melakukan pengujian terhadap 4 parameter yaitu

36
37

kebisingan, suhu ruangan, kelembapan dan pencahayaan. Pengujian ini sangat


penting dilakukan agar dapat mengetahui kondisi lingkungan sekitar tempat
kerja. Pada pengujian tingkat kebisingan hasil yang di dapat sebesar 57,88 dB jika
dibandingkan dengan baku mutu menurut Keputusan Menteri Kesehatan
Lingkungan Republik Indonesia No.1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang
pesyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri maksimal nilai
kebisingan 85 dB. Sehingga masih dalam memenuhi syarat baku mutu.
Pengujian parameter suhu yang di lakukan di Laboratorium Fisika
menggunakan alat Thermometer suhu di tempat tersebut sebesar 28 oC. Menurut
baku mutu yang ada Keputusan Menteri Kesehatan Lingkungan Republik
Indonesia No.1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang pesyaratan kesehatan
lingkungan kerja perkantoran dan industri suhu optimal sebesar 18-28 oC.
Sehingga sudah sesuai dengan baku mutu.
Pada parameter kelembapan baku mutu berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Lingkungan Republik Indonesia No.1405/MENKES/SK/XI/2002
tentang pesyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri 65-95 %
nilai ambang batas untuk kelembapannya. Dari hasil pengujian nilai kelembapan
di Laboratorium Fisika adalah 73,3 % sehingga masih dalam termasuk kategori
dalam baku mutu.
Pada parameter pengujian tinggat pencahayaan menggunakan alat LUX
Meter hasil yang di dapat dari pengujian di Laboratorium Fisika adalah 53,74 lux.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Lingkungan Republik Indonesia
No.1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang pesyaratan kesehatan lingkungan kerja
perkantoran dan industri intensitas cahaya di ruang kerja minimal 100 lux
berdasarkan pengujian pencahayaan di Laboratorium Fisika kurang baik.

II.6.5. Pembahasan Kelompok E


Praktikum pengujian dan analisa lingkungan tempat kerja yang telah
dilaksanakan pada tanggal 5 April 2019. Praktikum ini dilaksanakan di Barat
Parkiran Lantai 1 dengan melakukan pengujian terhadap 4 parameter yaitu

37
38

kebisingan, suhu ruangan, kelembapan dan pencahayaan. Pengujian ini sangat


penting dilakukan agar dapat mengetahui kondisi lingkungan sekitar tempat
kerja. Pada pengujian tingkat kebisingan hasil yang di dapat sebesar 57,94 dB jika
dibandingkan dengan baku mutu menurut Keputusan Menteri Kesehatan
Lingkungan Republik Indonesia No.1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang
pesyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri maksimal nilai
kebisingan 85 dB. Sehingga masih dalam memenuhi syarat baku mutu.
Pengujian parameter suhu yang di lakukan di Barat Parkiran Lantai 1
menggunakan alat Thermometer suhu di tempat tersebut sebesar 32,2 oC.
Menurut baku mutu yang ada Keputusan Menteri Kesehatan Lingkungan
Republik Indonesia No.1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang pesyaratan kesehatan
lingkungan kerja perkantoran dan industri suhu optimal sebesar 18-28 oC.
Sehingga melebihi batas suhu pada baku mutu.
Pada parameter kelembapan baku mutu berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Lingkungan Republik Indonesia No.1405/MENKES/SK/XI/2002
tentang pesyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri 65-95 %
nilai ambang batas untuk kelembapannya. Dari hasil pengujian nilai kelembapan
di Barat Parkiran Lantai 1 adalah 78,9 % sehingga masih dalam termasuk kategori
dalam baku mutu.
Pada parameter pengujian tinggat pencahayaan menggunakan alat LUX
Meter hasil yang di dapat dari pengujian di Barat Parkiran Lantai 1 adalah 24,76
lux. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Lingkungan Republik Indonesia
No.1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang pesyaratan kesehatan lingkungan kerja
perkantoran dan industri intensitas cahaya di ruang kerja minimal 100 lux
berdasarkan pengujian pencahayaan di Barat Parkiran Lantai 1 sangat kurang
baik.

II.6.6. Pembahasan Kelompok F


Praktikum pengujian dan analisa lingkungan tempat kerja yang telah
dilaksanakan pada tanggal 5 April 2019. Praktikum ini dilaksanakan di
Laboratorium Teknik Lingkungan 2 dengan melakukan pengujian terhadap 4

38
39

parameter yaitu kebisingan, suhu ruangan, kelembapan dan pencahayaan.


Pengujian ini sangat penting dilakukan agar dapat mengetahui kondisi lingkungan
sekitar tempat kerja. Pada pengujian tingkat kebisingan hasil yang di dapat
sebesar 56,8 dB jika dibandingkan dengan baku mutu menurut Keputusan Menteri
Kesehatan Lingkungan Republik Indonesia No.1405/MENKES/SK/XI/2002
tentang pesyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri maksimal
nilai kebisingan 85 dB. Sehingga masih dalam memenuhi syarat baku mutu.
Pengujian parameter suhu yang di lakukan di Laboratorium Teknik
Lingkungan 2 menggunakan alat Thermometer suhu di tempat tersebut sebesar 30
oC. Menurut baku mutu yang ada Keputusan Menteri Kesehatan Lingkungan
Republik Indonesia No.1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang pesyaratan kesehatan
lingkungan kerja perkantoran dan industri suhu optimal sebesar 18-28 oC.
Sehingga sedikit melebihi batas suhu pada baku mutu.
Pada parameter kelembapan baku mutu berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Lingkungan Republik Indonesia No.1405/MENKES/SK/XI/2002
tentang pesyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri 65-95 %
nilai ambang batas untuk kelembapannya. Dari hasil pengujian nilai kelembapan
di Laboratorium Teknik Lingkungan 2 adalah 70 % sehingga masih dalam
termasuk kategori dalam baku mutu.
Pada parameter pengujian tinggat pencahayaan menggunakan alat LUX
Meter hasil yang di dapat dari pengujian di Laboratorium Teknik Lingkungan 2
adalah 112,08 lux. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Lingkungan
Republik Indonesia No.1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang pesyaratan kesehatan
lingkungan kerja perkantoran dan industri intensitas cahaya di ruang kerja
minimal 100 lux berdasarkan pengujian pencahayaan di Laboratorium Teknik
Lingkungan 2 sangat baik.

II.7. Kesimpulan
Dari hasil yang diperoleh untuk lokasi pengujian di Laboratorium Teknik
Lingkungan 1 dari pengujian 4 Parameter yang didapat :
1. Nilai kebisingan di Laboratorium Teknik Lingkungan 1 sebesar 65,68 dB.

39
40

2. Suhu ruangan di Laboratorium Teknik Lingkungan 1 adalah 33,60 oC.


3. Tingkat kelembapan di Laboratorium Teknik Lingkungan 1 adalah 73,30%.
4. Tingkat penchayaan di Laboratorium Teknik Lingkungan 1 adalah 603,30 lux.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Lingkungan Republik Indonesia
No.1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang pesyaratan kesehatan lingkungan kerja
perkantoran dan industri sebagian parameter telah sesuai dan memenuhi syarat
dengan baku mutu yang telah ada.

40
41

MATERI III
PENGAMBILAN SAMPEL DAN PENGUJIAN DI
LABORATORIUM

III.1. Tujuan
1. Mahasiswa dapat melakukan pengambilan sampel air bersih.
2. Mahasiswa dapat melakukan pengujian terhadap sampel di laboratorium
untuk parameter fisik dan kimia terbatas.

III.2. Dasar Teori


Parameter air yang harus dilakukan pemeriksaan langsung di lapangan
antara lain suhu, pH, bau, dan TDS. Hal ini disebabkan parameter tersebut mudah
sekali mengalami perubahan, untuk itu harus segera di analisa di tempat.
Suhu yang disebut temperature menunjukkan derajat panas benda.
Mudahnya, semakin tinggi suhu suatu benda, semakin panas benda tersebut.
Secara mikrokopis, suhu menunjukkan energi yang dimiliki oleh suatu benda.
Setiap atom dalam suatu benda masing-masing bergerak, baik itu dalam bentuk
perpindahan maupun gerakan di tempat berupa gerakan. Makin tingginya energi
atom-atom penyusun benda, makin tinggi suhu benda tersebut. Empat derajat suhu
atau satuan suhu yang paling dikenal adalah celcius, reamur, fahrenheit dan
kelvin. Secara kualitatif, kita dapat mengetahui bahwa suhu adalah sensasi dingin
atau hangatnya sebuah benda yang dirasakan ketika menyentuhnya. Secara
kuantitatif, kita dapat mengetahuinya dengan menggunakan termometer. Suhu
dapat diukur dengan menggunakan termometer yang berisi air raksa atau alkohol.
Standar pH untuk air bersih 6,5 – 8,5. Air yang pHnya <7 akan
menyebabkan rasa asam dan menyebabkan korosif, namun untuk pH air minum
kondisi basa >7 menyebabkan rasa air minum menjadi sepet. Alat yang
dipergunakan adalah pH meter, pH paper universal, water test kit.
Bau adalah sebuah sifat yang menempel pada sebuah benda yang
diakibatkan zat organik ataupun anorganik yang tercampur di dalam air, umumnya
dengan konsentrasi yang sangat rendah, yang manusia terima dengan indera
penciuman. Pengukuran bau bersifat subjektif dengan respon organoleptik.
TDS atau Total Dissolved Solids adalah “benda padat yang terlarut” yaitu
semua mineral, garam, logam, serta kation–anion yang terlarut di air. Termasuk

41
42

semua yang terlarut di luar molekul air murni (H 2O). Secara umum konsentrasi
benda–benda padat terlarut merupakan jumlah antara kation dan anion di dalam
air. TDS terukur dalam satuan Parts per million (ppm) atau perbandingan rasio
berat ion terhadap air. Alat untuk mengukur TDS disebut TDS Meter.

Tabel III.1. Kriteria dan nilai TDS

No. Kriteria Nilai TDS


1. Istimewa Kurang dari 300 mg/L
2. Baik 300 mg/L-600 mg/L
3. Cukup 600 mg/L-900 mg/L
4. Kurang baik 900 mg/L-1200 mg/L
5. Tidak baik Lebih dari 1200 mg/L

Parameter air yang dapat dilakukan pemeriksaan di laboratorium, antara lain:


Kekeruhan, Fe, Mn, dan Kesadahan.
1. Kekeruhan
Kekeruhan atau Turbidity adalah pengukuran transmisi cahaya di dalam air.
Koloid dan residu yang tersuspensi dalam air akan mempengaruhi kadar
kekeruhan. Adanya kekeruhan yang tinggi dalam air bersih, akan melindungi
mikroorganisme dari efek desinfeksi. Satuan untuk pemeriksaan kekeruhan adalah
NTU (Nephelometric Turbidity Unit). Alat yang digunakan untuk mengukur kadar
kekeruhan adalah turbidimeter.
2. Besi (Fe)
Unsur besi adalah salah satu unsur pencemar anorganik yang berupa logam
yang banyak ditemukan pada air bersih. Terdapatnya logam–logam dalam air
merupakan masalah yang serius, karena sifat racun yang dimiliki logam-logam
ini. Besi yang terlarut dalam air umumnya dalam bentuk ferri (Fe+++). Kadar besi
maksimal dalam air 0,3 mg/L apabila melebihi dapat menyebabkan noda pada
pakaian, peralatan plumbing, rasa yang tidak enak, dan akan membantu bakteri
besi (iron bacteria). Mikroorganisme ini mendapat energi dari oksidasi ferro
menjadi ferri menghasilkan lapisan lendir pada pipa–pipa. Namun besi dalam
jumlah yang kecil sangat dibutuhkan untuk tubuh.
3. Mangan (Mn)
Mangan adalah logam keras dan sangat rapuh. Sulit untuk mencair, tapi
mudah teroksidasi. Mangan adalah reaktif ketika murni, dan sebagai powder akan

42
43

membakar oksigen, bereaksi dengan air (itu berkarat seperti besi) dan larut dalam
asam encer. Senyawa mangan ada secara alami di lingkungan sebagai padatan
dalam tanah dan partikel kecil di dalam air. Partikel mangan di udara yang hadir
dalam partikel debu. Ini biasanya menetap ke bumi dalam beberapa hari. Manusia
meningkatkan konsentrasi mangan di udara oleh kegiatan industri dan melalui
pembakaran bahan bakar fosil.
4. Kesadahan
Kesadahan air didefinisikan sebagai konsentrasi total berbagai logam
divalent. Namun komponen yang paling dominan adalah Mg dan Ca. Kesadahan
air ditentukan dengan mengukur konsentrasi total kedua logam tersebut.
Kesadahan air dinyatakan dalam ukuran konsentrasi karbonat dalam satu juta
bagian air (parts per million, ppm) dengan menggunakan kalsium karbonat
sebagai konsentrasi umum yang mencakup semua kation logam divalent dalam
sampel. Penentuan kesadahan air sungai, air kran dan air minum dapat dilakukan
dengan mengukur konsentrasi kalsium dan magnesium secara spektrometik atau
dengan titrasi pembentukan kompleks. Pengukuran menggunakan instrumen akan
lebih effisien.

Tabel III.2. Hubungan konsentrasi CaCO3 dengan kesadahan air


Konsentrasi sebagai CaCO3 (ppm) Status Kesadahan
0-60 Kesadahan Rendah
60-120 Kesadahan Sedang
120-180 Kesadahan Tinggi
>180 Kesadahan Sangat Tinggi

Konsentrasi magnesium dan kalsium (logam yang kelimpahan paling tinggi


di dalam air) digunakan untuk menghitung kesadahan air. Metode analisa yang
digunakan untuk pengujian parameter mutu air adalah metode analisa yang sudah
tervalidasi atau terakreditasi. Klasifikasi Mutu Air dalam Peraturan ini ditetapkan
menjadi 4 (empat) kelas :
a. Air kelas satu
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.

43
44

b. Air kelas dua


Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.

c. Air kelas tiga


Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan
air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain
yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

d. Air kelas empat


Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.

III.3. Alat dan Bahan


III.3.1. Alat
1. Derigen
2. Erlenmeyer
3. Beaker glass
4. Pipet ukur
5. Ball pipet
6. TDS meter
7. Turbidimeter
8. Water test kit
9. Termometer
III.3.2. Bahan
1. Air sungai
2. Aquadest
3. Reagen Fe
4. Reagen Mn
5. pH stik

III.4. Cara Kerja


III.4.1. Pengujian suhu
1. Diambil sampel sesuai ketentuan saat praktikum berlangsung,
dimasukkan dalam beaker glass.
2. Dicelupkan termometer pada beaker glass.
3. Dipastikan tidak memegang pada badan termometer.
4. Ditunggu sekitar 5 menit, dan dicatat hasilnya.

44
45

III.4.2. Pengujian pH
1. Diambil sampel kira–kira 500 mL, dimasukkan dalam beaker glass.
2. Diambil 1 lembar pH paper, dicelupkan dalam sampel yang akan
dianalisa.
3. Diangkat pH paper, ditunggu sampai kering, kemudian dibandingkan
dengan warna standar.
4. Dibaca skala pada warna standar yang terdapat pada wadah pH paper.

III.4.3. Pengujian kekeruhan


1. Dihidupkan alat dan ditunggu 15 menit agar sinar cahaya pembacaan
stabil.
2. Switch batas (range) pengukuran 10, 100, 1000 diputar dan dipilih salah
satu di antaranya sesuai dengan standar (STS) yang digunakan.
3. Ditutup tempat pengukuran denfan penutup cell (cover). Ditempatkan
jarum berhimpit dengan nol. Jika belum nol, diputar switch standarize.
4. Ditempatkan standar (STS) yang dipilih sesuai dengan kondisi sampel
yang ada pada lubang pembancaan. Selanjutnya ditutup dengan cover.
Diputar standarize sampai angka menunjukkan angka kekeruhan yang
sama dengan angka kekeruhan yang ada pada standar.
5. Diambil sampel 25 mL, dimasukkan dalam kuvet. Standar yang ada
diganti dengan kuvet sampel, ditutup kembali dengan cover. Ditunggu
turbidimeter untuk membaca kekeruhan sampel sampai jarum relatif
tidak bergera. Dibaca dan dicatat kadar kekeruhan yang ditunjukkan oleh
jarum pembacaan.

III.4.4. Pengujian TDS


1. Diisi beaker glass dengan sampel yang diperiksa.
2. Dimasukkan probe electrode TDS meter pada larutan yang akan
diperiksa.
3. Ditekan tombol on dan selanjutnya ditekan tombol TDS pada skala yang
diinginkan.
4. Dicatat hasil yang nampak pada layar display.

III.4.5. Pengujian Fe
1. Dipasang disk color Fe pada body comparator.
2. Diambil 2 cuvet cell dan dibilas dengan sampel, selanjutnya salah satu
kuvet diisi dengan sampel.

45
46

3. Ditambahkan 1 forever reagen, digojok sampai tercampur merata


(homogen).
4. Dimasukkan preparat sampel tersebut ke dalam lubang pembacaan
sebelah kanan dan ditunggu waktu reaksi selama 3 menit.
5. Selanjutnya diisi cuvet cell yang satunya dengan 5 mL aquadest,
dimasukkan pada lubang pembacaan sebelah kiri (blanko).
6. Dibaca kadar Fe dengan cara mengarahkan komparator pada sumber
cahaya, diputar disk color pH sampai mendapatkan warna yang sama
antara preparat sampel dengan blanko.
7. Dilihat dan dicatat kandungan Fe, yang ditunjukkan pada lubang
pembacaan komparator.
III.4.6. Pengujian kesadahan
1. Diisi kuvet dengan sampel sampai penuh.
2. Dituangkan ke dalam botol titrasi.
3. Ditambahakan 3 tetes reagen hardness dan 1 tetes indikator ManVer.
4. Digojog hingga homogen, kemudian dititrasi dengan larutan titran sampai
berubah warna menjadi biru.
5. Dihitung beberapa tetes larutan titran yang dibutuhkan. (A tetes)
6. Rumus = A tetes × 17,1 = ...........mg/L

III.4.7. Pengujian mangan


1. Dihidupkan kolorimeter CN390.
2. Ditekan prog, kemudian ditekan 43, lalu enter.
3. Diisi kuvet dengan 10 mL sampel dan kuvet yang lain dengan 10 mL
aquadest, sebagai blanko.
4. Ditambahkan masing-masing 1 bungkus ampul, ke dalam kuvet sampel
dan kuvet blanko.
5. Ditambahkan 12 tetes reagen alkaline cyanide ke dalam masing-masing
kuvet.
6. Ditambahkan 12 tetes PAN indikator reagen ke dalam masing-masing
kuvet. Digojog hingga homogen.
7. Ditekan timer, kemudian enter.
8. Setelah waktu selesai, blanko dimasukkan ke dalam holder cell, jangan
lupa cover holder cell ditutup.
9. Ditekan zero sampai di layar muncul 0,000 mg/L Mn.
10. Dimasukkan sampel ke dalam holder cell dan ditutup.
11. Kemudian tekan read, lalu dicatat hasil yang muncul di layar.
III.5. Hasil
III.5.1. Hasil Pengamatan Titik 1
Nama Kelompok :D

46
47

Pukul : 08.30 WIB


Titik Sampel : 1 (Kaali Code)
Kondisi : Cuaca cerah, arus sungai sedang, dan arus
lumaayan deras.

Tabel III.3.Hasil Pemeriksaan Sampel dan Pengujian Sungai Code


No Parameter Sampel Baku Mutu
Insitu
± 3°C terhadap
1 Suhu 27°C suhu udara
2 TDS 1399 ppm 1000 ppm
3 Bau Tidakberbau Tidak berbau
4 pH 7 6 – 8,5
Eksitu
5 Kekeruhan 3,4 NTU
6 Kesadahan 85,5 mg/L
7 Fe 0,43 mg/L 0,3 mg/L
8 Mn 0,060 mg/L 0,1 mg/L

Perhitungan kesadahan
Rumus : 5 tetes x 17,1 = 85,5 mg/L
III.5.2. Hasil Pengamtan Titik 2
Nama Kelompok :C
Pukul : 08.30 WIB
Titik Sampel : 2 (Kaali Code)
Kondisi : Cuaca cerah, arus sungai sedang, dan arus
lumaayan deras.

Tabel III.4. Hasil pengamatan kualitas fisik dan kimia


No. Parameter Nilai Satuan
1. Suhu 27 oC
2. pH 6 -
3. Bau Tidak -
Berbau
4. TDS 137 Ppm
5. Fe 0,43 mg/L
6. Mn 0,073 mg/L
7. Kekeruhan 3 NTU
8. Kesadahan 68,4 mg/L

III.5.3. Hasil Pengamatan Titik 3

47
48

Nama Kelompok :F
Pukul : 08.30 WIB
Titik Sampel : 3 (Kaali Code)
Kondisi : Cuaca cerah, arus sungai sedang, dan arus
lumaayan deras.

Tabel III.5. Hasil pengamatan kualitas fisik dan kimia


No. Parameter Nilai Satuan
1. Suhu 26 oC
2. pH 6 -
3. Bau Tidak -
Berbau
4. TDS 139 Ppm
5. Fe 0,45 mg/L
6. Mn 0,056 mg/L
7. Kekeruhan 3,3 NTU
8. Kesadahan 85,5 mg/L

III.5.4. Hasil Pengamatan Titik 4


Nama Kelompok :A
Pukul : 08.30 WIB
Titik Sampel : 2 (Kaali Code)
Kondisi : Cuaca cerah, arus sungai sedang, dan arus
lumaayan deras.

Tabel III.6. Hasil pengamatan kualitas fisik dan kimia


No. Parameter Nilai Satuan
1. Suhu 28 oC
2. pH 6 -
3. Bau Tidak Sedap -
4. TDS 137 Ppm
5. Fe 0,40 mg/L
6. Mn 0,062 mg/L
7. Kekeruhan 3 NTU
8. Kesadahan 85,5 mg/L

III.5.5. Hasil Pengamatan Titik 5


Nama Kelompok :B
Pukul : 08.30 WIB
Titik Sampel : 5 (Kaali Code)

48
49

Kondisi : Cuaca cerah, arus sungai sedang, dan arus


lumaayan deras.

Tabel III.7. Hasil pengamatan kualitas fisik dan kimia


No Lokasi Parameter Satuan Nilai
1 Insitu Suhu oC 26
2 Bau - Amis / Anyir
3 pH - 6
4 TDS ppm 140
5 Eksitu Kekeruhan NTU 3,2
6 Fe mg/L 0,44
7 Kesadahan mg/L 68,4
8 Mn mg/L 0,064

III.5.7. Hasil pengamatan Titik 7


Nama kelompok :E
Waktu pengambilan sampel : 08.00 WIB
Titik pengambilan sampel : 6 SUNGAI COD
Kondisi : Cerah

Tabel III.8.Hasil Pemeriksaan Sampel dan Pengujian Sungai Code


No Parameter Sampel Baku Mutu
Insitu
± 3°C terhadap
1 Suhu 27°C suhu udara
2 TDS 140 ppm 1000 ppm
3 Bau Sedikit Berbau Tidak berbau
4 pH 6 6 – 8,5
Eksitu
5 Kekeruhan 0,3 NTU
6 Kesadahan 70,4 mg/L
7 Fe 0,41 mg/L 0,3 mg/L
8 Mn 0,074 mg/L 0,1 mg/L

III.6. Pembahasan
III.6.1. Pembahasan Pengamatan Titik 1
Dari percobaan dan pengambilan sampel yang dilakukan kelompok D
pada hari Jumat, 12 April 2019 di Sungai Code sebagai tempat pengambilan

49
50

sampel air yang nantinya akan diteliti pada laboratorium. Pengambilan data yang
kami lakukan pada lapangan secara langsung ( insitu ) berupa pH, Suhu, Total
Disolved Solids ( TDS ), Bau, sedangkan pada laboratorium kami mengambil data
untuk kekeruhan, kesadahan, Fe dan Mn. Pengambilan sampel ini bertujuan untuk
mengetahui kelas berapakah Sungai Code termasuk ketika dibandingkan dengan
baku mutu dari Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta no 20 tahun
2008 per tanggal 14 Agustus 2008.
Pada saat kami melakukan percobaan, kami mengambil sampel pada
pinggiran sungai yang seharusnya pada tengah aliran Sungai Code karena kami
tidak ingat bahwa sebenarnya pengambilan sampel yang baik adalah melalui
bagian tengah aliran sungai berada. Kami melakukan uji parameter pH
mendapatkan 7, suhu sebesar 27°C, Total Disolved Solids sebesar 1399 ppm dan
aroma yang tidak berbau airnya. Sedangkan pada laboratorium, kami melakukan
uji parameter kekeruhan dengan hasil 3,4 NTU, kesadahan melalui titrasi dan
perhitungan sebesar 85,5 mg/L, lalu Fe ( zatbesi ) sebesar 0,43 mg/L, dan Mn
( Mangan ) sebesar 0,060 mg/L.
Saat dibandingkan dengan baku mutu yang tersedia sebelumnya, air
Sungai Code memasuki kelas II, dimana air ini sedikit tercemar namun masih
dapat dikonsumsi secara konvensional karena zat Fe atau besi dalam air tidak
lebih dari baku mutu yang terdapat pada Peraturan Gubernur Daerah Istimewa
Yogyakarta no 20 tahun 2008 per tanggal 14 Agustus 2008 yaitu 5 mg/L dengan
hasil kami adalah 0,3 mg/L. Mungkin hasil percobaan kami tidak terlalu teliti
karena kami mengambil data sampel dari bibir sungai tidak di tengah sungai
Code.

III.6.2. Pembahasan Pengamatan Titik 2


Hasil pengamatan dan anaaalisaa maasing-masing parameter fisik dan
kimia jika dibandingkan dengaan baku mutu aair yang tercantum dalam Peraturan
Gubernur Provinsi DIY nomor 20 tahun 2008 sebaagai berikut :
1. Suhu
Berdasarkan hasil pemantauan parameter suhu, air kali code untuk titik 2
jika dibandingkan dengan baku mutu air berdasarkan PERGUB DIY nomor
20 tahun 2008 yaitu deviasi 3 dari keadaan alamiah (±3 oC terhadap suhu

50
51

udara), maka kondisi kualitas air sungai ditinjau dari parameter suhu masih
dalam batas baku mutu air. Suhu air memiliki pengaruh nyata terhadap proses
pertukaran metabolisme mahluk hidup. Peningkatan suhu mengakibatkan
kenaikan viskositas, reaksi kimia, evaporasi, votalisasi, dan penurunan
kelarutan gas dalam air misal gas O2, CO2, N2, CH4, dan lain–lain. Kisaran
suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah 20oC–30oC.
Sehingga suhu air di sungai kali code dapat dikatakan masih mendukung
dalam hal pertumbuhan fitoplankton. Perubahan suhu berpengaruh terhadap
proses fisika, kimia dan biologi badan air.

2. Bau
Berdasarkan hasil pemantauan kualitas fisik air sampel kali code dengan
menggunakan uji organoleptik, dalam segi bau menunjukkan hasil air kali
code tidak berbau. Untuk itu, air kali code memenuhi standar kelas I
(peruntukannya tidak dapat digunakan sebagai air baku air minum). Bau
merupakan petunjuk adanya pembusukan air limbah.

3. pH
Hasil pengukuran pH di kali code adalah 6. Apabila dibandingkan dengan
nilai pH sesuai baku mutu air berdasarkan PERGUB DIY nomor 20 tahun
2008, maka kondisi kualitas air kali code masih dalam batas baku mutu air
sesuai peruntukannya. Fluktasi nilai pH dipengaruhi oleh adanya buangan
limbah organik dan limbah anorganik ke sungai. Air normal yang memnuhi
syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH sekitar 6,5 – 7,5. Nilai pH yang
tidak tercemar biasanya mendekati netral (pH 7) dan memenuhi kehidupan
hampir semua organisme air.
4. TDS
Berdasarkan hasil pengukuran TDS (Total Dissolved Solid), air kali code
diperoleh nilai sebesar 137 ppm. Nilai tersebut termasuk dalam kategori
aman karena tidak melewati atau melampaui batas baku mutu yang telah
ditetapkan pada peraturan PERGUB DIY untuk masing–masing
peruntukannya. Penyebab utama terjadinya TDS adalah bahan anorganik

51
52

berupa ion–ion yang umum dijumpai di perairan, misalnya natrium (garam),


klorida, kalsium, magnesium, kalium, karbonat, bikarbonat, dan sulfat.

5. Mangan
Hasil pemeriksaan air kali code untuk kadar mangan diperoleh nilai
sebesar 0,073 mg/L. Nilai tersebut menandakan kondisi kualitas air kali code
masih dalam batas baku mutu air. Pada PERGUB DIY nomor 20 tahun 2008
dengan kondisi nilai mangan di bawah 0,1 mg/L, air dapat diperuntukan
sebagai air baku air minum. Sedangkan untuk kelas II, III, dan IV tidak ada
persyaratan khusus berapa mg kadar mangan yang terkandung dalam 1 liter
air.

6. Besi
Untuk hasil pengujian kadar besi pada titik 2 sebesar 0,43 mg/L. Sesuai
PERGUB DIY nomor 20 tahun 2008, air dapat diperuntukan sebagai air baku
air minum dengan kadar besi maksimal 0,3 mg/L dan untuk kelas II, III, dan
IV tidak ada persyaratan khusus. Diperolehnya hasil yang melebihi batas
baaku mutu ir minum dikaarenkan adanya buanggan limbaah orgaanik daan
anorganik.

7. Kekeruhan
Berdasarkan hasil pengujian pada titik 2 diperoleh nilai sebesar 3 NTU.
Nilai tersebut tidak melampaui batas baku mutu air kelas I, II, III dan IV
PERGUB DIY nomor 20 tahun 2008. Faktor yang mempengaruhi kekeruhan
yaitu benda–benda halus yang tersuspensikan (lumpur) jasad renik berupa
plankton, warna air yang ditimbulkan antara lain oleh zat–zat koloid berasal
dari daun–daun yang terekstrak. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan
terganggunya sistem osmoregulasi misalnya pernapasan dan daya lihat
organisme akuatik, serta dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air.

8. Kesadahan
Berdasarkan hasil pengujian pada kelompok C diperoleh nilai sebesar
68,4 mg/L.. Pada PERGUB DIY nomor 20 tahun 2008 tidak tercantum
parameter kesadahan. Namun dalam standar kualitas air minum DEPKES,
kadar kesadahan yang diperbolehkan adalah 75 mg/L–500mg/L (sebagai

52
53

CaCO3). Jika dibandingkan dengan hasil pengujian, maka nilai kesadahan


telah memenuhi baku mutu air.

III.6.3. Pembahasan Pengamatan Titik 3


Berdasarkan perbandingan hasil uji sampel air sungai kali code dengan
baku mutu peraturan gubernur no 20 tahun 2008 tanggal 14 tahun 2008 mengenai
baku mutu air di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta maka dapat diketahui
kualitas air sungai Code berdasarkan parameter pH kami mendapatkan pH 6,
sedangkan dalam baku mutu yaitu 6 – 8,5 maka pH dari sungai Code masih dalam
angka normal. Suhu kami mendapatkan 26°C dengan suhu udara sebesar 29°C
disimpulkan bahwa suhu sungai Code masih sesuai baku mutu.
Total Disolved Solids ( TDS ) dari hasil lapangan kami mendapatkan 139
ppm, sedangkan baku mutu adalah 1000 ppm. Maka disimpulkan air sungai Code
dapat dikatakan sangat baik. Aroma tidak berbau jadi disimpulkan sungai Code
aman dan sesusai baku mutu. Kekeruhan air sampel sungai Code dari hasil
laboratorium adalah 3,3 NTU dan baku mutu memiliki 5 NTU, maka kekeruhan
sungai Code masih dapat dikatakan memenuhi standar. Kesadahan dari hasil air
sampel sungai Code yang dianalisis di laboratorium mendapatkan hasil 85,5 mg/L
yang bila disbandingkan dengan baku mutu maka sungai Code masuk kategori
dengan kesadahan sedang.
Besi dari sampel air sungai Code adalah 0,43 mg/L. Sedangkan baku
mutunya adalah 0,3 mg/L, jadi dapat disimpulkan kandungan besinya melewati
standar baku mutu. Mangan( Mn ) dari hasil di lapangan diperoleh sebesar 0,056
mg/L sedangkan hasil baku mutu adalah sebesar 0,1 mg/L maka dapat
disimpulkan bahwa sungai Code masih aman atau dibawah baku mutu.
III.6.4. Pembahasan Pengamatan Titik 4
Praktikum pengambilan sampel air sungai code pada titik 4 ini dilakukan
pada pagi hari karena pada waktu tersebut banyak aktivitas warga yang dapat
mempengaruhi kualitas atau kondisi air sungai. Pengambilan sampel tidak boleh
sembarangan di semua bagian sungai, tetapi juga harus memperhatikan beberapa
aspek, salah satunya arus sungai. Hal ini bertujuan untuk memperoleh sampel
sungai yang diharapkan dapat mewakili sifat maupun kandungan zat yang ada di
sungai.Pengamatan lingkungan di sekitar juga harus dilakukan, karena jika

53
54

disekitar sungai banyak terdapat kegiatan masyarakat tentu akan lebih kotor jika
dibandingkan dengan kondisi air sungai yang berada di lingkungan hutan maupun
persawahan
Hasil pengamatan dan anaaalisaa maasing-masing parameter fisik dan
kimia jika dibandingkan dengaan baku mutu aair yang tercantum dalam Peraturan
Gubernur Provinsi DIY nomor 20 tahun 2008 sebaagai berikut :
1. Suhu
Berdasarkan hasil pemantauan parameter suhu, air kali code untuk titik 4
jika dibandingkan dengan baku mutu air berdasarkan PERGUB DIY nomor
20 tahun 2008 yaitu deviasi 3 dari keadaan alamiah (±3 oC terhadap suhu
udara), maka kondisi kualitas air sungai ditinjau dari parameter suhu masih
dalam batas baku mutu air. Suhu air memiliki pengaruh nyata terhadap proses
pertukaran metabolisme mahluk hidup. Peningkatan suhu mengakibatkan
kenaikan viskositas, reaksi kimia, evaporasi, votalisasi, dan penurunan
kelarutan gas dalam air misal gas O2, CO2, N2, CH4, dan lain–lain. Kisaran
suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah 20oC–30oC.
Sehingga suhu air di sungai kali code dapat dikatakan masih mendukung
dalam hal pertumbuhan fitoplankton. Perubahan suhu berpengaruh terhadap
proses fisika, kimia dan biologi badan air.

2. Bau
Berdasarkan hasil pemantauan kualitas fisik air sampel kali code dengan
menggunakan uji organoleptik, dalam segi bau menunjukkan hasil air kali
code tidak berbau. Untuk itu, air kali code memenuhi standar kelas I
(peruntukannya tidak dapat digunakan sebagai air baku air minum). Bau
merupakan petunjuk adanya pembusukan air limbah.

3. pH
Hasil pengukuran pH di kali code adalah 6. Apabila dibandingkan dengan
nilai pH sesuai baku mutu air berdasarkan PERGUB DIY nomor 20 tahun
2008, maka kondisi kualitas air kali code masih dalam batas baku mutu air
sesuai peruntukannya. Fluktasi nilai pH dipengaruhi oleh adanya buangan
limbah organik dan limbah anorganik ke sungai. Air normal yang memnuhi
syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH sekitar 6,5 – 7,5. Nilai pH yang

54
55

tidak tercemar biasanya mendekati netral (pH 7) dan memenuhi kehidupan


hampir semua organisme air.
4. TDS
Berdasarkan hasil pengukuran TDS (Total Dissolved Solid), air kali code
diperoleh nilai sebesar 137 ppm. Nilai tersebut termasuk dalam kategori
aman karena tidak melewati atau melampaui batas baku mutu yang telah
ditetapkan pada peraturan PERGUB DIY untuk masing–masing
peruntukannya. Penyebab utama terjadinya TDS adalah bahan anorganik
berupa ion–ion yang umum dijumpai di perairan, misalnya natrium (garam),
klorida, kalsium, magnesium, kalium, karbonat, bikarbonat, dan sulfat.

5. Mangan
Hasil pemeriksaan air kali code untuk kadar mangan diperoleh nilai
sebesar 0,062 mg/L. Nilai tersebut menandakan kondisi kualitas air kali code
masih dalam batas baku mutu air. Pada PERGUB DIY nomor 20 tahun 2008
dengan kondisi nilai mangan di bawah 0,1 mg/L, air dapat diperuntukan
sebagai air baku air minum. Sedangkan untuk kelas II, III, dan IV tidak ada
persyaratan khusus berapa mg kadar mangan yang terkandung dalam 1 liter
air.

6. Besi
Untuk hasil pengujian kadar besi pada titik 4 sebesar 0,40 mg/L. Sesuai
PERGUB DIY nomor 20 tahun 2008, air dapat diperuntukan sebagai air baku
air minum dengan kadar besi maksimal 0,3 mg/L dan untuk kelas II, III, dan
IV tidak ada persyaratan khusus. Diperolehnya hasil yang melebihi batas
baaku mutu ir minum dikaarenkan adanya buanggan limbaah orgaanik daan
anorganik.

7. Kekeruhan
Berdasarkan hasil pengujian pada titik 4 diperoleh nilai sebesar 3 NTU.
Nilai tersebut tidak melampaui batas baku mutu air kelas I, II, III dan IV
PERGUB DIY nomor 20 tahun 2008. Faktor yang mempengaruhi kekeruhan
yaitu benda–benda halus yang tersuspensikan (lumpur) jasad renik berupa
plankton, warna air yang ditimbulkan antara lain oleh zat–zat koloid berasal

55
56

dari daun–daun yang terekstrak. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan


terganggunya sistem osmoregulasi misalnya pernapasan dan daya lihat
organisme akuatik, serta dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air.

8. Kesadahan
Berdasarkan hasil pengujian pada kelompok C diperoleh nilai sebesar
85,5 mg/L.. Pada PERGUB DIY nomor 20 tahun 2008 tidak tercantum
parameter kesadahan. Namun dalam standar kualitas air minum DEPKES,
kadar kesadahan yang diperbolehkan adalah 75 mg/L–500mg/L (sebagai
CaCO3). Jika dibandingkan dengan hasil pengujian, maka nilai kesadahan
telah memenuhi baku mutu air.

III.6.5. Pembahasan Pengamatan Titik 5


Pengujuan insitu adalah pengujian langsung sampel untuk parameter fisik
dan kimia terbatas di lokasi tempat diambilnya sampel. Pada pengujian insitu hal-
hal yang diuji antara lain: Suhu, Bau, pH dan TDS. Untuk pengujian eksitu adalah
pengujian sampel untuk parameter fisik dan kimia terbatas di laboratorium. Pada
pengujian eksitu hal-hal yang diuji antara lain: Kekeruhan, Kesadahan dan
Kandungan Mn.
Dari praktikum yang telah dilakukan dan beberapa parameter yang telah
diuji dilapangan dan dilaboratorium dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan
mendeteksi apakah air dari tempat pengambilan sampel layak untuk digunakan
untuk kebutuhan sehari-hari. Dari hasil yang didapat dan baku mutu yang telah
ditetapkan dapat disimpulkan bahwa nantinya air bisa digunakan untuk apa.
Dari hasil yang diperoleh praktikan dan baku mutu yang ada maka dapat
kita bandingkan hasil yang ada untuk mengidentifikasi sampel air termasuk dalam
kelas apa. Untuk suhu diperoleh nilai sebesar 26 oC dimana deviasi dengan suhu
lingkungan tidak melebihi 3 sehingga masuk dalam seluruh kriteria kelas. Untuk
nilai pH didapat 6 yang masih termasuk dalam kelas I,II, dan III. Untuk kadar Mn
diperoleh nilai 0,064 mg/L. Untuk kadar Fe tidak dilakukan pengujian di
laboratorium. Untuk TDS diperoleh nilai 140 ppm bila dibandingkan dengan
Tabel baku mutu yang ada maka akan masuk dalam kelas I,II,III, dan IV. Namun,
bila dibandingkan dengan tabel kriteria TDS maka akantermasuk kedalam kriteria

56
57

istimewa. Untuk Kekeruhan diperoleh nilai 3,2 NTU, angka tersebut termasuk
nilai yang besar, karena dalam Permenkes Nomer $92 tahun 2010 batas maksimal
adalah 5 NTU. Untuk kesadahan diperoleh nilai 68,4 mg/L dan termasuk kelas III
dan IV, bila dibandingkan dengan tabel IV.2 maka termasuk dalam kriteria
kesadahan sedang. Untuk parameter terakhir, bau air yang agak amis menunjukan
air tidak termasuk dalam kelas I,II,III maupun IV.
III.6.6. Pembahasan Pengamatan Titik 6

Analisis kualitas air dilakukan untuk mengetahui kesesuaian air untuk


peruntukan tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air sesuai kelas
air. Berdasarkan peruntukannya, Sungai Code merupakan golongan air kelas II
yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertamanan, dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.

III.7. Kesimpulan
1. Mahasiswa dapat mengambil dan menguji sampel untuk parameter fisik
dan kimia.
2. Air kali code tergolong dalam kondisi baik jika dibandingkan dengan baku
air mutu dalam PERGUB nomor 20 tahun 2008.
3. Air kali code memenuhi ketentuan untuk kelas II,III,IV. Sedangkan untuk
kelas I, adanya kesadahan dan besi yang kurang memenuhi untuk baku air
minum.

57
58

MATA ACARA IV
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR SECARA KIMIA

IV.1. Tujuan
Mahasiswa dapat melakukan pengolahan air limbah secara fisik dan kimia.

IV.2. Dasar Teori


Metode pengolahan air limbah dilakukan sesuai dengan karakteristik
pencemar yang terkandung di dalamnya. Terdapat tiga proses dasar yang
digunakan dalam pengolahan air limbah, yaitu proses fisika, kimia, dan biologi.
Proses fisika digunakan untuk menyisihkan polutan yang berupa solid
(padatan). Proses ini melibatkan fenomena fisik seperti pengendapan maupun
pengapungan. Penyisihan padatan memanfaatkan berat jenis padatan. Jika berat
jenisnya lebih besar dari air, maka proses penyisihannya dilakukan melalui
pengendapan. Sebaliknya, jika berat jenisnya lebih rendah dari air, proses
penyisihan dilakukan melalui proses pengapungan.
Dalam proses kimia, pengolahan air limbah dilakukan dengan cara
menambahkan bahan-bahan kimia tertentu ke dalam air limbah untuk
menggabungkan atau mengikat partikel-partikel sehingga akhirnya memiliki
massa yang lebih besar. Partikel gabungan ini biasa disebut flok. Flok yang
terbentuk kemudian disishkan dari dalam air limbah melalui proses pengendapan.
Pengolahan air limbah dengan proses biologi memanfaatkan
mikroorganisme untuk mengkonsumsi polutan-polutan yang berupa zat organik.
Zat-zat organik ini merupakan makanan bagi mikroorganisme yang diperlukan
untuk pertumbumbuhan. Jenis pengolahan secara biologi dapat dibedakan
berdasarkan acara mikroorganisme tumbuh di dalam unit pengolahan limbah.
Cara tumbuh mikroorganisme dapat secara melekat (attached growth) maupun
tersuspensi (suspended growth). Mikroorganisme yang tumbuh secara melekat
akan menumbuhkan media sebagai tempat menempel. Media-media yang
ditumbuhi mikroba tersebut nantinya akan berfungsi sebagai filter untuk
menyaring polutan dari dalam air limbah.

58
59

Air limbah pada umumnya mengandung partikel tersuspensi, partikel


tersuspensi dalam air limbah dapat berupa partikel bebas dan koloid dengan
ukuran yang sangat kecil yang sulit terpisahkan/terendapkan seacara alami.

Fg
Fd

Fg
Gambar IV.1. Ilustrasi gaya dari partikel
Fg = gaya berat (gravity force)
Fb = gaya apung (bouyant force)
Fd = gaya seret (drag force)
Berdasarkan asas neraca gaya, suatu partikel akan mengendap jika : Fg>
Fb + Fd . Jika ditetapkan hukum Newton pada peristiwa tersebut maka :
gaya berat – gaya apung – gaya seret = gaya percepatan
Fg – Fb – Fd = mp.a

Untuk memperbesar gaya berat partikel maka masa partikel diperbesar


dengan menggabungkan partikel tersebut menggunakan bahan kimia sebagai
koagulan yang disebut proses koagulasi, ntuk menggabungkan inti flok yang
terbentuk setelah proses koagulasi dilanjutkan proses flokulasi.

IV.3. Alat dan Bahan


IV.3. 1. Alat
1. Derigen
2. Erlenmeyer
3. Beaker glass
4. Pipet ukur
5. Bowl pipet
6. Neraca Analitik
7. Magnetic stirer
8. Pengaduk rpm
9. Turbidimeter
IV.3.2. Bahan
1. Limbah cair

59
60

2. Tawas 10%
3. NaOH 5%
4. pH paper
5. Aquadest

IV.4. Cara Kerja


IV.4.1. Pembuatan Larutan Tawas 1%
1. Tawas ditimbang sebanyak 1 gram.
2. Tawas yang sudah ditimbang dilarutkan dengan 100 ml aquadest.
3. Digojok hungga homogen.
IV.4.2. Pembuatan Larutan NaOH 1%
1. NaOH ditimbang sebanyak 1 gram.
2. NaOH yang sudah ditimbang dilarutkan dengan 100 ml aquadest.
3. Digojok hingga homogen.
IV.4.3. Pemeriksaan Sample
Sampel yang akan diuji, dianalisis kadar kekeruhan dan di cek pH nya.
IV.4.4. Uji Jartest
1. Apabila ada percobaan menggunakan bahan koagulan asam contoh tawas,
sementara pH awal bersifat asam maka perlu dinetralisasi terlebih dahulu
dengan cara :
Sampel sebanyak 1000 ml diambil dan ditambahkan larutan NaOH 1%
sampai pH mencapai 10,0. Dicatat jumlah penambahan NaOH 1% tiap 1
liter limbah cair.
2. Untuk mengetahui jumlah penambahan koagulan tawas atau ferro sulfat
(tergantung jenis bahan koagulan dipergunakan) yang optimal dilakuak
uji Jartest dengan cara :
4 Erlenmeyer 500 ml diisi dengan masing-masing 250 ml limbah cair
yang telah dinetralisasi sampai pH menjadi 10. Selanjutnya ditambahkan
bahan koagulan larutan Tawas 1% atau Ferro Sulfat 1% berurutan dari 1
ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml. Selanjutnya dilakukan pengadukan cepat 500 rpm
selama 1 menit dan pengadukan lambat 100 rpm 5 menit selanjutnya
didiamkan untuk pengendapan flok selama 5 menit. Kenampakan hasil
yang paling jernih dilihat untuk memilih dosis yang optimal namun

60
61

apabila sulit membedakan dapat dilakukan pemeriksaan kekeruhan


dengan turbidimeter.

IV.4.5. Pengolahan Limbah


1. Bak Equalisasi diisi dengan limbah, dicatat volumenya.
2. NaOH 1% ditambahkan ke dalam bak agar pH 8-9 (Volume NaOH yang
ditambahkan, dapat diketahui dari jartest).
3. Tawas 1% ditambahkan ke dalam bak, sesuai dosis yang diperoleh dari
jartest.
4. Diaduk dengan cepat selama 1 menit dan diaduk lambat selama 5 menit.
5. Dibiarkan beberapa saat agar mengendap.
6. Kran outlet equalisasi dibuka dan dibiarkan mengalir.
7. Air outlet dianalisa kekeruhan, TDS, dan pHnya
IV.5. Hasil dan Perhitungan
Tabel IV.1. Pemeriksaan sampel
No. Parameter Nilai
1 Kekeruhan 4 NTU
2 pH 7
3 TDS 173 ppm

Kebutuhan NaOH tiap 1 liter limbah = 2 ml


Dosis optimal penambahan tawas tiap 250 ml limbah = 2 ml

Volume limbah = V tabung + V kerucut


= π r2 Ttabung + (1/3) π r2 Tkerucut
= 3,14 . (67,5 cm)2 . 70cm + (1/3) . 3,14 . (67,5cm)2 . 80cm
= 1001463,75 cm3 + 381510 cm3
= 1382,97375 dm3
≈ 1000 L

61
62

=2L

=8L

IV.2. Pemeriksaan akhir limbah


No Parameter Nilai Baku Mutu
1 Kekeruhan 2 NTU 7,2 NTU
2 pH 6 6,0 – 9,0
3 TDS 251 ppm 2000 ppm
*) baku mutu menurut Perda Yogyakarta khusus laboratorium teknik lingkungan

IV.6. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan pengolahan limbah cair secara kimia.
Limbah cair yang diolah merupakan limbah laboratorium kampus 3 IST
AKPRIND Yogyakarta. Pengolahan secara kimia digunakan senyawa kimia
berupa tawas sehingga limbah perlu dibasakan terlebih dahulu agar output dari
pengolahan limbah netral atau pada range netral.
Sampel limbah diambil dan diuji kadar kekeruhan, TDS, dan pHnya. Dari
pengamatan didapat kadar kekeruhan 4 NTU, pH 7, dan TDS 173 ppm. Pada
pembuatan NaOH 5% diambil 60 gram NaOH untuk dilarutkan dalam 1000 mL
aquadest, namun seharusnya dilarutkan dalam 1,2 L aquadest atau ditimbang 50
gram. Karena ditimbang 60 gram dan dilarutkan dalam 1000 mL aquadest, sesuai
perhitungan kadar NaOH yang dibuat sebesar 6%. Ini bisa terjadi karena mengacu
pada praktikum tahun lalu yang menimbang NaOH sebanyak 60 gram. Untuk
tawas sudah disediakan laboran dengan kadar 10%.
Pada uji jartest digunakan untuk mengetahui ataupun menentukan dosis
dari NaOH maupun tawas. Pada uji jartest ini NaOH ditambahkan sampai pH
sampel limbah 10, dan pada percobaan dibutuhkan 2 ml NaOH untuk 1000 mL air
limbah supaya limbah menjadi ber pH 10. Kemudian pada uji jartest untuk

62
63

mencari dosis optimum yaitu pada penambahan tawas sebanyak 2 ml dalam tiap
250 mL air limbah yang sudah ditambahkan NaOH sampai pH 10.
Pada pengolahan limbah ini, limbah yang akan diolah sebanyak
1382,97375 L. Namun dibulatkan menjadi 1000 L sehingga kebutuhan NaOH
yang harus ditambahkan sebanyak 2 L dan tawas yang harus ditambahkan
sebanyak 8 L berdasarkan perhitungan.
Setelah diberi perlakuan dengan IPAL di kampus 3 IST AKPRIND
Yogyakarta kemudian keluaran dari pengolahan limbah ini diuji kembali
kekeruhan, TDS dan pHnya. Dan didapat kekeruhan sebesar 2 NTU, pH 6, dan
TDS 251 ppm. Pada hasil akhir ini pH ternyata lebih rendah dari pH awal dan
TDS lebih tinggi dari TDS awal. Ini disebabkan pembulatan atau pendekatan dari
volume limbah yang diolah sehingga kebutuhan NaOH dan tawas menjadi kurang
tepat, pembualatan volume terlalu besar. Namun, jika mengacu pada standar atau
baku mutu parameter ini menunjukkan limbah keluar setelah diolah menunjukkan
baik karena masih dibawah ambang batas dari baku mutu limbah laboratorium.
Kendala yang dialami saat praktikum sempat bingung dengan pembuatan
NaOH 5% yang seharusnya ditimbang 50 gram menjadi 60 gram sehingga
konsentrasi NaOH yang dibuat sebesar 6%. Kemudian hasil dari TDS lebih besar
yang disebabkan penambahan flokulan dan koagulan yang kurang tepat,
disebabkan pembulatan dalam perhitungan volume limbah yang akan diolah
terlalu besar. Begitu pula dengan pH yang semakin turun.

IV.7. Kesimpulan
1. Kadar kekeruhan, pH, dan TDS limbah awal sebelum diolah secara
berurutan 4 NTU, 7, dan 173 ppm dan tidak melebihi baku mutu.
2. Kadar kekeruhan, pH, dan TDS limbah akhir setelah diolah secara
berurutan 2 NTU, 6, 251 ppm dan tidak melebihi baku mutu.
3. Limbah cair setelah diolah dapat dibuang kelingkungan karena memenuhi
persyaratan baku mutu limbah laboratorium.

63
64

DAFTAR PUSTAKA

Dian Wuri Astuti, et.al, “Gambaran Kadar Besi (Fe) Pada Air Minum Isi Ulang di
Kabupaten Sleman Yogyakarta”, Jurnal Kesehatan “Samodra Ilmu” Vol. 06
No. 02 Juli 2015, p.100
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Perairan Penerbit Kanisius, Yogyakarta
http://documents.tips/documents/makalah-ipal-sewon-bantul-yogyakarta.html,
diakses pada tanggal 30 April 2017, pukul 23.10 Nike Ika Nuzula, et.al,
“Perancangan dan Pembuatan Alat Ukur Kekeruhan Air”, Jurnal Sains dan
Seni Pomits Vol. 2, No.1, 2013, p.1 PERGUB DIY No. 20 Tahun 2008 Syahri
Ramadon, et.al , “Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik Terhadap
Produktivitas Kerja” , Jurnal Lingkungan Vol. 5 No. 3, April 2015, p. 87

64
65

LAMPIRAN

65
66

LAMPIRAN
PP DIY No. 20 tahun 2008

66
67

67
68

68
69

LAMPIRAN
GAMBAR IPAL

69
70

DOKUMENTASI

70

Anda mungkin juga menyukai