LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM TEKNIK LINGKUNGAN
Disusun Oleh :
Bunga Ajeng Triwahyuni NIM 171.01.1006
Astin Afifah NIM 171.01.1014
Muhammad Alwan Al Azhar NIM 171.01.1022
Sekar Puspawati NIM 171.01.7013
i
ii
HALAMAN PENGESAHAN
PRAKTIKUM TEKNIK LINGKUNGAN
Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Mata Kuliah
Praktikum Teknik Lingkungan di Laboratorium Teknik Lingkungan I
Institut Sains dan Teknologi AKPRIND
Yoyakarta
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat, nikmat, dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan
laporan Praktikum Teknik Lingkungan I dengan baik.
Laporan ini disusun berdasarkan hasil dari praktikum yang telah kami
laksanakan di Laboratorium Teknik Lingkungan I IST AKPRIND Yogyakarta
dengan bimbingan dan arahan dari laboran Teknik Lingkungan IST AKPRIND
Yogyakarta sehingga dapat menyelesaikan praktikum dengan baik. Tak lupa kami
ucapkan terimakasih kepada segala pihak yang turut berkontribusi dalam
praktikum maupun penyelesaian laporan ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi segala pihak yang membaca
laporan ini. Kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan yang ada dalam
laporan ini. Oleh sebab itu, kami mengharapakan kritik dan saran yang
membangun guna memperbaiki laporan ini untuk kedepannya.
iii
iv
DAFTAR ISI
iv
v
v
1
MATA ACARA I
PENGUJIAN TINGKAT PENCEMARAN PERAIRAN
DENGAN BIO INDIKATOR
I.1. TUJUAN
Mahasiswa dapat melakukan pengujian Plankton dan Benthos untuk
mengetahui tingkat pencemaran suatu perairan.
1
2
Pi =
Dari hasil pemeriksaan tersebut akan dapat dihitung Indeks Diversitas dari
populasi tersebut selanjutnya dari Indeks Diversitas tersebut dapatlah ditarik
kesimpulan apakah perairan tersebut tercemar berat atau ringan, dengan melihat
adanya indikator plankton dan benthos yang ada di perairan tersebut. Berikut
kriteria Indeks Diversitas kaitannya dengan tingkat pencemaran :
Tabel I.1. Kriteria Indeks Diversitas dengan Tingkat Pencemaran
NO DERAJAT PENCEMARAN INDEKS DIVERSITAS
1 Tercemar Berat < 1,0
2 Tercemar Sedang 1,0 – 1,5
3 Tercemar Ringan 1,5 – 2,0
4 Belum Tercemar > 2,0
2
3
I.3.2. Bahan
1. Formalin
2. Akuades
3. Lugol
3
4
1. Chlorella Vulgaris 3
2. Fish Larva 1
Pleurosigma
3. 4
Aestuarii
4. Rippenqualen 1
4
5
5. Daphina sp. 1
= 1,4186
Neidium effiae
1 6 0,207
var.amphirynchus
5
6
Pre-zoea portunus
5 3 0,103
pelagicus
Camptocercus
7 2 0,069
rectirectris
6
7
Jumlah 10
Perhitungan Plankton
Tabel I.4. Perhitungan Plankton titik 2
Jumlah
No Nama Pi ln Pi Pi ln Pi
spesies
Neidium effiae
1 6 0,207 -1,575 -0,326
var.amphirynchus
2 Macrocyclops fuscus 1 0,034 -3,381 -0,115
3 Ceratium furca 1 0,034 -3,381 -0,115
4 Loxophylus hellus 3 0,103 -2,273 -0,337
Pre-zoea portunus
5 3 0,103 -2,273 -0,337
pelagicus
6 Oocyetis borgey 7 0,241 -1,423 -0,343
Camptocercus
7 2 0,069 -2,674 -0,185
rectirectris
8 Microselle norvegica 1 0,034 -3,381 -0,115
9 Eaglena disease 1 0,034 -3,381 -0,115
10 Nivicula gracillis 4 0,138 -1,981 -0,273
Aphanizomenen
2 3 0,1803
Flos-Aquae
3 Phropyrosipan 1 0.04347
7
8
Natarial
Cosmarium
4 4 0.17391
Cycilium
Ganium
5 5 0.2174
Pectorale
Jumlah 23
ID
Pi =
Anabaena Oumiana
1 2 0,285
M. Watanabe
8
9
2 Staurodesmus 1 0,143
Surirella Elegans
3 1 0,143
Ehrenberg
6 Oscillatoria 1 0,143
Jumlah 6
Perhitungan ID
Tabel I.7. Perhitungan ID pada titik 4
Jumlah
No Nama Pi ln Pi Pi ln Pi
spesies
Anabaena Oumiana
1 2 0,285 -1,25 -0,35
M. Watanabe
2 Staurodesmus 1 0,143 -1,94 -0,27
Surirella Elegans
3 1 0,143 -1,94 -0,27
Ehrenberg
9
10
Cloiteriopsie
2 Lengisenta Var 1 0,091
Tropia
4 Planktospinseria 4 0,364
10
11
Nicrastertas
6 1 0,091
Follaco
Melosira
1. 1
granulata
11
12
Aulacoseira
2. 1
granulata
Trebouria
3. 2
cladocera
4. Cyoctella menchin 1
5. Neidium affine 2
6. Rectangularis 2
12
13
Plankton
ID = -∑(Pi ln Pi)
= 1,735
Annabaenopsia
1. 4
Elenkinii
2. Nebella Collaris 1
Sphenoderia
3. 2
Zacnolopi
13
14
Acenthodiapco
Pucificus
4. Atau 1
A cope pad, A
tiny Crustacean
5. Rippenqualen 4
6. Brachionus sp. 1
7. Enchelyn Simplex 1
Benthos
ID = -∑(Pi ln Pi)
14
15
= 1,7318
Jumlah
15
16
Perhitungan benthos
Rotiver
1 18 0.72
Genescavenesing
Asplanochnopus
2 2 0.08
Rynale
Homalozoon
3 5 0.2
Vermiculare
16
17
Jumlah 25
ID
Pi =
ID Benthos
= - [(-0.237 -0.202058 -0.3219)]
= 0.8808
Closterium
1 1 0,2
Setaceum
Pleodorira
2 1 0,2
Culiyernica
Camptocercus
3 1 0,2
Rectirostris
Microsetella
4 1 0,2
Norvegica
17
18
Jumlah 5
18
19
Nitzchhia
2 3 0,1875
Ryassensis
Nitzchia
3 3 0,1875
Actinssiroides
Tribenema
4 2 0,125
Berbycinum
Peridium
5 4 0,25
Paletina
7 Difflugia 1 0,0625
Oolonga
19
20
Nitzschia
8 1 0,0625
Acicularia
Camptocercus
1. 1
rectirostris
Basicladia
2. 4
chelonast
20
21
Euglena
3. 1
granulata
Paramecium
4. 1
trichocyst
Encentrum
5. 1
belluinum
6. Volvox auerus 1
21
22
Benthos
ID = -∑(Pi ln Pi)
= 1,581
I.6. PEMBAHASAN
I.6.1. Pembahasan Plankton dan Benthos Pada Titik 1
Pada praktikum ini bertujuan untuk pengujian plankton dan benthos untuk
mengetahui tingkat pencemaran suatu perairan.
Berdasarkan hasil praktikum ini bertujuan megetahui tingkat tercemarnya
sungai dengan melakukan pengamatan Plankton dan Benthos yang ada dalam
sungai, sebagai indikator alami. Plankton yang merupakan jasad renik atau biota
yang ada pada permukaan perairan yang bergerak mengikuti aliran air, sedangkan
Benthos merupakan jasad renik atau biota yang ada pada dasar air. Penggunaan
bio indikator ini dikarenakan sifat Plankton dan Benthos yang rentan terhadap zat
kimia.
Pengambilan sampel Plankton dilakukan dengan mengambil air sungai
berlawanan dengan arus air sungai, 10-15 kali agar perbandingan sampel air keruh
dan jernih sama. Untuk air keruh cukup 5-10 kali, air jernih 15-25 kali. Semakin
jernih air semakin sedikit plankton dan Benthos karena bahan makanannya.
Namun, semakin tercemar suatu perairan maka semakin sedikit Plankton dan
Benthos-nya dikarenakan biota tersebut akan mati. Pengambilan sampel Benthos
dilakukan dengan mengeruk dasar perairan agar biota di dasar perairan dapat
terambil. Sampel Plankton yang sudah diambil kemudian diberi formalin, sampel
Benthos diberi lugol. Formalin dan lugol diberikan masing-masing sebanyak 5
tetes, penambahan senyawa tersebut berfungsi sebagai pengawet sampel agar
tidak rusak dan memudahkan praktikan ketika melakukan pengamatan dengan
mikroskop.
22
23
23
24
24
25
25
26
I.7. KESIMPULAN
1. Dari seluruh data diatas dapat disimpulkan bahwa setiap memiliki Indeks
Diversitas yang berbeda-beda baik untuk plankton maupun benthos. Hal
ini dapat dipengaruhi oleh dekat tidaknya titik tersebut dengan area
pembuangan sanitasi warga sekitar, juga pembuangan sampah yang sering
dilakukan warga sekitar ke sungai. Dapat dilihat melalui tabel berikut :
Tabel I.18 Nilai ID plankton dan benthos pada setiap titik
TITIK ID PLANKTON ID BENTHOS
1 1,4186 1,7318
2 2,06 1,53
3 1,40035 0,8808
4 1,7 1,6
5 1,769 1,927
6 1,735 1,581
2. Dari hasil ID plankton dan benthos tersebut, dapat diketahui juga nilai atau
tingkat pencemaran nya bermacam-macam. Ada yang termasuk dalam
tingkat pencemaran berat, ada juga yang termasuk dalam tingkat
pencemaran sedang, ringan, bahkan belum tercemar sama sekali. Namun,
26
27
apabila di rata-rata atau dilihat dari modus nilai ID Plankton dan Benthos
dapat dikatakan bahwa Sungai Code melalui titik 1 – 6 termasuk kedalam
tingkat pencemaran yang ringan. Dengan nilai kisaran ID 1,5 – 2,0. Meski
termasuk kedalam tingkat pencemaran ringan, sebaiknya harus tetap
menjaga Sungai Code ini dengan tidak membuang sampah ke sungai.
27
28
MATA ACARA II
PENGUJIAN KONDISI LINGKUNGAN KERJA
II.1. Tujuan
Mahasiswa dapat melakukan pengujian dan mampu menganalisa kondisi
lingkungan tempat kerja dengan melakukan pengukuran terhadap parameter
tertentu.
28
29
a. Lingkungan langsung
Berhubungan dengan pegawai seperti pusat kerja, kursi, meja, dan
sebagainya.
b. Lingkungan perantara atau lingkungan umum
Lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia misalnya
temperature (suhu), kelembapan, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan,
getaran mekanik, bau tidak sedap, warna dan lain–lain.
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor:
PER.13/MEN/X/2011 Tahun 2011 nilai ambang batas (NAB) adalah standar
faktor bahaya di tempat kerja sebagai kadar atau intensitas rata-rata tertimbang
waktu (time weighted average) yang dapat diterima tenaga kerja tanpa
mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari
untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Untuk dapat
memperkecil pengaruh lingkungan fisik terhadap karyawan, maka perlu dilakukan
pemantauan sebagai dasar memikirkan lingkungan fisik yang sesuai yang telah
dipersyaratkan.
Adapun baku mutu kondisi lingkungan kerja menurut Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1405/MENKES/SK/XI/2002, tentang
persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri untuk setiap
parameter yang diuji adalah sebagai berikut.
29
30
II.3. Alat
1. Sound level meter
2. Thermohygrometer
3. Termometer
4. Lux meter
30
31
Hi = 65-135 dB (A)
LO = 30-100 dB (A)
3. Pilih menu respon slow untuk suara yang monoton, contoh suara diesel
dan fast untuk suara impulsive contoh suara pukulan martil.
4. Hasil yang terbaca pada lay out dibaca dan dicatat.
5. Analisa data dengan membandingkan baku mutu yang ada.
II.5. Hasil
II.5.1. Hasil Kelompok C
Lokasi pengamatan I : Laboratorium Teknik Lingkungan
Waktu pengamatan : 10.00 WIB.
31
32
3. Kelembaban % 73,30
4. Pencahayaan Lux 603,20 Jumlah
orang =
32
33
3. Kelembaban % 73,3
4. Pencahayaan Lux 53,74 20 orang
II.6. Pembahasan
II.6.1. Pembahasan Kelompok C
Praktikum pengujian dan analisa lingkungan tempat kerja yang telah
dilaksanakan pada tanggal 5 April 2019. Praktikum ini dilaksanakan di
Laboratorium Teknik Lingkungan 1 dengan melakukan pengujian terhadap 4
parameter yaitu kebisingan, suhu ruangan, kelembapan dan pencahayaan.
Pengujian ini sangat penting dilakukan agar dapat mengetahui kondisi lingkungan
sekitar tempat kerja dan dapat membandingkan apakah sudah sesuai dengan baku
mutu yang sudah ada. Sehingga dapat memberikan lingkungan yang nyaman,
33
34
bersih dan aman. Pada pengujian tingkat kebisingan hasil yang di dapat sebesar
65,68 dB jika dibandingkan dengan baku mutu menurut Keputusan Menteri
Kesehatan Lingkungan Republik Indonesia No.1405/MENKES/SK/XI/2002
tentang pesyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri maksimal
nilai kebisingan 85 dB. Nilainya hampir mendekati karena terlalu dikarenakan
praktikum sedang berlangsung di tempat itu namun demikian masih dalam
memenuhi syarat baku mutu.
Pengujian parameter suhu yang di lakukan di Laboratorium Teknik
Lingkungan 1 menggunakan alat Thermometer suhu di tempat tersebut sebesar
33,60 oC. Menurut baku mutu yang ada Keputusan Menteri Kesehatan
Lingkungan Republik Indonesia No.1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang
pesyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri suhu optimal
sebesar 18-28 oC sehingga suhunya melebihi baku mutu, ini diakibatkan terlalu
banyak orang di dalam Laboratorium dan kurangnya pendingin ruangan.
Pada parameter kelembapan baku mutu berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Lingkungan Republik Indonesia No.1405/MENKES/SK/XI/2002
tentang pesyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri 65-95 %
nilai ambang batas untuk kelembapannya. Dari hasil pengujian nilai kelembapan
di Laboratorium Teknik Lingkungan 1 adalah 73,30 % sehingga masih dalam
termasuk kategori dalam baku mutu.
Pada parameter pengujian tinggat pencahayaan menggunakan alat LUX Meter
hasil yang di dapat dari pengujian di Laboratorium Teknik Lingkungan 1 adalah
603,02 lux. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Lingkungan Republik
Indonesia No.1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang pesyaratan kesehatan
lingkungan kerja perkantoran dan industri intensitas cahaya di ruang kerja
minimal 100 lux berdasarkan pengujian pencahayaan di Laboratorium Teknik
Lingkungan 1 sangat baik.
II.6.2. Pembahasan Kelompok A
Praktikum pengujian dan analisa lingkungan tempat kerja yang telah
dilaksanakan pada tanggal 5 April 2019. Praktikum ini dilaksanakan di Lantai 1
( bawah mushola ) dengan melakukan pengujian terhadap 4 parameter yaitu
34
35
35
36
36
37
37
38
38
39
II.7. Kesimpulan
Dari hasil yang diperoleh untuk lokasi pengujian di Laboratorium Teknik
Lingkungan 1 dari pengujian 4 Parameter yang didapat :
1. Nilai kebisingan di Laboratorium Teknik Lingkungan 1 sebesar 65,68 dB.
39
40
40
41
MATERI III
PENGAMBILAN SAMPEL DAN PENGUJIAN DI
LABORATORIUM
III.1. Tujuan
1. Mahasiswa dapat melakukan pengambilan sampel air bersih.
2. Mahasiswa dapat melakukan pengujian terhadap sampel di laboratorium
untuk parameter fisik dan kimia terbatas.
41
42
semua yang terlarut di luar molekul air murni (H 2O). Secara umum konsentrasi
benda–benda padat terlarut merupakan jumlah antara kation dan anion di dalam
air. TDS terukur dalam satuan Parts per million (ppm) atau perbandingan rasio
berat ion terhadap air. Alat untuk mengukur TDS disebut TDS Meter.
42
43
membakar oksigen, bereaksi dengan air (itu berkarat seperti besi) dan larut dalam
asam encer. Senyawa mangan ada secara alami di lingkungan sebagai padatan
dalam tanah dan partikel kecil di dalam air. Partikel mangan di udara yang hadir
dalam partikel debu. Ini biasanya menetap ke bumi dalam beberapa hari. Manusia
meningkatkan konsentrasi mangan di udara oleh kegiatan industri dan melalui
pembakaran bahan bakar fosil.
4. Kesadahan
Kesadahan air didefinisikan sebagai konsentrasi total berbagai logam
divalent. Namun komponen yang paling dominan adalah Mg dan Ca. Kesadahan
air ditentukan dengan mengukur konsentrasi total kedua logam tersebut.
Kesadahan air dinyatakan dalam ukuran konsentrasi karbonat dalam satu juta
bagian air (parts per million, ppm) dengan menggunakan kalsium karbonat
sebagai konsentrasi umum yang mencakup semua kation logam divalent dalam
sampel. Penentuan kesadahan air sungai, air kran dan air minum dapat dilakukan
dengan mengukur konsentrasi kalsium dan magnesium secara spektrometik atau
dengan titrasi pembentukan kompleks. Pengukuran menggunakan instrumen akan
lebih effisien.
43
44
44
45
III.4.2. Pengujian pH
1. Diambil sampel kira–kira 500 mL, dimasukkan dalam beaker glass.
2. Diambil 1 lembar pH paper, dicelupkan dalam sampel yang akan
dianalisa.
3. Diangkat pH paper, ditunggu sampai kering, kemudian dibandingkan
dengan warna standar.
4. Dibaca skala pada warna standar yang terdapat pada wadah pH paper.
III.4.5. Pengujian Fe
1. Dipasang disk color Fe pada body comparator.
2. Diambil 2 cuvet cell dan dibilas dengan sampel, selanjutnya salah satu
kuvet diisi dengan sampel.
45
46
46
47
Perhitungan kesadahan
Rumus : 5 tetes x 17,1 = 85,5 mg/L
III.5.2. Hasil Pengamtan Titik 2
Nama Kelompok :C
Pukul : 08.30 WIB
Titik Sampel : 2 (Kaali Code)
Kondisi : Cuaca cerah, arus sungai sedang, dan arus
lumaayan deras.
47
48
Nama Kelompok :F
Pukul : 08.30 WIB
Titik Sampel : 3 (Kaali Code)
Kondisi : Cuaca cerah, arus sungai sedang, dan arus
lumaayan deras.
48
49
III.6. Pembahasan
III.6.1. Pembahasan Pengamatan Titik 1
Dari percobaan dan pengambilan sampel yang dilakukan kelompok D
pada hari Jumat, 12 April 2019 di Sungai Code sebagai tempat pengambilan
49
50
sampel air yang nantinya akan diteliti pada laboratorium. Pengambilan data yang
kami lakukan pada lapangan secara langsung ( insitu ) berupa pH, Suhu, Total
Disolved Solids ( TDS ), Bau, sedangkan pada laboratorium kami mengambil data
untuk kekeruhan, kesadahan, Fe dan Mn. Pengambilan sampel ini bertujuan untuk
mengetahui kelas berapakah Sungai Code termasuk ketika dibandingkan dengan
baku mutu dari Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta no 20 tahun
2008 per tanggal 14 Agustus 2008.
Pada saat kami melakukan percobaan, kami mengambil sampel pada
pinggiran sungai yang seharusnya pada tengah aliran Sungai Code karena kami
tidak ingat bahwa sebenarnya pengambilan sampel yang baik adalah melalui
bagian tengah aliran sungai berada. Kami melakukan uji parameter pH
mendapatkan 7, suhu sebesar 27°C, Total Disolved Solids sebesar 1399 ppm dan
aroma yang tidak berbau airnya. Sedangkan pada laboratorium, kami melakukan
uji parameter kekeruhan dengan hasil 3,4 NTU, kesadahan melalui titrasi dan
perhitungan sebesar 85,5 mg/L, lalu Fe ( zatbesi ) sebesar 0,43 mg/L, dan Mn
( Mangan ) sebesar 0,060 mg/L.
Saat dibandingkan dengan baku mutu yang tersedia sebelumnya, air
Sungai Code memasuki kelas II, dimana air ini sedikit tercemar namun masih
dapat dikonsumsi secara konvensional karena zat Fe atau besi dalam air tidak
lebih dari baku mutu yang terdapat pada Peraturan Gubernur Daerah Istimewa
Yogyakarta no 20 tahun 2008 per tanggal 14 Agustus 2008 yaitu 5 mg/L dengan
hasil kami adalah 0,3 mg/L. Mungkin hasil percobaan kami tidak terlalu teliti
karena kami mengambil data sampel dari bibir sungai tidak di tengah sungai
Code.
50
51
udara), maka kondisi kualitas air sungai ditinjau dari parameter suhu masih
dalam batas baku mutu air. Suhu air memiliki pengaruh nyata terhadap proses
pertukaran metabolisme mahluk hidup. Peningkatan suhu mengakibatkan
kenaikan viskositas, reaksi kimia, evaporasi, votalisasi, dan penurunan
kelarutan gas dalam air misal gas O2, CO2, N2, CH4, dan lain–lain. Kisaran
suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah 20oC–30oC.
Sehingga suhu air di sungai kali code dapat dikatakan masih mendukung
dalam hal pertumbuhan fitoplankton. Perubahan suhu berpengaruh terhadap
proses fisika, kimia dan biologi badan air.
2. Bau
Berdasarkan hasil pemantauan kualitas fisik air sampel kali code dengan
menggunakan uji organoleptik, dalam segi bau menunjukkan hasil air kali
code tidak berbau. Untuk itu, air kali code memenuhi standar kelas I
(peruntukannya tidak dapat digunakan sebagai air baku air minum). Bau
merupakan petunjuk adanya pembusukan air limbah.
3. pH
Hasil pengukuran pH di kali code adalah 6. Apabila dibandingkan dengan
nilai pH sesuai baku mutu air berdasarkan PERGUB DIY nomor 20 tahun
2008, maka kondisi kualitas air kali code masih dalam batas baku mutu air
sesuai peruntukannya. Fluktasi nilai pH dipengaruhi oleh adanya buangan
limbah organik dan limbah anorganik ke sungai. Air normal yang memnuhi
syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH sekitar 6,5 – 7,5. Nilai pH yang
tidak tercemar biasanya mendekati netral (pH 7) dan memenuhi kehidupan
hampir semua organisme air.
4. TDS
Berdasarkan hasil pengukuran TDS (Total Dissolved Solid), air kali code
diperoleh nilai sebesar 137 ppm. Nilai tersebut termasuk dalam kategori
aman karena tidak melewati atau melampaui batas baku mutu yang telah
ditetapkan pada peraturan PERGUB DIY untuk masing–masing
peruntukannya. Penyebab utama terjadinya TDS adalah bahan anorganik
51
52
5. Mangan
Hasil pemeriksaan air kali code untuk kadar mangan diperoleh nilai
sebesar 0,073 mg/L. Nilai tersebut menandakan kondisi kualitas air kali code
masih dalam batas baku mutu air. Pada PERGUB DIY nomor 20 tahun 2008
dengan kondisi nilai mangan di bawah 0,1 mg/L, air dapat diperuntukan
sebagai air baku air minum. Sedangkan untuk kelas II, III, dan IV tidak ada
persyaratan khusus berapa mg kadar mangan yang terkandung dalam 1 liter
air.
6. Besi
Untuk hasil pengujian kadar besi pada titik 2 sebesar 0,43 mg/L. Sesuai
PERGUB DIY nomor 20 tahun 2008, air dapat diperuntukan sebagai air baku
air minum dengan kadar besi maksimal 0,3 mg/L dan untuk kelas II, III, dan
IV tidak ada persyaratan khusus. Diperolehnya hasil yang melebihi batas
baaku mutu ir minum dikaarenkan adanya buanggan limbaah orgaanik daan
anorganik.
7. Kekeruhan
Berdasarkan hasil pengujian pada titik 2 diperoleh nilai sebesar 3 NTU.
Nilai tersebut tidak melampaui batas baku mutu air kelas I, II, III dan IV
PERGUB DIY nomor 20 tahun 2008. Faktor yang mempengaruhi kekeruhan
yaitu benda–benda halus yang tersuspensikan (lumpur) jasad renik berupa
plankton, warna air yang ditimbulkan antara lain oleh zat–zat koloid berasal
dari daun–daun yang terekstrak. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan
terganggunya sistem osmoregulasi misalnya pernapasan dan daya lihat
organisme akuatik, serta dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air.
8. Kesadahan
Berdasarkan hasil pengujian pada kelompok C diperoleh nilai sebesar
68,4 mg/L.. Pada PERGUB DIY nomor 20 tahun 2008 tidak tercantum
parameter kesadahan. Namun dalam standar kualitas air minum DEPKES,
kadar kesadahan yang diperbolehkan adalah 75 mg/L–500mg/L (sebagai
52
53
53
54
disekitar sungai banyak terdapat kegiatan masyarakat tentu akan lebih kotor jika
dibandingkan dengan kondisi air sungai yang berada di lingkungan hutan maupun
persawahan
Hasil pengamatan dan anaaalisaa maasing-masing parameter fisik dan
kimia jika dibandingkan dengaan baku mutu aair yang tercantum dalam Peraturan
Gubernur Provinsi DIY nomor 20 tahun 2008 sebaagai berikut :
1. Suhu
Berdasarkan hasil pemantauan parameter suhu, air kali code untuk titik 4
jika dibandingkan dengan baku mutu air berdasarkan PERGUB DIY nomor
20 tahun 2008 yaitu deviasi 3 dari keadaan alamiah (±3 oC terhadap suhu
udara), maka kondisi kualitas air sungai ditinjau dari parameter suhu masih
dalam batas baku mutu air. Suhu air memiliki pengaruh nyata terhadap proses
pertukaran metabolisme mahluk hidup. Peningkatan suhu mengakibatkan
kenaikan viskositas, reaksi kimia, evaporasi, votalisasi, dan penurunan
kelarutan gas dalam air misal gas O2, CO2, N2, CH4, dan lain–lain. Kisaran
suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah 20oC–30oC.
Sehingga suhu air di sungai kali code dapat dikatakan masih mendukung
dalam hal pertumbuhan fitoplankton. Perubahan suhu berpengaruh terhadap
proses fisika, kimia dan biologi badan air.
2. Bau
Berdasarkan hasil pemantauan kualitas fisik air sampel kali code dengan
menggunakan uji organoleptik, dalam segi bau menunjukkan hasil air kali
code tidak berbau. Untuk itu, air kali code memenuhi standar kelas I
(peruntukannya tidak dapat digunakan sebagai air baku air minum). Bau
merupakan petunjuk adanya pembusukan air limbah.
3. pH
Hasil pengukuran pH di kali code adalah 6. Apabila dibandingkan dengan
nilai pH sesuai baku mutu air berdasarkan PERGUB DIY nomor 20 tahun
2008, maka kondisi kualitas air kali code masih dalam batas baku mutu air
sesuai peruntukannya. Fluktasi nilai pH dipengaruhi oleh adanya buangan
limbah organik dan limbah anorganik ke sungai. Air normal yang memnuhi
syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH sekitar 6,5 – 7,5. Nilai pH yang
54
55
5. Mangan
Hasil pemeriksaan air kali code untuk kadar mangan diperoleh nilai
sebesar 0,062 mg/L. Nilai tersebut menandakan kondisi kualitas air kali code
masih dalam batas baku mutu air. Pada PERGUB DIY nomor 20 tahun 2008
dengan kondisi nilai mangan di bawah 0,1 mg/L, air dapat diperuntukan
sebagai air baku air minum. Sedangkan untuk kelas II, III, dan IV tidak ada
persyaratan khusus berapa mg kadar mangan yang terkandung dalam 1 liter
air.
6. Besi
Untuk hasil pengujian kadar besi pada titik 4 sebesar 0,40 mg/L. Sesuai
PERGUB DIY nomor 20 tahun 2008, air dapat diperuntukan sebagai air baku
air minum dengan kadar besi maksimal 0,3 mg/L dan untuk kelas II, III, dan
IV tidak ada persyaratan khusus. Diperolehnya hasil yang melebihi batas
baaku mutu ir minum dikaarenkan adanya buanggan limbaah orgaanik daan
anorganik.
7. Kekeruhan
Berdasarkan hasil pengujian pada titik 4 diperoleh nilai sebesar 3 NTU.
Nilai tersebut tidak melampaui batas baku mutu air kelas I, II, III dan IV
PERGUB DIY nomor 20 tahun 2008. Faktor yang mempengaruhi kekeruhan
yaitu benda–benda halus yang tersuspensikan (lumpur) jasad renik berupa
plankton, warna air yang ditimbulkan antara lain oleh zat–zat koloid berasal
55
56
8. Kesadahan
Berdasarkan hasil pengujian pada kelompok C diperoleh nilai sebesar
85,5 mg/L.. Pada PERGUB DIY nomor 20 tahun 2008 tidak tercantum
parameter kesadahan. Namun dalam standar kualitas air minum DEPKES,
kadar kesadahan yang diperbolehkan adalah 75 mg/L–500mg/L (sebagai
CaCO3). Jika dibandingkan dengan hasil pengujian, maka nilai kesadahan
telah memenuhi baku mutu air.
56
57
istimewa. Untuk Kekeruhan diperoleh nilai 3,2 NTU, angka tersebut termasuk
nilai yang besar, karena dalam Permenkes Nomer $92 tahun 2010 batas maksimal
adalah 5 NTU. Untuk kesadahan diperoleh nilai 68,4 mg/L dan termasuk kelas III
dan IV, bila dibandingkan dengan tabel IV.2 maka termasuk dalam kriteria
kesadahan sedang. Untuk parameter terakhir, bau air yang agak amis menunjukan
air tidak termasuk dalam kelas I,II,III maupun IV.
III.6.6. Pembahasan Pengamatan Titik 6
III.7. Kesimpulan
1. Mahasiswa dapat mengambil dan menguji sampel untuk parameter fisik
dan kimia.
2. Air kali code tergolong dalam kondisi baik jika dibandingkan dengan baku
air mutu dalam PERGUB nomor 20 tahun 2008.
3. Air kali code memenuhi ketentuan untuk kelas II,III,IV. Sedangkan untuk
kelas I, adanya kesadahan dan besi yang kurang memenuhi untuk baku air
minum.
57
58
MATA ACARA IV
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR SECARA KIMIA
IV.1. Tujuan
Mahasiswa dapat melakukan pengolahan air limbah secara fisik dan kimia.
58
59
Fg
Fd
Fg
Gambar IV.1. Ilustrasi gaya dari partikel
Fg = gaya berat (gravity force)
Fb = gaya apung (bouyant force)
Fd = gaya seret (drag force)
Berdasarkan asas neraca gaya, suatu partikel akan mengendap jika : Fg>
Fb + Fd . Jika ditetapkan hukum Newton pada peristiwa tersebut maka :
gaya berat – gaya apung – gaya seret = gaya percepatan
Fg – Fb – Fd = mp.a
59
60
2. Tawas 10%
3. NaOH 5%
4. pH paper
5. Aquadest
60
61
61
62
=2L
=8L
IV.6. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan pengolahan limbah cair secara kimia.
Limbah cair yang diolah merupakan limbah laboratorium kampus 3 IST
AKPRIND Yogyakarta. Pengolahan secara kimia digunakan senyawa kimia
berupa tawas sehingga limbah perlu dibasakan terlebih dahulu agar output dari
pengolahan limbah netral atau pada range netral.
Sampel limbah diambil dan diuji kadar kekeruhan, TDS, dan pHnya. Dari
pengamatan didapat kadar kekeruhan 4 NTU, pH 7, dan TDS 173 ppm. Pada
pembuatan NaOH 5% diambil 60 gram NaOH untuk dilarutkan dalam 1000 mL
aquadest, namun seharusnya dilarutkan dalam 1,2 L aquadest atau ditimbang 50
gram. Karena ditimbang 60 gram dan dilarutkan dalam 1000 mL aquadest, sesuai
perhitungan kadar NaOH yang dibuat sebesar 6%. Ini bisa terjadi karena mengacu
pada praktikum tahun lalu yang menimbang NaOH sebanyak 60 gram. Untuk
tawas sudah disediakan laboran dengan kadar 10%.
Pada uji jartest digunakan untuk mengetahui ataupun menentukan dosis
dari NaOH maupun tawas. Pada uji jartest ini NaOH ditambahkan sampai pH
sampel limbah 10, dan pada percobaan dibutuhkan 2 ml NaOH untuk 1000 mL air
limbah supaya limbah menjadi ber pH 10. Kemudian pada uji jartest untuk
62
63
mencari dosis optimum yaitu pada penambahan tawas sebanyak 2 ml dalam tiap
250 mL air limbah yang sudah ditambahkan NaOH sampai pH 10.
Pada pengolahan limbah ini, limbah yang akan diolah sebanyak
1382,97375 L. Namun dibulatkan menjadi 1000 L sehingga kebutuhan NaOH
yang harus ditambahkan sebanyak 2 L dan tawas yang harus ditambahkan
sebanyak 8 L berdasarkan perhitungan.
Setelah diberi perlakuan dengan IPAL di kampus 3 IST AKPRIND
Yogyakarta kemudian keluaran dari pengolahan limbah ini diuji kembali
kekeruhan, TDS dan pHnya. Dan didapat kekeruhan sebesar 2 NTU, pH 6, dan
TDS 251 ppm. Pada hasil akhir ini pH ternyata lebih rendah dari pH awal dan
TDS lebih tinggi dari TDS awal. Ini disebabkan pembulatan atau pendekatan dari
volume limbah yang diolah sehingga kebutuhan NaOH dan tawas menjadi kurang
tepat, pembualatan volume terlalu besar. Namun, jika mengacu pada standar atau
baku mutu parameter ini menunjukkan limbah keluar setelah diolah menunjukkan
baik karena masih dibawah ambang batas dari baku mutu limbah laboratorium.
Kendala yang dialami saat praktikum sempat bingung dengan pembuatan
NaOH 5% yang seharusnya ditimbang 50 gram menjadi 60 gram sehingga
konsentrasi NaOH yang dibuat sebesar 6%. Kemudian hasil dari TDS lebih besar
yang disebabkan penambahan flokulan dan koagulan yang kurang tepat,
disebabkan pembulatan dalam perhitungan volume limbah yang akan diolah
terlalu besar. Begitu pula dengan pH yang semakin turun.
IV.7. Kesimpulan
1. Kadar kekeruhan, pH, dan TDS limbah awal sebelum diolah secara
berurutan 4 NTU, 7, dan 173 ppm dan tidak melebihi baku mutu.
2. Kadar kekeruhan, pH, dan TDS limbah akhir setelah diolah secara
berurutan 2 NTU, 6, 251 ppm dan tidak melebihi baku mutu.
3. Limbah cair setelah diolah dapat dibuang kelingkungan karena memenuhi
persyaratan baku mutu limbah laboratorium.
63
64
DAFTAR PUSTAKA
Dian Wuri Astuti, et.al, “Gambaran Kadar Besi (Fe) Pada Air Minum Isi Ulang di
Kabupaten Sleman Yogyakarta”, Jurnal Kesehatan “Samodra Ilmu” Vol. 06
No. 02 Juli 2015, p.100
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Perairan Penerbit Kanisius, Yogyakarta
http://documents.tips/documents/makalah-ipal-sewon-bantul-yogyakarta.html,
diakses pada tanggal 30 April 2017, pukul 23.10 Nike Ika Nuzula, et.al,
“Perancangan dan Pembuatan Alat Ukur Kekeruhan Air”, Jurnal Sains dan
Seni Pomits Vol. 2, No.1, 2013, p.1 PERGUB DIY No. 20 Tahun 2008 Syahri
Ramadon, et.al , “Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik Terhadap
Produktivitas Kerja” , Jurnal Lingkungan Vol. 5 No. 3, April 2015, p. 87
64
65
LAMPIRAN
65
66
LAMPIRAN
PP DIY No. 20 tahun 2008
66
67
67
68
68
69
LAMPIRAN
GAMBAR IPAL
69
70
DOKUMENTASI
70