Anda di halaman 1dari 86

FITOREMEDIASI LIMBAH CAIR DOMESTIK

MENGGUNAKAN GENJER (Limnocharis flava) DENGAN


SISTEM HIDROPONIK RAKIT APUNG

TUGAS AKHIR

Diajukan Oleh:

FARINA ZAHRA
NIM. 170702017
Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi
Program Studi Teknik Lingkungan

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
BANDA ACEH
2022 M / 1443 H
ABSTRAK

Nama : Farina Zahra


NIM : 170702017
Program Studi : Teknik Lingkungan
Fakultas : Sains dan Teknologi
Judul Skripsi : Fitoremediasi Limbah Cair Domestik Menggunakan
Genjer (Limnocharis flava) dengan Sistem Hidroponik
Rakit Apung
Tanggal Sidang : Kamis, 6 Januari 2022
Pembimbing I : Dr. Abd Mujahid Hamdan, M.Sc.
Pembimbing II : Muslich Hidayat, M.Si.
Kata Kunci : Fitoremediasi, Limnocharis flava, Hidroponik rakit apung
Air limbah domestik merupakan limbah berasal dari bekas cucian sabun, deterjen
dan kakus yang dibuang langsung ke drainase sehingga dapat terjadi pencemaran
air hingga berwarna kecoklatan serta berbau busuk. Fitoremediasi menggunakan
sistem hidroponik rakit apung dianggap dapat digunakan dalam pengolahan limbah
domestik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas Limnocharis flava
pada penggunaan aerasi dan tidak menggunakan aerasi serta pengaruh lama waktu
penggunaan aerasi dan tidak menggunakan aerasi dalam menetralkan pH dan
menurunkan kadar BOD, COD, TSS, kekeruhan serta DO dalam limbah cair
domestik dengan sistem hidroponik rakit apung. Hasil analisis perlakuan
menggunakan aerasi mampu menurunkan nilai BOD dengan persentase efektivitas
sebesar 96,09%, COD sebesar 79,27%, TSS sebesar 99,49%, kekeruhan sebesar
94,83%, nilai pH dari 9 menjadi 7,2 dan nilai DO dari 4,2 mg/L menjadi 8,5 mg/L.
Sedangkan pada perlakuan tidak menggunakan aerasi, mampu menurunkan nilai
BOD dengan persentase efektivitas sebesar 97,68%, COD sebesar 77,87%, TSS
sebesar 97,98%, kekeruhan sebesar 90,94%, nilai pH dari 9 menjadi 7,4 dan nilai
DO dari 4,2 mg/L menjadi 7,7 mg/L. Lama waktu tinggal perlakuan menggunakan
aerasi berpengaruh terhadap penurunan parameter pH, COD, kekeruhan dan DO.
Lama waktu tinggal perlakuan tidak menggunakan aerasi juga berpengaruh
terhadap penurunan parameter pH, COD, TSS, kekeruhan dan DO. Sementara itu,
lama waktu tinggal perlakuan menggunakan aerasi tidak berpengaruh terhadap
penurunan parameter BOD dan TSS. Lama waktu tinggal perlakuan tidak
menggunakan aerasi juga tidak berpengaruh terhadap penurunan parameter BOD.

iv
ABSTRACT

Name : Farina Zahra


NIM : 170702017
Department : Environmental Engineering
Faculty : Science and Technology
Thesis Title : Domestic Liquid Waste Phytoremediation Using Genjer
(Limnocharis flava) With Floating Raft Hydroponic
System
Thesis Defence Date : Thursday, 6 January 2022
Supervisor I : Dr. Abd Mujahid Hamdan, M.Sc.
Supervisor II : Muslich Hidayat, M.Si.
Keyword : Phytoremediation, Limnocharis flava, Floating raft
hydroponics
Domestic wastewater is waste that comes from used soap, detergents and latrines
that are directly into the drainage causing water pollution which turn its colour to
brown and smells bad. Phytoremediation using floating raft hydroponic system is
considered to be used in domestic waste treatment. This study aimed to determine
the effectiveness of Limnocharis flava on the use of aeration and without the use of
aeration and the effect of the length of time using aeration and without using
aeration on neutralizing pH and reducing BOD, COD, TSS, turbidity and DO levels
in domestic wastewater using a floating raft hydroponic system. The results showed
that the treatment using aeration has been able to reduce BOD value with an
effectiveness percentage of 96.09%, COD of 79.27%, TSS of 99.49%, turbidity of
94.83%, pH value from 9 to 7.2 and DO value from 4.2 mg/L to 8.5 mg/L. While
the treatment without using aeration, it was able to reduce BOD value with an
effectiveness percentage of 97.68%, COD of 77.87%, TSS of 97.98%, turbidity of
90.94%, pH value from 9 to 7.4 and DO value from 4.2 mg/L to 7.7 mg/L. The
length of stay of treatment using aeration has an effect on decreasing the parameters
of pH, COD, turbidity and DO. The length of stay of the treatment without using
aeration also affected the decrease in the parameters of pH, COD, TSS, turbidity
and DO. Meanwhile, the length of stay of treatment using aeration did not affect
the decrease in BOD and TSS parameters. The length of stay of the treatment
without using aeration also did not affect the decrease in BOD parameters.

v
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT yang telah melimpahkan segala
karunianya yang tidak terhingga, khususnya nikmat Iman dan Islam, yang dengan
keduanya diperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Sholawat dan Salam semoga
selalu tercurah kepada Baginda Nabi Muhammad SAW, dan atas keluarga dan
sahabat beliau serta orang-orang yang mengikuti jejak langkah mereka itu hingga
akhir zaman.
Dengan mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT, tugas akhir dengan
judul “Fitoremediasi Limbah Cair Domestik Menggunakan Genjer (Limnocharis
flava) Dengan Sistem Hidroponik Rakit Apung” telah dapat penulis selesaikan.
Tugas Akhir ini disusun untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Teknik
Lingkungan, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry
Banda Aceh. Tugas akhir ini terselesaikan tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak sehingga penyelesaian tugas akhir dapat dengan lancar. Maka dari itu, penulis
mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Orang tua yang telah memberikan motivasi, semangat, dan doa kepada penulis
2. Dr. Eng. Nur Aida, M.Si., selaku Kepala Program Studi Teknik Lingkungan
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh.
3. Husnawati Yahya, M.Sc., selaku koordinator tugas akhir Program Studi
Teknik Lingkungan Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh.
4. Dr. Abd Mujahid Hamdan, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing I yang telah
banyak membantu dan membimbing penulis dalam menyelesaikan tugas akhir.
5. Muslich Hidayat, M.Si., selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak
membantu dan membimbing penulis dalam menyelesaikan tugas akhir.
6. Ilham Zulfahmi, M.Si., selaku Dosen Penguji I yang telah memberi saran dan
arahan yang dapat membangun dalam penulisan tugas akhir.
7. Aulia Rohendi, M.Sc., selaku Dosen Penguji II yang telah memberi saran dan
arahan yang dapat membangun dalam penulisan tugas akhir.
8. Ir. Yeggi Darnas, M.T., selaku Penasehat Akademik yang telah memberi
arahan dan dukungan selama masa perkuliahan.

vi
9. Arief Rahman, M.T., selaku Kepala Laboratorium Multifungsi Program Studi
Teknik Lingkungan Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh.
10. Idariani dan Nurul Huda, S.Pd., yang telah membantu dalam proses
administrasi dan penelitian.
11. Bustami, S.P., selaku guru yang telah membimbing serta membantu saat
penelitian.
12. Seluruh dosen Program Studi Teknik Lingkungan yang telah mengajarkan
banyak ilmu selama masa perkuliahan.
13. Teman-teman seperjuangan yang telah banyak membantu penyelesaian tugas
akhir ini yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.
Akhir kata, penulis berdoa semoga segala bantuan yang telah diberikan oleh
semua pihak mendapat ridha dan balasan dari Allah SWT. Terlepas dari itu penulis
menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam tugas akhir ini baik dari segi
penulisan maupun isi. Semoga penelitian ini bermanfaat untuk para pembaca serta
pengembangan ilmu untuk di masa yang akan datang.
Aceh Besar, 22 Desember 2021
Penulis,

Farina Zahra

vii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR .............................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR ........................ iii
ABSTRAK ...................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x
DAFTAR TABEL........................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1


1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 3
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 4
1.5 Batasan Penelitian............................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 5


2.1 Limbah Cair Domestik ..................................................................... 5
2.2 Fitoremediasi .................................................................................... 7
2.3 Sistem Hidroponik ............................................................................ 8
2.4 Tanaman Genjer (Limnocharis flava)............................................... 9

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 12


3.1 Metode Penelitian ............................................................................. 12
3.2 Tahapan dan Alur Penelitian ............................................................ 12
3.3 Lokasi Pengambilan dan Pengukuran Sampel.................................. 15
3.3.1 Lokasi pengambilan sampel ................................................... 15
3.2.2 Lokasi pengukuran sampel ..................................................... 16
3.4 Bahan ................................................................................................ 17
3.5 Tahapan Persiapan Penelitian ........................................................... 19
3.6 Eksperimen ....................................................................................... 21
3.7 Pengukuran Parameter ...................................................................... 22
3.7.1 Pengukuran pH ....................................................................... 22
3.7.2 Pengukuran BOD .................................................................... 22
3.7.3 Pengukuran COD .................................................................... 25
3.7.4 Pengukuran TSS ..................................................................... 28
3.7.5 Pengukuran kekeruhan ........................................................... 29
3.7.6 Pengukuran DO ...................................................................... 29
3.8 Pengukuran Persentase Penurunan Pencemar .................................. 29
3.9 Analisis Data..................................................................................... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................ 31


4.1 Hasil Eksperimen .............................................................................. 31

viii
4.2 Pembahasan ...................................................................................... 33
4.2.1 Efektivitas Limnocharis flava pada perlakuan menggunakan
aerasi dan tidak menggunakan aerasi dalam fitoremediasi .. 33
4.2.2 Pengaruh lama waktu penggunaan aerasi dan tidak
menggunakan aerasi terhadap pengolahan limbah domestik . 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 47


5.1 Simpulan ........................................................................................... 47
5.2 Saran ................................................................................................. 47

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 49


LAMPIRAN .................................................................................................... 57

ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tanaman genjer (Limnocharis flava) ..................................... 10
Gambar 3.1 Diagram tahapan dan alur penelitian..................................... 12
Gambar 3.2 Lokasi dan titik pengambilan sampel ..................................... 14
Gambar 3.3 Pengambilan sampel limbah domestik ................................... 15
Gambar 3.4 Sampel limbah domestik ........................................................ 15
Gambar 3.5 Skema hidroponik rakit apung tampak depan ........................ 19
Gambar 3.6 Skema hidroponik rakit apung tampak atas ........................... 19
Gambar 3.7 Rangkaian hidroponik rakit apung (a) Perlakuan
menggunakan aerasi dan (b) Perlakuan tidak menggunakan
aerasi ...................................................................................... 19
Gambar 3.8 Tanaman genjer ...................................................................... 20
Gambar 3.9 Aklimatisasi tanaman genjer .................................................. 20
Gambar 4.1 Grafik penurunan nilai pH pada perlakuan aerasi dan non
aerasi ...................................................................................... 34
Gambar 4.2 Grafik penurunan nilai BOD pada perlakuan aerasi dan non
aerasi ...................................................................................... 35
Gambar 4.3 Grafik persentase penurunan nilai BOD pada perlakuan
aerasi dan non aerasi` ............................................................. 35
Gambar 4.4 Grafik penurunan nilai COD pada perlakuan aerasi dan non
aerasi ...................................................................................... 37
Gambar 4.5 Grafik persentase penurunan nilai COD pada perlakuan
aerasi dan non aerasi .............................................................. 37
Gambar 4.6 Grafik penurunan nilai TSS pada perlakuan aerasi dan non
aerasi ...................................................................................... 39
Gambar 4.7 Grafik persentase penurunan nilai TSS pada perlakuan aerasi
dan non aerasi......................................................................... 39
Gambar 4.8 Perubahan kondisi air limbah domestik (a) Sebelum
perlakuan dan (b) Sesudah perlakuan .................................... 40
Gambar 4.9 Grafik penurunan nilai kekeruhan pada perlakuan aerasi dan
non aerasi ............................................................................... 41
Gambar 4.10 Grafik persentase penurunan nilai kekeruhan pada perlakuan
aerasi dan non aerasi .............................................................. 41
Gambar 4.11 Grafik penurunan nilai DO pada perlakuan aerasi dan non
aerasi ...................................................................................... 42

x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Baku mutu air limbah domestik....................................................... 6
Tabel 2.2 Parameter kekeruhan dalam Standar Baku Mutu Kesehatan
Lingkungan Dan Persyaratan Kesehatan Air Untuk Keperluan
Higiene Sanitasi ............................................................................... 7
Tabel 2.3 Klasifikasi tanaman genjer (Limnocharis flava) ............................. 10
Tabel 3.1 Hasil uji pendahuluan sampel air limbah domestik ......................... 14
Tabel 3.2 Bahan yang digunakan dalam proses penelitian .............................. 16
Tabel 3.3 Bahan yang akan digunakan dalam pengujian sampel .................... 16
Tabel 3.4 Matriks perlakuan dengan 2 perlakuan pada Hidroponik Rakit
Apung dengan penambahan aerasi (A1), tanpa aerasi (A2),
dan variasi waktu 1 hari (H1), 2 hari (H2), 3 hari (H3),
4 hari (H4) dan 5 hari (H5) ............................................................. 21
Tabel 3.5 Contoh uji serta larutan pereaksi untuk macam-macam
digestion vessel ................................................................................ 26
Tabel 4.1 Hasil pengukuran parameter sebelum eksperimen .......................... 31
Tabel 4.2 Hasil pengukuran eksperimen ........................................................ 31
Tabel 4.3 Hasil persentase efektivitas eksperimen .......................................... 32
Tabel 4.4 Hasil uji statistik analisis regresi linear sederhana dalam
Pengaruh lama waktu penggunaan aerasi dan tidak
menggunakan aerasi ........................................................................ 46

xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Alat Yang Digunakan Dalam Penelitian ..................................... 57
Lampiran 2 Dokumentasi Tahapan Penelitian ............................................... 59
Lampiran 3 Metoda Pengambilan Contoh Air Limbah Menurut
SNI 6989.59:2008 ....................................................................... 62
Lampiran 4 Data Hasil Uji Parameter TSS dan BOD ................................... 63
Lampiran 5 Data Hasil Uji Pendahuluan ........................................................ 65
Lampiran 6 Hasil Analisis Regresi Linear Sederhana .................................... 66

xii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air limbah adalah buangan industri dan atau rumah tangga yang dapat
berasal dari limbah domestik atau non domestik. Air limbah dapat mengandung
senyawa atau bahan yang dapat membahayakan lingkungan. Air limbah sebagai
polutan selanjutnya mengancam keberlangsungan makhluk hidup maupun manusia
(Hidayah dan Aditya, 2010). Air limbah domestik yaitu limbah bersumber dari
bekas cucian dari sabun, deterjen serta kakus (Astuti dan Sinaga, 2015). Limbah
domestik dapat dikatakan menjadi pencemar terbesar yang kira- kira 85% masuk
menuju badan air di Indonesia (Siswandari dan Maharani, 2016).
Limbah cair berdasarkan karakteristiknya terdapat dua jenis, yakni limbah
grey water serta black water. Limbah grey water ialah limbah yang sumbernya dari
aktivitas mencuci serta mandi langsung dibuang ke drainase ataupun ke perairan.
Limbah black water adalah limbah yang sumbernya dari WC yang akan ditampung
dalam septic tank (Umar dkk., 2011). Biasanya, masyarakat membuang limbah grey
water langsung ke drainase atau selokan tanpa diolah dahulu. Hal tersebut dapat
mengakibatkan sungai tempat bermuaranya selokan menjadi tercemar sehingga air
berwarna kecoklatan serta berbau busuk (Suoth dan Nazir, 2016). Sifat-sifat dari
limbah domestik yang mengandung virus, bakteri serta parasit dalam jumlah
banyak perlu diperhatikan karena dapat menyebarkan penyakit dengan cepat. Air
limbah domestik terdapat kandungan deterjen dengan kadar nitrogen serta fosfat
yang tinggi, sehingga dapat menyebabkan eutrofikasi. Air limbah domestik jika
langsung dibuang menuju sungai tanpa adanya pengolahan, dapat menyebabkan
berkurangnya biota air (Sulistia dan Septisya, 2019).
Limbah cair dapat diolah menggunakan metode secara fisika, kimia, dan
biologi. Pengolahan limbah cair secara biologi dapat dilakukan dengan salah satu
metode yaitu fitoremediasi. Fitoremediasi merupakan metode menghilangkan,
membersihkan atau mengurangi zat pencemar dalam air atau tanah menggunakan
tanaman (Wirawan dkk., 2014). Metode ini dianggap tidak membutuhkan biaya
besar, ramah lingkungan, efisien serta mudah saat diterapkan secara in situ

1
2

(langsung ditempat) serta proses yang digunakan adalah secara alamiah (Ni’mah
dkk., 2019). Tanaman air menjadi salah satu fitoremediator dalam fitoremediasi,
karena memiliki kemampuan dalam menetralisir komponen tertentu dalam suatu
perairan yang sangat berguna dalam pengolahan limbah. Penggunaan tanaman
dalam proses pengolahan limbah cair akan terjadi proses pertukaran serta
penyerapan ion, yang nantinya tanaman menstabilkan beberapa faktor fisik dan
kimia perairan (Lestari, 2013).
Hidroponik dapat menjadi salah satu teknik dalam mengolah limbah cair
domestik (Wirawan dkk., 2014). Hidroponik merupakan teknik dalam
membudidaya tanaman yang memanfaatkan air dalam mengalirkan unsur hara ke
setiap tanaman. Air menjadi faktor sangat penting dalam teknik hidroponik, karena
unsur hara yang dibutuhkan tanaman terdapat pada kandungan air (Wachjar dan
Anggayuhlin, 2013). Kelebihan menggunakan teknik hidroponik yaitu tidak
memerlukan lahan yang luas dan perawatannya tidak sulit karena dapat tumbuh
hanya menggunakan air. Teknik hidroponik ini juga bisa memanfaatkan barang tak
terpakai, seperti botol kemasan, baskom atau ember sebagai tempat hidup tanaman
(Mulasari, 2018). Penggunaan hidroponik dalam mengolah limbah yaitu dapat
menggunakan sistem hidroponik rakit apung. Penelitian yang telah dilakukan oleh
Adinata (2020) menggunakan sistem hidroponik rakit apung dalam pengolahan
limbah domestik menggunakan tanaman melati air mampu menurunkan kadar BOD
(Biological Oxygen Demand) sebanyak 96,82%, COD (Chemical Oxygen Demand)
sebanyak 87,40%, TSS (Total Suspended Solid) sebanyak 93,17% dan nilai pH
menjadi 7,20. Komponen bak reaktor pada metode hidroponik rakit apung dapat
dianggap sebagai prototipe unit penampungan pada suatu Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL). Berdasarkan hal tersebut, metode rakit apung dapat diperluas
modelnya sebagai salah satu metode pengolahan pada IPAL domestik.
Tanaman genjer (Limnocharis flava) sebagai fitoremediator sudah banyak
dikaji, seperti kemampuannya dalam menurunkan phospat sebesar 58,45% dan
COD sebesar 26,80% di dalam limbah penatu (Herlambang dan Hendriyanto,
2015). Genjer juga mampu menurunkan kadar Nitrogen amonium pada limbah
greywater sebesar 62% (Maulana, 2016). Hasil investigasi Sari (2019)
3

menunjukkan bahwa genjer dapat menurunkan kadar BOD dalam limbah cair tahu
sebesar 83,49%. Berdasarkan penelitian sebelumnya, belum ada kajian tentang
kemampuan tanaman genjer dalam menurunkan parameter-parameter pH, BOD,
COD, TSS, kekeruhan serta DO dalam limbah domestik menggunakan sistem
hidroponik rakit apung. Perlu adanya pengembangan penelitian kemampuan
tanaman genjer dalam mengolah limbah cair domestik agar bisa mengurangi
pencemaran lingkungan.
1.2 Rumusan Masalah
Tanaman genjer (L. flava) diketahui sebagai fitoremediator untuk
menurunkan kadar logam serta parameter lainnya dalam suatu limbah, namun
belum pernah ada kajian tentang kemampuan L. flava dalam menurunkan
parameter-parameter pH, BOD, COD, TSS, kekeruhan serta DO dalam limbah cair
domestik khususnya menggunakan sistem hidroponik rakit apung. Padahal L. flava
telah terbukti dapat menurunkan paramater-parameter dalam limbah cair domestik.
Oleh karena itu pertanyaan yang akan dijawab pada penelitian ini ialah:
1. Bagaimana efektivitas L. flava dalam menetralkan pH dan menurunkan nilai
BOD, COD, TSS, kekeruhan serta DO dalam limbah cair domestik pada
penggunaan aerasi dan tidak menggunakan aerasi dengan sistem hidroponik
rakit apung?
2. Bagaimana pengaruh lama waktu retensi pada eksperimen dengan penggunaan
aerasi dan tidak menggunakan aerasi dalam menetralkan pH dan menurunkan
nilai BOD, COD, TSS, kekeruhan serta DO dalam limbah cair domestik dengan
sistem hidroponik rakit apung dengan fitoremediator L. flava?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian ialah:
1. Untuk mengetahui efektivitas L. flava dalam menetralkan pH dan menurunkan
nilai BOD, COD, TSS, kekeruhan serta DO dalam limbah cair domestik pada
penggunaan aerasi dan tidak menggunakan aerasi dengan sistem hidroponik
rakit apung.
2. Untuk mengetahui pengaruh lama waktu retensi pada eksperimen dengan
penggunaan aerasi dan tidak menggunakan aerasi dalam menetralkan pH dan
4

menurunkan nilai BOD, COD, TSS, kekeruhan serta DO dalam limbah cair
domestik dengan sistem hidroponik rakit apung dengan fitoremediator L. flava.
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah serta tujuan penelitian, manfaat dari
penelitian ini ialah:
1. Diharapkan setelah penelitian, limbah cair domestik sesuai dengan baku mutu
yang telah ditetapkan sehingga bisa dibuang ke lingkungan dengan aman.
2. Diharapkan bisa menjadi referensi selanjutnya pada pengembangan teknologi
untuk penelitian selanjutnya.
3. Dapat diterapkan oleh masyarakat sebagai cara pengolahan limbah domestik.
1.5 Batasan Penelitian
Hasil eksperimen dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang di antaranya
debit, intensitas cahaya dan suhu. Namun dalam penelitian ini hanya berfokus
dalam pengujian pH, BOD, COD, TSS, kekeruhan serta DO pada limbah cair
domestik sebelum dan sesudah perlakuan dengan sistem hidroponik rakit apung.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Limbah Cair Domestik
Limbah cair domestik merupakan limbah dari rumah tangga maupun
pemukiman yang bersumber dari mencuci, kamar mandi, WC serta tempat
memasak (Wirawan dkk., 2014). Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.68 Tahun 2016 Tentang Baku Mutu
Air Limbah Domestik, air limbah domestik merupakan air limbah berasal dari
aktivitas manusia sehari-hari dalam menggunakan air. Limbah domestik sendiri
bersumber dari rumah susun, pemukiman, lembaga pendidikan, penginapan,
perkantoran, pelayanan Kesehatan, asrama, pasar, arena rekreasi, perniagaan, IPAL
kawasan, balai pertemuan, industri, IPAL perkotaan, IPAL permukiman,
Pelabuhan, rumah makan, stasiun kereta api, bandara, lembaga permasyarakatan
dan terminal. Menurut Umar (2011), terdapat dua jenis limbah domestik
berdasarkan karakteristiknya, yaitu limbah grey water serta black water. Limbah
grey water ialah limbah yang berasal dari kegiatan mandi, memasak serta mencuci
dan dibuang langsung menuju drainase maupun perairan. Sedangkan limbah black
water merupakan limbah yang berasal dari WC yang akan ditampung ke dalam
septic tank.
Limbah cair domestik mempunyai sejumlah karakteristik yang dapat
digolongkan menjadi karakteristik fisika, kimia serta biologi. Pertama karakteristik
fisika, yang memiliki sejumlah parameter di antaranya TS (Total Solid), TSS,
kekeruhan, warna, bau, dan temperatur. TS yaitu padatan terdiri atas bahan padat
organik serta anorganik yang mampu larut, tersuspensi ataupun mengendap, bahan
ini akan menimbulkan pendangkalan terhadap badan air karena akan terendap di
dasar air. TSS ialah total berat (mg/l) kering lumpur yang terdapat pada limbah cair
sesudah dilakukan penyaringan. Kekeruhan, adanya kekeruhan dalam air akibat
terdapat zat padat tersuspensi bersifat organik maupun anorganik dan kekeruhan
dapat membatasi pencahayaan dalam air. Kemudian warna, warna air bersih yang
tidak berwarna akan berwarna seiring waktu serta akan terjadi peningkatan kondisi
anaerob. Warna, limbah yang sebelumnya abu-abu dapat berubah kehitaman. Bau,

5
6

adanya bau pada limbah cair diakibatkan dari udara yang dihasilkan saat proses
dekomposisi materi maupun penambahan substansi dalam limbah. Terakhir
temperatur, ialah parameter paling penting terhadap dampak dari laju reaksi, reaksi
kimia, penggunaan air, kehidupan organisme air serta bagi kehidupan sehari-hari.
Kedua karakteristik kimia, yang memiliki sejumlah parameter di antaranya pH,
BOD serta COD. pH, pH pada kadar sekitar 6,5 sampai 7,5 dalam air memenuhi
syarat untuk kehidupan. Jika pH dibawah normal air bersifat asam, sedangkan jika
pH diatas normal maka air akan bersifat basa. BOD, ialah jumlah oksigen yang
dibutuhkan mikroorganisme dalam air agar dapat mendegradasi, memecah maupun
mengoksidasi limbah organik yang berada dalam air. Terakhir COD, ialah jumlah
oksigen yang diperlukan dalam air untuk proses reaksi kimia agar dapat diuraikan
unsur pencemar. Karakteristik yang terakhir dalam air limbah yaitu karakteristik
biologi. Parameter yang digunakan dalam karakteristik biologi ialah banyaknya
mikroorganisme yang terdapat dalam air limbah (Filliazati dkk., 2013).
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 68 Tahun
2016 telah menetapkan standar baku mutu yang dapat dilihat dalam Tabel 2.1 dan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2017 telah
menetapkan standar baku mutu yang dapat dilihat dalam Tabel 2.2.
Tabel 2.1 Baku mutu air limbah domestik
Parameter Satuan Kadar maksimum
pH - 6-9
BOD mg/l 30
COD mg/l 100
TSS mg/l 30
Minyak dan lemak mg/l 5
Amoniak mg/l 10
Total coliform Jumlah/100 ml 3000
Debit L/orang/hari 100
Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor
68 Tahun 2016 Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik
7

Tabel 2.2 Parameter kekeruhan dalam Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan
Persyaratan Kesehatan Air Untuk Keperluan Higiene Sanitasi
Parameter Satuan Kadar maksimum
Kekeruhan NTU 27
Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2017 Tentang
Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air Untuk
Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua, dan Pemandian Umum
2.2 Fitoremediasi
Fitoremediasi ialah metode menghancurkan, memindahkan, menghilangkan
ataupun menstabilkan bahan pencemar baik senyawa organik ataupun anorganik
dengan menggunakan tumbuhan. Tumbuhan mempunyai peranan dalam
mendegradasi, menyerap dan mentransformasi bahan pencemar (logam berat atau
senyawa organik) (Estuningsih dkk., 2012). Penggunaan tanaman dalam
fitoremediasi memiliki keunggulan dalam menyerap dan mengurangi toksisitas
serta tahan lama pada konsentrasi dan kontaminan cukup tinggi tanpa merusak
tanaman. Metode fitoremediasi sendiri mengalami perkembangan pesat, yang
dikarenakan lebih ekonomis dibanding metode lainnya. Ada enam mekanisme
fitoremediasi dalam mereduksi zat pencemar, yaitu:
1. Phytoaciamulation (plytoextraction) ialah proses tanaman menarik zat
pencemar dan diakumulasikan pada sekitar akar tanaman dan diteruskan ke
bagian tanaman seperti akar, daun dan batang.
2. Rhizofiltration (rhizo: akar) ialah proses akar mengadsorpsi zat pencemar agar
menempel pada akar.
3. Phytostabilization ialah proses tanaman ketika menarik zat-zat pencemar
menuju akar karena tak bisa diteruskan menuju bagian tanaman lain. Zat-zat
tersebut akan menempel dengan erat pada akar, sehingga tak terbawa aliran air
dalam media.
4. Rhizodegradation ialah proses tanaman menguraikan zat pencemar dengan
aktivitas mikroba yang berada disekitar akar tanaman.
5. Phytodegradation (plato transformation) ialah proses penyerapan polutan
sebagai proses metabolisme tanaman. Proses ini terjadi pada akar, daun dan
8

batang maupun diluar sekitar akar menggunakan bantuan enzim berasal dari
tanaman itu sendiri.
6. Phytovolatization ialah proses dari tanaman dalam penyerapan polutan serta
mengubahnya menjadi bersifat volatil supaya tak berbahaya lagi dan
selanjutnya diuapkan pada atmosfer (Patandungan dkk., 2016).
Fitoremediasi terbukti mampu dalam mengurangi zat kontaminan pada
berbagai macam air limbah, dengan mekanisme-mekanisme fitoremediasi dalam
mereduksi zat pencemar dalam air limbah. Fitoremediasi air limbah laboratorium
analitik menggunakan eceng gondok dan lembang mampu mereduksi kekeruhan
sebesar 92%, BOD sebesar 84%, COD sebesar 74%, TSS sebesar 18% dan Cr
sebesar 49% dalam air limbah laboratorium analitik (Novita dkk., 2020).
Fitoremediasi limbah laundry menggunakan tanaman kayu apu juga dapat
mendegradasi BOD sebesar 98%, COD sebesar 96%, dan fosfat sebesar 99%
(Raissa dan Tangahu, 2017). Fitoremediasi air limbah rumah tangga menggunakan
tanaman Teratai dan wlingen dalam penelitian Sari (2018) mampu mengurangi
kadar BOD, nitrit, pH, TSS dan sulfat. Tanaman Teratai mampu mengurangi kadar
BOD hingga 59,35%, nitrit hingga 22,77%, pH hingga 6,31%, TSS hingga 90,64%
dan sulfat hingga 23,43%. Tanaman wlingen sendiri mampu mengurangi kadar
BOD hingga 58,23%, nitrit hingga 48,32%, pH hingga 13,12%, TSS hingga 83,04%
dan sulfat hingga 11,76%.
2.3 Sistem Hidroponik
Hidroponik berasal dari bahasa Yunani, hydro yakni air serta ponos yaitu
daya. Hidroponik dapat dikenal juga dengan soilless culture yang memiliki makna
budidaya tanaman tanpa menggunakan tanah (Tallei dkk., 2017). Hidroponik
merupakan metode menanam tanaman dengan memanfaatkan air sebagai media dan
tidak menggunakan media tanah (Susilawati, 2019). Tanaman yang dapat
dibudidayakan dengan memanfaatkan sistem hidroponik meliputi tanaman
hortikultura yang diantara lain buah, bunga, sayur, tanaman obat-obatan, tanaman
hias, tanaman pertamanan serta semua jenis tanaman baik tahunan ataupun
semusim (Tallei dkk., 2017).
9

Media untuk tumbuh tanaman di dalam air biasanya yaitu rockwool, arang
sekam,bata merah, dan lain-lain (Tallei dkk., 2017). Media untuk tumbuh tanaman
dalam sistem hidroponik berfungsi sebagai penopang tanaman sehingga tanaman
tetap tegak dan sinar matahari ataupun sinar buatan (lampu pertumbuhan) bisa
dimanfaatkan secara maksimal. Pemilihan dari media tanam harus menyesuaikan
dengan sistem hidroponik apa yang digunakan (Qurrohman, 2019). Kelebihan
penggunaan hidroponik dalam fitoremediasi yaitu tidak memerlukan pekarangan
yang luas untuk, tanaman bebas dari hama dan penyakit, dan lain-lain (Susilawati,
2019). Hidroponik sendiri memiliki beberapa sistem, yang secara umum terbagi dua
yaitu sistem statis dan sistem alir. Hidroponik pada sistem statis terdiri dari sistem
rakit apung dan sistem sumbu (wick). Sedangkan hidroponik pada sistem alir terdiri
dari sistem DFT (Deep Flow Technique), sistem tetes (drip), sistem NFT (Nutrient
Film Technique) serta sistem Ebb and Flow (Sandria, 2017).
Sistem rakit apung ialah sistem hidroponik sangat sederhana, karena tidak
memerlukan alat yang banyak sehingga mudah digunakan. Hal-hal yang
dibutuhkan pada sistem ini yaitu wadah atau box plastik, styrofoam dan aerator
(Susilawati, 2019). Kelebihan menggunakan sistem hidroponik rakit apung yaitu
pertumbuhan tanaman tidak terganggu sehingga resiko tanaman mati kecil jika
aliran listrik untuk menjalankan aerator mati dalam sehari (Wulansari, 2012).
Prinsip kerja dari sistem ini yaitu akar tanaman serta media tanam langsung terkena
air tanpa menggunakan sumbu, wadah tempat tanaman dalam situasi mengapung
yang langsung terkena air (Susilawati, 2019). Penggunaan sistem hidroponik rakit
apung dalam fitoremediasi terbukti mampu dalam pengolahan limbah. Pada
pengolahan limbah domestik menggunakan tanaman melati air dengan sistem
hidroponik rakit apung mampu menurunkan kadar BOD sebanyak 96,82%, COD
sebanyak 87,40%, TSS sebanyak 93,17% dan pH sebanyak 7,20 (Adinata, 2020).
2.4 Tanaman Genjer (Limnocharis flava)
Tanaman genjer (Limnocharis flava) ialah tanaman asli yang berada pada
wilayah tropis serta subtropis Amerika. Tanaman ini termasuk dalam famili
Limnocharitaceae yang muncul pada lingkungan perairan. Genjer biasanya dapat
dimanfaatkan menjadi pakan ternak, sayuran, penghias kolam, tanaman fitofiltrasi
10

pada polusi air dan pupuk. Adanya keberadaan tanaman genjer dapat dipengaruhi
oleh faktor-faktor yang diantara lainnya kedalaman air, penggunaan lahan atau pola
penutupan lahan, asosiasi dengan spesies lain, dan nutrient (Jacoeb dkk., 2010).
Tanaman genjer memiliki ciri tinggi yang bisa mencapai setengah meter, daun
miring ataupun tegak, batang panjang serta berlubang, tidak mengapung, bentuk
helai bervariasi, mempunyai akar serabut dan mempunyai mahkota bunga dengan
warna kuning yang berdiameter 1,5 cm serta kelopak bunga dengan warna hijau
(Irfansyah, 2018).
Genjer yaitu tanaman yang daunnya termasuk dalam kategori lengkap,
mempunyai tepi daun rata, ujung daun meruncing dengan pangkal tumpul, memiliki
panjang 5 - 50 cm serta lebar 4 - 25 cm, berwarna hijau dan pertulangan daun yang
sejajar. Batang tanaman ini mempunyai panjang 5 - 75 cm, dengan bentuk segitiga
yang banyak ruas udara, adanya pelapis dibagian dasar, dan tebal. Bunga tanaman
genjer berada pada ketiak daun, dengan bentuk payung, majemuk, kepala putik,
berwarna kuning, terdiri dari 3-15 kuntum, bulat dan ujung melengkung ke dalam
(Marfiana, 2019).

Gambar 2.1 Tanaman genjer (Limnocharis flava)


Sumber: Media Liputan 6
Tanaman genjer (Limnocharis flava) dalam kedudukan tanaman dapat
diklasifikasikan dalam Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Klasifikasi tanaman genjer (Limnocharis flava)
Kingdom Plantae
Subkingdom Tracheobionta
Superdivisi Spermatophyta
Divisi Magnoliophyta
11

Kelas Liliopsida
Ordo Alismatales
Famili Limnocharitaceae
Genus Limnocharis
Spesies Limnocharis flava (Marfiana, 2019).
Tanaman genjer sebagai fitoremediator telah diakui kemampuannya. Salah
satu penelitian yang telah dilakukan yaitu kemampuan tanaman genjer dalam
menyerap logam Pb (timbal). Tanaman genjer mampu menyerap logam Pb limbah
cair kertas sebesar 0,4688 mg/l atau 80,09% (Haryati dkk., 2012). Genjer juga
mampu menyerap kandungan fosfat pada limbah laundry sebesar 73,88% (Indra
dkk., 2017). Pada penelitian Thuraidah dkk. (2016) genjer dapat menurunkan kadar
BOD sebesar 29,5%. Penelitian yang telah dilakukan terhadap genjer dapat
menandakan bahwa genjer termasuk kedalam tanaman hiperakumulator. Tanaman
hiperakumulator sendiri merupakan tanaman yang memiliki kemampuan dalam
mengakumulasikan logam dalam jaringan akar dan daun dengan kadar atau
konsentrasi yang tinggi. Tanaman hiperakumulator memiliki beberapa
karakteristik, yaitu biomassa besar, tumbuh dengan cepat dan dapat
mengakumulasikan logam ke bagian daun tanaman.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Metode
penelitian kuantitatif ialah metode yang melakukan pendekatan untuk menguji
sampel dengan menguji hubungan antar variabel. Variabel tersebut dapat diukur
menggunakan alat ukur (instrumen), sehingga data hasil dapat dianalisis dengan
menggunakan prosedur statistik yang bertujuan membuktikan hipotesis yang telah
dibuat. Metode eksperimen yaitu metode penelitian kuantitatif yang digunakan
untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (independent) terhadap variabel terikat
(dependent). Variabel bebas yaitu variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab
perubahan. Sedangkan variabel terikat yaitu variabel yang dipengaruhi karena
adanya variabel bebas (MM, 2008). Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu
perlakuan menggunakan aerasi serta tidak menggunakan aerasi dan lama waktu
perlakuan dalam eksperimen. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah parameter
pH, BOD, COD, TSS, kekeruhan dan DO.
3.2 Tahapan dan Alur Penelitian
Tahapan dan alur penelitian dapat dilihat gambar dibawah ini:

Studi Persiapan alat Persiapan


Mulai
pendahuluan hidroponik tanaman

Pengukuran pH, BOD, COD, Aklimatisasi


Pengambilan sampel
TSS, kekeruhan dan DO Tanaman
limbah domestik
sampel sebelum eksperimen

Pengukuran pH, BOD, COD,


Penanaman tanaman TSS, kekeruhan dan DO Analisis Data
pada alat hidroponik sampel sesudah eksperimen

Selesai Kesimpulan

Gambar 3.1 Diagram tahapan dan alur penelitian


Tahapan dan alur penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut:

12
14

1. Tahapan studi pendahuluan, yaitu melakukan studi agar mendapatkan informasi


terkait proses penelitian yang dilakukan dengan menggunakan literatur buku,
jurnal, skripsi dan tesis.
2. Tahapan persiapan alat hidroponik, yaitu mempersiapkan hal-hal yang
dibutuhkan alat hidroponik rakit apung dengan agar berjalan dengan baik saat
penelitian.
3. Tahapan persiapan tanaman, yaitu mempersiapkan genjer sebanyak 10
tanaman, 5 tanaman untuk perlakuan menggunakan aerasi dan 5 tanaman untuk
perlakuan tidak menggunakan aerasi.
4. Tahapan aklimatisasi tanaman, aklimatisasi pada tanaman genjer supaya dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Aklimatisasi ini dilaksanakan
selama 3 hari menggunakan sampel air limbah domestik.
5. Tahapan pengambilan sampel limbah domestik, sampel air limbah diambil dari
Komplek Angkasa Indah Permai, Kecamatan Krueng Barona Jaya, Kabupaten
Aceh Besar. Pengambilan sampel menggunakan metode grab sampling.
6. Tahapan pengukuran pH, BOD, COD, TSS, kekeruhan dan DO sampel sebelum
eksperimen, tahapan ini dilakukan agar dapat mengetahui nilai parameter serta
dapat menjadi nilai pembanding dengan sampel sesudah eksperimen.
7. Tahapan penanaman tanaman pada alat hidroponik, dilakukan penanaman pada
alat hidroponik dengan 10 tanaman untuk sistem hidroponik rakit apung (5
tanaman untuk perlakuan menggunakan aerasi dan 5 tanaman untuk perlakuan
tidak menggunakan aerasi).
8. Tahapan pengukuran pH, BOD, COD, TSS, kekeruhan dan DO sampel sesudah
eksperimen, tahapan ini sampel akan diambil dalam variasi waktu hari 1, 2, 3,
4 dan 5 pada sistem hidroponik.
9. Tahapan analisis data, tahapan ini dilakukan jika semua tahapan pengukuran
parameter sampel selesai. Data yang didapatkan lalu dianalisis agar
mendapatkan informasi supaya data dapat dipahami saat mengambil
kesimpulan.
15

10. Tahapan kesimpulan, tahapan ini akan menjawab semua pertanyaan yang
berasal dari rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini berdasarkan
hasil penelitian telah didapatkan.
3.3 Lokasi Pengambilan dan Pengukuran Sampel
3.3.1 Lokasi pengambilan sampel
Pengambilan sampel diambil dari komplek perumahan yang berada di
Komplek Angkasa Indah Permai, Kecamatan Krueng Barona Jaya, Kabupaten
Aceh Besar. Pemilihan lokasi sampel didasarkan pada uji pendahuluan limbah
domestik yang telah dilakukan di Laboratorium Penguji Baristand Industri Banda
Aceh (LABBA). Hasil uji pendahuluan dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Hasil uji pendahuluan sampel air limbah domestik
No. Parameter Satuan Kadar Maksimum Hasil Uji Pendahuluan
1 pH - 6-9 6,97
2 BOD mg/L 30 81,84
3 COD mg/L 100 151,45
4 TSS mg/L 30 221
Sumber: Laboratorium Penguji Baristand Industri Banda Aceh (LABBA), (2021)

Gambar 3.2 Lokasi dan titik pengambilan sampel


16

Metode pengambilan sampel di lokasi yaitu dengan metode grab sampling


atau pengambilan sesaat yang sesuai dengan SNI 6989.59:2008, langkah
langkahnya yaitu:
1. Sampel air limbah domestik diambil langsung pada saluran drainase Komplek
Angkasa Indah Permai, Kecamatan Krueng Barona Jaya, Kabupaten Aceh
Besar
2. Sampel air limbah domestik diambil menggunakan gayung bergagang panjang,
setelah diambil sampel air limbah domestik dimasukkan ke dalam jerigen
sebanyak 30 liter.

Gambar 3.3 Pengambilan sampel limbah domestik

Gambar 3.4 Sampel limbah domestik


3.2.2 Lokasi pengukuran sampel
Pengukuran sampel untuk parameter pH, COD, kekeruhan dan DO berada
di Laboratorium Multifungsi UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Pengukuran sampel
untuk parameter BOD serta TSS berada di Laboratorium Teknik Penguji Kualitas
Lingkungan Universitas Syiah Kuala.
17

3.4 Bahan
Bahan yang digunakan dalam proses penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Bahan yang digunakan dalam proses penelitian
Bahan Jumlah
Limbah domestik 60 liter
Tanaman genjer 10 tanaman
Bahan yang digunakan untuk mengukur kadar pH, BOD, COD, TSS,
kekeruhan serta DO dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Bahan yang akan digunakan dalam pengujian sampel

Bahan Volume Satuan Kegunaan


I. pH
Sebagai larutan untuk
Larutan penyangga 0,4 20 ml
pengukuran pH asam

Sebagai larutan untuk


Larutan penyangga 0,7 20 ml
pengukuran pH normal

Sebagai larutan untuk


Larutan penyangga 0,10 20 ml
pengukuran pH basa
II. BOD
Untuk pengenceran dan
Air mineral 10 Liter
pencucian alat

KH2PO4 (Kalium dihidrogen Untuk membuat larutan


8,5 Gram
fosfat) nutrisi

K2HPO4 (Dikalium hydrogen Untuk membuat larutan


21,75 Gram
fosfat) nutrisi

Na2HPO4.7H2O (Dinatrium Untuk membuat larutan


33,4 Gram
hydrogen fosfat heptahidrat) nutrisi

Untuk membuat larutan


NH4Cl (Amonium klorida) 1,7 Gram
nutrisi

MgSO4.7H2O (Magnesium Untuk membuat larutan


22,5 Gram
sulfat) nutrisi

Untuk membuat larutan


CaCl2 (Kalsium klorida) 27,5 Gram
nutrisi

Untuk membuat larutan


FeCl3.6H2O (Feri klorida) 0,25 Gram
nutrisi
18

Untuk membuat larutan


Glukosa 150 Gram
glukosa

Untuk membuat larutan


Asam glutamate 150 Gram
asam glutamate

Untuk membuat larutan


H2SO4 (Asam sulfat) 28 ml
asam dan basa

Untuk membuat larutan


NaOH (Natrium hidroksida) 40 Gram
asam dan basa

Untuk membuat larutan


Na2SO3 (Natrium sulfit) 1,575 Gram
natrium sulfit

C4H8N2S (Inhibitor nitrifikasi Untuk membuat larutan


2,0 Gram
allylthiourea (ATU)) ATU

Untuk membuat larutan


CH3COOH (Asam asetat) 250 ml
asam asetat

Untuk membuat larutan


KI (Kalium iodida) 10 %
kalium iodide

Untuk membuat larutan


Kanji 2 Gram
indikator amilum

Untuk membuat larutan


Asam salisilat 0,2 Gram
indikator amilum
III. COD
Untuk pengenceran dan
Air bebas organic 10 Liter
pencucian alat

Untuk membuat larutan


Ag2SO4 (Perak sulfat) 10,12 Gram
pereaksi asam sulfat

Untuk membuat larutan


H2SO4 (Asam sulfat) 1000 ml
pereaksi asam sulfat

Untuk membuat larutan


K2Cr2O7 (Kalium dikromat) 4,903 Gram
kalium dikromat 0,01667 M

Untuk membuat larutan


HgSO4 (Merkuri (II) sulfat) 33,3 Gram
kalium dikromat 0,01667 M

Untuk membuat larutan


Phenanthroline monohidrat 1,485 Gram
indikator ferroin

FeSO4.7H2O (Besi (II) sulfat Untuk membuat larutan


695 Mg
heptahidrat ferrous sulfate) indikator ferroin
19

Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O (Besi (II) Untuk membuat larutan


19,6 Gram
ammonium sulfat heksahidrat) baku FAS 0,05 M

Dipakai jika terjadi


NH2SO3H (Asam sulfamat) 10 Mg
gangguan pada nitrit

HOOCC6H4COOK, KHP Untuk membuat larutan


425 Mg
(Kalium hidrogen ftalat) baku kalium hidrogen ftalat
IV. TSS
Kertas saring Whatman Grade Untuk menyaring residu
1,5 µm
934 AH dalam limbah domestik

Untuk menyaring residu


Kertas saring Gelman type A/E 1,0 µm
dalam limbah domestik

Untuk menyaring residu


Saring E-D 1,1 µm
dalam limbah domestik

Untuk menyaring residu


Saringan 0,45 µm
dalam limbah domestik

Untuk membasahi kertas


Air suling 10 Liter
saring
V. Kekeruhan
Untuk pengenceran dan
Air suling 100 ml
pencucian alat
VI. DO
Untuk mengkalibrasi dan
Air suling 100 ml
pencucian alat
3.5 Tahapan Persiapan Penelitian
1. Persiapan rangkaian hidroponik rakit apung
Rangkaian pada sistem hidroponik rakit apung terdiri dari papan styrofoam,
aerator dan bak penampung air limbah. Sistem hidroponik rakit apung dalam
eksperimen terdapat 2 rangkaian, yaitu rangkaian hidroponik menggunakan aerator
(dengan debit 2,5L/menit) dan rangkaian hidroponik tidak menggunakan aerator.
Rangkaian sistem hidroponik rakit apung ini menggunakan box Styrofoam sebagai
bak penampung yang memiliki dimensi 69 cm × 36 cm × 32,5 cm. Bak penampung
akan diisi dengan sampel limbah domestik sebanyak 30 liter. Styrofoam dilubangi
terlebih dahulu sebanyak 5 lubang sesuai ukuran netpot, kemudian dimasukkan
sebanyak 5 tanaman genjer ke dalam netpot (5 tanaman untuk perlakuan
20

menggunakan aerasi dan 5 tanaman untuk perlakuan tidak menggunakan aerasi).


Tanaman genjer kemudian ditempatkan ke lubang styrofoam dan akar tanaman
genjer harus dapat menyentuh air limbah domestik agar akar dapat menyerap air
limbah. Tanaman genjer akan dibiarkan mengapung diatas bak penampungan air
limbah domestik. Lama variasi waktu dalam perlakuan menggunakan aerasi dan
tidak menggunakan aerasi yaitu selama 1 hari, 2 hari, 3 hari, 4 hari dan 5 hari.

Gambar 3.5 Skema hidroponik rakit apung tampak depan

Gambar 3.6 Skema hidroponik rakit apung tampak atas

(a) (b)

Gambar 3.7 Rangkaian hidroponik rakit apung (a) Perlakuan menggunakan aerasi dan
(b) Perlakuan tidak menggunakan aerasi.
21

2. Aklimatisasi tanaman genjer


Tanaman genjer dibersihkan terlebih dahulu dari lumpur dengan air
mengalir agar bersih sebelum dilakukan aklimatisasi. Aklimatisasi dilaksanakan
supaya tanaman genjer bisa beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan lingkungan
barunya.

Gambar 3.8 Tanaman genjer


Aklimatisasi ini dilakukan selama 3 hari dengan kriteria memiliki daun
segar berwarna hijau, tinggi serta berat dari masing-masing tanaman genjer
dianggap homogen (Ikawati dkk., 2013). Tanaman genjer yang digunakan dalam
eksperimen memiliki tinggi batang sekitar 30-40 cm dan panjang akar sekitar 20-
30 cm.

Gambar 3.9 Aklimatisasi tanaman genjer


3.6 Eksperimen
Prosedur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Limbah cair domestik diukur nilai pH, BOD, COD, TSS, kekeruhan dan DO
(sesuai SNI) terlebih dahulu sebelum melakukan eksperimen.
2. Persiapkan alat sistem hidroponik rakit apung, kemudian limbah cair domestik
dimasukkan ke dalam bak tampungan sebanyak 30 liter pada sistem hidroponik
rakit apung.
22

3. Tanaman genjer yang telah diaklimatisasi dimasukkan ke dalam netpot pada


sistem hidroponik rakit apung, akar tanaman genjer nantinya harus dapat
menyentuh air limbah.
4. Fitoremediasi ini dilaksanakan dengan melakukan pengamatan pengaruh lama
waktu penambahan aerasi (A1) dan tanpa penambahan aerasi (A2) dengan
sistem hidroponik rakit apung.
Tabel 3.4 Matriks perlakuan dengan 2 perlakuan pada Hidroponik Rakit Apung dengan
penambahan aerasi (A1), tanpa aerasi (A2), dan variasi waktu 1 hari (H1), 2 hari (H2),
3 hari (H3), 4 hari (H4) dan 5 hari (H5).
H1 H2 H3 H4 H5
A1 A1H1 A1H2 A1H3 A1H4 A1H5
A2 A2H1 A2H2 A2H3 A2H4 A2H5
5. Limbah cair domestik kemudian diukur kembali nilai pH, BOD, COD, TSS,
kekeruhan serta DO sesuai dengan perlakuan yang telah dilakukan.
3.7 Pengukuran Parameter
Pengukuran parameter pH (SNI 06-6989.11-2004), BOD (SNI
6968.72:2009), COD (SNI 6989.73:2009), TSS (SNI 06-6989.3-2004), kekeruhan
(SNI 06-6989.25-2005) serta DO (SNI 06-6989.14-2004) pada limbah domestik
akan dilakukan sebelum dan sesudah penelitian dengan alat laboratorium sesuai
peruntukkan agar hasilnya tepat.
3.7.1 Pengukuran pH
Pengukuran parameter pH menggunakan alat pH meter dengan langkah-
langkahnya dijelaskan di bawah ini:
1. Dibilas elektroda dengan air suling yang telah dikeringkan dengan kertas tisu.
2. Dibilas elektroda menggunakan sampel yang diuji.
3. Elektroda dicelupkan kedalam sampel uji sampai pembacaan tetap.
4. Hasil pembacaan skala ataupun angka yang terdapat dalam pH meter dicatat.
3.7.2 Pengukuran BOD
Pengukuran BOD menggunakan metode winkler, yang langkah-langkahnya
dijelaskan di bawah ini:
1. Pembuatan larutan nutrisi (larutan buffer fosfat)
23

a. Dilarutkan 1,7 g amonium klorida (NH4Cl), 21,75 g dikalium hidrogen


fosfat (K2HPO4), 8,5 g kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4) serta 33,4 g
dinatrium hidrogen fosfat heptahidrat (Na2HPO4.7H2O).
b. Diencerkan sampai 1 liter menggunakan air bebas mineral.
2. Pembuatan larutan nutrisi (larutan magnesium sulfat)
Dilarutkan 22,5 g magnesium sulfat (MgSO4.7H2O) menggunakan air bebas
mineral, kemudian diencerkan hingga 1 liter.
3. Pembuatan larutan nutrisi (kalsium klorida)
Dilarutkan 27,5 kalsium klorida (CaCl2) anhidrat menggunakan air bebas
mineral, kemudian diencerkan hingga 1 liter.
4. Pembuatan larutan nutrisi (larutan feri klorida)
Dilarutkan 0,25 g feri klorida (FeCl3.6H2O) menggunakan air bebas mineral,
kemudian diencerkan hingga 1 liter.
5. Pembuatan larutan suspensi bibit mikroba
a. Diambil supernatan dari bibit mikroba (limbah domestik).
b. Superman dilaksanakan aerasi segera, hingga akan digunakan.
6. Pembuatan larutan air pengencer
a. Disiapkan minimal 7,5 mg/L air bebas mineral yang jenuh oksigen.
b. Botol gelas bersih disiapkan untuk memasukkannya.
c. Suhu diatur dalam kisaran 20°C ± 3°C.
d. Air bebas mineral jenuh oksigen ditambah pada setiap 1 liter.
e. Larutan nutrisi terdiri dari larutan buffer fosfat MgSO4, CaCl2 serta
FeCl3 dimasukkan ke dalam masing-masing 1 mL.
f. Dalam setiap 1 liter air bebas mineral ditambah bibit mikroba.
7. Pembuatan larutan glutamat serta asam glukosa
a. Dikeringkan glukosa serta asam glutamat selama 1 jam pada suhu 103°C
b. Ditimbang 150 mg glukosa serta 150 mg asam glutamat.
c. Dilarutkan hingga 1 liter menggunakan air bebas mineral.
8. Pembuatan larutan asam serta basa (larutan asam sulfat)
a. Sedikit demi sedikit ditambahkan 28 mL H2SO4 pekat ke dalam ± 800 mL
air bebas mineral sambil diaduk.
24

b. Diencerkan hingga 1 liter menggunakan air bebas mineral.


9. Pembuatan larutan asam serta basa (larutan natrium hidroksida)
Dilarutkan 40 g NaOH dalam air bebas mineral hingga 1 liter.
10. Pembuatan larutan natrium sulfit
Larutan disiapkan segera ketika digunakan dengan 1 liter air bebas mineral
dilarutkan 1,575 g Na2SO3.
11. Pembuatan larutan inhibitor nitrifikasi allylthiourea (ATU) (C 4H8N2S)
a. Dilarutkan 2,0 g ATU (C4H8N2S) dalam 500 mL air bebas mineral.
b. Ditambahkan air bebas mineral sebesar 1 liter.
c. larutan disimpan pada suhu 4°C.
12. Pembuatan larutan asam asetat
Diencerkan 250 mL asam asetat (CH3COOH) glasial (massa jenis 1,049)
dengan 250 mL air bebas mineral.
13. Pembuatan larutan kalium iodida 10%
dilarutkan 10 g kalium iodida (KI) dengan air bebas mineral 100 mL.
14. Pembuatan larutan indikator amilum (kanji)
a. Dimasukkan 2 g kanji serta ± 0,2 g asam salisilat dalam 100 mL air bebas
mineral.
b. Dipanaskan hingga larut seraya diaduk.
15. Prosedur kerja pengujian BOD
a. Ditandai masing-masing kedua botol DO dengan label A1 serta A2
b. Dimasukkan larutan contoh uji yang sudah diencerkan hingga 1 L sampai
meluap dalam masing-masing botol DO (A1 serta A2), botol lalu hati-hati
ditutup agar menghindari terbentuknya gelembung udara.
c. Ditambahkan air bebas mineral disekitar mulut botol DO yang sudah ditutup
serta lakukan pengocokkan beberapa kali.
d. Diletakkan dalam lemari inkubator 20°C ± 1°C botol A2 selama 5 hari.
e. DO meter telah terkalibrasi digunakan untuk pengukuran oksigen terlarut
terhadap larutan botol A1. Pengukuran oksigen terlarut pada nol hari harus
dilaksanakan paling lama 30 menit sesudah pengenceran. Hasil pengukuran
adalah nilai oksigen terlarut nol hari (A1).
25

f. Diulangi pengerjaan sesuai butir (e) untuk botol A2 sudah diinkubasi 5 hari
± 6 jam. Hasil pengukuran didapatkan ialah nilai oksigen terlarut 5 hari
(A2).
g. Untuk penetapan blanko menggunakan larutan pengencer tanpa contoh uji
dilaksanakan pengerjaan butir (a) hingga (f). Nilai oksigen terlarut nol hara
(B1) serta nilai oksigen terlarut 5 hari (B2) ialah hasil pengukuran
didapatkan.
h. Untuk penetapan kontrol standar digunakan larutan glukosa asam glutamat
dilaksanakan pengerjaan butir (a) hingga (f). Nilai oksigen terlarut nol hara
(C1) serta nilai oksigen terlarut 5 hari (C2) ialah hasil pengukuran didapat.
i. Terhadap beberapa macam pengenceran contoh uji dilaksanakan ulang
pengerjaan butir (a) hingga (f).
16. Perhitungan
Nilai BOD contoh uji dihitung sebagai berikut:
𝐵1−𝐵2
(𝐴1−𝐴2)−( )𝑉𝑐
𝑉𝐵
BOD5 = (3.1)
𝑃
dengan P ialah perbandingan volume contoh uji (V1) per volume total (V2), VC
ialah volume suspensi mikroba dalam botol contoh uji (mL), VB yaitu volume
suspensi mikroba (mL) dalam botol DO blanko, B2 yaitu kadar oksigen terlarut
blanko sesudah inkubasi (5 hari) (mg/L), B1 yaitu kadar oksigen terlarut blanko
sebelum inkubasi (0 hari) (mg/L), A2 yaitu kadar oksigen terlarut contoh uji
sesudah inkubasi (5 hari) (mg/L), A1 yaitu kadar oksigen terlarut contoh uji
sebelum inkubasi (0 hari)(mg/L) serta BOD5 yaitu nilai contoh uji (mg/L).
3.7.3 Pengukuran COD
Pengukuran COD menggunakan metode refluks tertutup secara
spektrofotometri, yang langkah-langkahnya dijelaskan di bawah ini:
1. Pembuatan larutan pereaksi asam sulfat
Didalam 1000 mL H2SO4 pekat dilarutkan 10,12 g serbuk ataupun kristal
Ag2SO4 lalu diaduk sampai rata.
2. Pembuatan larutan baku kalium dikromat (K2Cr 2O7) 0,01667 M (≈ 0,1 N)
(digestion solution)
26

a. Dilarutkan 4,903 g K2Cr 2O7 yang sudah dikeringkan dalam suhu 150°C
selama 2 jam didalam air bebas organik 500 mL.
b. Ditambahkan 33,3 g HgSO4 serta 167 mL H2SO4 pekat.
c. Selanjutnya diencerkan hingga 1000 mL serta didinginkan dalam suhu
ruang.
3. Pembuatan larutan indikator ferroin
Air bebas organik 100 mL diencerkan lalu dilarutkan 1485g 1,10
phenanthroline monohidrat serta 695 mg FeSO4.7H2O.
4. Pembuatan larutan baku Ferro Ammonium Sulfat (FAS) 0,05 M
a. Air bebas organik dilarutkan dalam 300 mL Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O
sebanyak 19,6 g.
b. Selanjutnya ditambahkan 20 mL H2SO4 pekat.
c. Ditempatkan hingga 1000 mL selanjutnya didinginkan.
5. Pembuatan larutan asam sulfamat (NH2SO3H)
Ditambahkan 10 mg asam sulfamat pada setiap mg NO2-N yang terdapat dalam
contoh uji
6. Pembuatan larutan baku Kalium Hidrogen Ftalat (HOOCC6H4COOK, KHP) ≈
COD 500 mg O2/L
a. Dikeringkan hingga berat konstan dalam suhu 110°C KHP yang sudah
digerus perlahan.
b. Dilarutkan 425 mg KHP dalam air bebas organik 1000 mL
c. Jika disimpan pada kondisi dingin dalam temperatur 4°C ± 2°C dapat
digunakan hingga 1 minggu selama tak ada pertumbuhan mikroba
7. Prosedur kerja pengujian COD
a. Dipipet volume contoh uji ditambah larutan pereaksi asam sulfat ditambah
digestion solution ke dalam tabung ataupun ampul, sebagaimana pada Tabel
3.5.
27

Tabel 3.5 Contoh uji serta larutan pereaksi untuk macam-macam digestion vessel
Digestion Larutan Total
Contoh
Digestion Vessel solution pereaksi asam volume
uji (mL)
(mL) sulfat (mL) (mL)
Tabung kultur
16 × 100 mm 2,50 1,50 3,5 7,5
20 × 150 mm 5,00 3,00 7,0 15,0
25 × 150 mm 10,00 6,00 14,0 30,0

Standar Ampul:
10 mL 2,50 1,50 3,5 7,5
b. Tabung ditutup serta dihomogenkan selanjutnya dikocok perlahan.
c. Dilakukan digestion tabung dalam pemanas yang sudah dipanaskan dalam
suhu 150 °C selama 2 jam.
d. Dilakukan refluks hingga suhu ruang serta didinginkan secara perlahan dari
contoh uji. Contoh uji dibuka agar mencegah adanya tekanan gas tatkala
pendinginan sesekali ditutup.
e. Dipindahkan secara kuantitatif contoh uji dari tube ataupun ampul ke dalam
Erlenmeyer pada saat titrasi.
f. Ditambahkan indikator ferroin 0,05 ml - 0,1 ml ataupun 1 - 2 tetes serta
diaduk menggunakan pengaduk magnetik seraya dititrasi dengan larutan
baku FAS 0,05 M hingga terjadinya perubahan warna jelas dari hijau-biru
menjadi coklat-kemerahan dan dicatat volume larutan FAS yang sudah
digunakan.
g. Dicatat volume larutan FAS yang digunakan sesudah dilaksanakan langkah
(a) hingga (f) terhadap air bebas organik sebagai blanko.
8. Perhitungan Nilai COD contoh uji dapat dihitung sebagai berikut:
(𝐴−𝐵)×𝑀×8000
COD mg/L = (3.2)
𝑚𝐿 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑢𝑗𝑖

dengan M merupakan molaritas larutan FAS serta 8000 ialah berat


miliequivalent oksigen x 1000 mL/L, COD yaitu nilai contoh uji (mg/L), A
ialah volume larutan FAS yang diperlukan oleh blanko (mL) serta B
merupakan volume larutan FAS yang diperlukan untuk contoh uji (mL).
28

3.7.4 Pengukuran TSS


Pengukuran TSS menggunakan metode gravimetri tertutup secara
spektrofotometri, yang langkah-langkahnya dijelaskan di bawah ini:
1. Prosedur kerja pengujian TSS
a. Dibasahi saringan menggunakan sedikit air suling serta dilaksanakan
penyaringan menggunakan peralatan vakum.
b. Untuk mendapatkan sampel lebih homogen diaduk sampel menggunakan
pengaduk magnetik.
c. Sampel diaduk menggunakan pengaduk magnetik pipet sampel dengan
volume tertentu.
d. Dilakukan penyaringan menggunakan vakum selama 3 menit supaya
didapat penyaringan yang sempurna. Sampel dengan padatan terlarut tinggi
membutuhkan pencucian tambahan sesudah dicuci kertas saring
menggunakan 3 x 10 ml air suling, dibiarkan kering dengan sempurna.
e. Kertas saring dipindahkan dengan sangat hati-hati dari alat penyaring.
Apabila digunakannya cawan Gooch maka cawan dipindahkan dari
rangkaian alat serta dipindahkan kedalam wadah timbang aluminium
sebagai penyangga.
f. Didinginkan dalam desikator sebagai penyeimbang suhu lalu ditimbang
serta dikeringkan dalam oven minimal 1 jam dalam suhu 103ºC hingga suhu
105ºC.
g. Dilakukan penimbangan hingga didapatkan perubahan berat lebih kecil dari
4% terhadap penimbangan sebelumnya ataupun lebih kecil dari 0,5 mg
ataupun mencapai berat konstan. Diulangi tahapan pengeringan,
pendinginan dalam desikator.
2. Perhitungan Nilai TSS contoh uji dihitung sebagai berikut:
(𝐴−𝐵)×1000
TSS mg/L = (3.3)
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑢𝑗𝑖,𝑚𝐿

dengan TSS merupakan nilai contoh uji (mg/L), A ialah berat kertas saring +
residu kering (mg) serta B ialah berat kertas saring (mg).
29

3.7.5 Pengukuran kekeruhan


Pengukuran kekeruhan dilakukan dengan nefelometer, yang langkah-
langkahnya dijelaskan di bawah ini:
1. Kalibrasi Nefelometer
a. Dioptimalkan nefelometer untuk pengujian kekeruhan, sesuai petunjuk
penggunaan alat
b. Dimasukkan suspensi baku kekeruhan (misalnya 40 NTU) ke dalam tabung
pada nefelometer, kemudian pasang tutupnya
c. Dibiarkan alat menunjukkan nilai pembacaan yang stabil
d. Diatur alat hingga menunjukkan angka kekeruhan larutan baku (misalnya
40 NTU)
2. Penetapan Contoh Uji
a. Dicuci tabung nefelometer menggunakan air suling
b. Dikocok contoh serta masukkan contoh ke dalam tabung pada nefelometer,
lalu pasang tutupnya
c. Dibiarkan alat menunjukkan nilai pembacaan yang stabil
d. Dicatat nilai kekeruhan contoh teramati
3.7.6 Pengukuran DO
Pengukuran DO dilakukan menggunakan DO meter, yang langkah-
langkahnya dijelaskan di bawah ini:
1. Prosedur Pengujian DO
a. Dibilas alat uji menggunakan air suling, kemudian dikeringkan
menggunakan tisu.
b. Dicelupkan alat uji pada sampel contoh uji hingga menunjukkan hasil
pembacaan tepat.
c. Dicatat hasil pembacaan skala ataupun angka pada DO meter.
3.8 Pengukuran Persentase Penurunan Pencemar
Menurut Irmanto dkk. (2013), pengukuran persentase penurunan pencemar
dapat ditentukan dengan persamaan dibawah ini:
(𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟)
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 (%) = × 100% (3.4)
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙
30

3.9 Analisis Data


Analisis data yang digunakan pada eksperimen ini ialah aplikasi SPSS
(Statistical Product and Service Solution) untuk menganalisis data statistik.
Analisis data bertujuan untuk mengetahui efektivitas fitoremediasi tanaman genjer
pada perlakuan menggunakan aerasi dan tidak menggunakan aerasi. Analisis
regresi linear sederhana ialah teknik statistika yang digunakan untuk menyelidiki
pengaruh maupun hubungan secara linear antara satu variabel independen dengan
satu variabel dependen. Analisis regresi linear sederhana memiliki persamaan
sebagai berikut:
Y= a + bx (3.5)
dengan Y merupakan subyek pada variabel dependen diprediksi, x merupakan
subyek variabel independen yang memiliki nilai tertentu, a merupakan nilai
konstanta dan b merupakan koefisien regresi variabel.
31

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Eksperimen
Hasil pengukuran pada sampel limbah domestik dapat dilihat pada Tabel
4.1 dan persentase efektivitas setelah perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Berdasarkan Tabel 4.1 dan 4.2, air limbah domestik sebelum eksperimen parameter
pH masih memenuhi baku mutu, sedangkan parameter BOD, COD serta TSS telah
melebihi baku mutu yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2016 Tentang Baku
Mutu Air Limbah Domestik. Sedangkan parameter kekeruhan juga telah melebihi
baku mutu ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 32 Tahun 2017. Setelah dilakukan pengolahan fitoremediasi, air limbah
domestik mengalami penurunan nilai parameter dalam perlakuan menggunakan
aerasi dan tidak menggunakan aerasi. Hal ini kemungkinan terjadi karena
kemampuan dari tanaman genjer dan pengaruh aerasi dalam menyisihkan nilai
parameter air limbah domestik.
Hasil pengukuran pada perlakuan menggunakan aerasi terjadi perubahan
signifikan di hari ke 5 seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.1, dengan nilai
parameter BOD sebesar 2,70 mg/L, COD sebesar 31,1 mg/L, TSS sebesar 3 mg/L,
kekeruhan sebesar 2,32 NTU, pH sebesar 7,2 dan DO sebesar 8,5 mg/L. Sementara
itu, hasil pengukuran pada perlakuan tidak menggunakan aerasi terjadi perubahan
signifikan di hari ke 5 seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.1, dengan nilai
parameter BOD sebesar 1,60 mg/L, COD sebesar 33,3 mg/L, TSS sebesar 12 mg/L,
kekeruhan sebesar 4,07 NTU, pH sebesar 7,4 dan DO sebesar 7,7 mg/L. Hal
tersebut menunjukkan bahwa pengolahan limbah domestik menggunakan tanaman
genjer dengan perlakuan menggunakan aerasi dan tidak menggunakan aerasi sangat
berpengaruh dalam menurunkan nilai parameter, walaupun dari kedua perlakuan
terjadi peningkatan nilai parameter pada hari tertentu, tetapi nilai parameter masih
sesuai standar baku mutu yang telah ditentukan.
31

Tabel 4.1 Hasil pengukuran parameter sebelum eksperimen


No. Parameter Hasil Pengukuran Satuan Baku mutu Keterangan
1 pH 9 - 6-9 Memenuhi syarat*
2 BOD 69 mg/L 30 Tidak memenuhi syarat*
3 COD 150 mg/L 100 Tidak memenuhi syarat*
4 TSS 594 mg/L 30 Tidak memenuhi syarat*
5 Kekeruhan 44,9 NTU 27 Tidak memenuhi syarat**
6 DO 4,2 mg/L - -
*Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2016 Tentang
Baku Mutu Air Limbah Domestik.
**Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu
Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air Untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang,
Solus Per Aqua, dan Pemandian Umum.
Tabel 4.2 Hasil pengukuran eksperimen
Perlakuan Hari pH BOD (mg/L) COD (mg/L) TSS (mg/L) Kekeruhan (NTU) DO (mg/L)
- 0 9 69 150 594 44,9 4,2
1 8,4 9,80 79 29 42,3 4,9
2 7,5 7,10 36,6 2 4,18 6,5
Aerasi 3 7,3 1,60 33,4 17 3,55 7,3
4 7,2 3,20 32,2 4 2,82 7,9
5 7,2 2,70 31,1 3 2,32 8,5
1 8,7 2,10 85,8 42 44,5 4,4
2 8,4 2,10 40,9 41 6,27 4,7
Non Aerasi 3 7,7 11,50 38,3 20 5,32 5,5
4 7,5 3,20 36,2 16 4,13 6,4
5 7,4 1,60 33,3 12 4,07 7,7
Keterangan: Baris yang diwarnai merupakan penurunan nilai parameter tertinggi pada masing-masing perlakuan.
32

Tabel 4.3 Hasil persentase efektivitas eksperimen


Perlakuan Hari pH BOD (%) COD (%) TSS (%) Kekeruhan (%) DO
- 0 9 0,00 0,00 0,00 0,00 4,2
1 8,4 85,80 47,33 95,12 5,79 4,9
2 7,5 89,71 75,60 99,66 90,69 6,5
Aerasi 3 7,3 97,68 77,73 97,14 92,09 7,3
4 7,2 95,36 78,53 99,33 93,72 7,9
5 7,2 96,09 79,27 99,49 94,83 8,5
1 8,7 96,96 42,80 92,93 0,89 4,4
2 8,4 96,96 72,73 93,19 86,04 4,7
Non Aerasi 3 7,7 83,33 74,47 96,63 88,15 5,5
4 7,5 95,36 75,87 97,31 90,80 6,4
5 7,4 97,68 77,87 97,98 90,94 7,7
Keterangan: Baris yang diwarnai merupakan persentase efektivitas tertinggi pada masing-masing perlakuan.
33

4.2 Pembahasan
4.2.1 Efektivitas Limnocharis flava pada perlakuan menggunakan aerasi dan
tidak menggunakan aerasi dalam fitoremediasi
1. Parameter pH
Berdasarkan hasil eksperimen yang ditunjukkan pada Gambar 4.1,
perlakuan menggunakan aerasi dan tidak menggunakan aerasi dapat menurunkan
nilai pH dibawah baku mutu yang sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2016 Tentang Baku
Mutu Air Limbah Domestik. pH sebelum perlakuan dengan nilai 9 dapat turun
menjadi 7,2 pada perlakuan menggunakan aerasi dan 7,4 pada perlakuan tidak
menggunakan aerasi di hari ke 5. Hal tersebut membuktikan bahwa pengolahan air
limbah menggunakan tanaman genjer dengan perlakuan menggunakan aerasi dan
tidak menggunakan aerasi berlangsung dengan baik dan nilai pH telah mendekati
netral.
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa tanaman genjer berpengaruh dalam
penurunan nilai pH, akar dari tanaman genjer berperan penting dalam menetralkan
nilai pH dari air limbah. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Roni (2020), bahwa
nilai pH mengalami penurunan dapat disebabkan oleh bahan organik serta
anorganik telah tersaring dan terikat oleh akar tumbuhan, sehingga memudahkan
mikroba perombak pada saat proses degradasi. Bahan organik yang tersaring serta
terikat oleh akar tanaman akan terdegradasi menjadi senyawa sederhana (asam
amino serta asam lemak/asam organik) sehingga didapatkan nitrat, nitrit, amonia
serta nitrogen. Dengan terbentuknya asam organik hasil pemecahan protein serta
lemak, nilai pH terus menurun hingga mendekati pH yang netral. Sementara itu
menurut Bahtiar dan Hidayat (2019), kemungkinan turunnya pH dalam air
disebabkan oleh pernafasan akar. Pernafasan akar dalam air akan terjadi diserapnya
O2 dan dikeluarkan CO2. Reaksi antara CO2 dengan unsur-unsur yang terdapat
dalam air mengakibatkan keadaan asam. Sehingga kemungkinan dari pH
berangsur-angsur mendekati netral diakibatkan banyaknya CO2 dalam air. Proses
fitoremediasi dengan penambahan aerasi juga dapat membantu dalam menurunkan
nilai parameter pH air limbah. Hal ini sejalan dengan pernyataan Novita dkk.
34

(2019), bahwa dengan penambahan aerasi akan membantu mikroorganisme


melakukan metabolisme dengan baik sehingga nilai pH dapat terus menurun hingga
mendekati netral. Perubahan pH dalam air sendiri dapat dipengaruhi oleh aktivitas
mikroorganisme atau biota dalam air.

Gambar 4.1 Grafik penurunan nilai pH pada perlakuan aerasi dan non aerasi
2. Parameter BOD
Berdasarkan hasil eksperimen yang ditunjukkan Gambar 4.2 dan Gambar
4.3, perlakuan menggunakan aerasi dan perlakuan tidak menggunakan aerasi sama-
sama efektif dalam menurunkan nilai parameter BOD dalam air limbah domestik.
Nilai BOD mengalami penurunan sebesar 9,80 mg/L dengan efektivitas persentase
penurunan sebesar 85,80% pada perlakuan menggunakan aerasi di hari pertama.
Sementara itu, nilai BOD mengalami penurunan sebesar 2,10 mg/L dengan
efektivitas persentase penurunan sebesar 96,96% pada perlakuan menggunakan
aerasi di hari pertama.
Terjadinya penurunan kadar BOD dapat disebabkan oleh akar tanaman yang
berkontak langsung dengan limbah domestik, sehingga dapat meningkatkan kadar
DO dalam air limbah. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Thuraidah dkk.
(2016), bahwa terjadinya proses pada akar yang mengeluarkan oksigen, kemudian
akan terbentuknya zona rizosfer yang kaya oksigen pada seluruh permukaan rambut
akar. Oksigen kemudian akan mengalir menuju akar melalui batang setelah
berdifusi dari atmosfer melalui pori-pori daun. Pelepasan oksigen pada akar akan
menyebabkan air di sekitar rambut akar memiliki konsentrasi oksigen terlarut (DO)
yang tinggi. Penurunan kadar BOD juga dapat disebabkan dengan adanya
35

penambahan aerasi pada saat proses fitoremediasi, karena dengan menambahkan


aerasi bisa membantu meningkatkan kandungan oksigen terlarut dalam air limbah.
Hal tersebut diperkuat oleh penjelasan Ningrum dkk. (2020), bahwa dengan
pemberian aerasi dalam air limbah kebutuhan oksigen mikroorganisme pengurai
serta kebutuhan oksigen untuk oksidasi bahan-bahan kimia dalam air limbah akan
terpenuhi. Penurunan nilai BOD dapat menyatakan indikator kualitas air limbah
telah kearah lebih baik. Gambar 4.2 dan Gambar 4.3 menunjukkan bahwa perlakuan
menggunakan aerasi mengalami peningkatan nilai BOD di hari ke 4 dan perlakuan
tidak menggunakan aerasi mengalami peningkatan nilai BOD di hari ke 3. Menurut
Wirawan dkk. (2014), hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh akar dari tanaman
telah mengalami kerontokan akibat terlalu banyak koloid menempel pada tanaman
akar, sehingga dapat menambah kandungan bahan organik dalam air limbah.

Gambar 4.2 Grafik penurunan nilai BOD pada perlakuan aerasi dan non aerasi

Gambar 4.3 Grafik persentase penurunan nilai BOD pada perlakuan aerasi dan non
aerasi
36

3. Parameter COD
Berdasarkan Gambar 4.4 dan Gambar 4.5, perlakuan menggunakan aerasi
dan tidak menggunakan aerasi mampu menurunkan nilai parameter COD dan
efektivitas persentase penurunan nilai COD semakin meningkat. Nilai COD
sebelum eksperimen yaitu 150 mg/L, telah melebihi baku mutu air limbah domestik
yang telah ditetapkan, mengalami penurunan setelah eksperimen menjadi 79 mg/L
di hari ke 1 pada perlakuan menggunakan aerasi dan 85,8 mg/L di hari ke 1 pada
perlakuan tidak menggunakan aerasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa penurunan
yang terjadi pada kedua perlakuan langsung memenuhi standar baku mutu di hari
pertama.
Gambar 4.5 menunjukkan bahwa penurunan tertinggi nilai COD pada
perlakuan menggunakan aerasi dan perlakuan tidak menggunakan aerasi terjadi
pada hari ke 5 dengan persentase penurunan 79,27% dan 77,87%. Penurunan dari
nilai COD dapat terjadi karena akar dari tanaman genjer berperan dalam menyerap
bahan-bahan organik dalam air limbah. Hal ini sejalan dengan pernyataan
Herlambang dan Hendriyanto (2015), bahwa akar pada tanaman genjer akan terjadi
degradasi materi organik baik secara aerob maupun anaerob selama air limbah
melewati rizosfer tanaman. Mikroba akan beraktivitas dalam mendekomposisi
materi organik, jika tersedia zat organik yang cukup nitrogen akan teridentifikasi
yang kemudian teradsobsi oleh media dan tanaman. Nilai COD juga dapat turun
karena adanya fitovolatilisasi, yaitu proses penguapan dari kadar polutan menuju
udara setelah terserap oleh tanaman (Rahmatiyas, 2021). Penggunaan aerasi dalam
fitoremediasi juga menjadi salah satu alasan terjadinya penurunan nilai COD dalam
air limbah. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Setyaningsih (2018), bahwa
dengan menggunakan aerasi akan menghasilkan oksigen terlarut yang dibutuhkan
mikroorganisme, sehingga dapat mendegradasi bahan organik lebih banyak dan
nilai COD akan semakin menurun.
37

Gambar 4.4 Grafik penurunan nilai COD pada perlakuan aerasi dan non aerasi

Gambar 4.5 Grafik persentase penurunan nilai COD pada perlakuan aerasi dan non
aerasi
4. Parameter TSS
Berdasarkan Gambar 4.6 dan Gambar 4.7, nilai parameter TSS dalam air
limbah sebelum dilakukan eksperimen melebihi standar baku mutu air limbah
domestik. Setelah eksperimen nilai parameter TSS mengalami penurunan drastis,
sebelum perlakuan dengan nilai 594 mg/L turun menjadi 3 mg/L di hari ke 5 dengan
efektivitas persentase penurunan nilai TSS berturut-turut sebesar 95,12%, 99,66%,
97,14%, 99,33% dan 99,49% pada perlakuan menggunakan aerasi. Sementara itu,
pada perlakuan tidak menggunakan aerasi nilai parameter TSS turun menjadi 12
mg/L di hari ke 5, dengan efektivitas persentase penurunan nilai TSS berturut-turut
sebesar 92,93%, 93,19%, 96,63%, 97,31% dan 97,98%. Hal tersebut menunjukkan
bahwa pengolahan limbah menggunakan tanaman genjer dengan perlakuan aerasi
dan tidak menggunakan aerasi mampu menyisihkan nilai parameter TSS.
38

Penurunan TSS dapat disebabkan oleh akar tanaman genjer, dimana


tanaman genjer memiliki akar yang panjang dan serabut. Hal tersebut diperkuat
dengan penjelasan Sari dkk. (2020), bahwa penurunan TSS dikarenakan tanaman
memiliki akar serabut sehingga koloid yang melayang dalam air menempel pada
akar. Penurunan nilai TSS juga dapat disebabkan oleh dekomposisi bahan organik
terlarut serta mengendapnya hasil dekomposisi organik terlarut (Imron dkk., 2019).
Nilai TSS mengalami penurunan juga dapat diduga karena terjadinya proses
pengendapan saat pengambilan sampel sebelum ke sesudah pengolahan (Yulvizar,
2011). Penggunaan aerasi juga dapat menyebabkan nilai TSS menjadi turun, karena
mikroorganisme aerob sebagai pengurai bisa tumbuh dengan baik akibat proses dari
aerasi (Anwari dkk., 2011).
Adapun perlakuan menggunakan aerasi mengalami peningkatan nilai
parameter TSS di hari ke 3. Hari ke 2 dengan nilai TSS 2 mg/L naik menjadi 17
mg/L di hari ke 3. Terjadinya kenaikan nilai TSS akibat adanya penambahan
padatan dalam air limbah. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Santoso dkk.
(2010), bahwa akar ialah bagian tanaman yang pertama kali berinteraksi langsung
dengan air limbah. Akar menjadi rusak terlebih dahulu dibandingkan dengan bagian
tanaman lain. Akar mengalami kerontokan sehingga menyebabkan proses
penyerapan unsur hara serta proses fotosintesis menjadi terganggu. Gambar 4.7
menunjukkan perlakuan menggunakan aerasi lebih baik dalam menurunkan kadar
TSS dalam air limbah dibandingkan dengan perlakuan tidak menggunakan aerasi,
karena peranan aerasi sangat penting dalam proses fitoremediasi. Hal tersebut
diperkuat dengan pernyataan Ningsih dan Aini (2021), bahwa dengan tersedianya
oksigen yang optimal di media perakaran akar tidak busuk dan tanaman dapat
menyerap secara optimal karena akar mudah berespirasi.
39

Gambar 4.6 Grafik penurunan nilai TSS pada perlakuan aerasi dan non aerasi

Gambar 4.7 Grafik persentase penurunan nilai TSS pada perlakuan aerasi dan non aerasi
5. Parameter Kekeruhan
Berdasarkan Gambar 4.9 dan Gambar 4.10, hasil eksperimen nilai
kekeruhan pada kedua perlakuan mengalami penurunan signifikan dan efektivitas
penurunan semakin meningkat. Perlakuan menggunakan aerasi mampu
menurunkan nilai kekeruhan sebesar 2,32 NTU dengan efektivitas 94,83% di hari
ke 5. Sementara itu, perlakuan tidak menggunakan aerasi mampu menurunkan nilai
kekeruhan sebesar 4,07 NTU dengan efektivitas 90,94% di hari ke 5. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kedua perlakuan dalam eksperimen mampu menurunkan nilai
kekeruhan sesuai dengan baku mutu. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan
Nirmala dkk. (2016), bahwa nilai kekeruhan sesudah perlakuan fitoremediasi
cenderung menjadi rendah dibandingkan perlakuan tanpa menggunakan tanaman
dalam media pemeliharaan.
Parameter kekeruhan dapat dijadikan sebagai indikator dari mutu air, karena
kekeruhan merupakan karakteristik air yang pertama kali terlihat dari kondisi air.
40

Air tampak keruh jika terdapat partikel tersuspensi ataupun koloid seperti tanah,
plankton, bahan organik terdispersi, serta bahan anorganik lainnya (Pradana dkk.,
2019). Gambar 4.8 menunjukkan terjadi perubahan warna pada air limbah domestik
pada perlakuan menggunakan aerasi dan tidak menggunakan aerasi. Kondisi awal
air limbah domestik sebelum perlakuan tampak keruh dan berwarna coklat
kehitaman menjadi lebih jernih setelah dilakukan kedua perlakuan di hari ke 5.
(a) (b)

Gambar 4.8 Perubahan kondisi air limbah domestik (a) Sebelum perlakuan dan (b)
Sesudah perlakuan
Penurunan nilai kekeruhan dapat disebabkan oleh kemampuan dari akar
tanaman genjer dalam menyerap pencemar air limbah. Hal tersebut sejalan dengan
pernyataan Novita dkk. (2020), bahwa akar tanaman menyerap bahan pencemar
yang kemudian diakumulasikan menjadi bahan terlarut ke bagian tanaman sehingga
padatan tersuspensi limbah dapat berkurang. Semakin turun padatan tersuspensi
maka semakin turun nilai kekeruhannya. Nilai kekeruhan menjadi turun juga
disebabkan oleh aerator. Aerator akan menyuplai udara terus-menerus sehingga
mampu melarutkan atau memperkecil ukuran bahan organik dalam air limbah.
Sementara itu, menurut Novita dkk. (2019), adanya penggunaan aerasi dapat
menyuplai oksigen secara kontinyu sehingga kondisi air limbah yang
pencemarannya berlebihan dapat tertangani.
41

Gambar 4.9 Grafik penurunan nilai kekeruhan pada perlakuan aerasi dan non aerasi

Gambar 4.10 Grafik persentase penurunan nilai kekeruhan pada perlakuan aerasi dan
non aerasi
6. Parameter DO
Berdasarkan hasil eksperimen yang ditunjukkan pada Gambar 4.11, nilai
parameter DO meningkat dengan signifikan. Nilai parameter DO sebelum
perlakuan sebesar 4,2 mg/L naik menjadi 8,5 mg/L di hari ke 5 pada perlakuan
menggunakan aerasi dan 7,7 mg/L pada perlakuan tidak menggunakan aerasi di hari
ke 5. Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas air limbah domestik sudah menjadi
lebih baik. Semakin besar nilai parameter DO maka kualitas dari air tersebut akan
semakin baik (Sari dan Sari, 2018). Menurut Butarbutar (2019), oksigen terlarut
memiliki peran sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut berperan
sebagai mengoksidasi serta mereduksi bahan organik maupun anorganik.
Kenaikan nilai DO dapat disebabkan oleh tanaman genjer saat proses
fotosintesis. Hal ini sejalan dengan pernyataan Rahadian dkk. (2017), bahwa proses
fotosintesis akan menghasilkan oksigen di dalam air serta mengoksidasi senyawa
42

organik sehingga kandungan oksigen terlarut dalam air meningkat. Banyaknya


jumlah tanaman yang dimanfaatkan pada proses fitoremediasi juga dapat menjadi
salah satu alasan nilai parameter DO naik. Hal tersebut diperkuat dengan penjelasan
Sari dkk. (2020), bahwa semakin banyak tanaman yang digunakan pada proses
fitoremediasi maka semakin banyak bahan organik yang dapat diserap, sehingga
bahan organik yang perlu didegradasi mikroorganisme semakin sedikit. Semakin
sedikit bahan organik yang perlu didegradasi, maka oksigen terlarut dalam air
limbah semakin tinggi karena adanya suplai dari fotosintesis tanaman. Gambar 4.11
menunjukkan bahwa perlakuan menggunakan aerasi lebih baik dalam
meningkatkan kadar oksigen (DO) dalam air limbah dibandingkan perlakuan tidak
menggunakan aerasi. Menurut Manasika (2015), dengan penambahan kadar
oksigen menggunakan aerasi dalam fitoremediasi dapat meningkatkan ketersediaan
oksigen terlarut dalam air limbah sehingga kebutuhan oksigen terlarut
mikroorganisme bisa tercukupi dalam proses biokimia. Tersedianya oksigen
terlarut dapat membantu mikroorganisme dalam menguraikan logam berat maupun
bahan organik.

Gambar 4.11 Grafik penurunan nilai DO pada perlakuan aerasi dan non aerasi

4.2.2 Pengaruh lama waktu penggunaan aerasi dan tidak menggunakan


aerasi terhadap pengolahan limbah domestik
Hasil uji statistik analisis regresi linear sederhana eksperimen pada
perlakuan menggunakan aerasi dan tidak menggunakan aerasi dapat dilihat pada
Tabel 4.3. Hasil uji statistik analisis regresi linear sederhana tersebut menggunakan
43

data dari hasil eksperimen yang ditunjukkan pada Tabel 4.1 dari pengaruh lama
waktu perlakuan menggunakan aerasi dan perlakuan tidak menggunakan aerasi.
1. Parameter pH
Berdasarkan data hasil eksperimen pada Tabel 4.1, dapat dilihat bahwa lama
waktu tinggal tanaman dalam perlakuan menggunakan aerasi dan tidak
menggunakan aerasi berpengaruh terhadap penurunan nilai parameter pH. Menurut
Novita dkk. (2019), menambahkan aerasi dalam proses fitoremediasi akan
membantu mikroorganisme melakukan metabolisme dengan baik sehingga nilai pH
dapat terus menurun hingga mendekati netral. Sementara itu menurut (Ni’mah dkk.
(2019), pH akan terus menurun seiring berjalannya fitoremediasi karena semakin
banyak CO2 yang dihasilkan respirasi dari mikroorganisme. Hasil uji statistik
analisis regresi linear sederhana juga membuktikan bahwa lama waktu dalam
perlakuan menggunakan aerasi dan tidak menggunakan aerasi memiliki nilai
probabilitas sig < 0,05 yang artinya berpengaruh terhadap penurunan nilai
parameter pH. Nilai probabilitas perlakuan menggunakan aerasi adalah 0,013 <
0,05 dan perlakuan tidak menggunakan aerasi adalah 0,001 < 0,05.
2. Parameter BOD
Lama waktu tinggal dalam perlakuan aerasi dan perlakuan tidak
menggunakan tidak menggunakan aerasi tidak berpengaruh terhadap penurunan
nilai parameter BOD. Berdasarkan data hasil eksperimen pada Tabel 4.1,
membuktikan bahwa nilai parameter BOD pada perlakuan menggunakan aerasi
mengalami kenaikan di hari ke 4 dan perlakuan tidak menggunakan tidak
menggunakan aerasi mengalami kenaikan di hari ke ke 3. Menurut Wirawan dkk.
(2014), kemungkinan terjadinya kenaikan nilai BOD dapat disebabkan dari akar
tanaman yang telah mati akibat terlalu banyak koloid yang menempel pada akar,
sehingga dapat meningkatkan kandungan bahan organik dalam air limbah. Hasil uji
statistik analisis regresi linear sederhana juga membuktikan lama waktu dalam
perlakuan menggunakan aerasi dan tidak menggunakan aerasi memiliki nilai
probabilitas sig > 0,05 yang artinya tidak berpengaruh terhadap penurunan nilai
parameter BOD. Nilai probabilitas perlakuan menggunakan aerasi adalah 0,104 >
0,05 dan perlakuan tidak menggunakan aerasi adalah 0,164 > 0,05.
44

3. Parameter COD
Lama waktu tinggal tanaman dalam perlakuan menggunakan aerasi dan
tidak menggunakan aerasi berpengaruh terhadap penurunan nilai parameter COD.
Hal tersebut dibuktikan dengan data hasil eksperimen yang ditunjukkan pada Tabel
4.1, yang dari hari ke hari nilai parameter COD semakin menurun. Menurut Mirwan
dkk. (2010), dengan lama waktu pemakaian aerasi nilai COD dapat menurun karena
jumlah kebutuhan oksigen untuk mengoksidasi zat-zat organik telah terpenuhi.
Sementara itu, penurunan nilai COD pada perlakuan tidak menggunakan aerasi
bergantung kepada kemampuan dari tanaman dalam menyerap unsur hara. Semakin
lama tumbuhan berada dalam air limbah maka semakin banyak bahan organik yang
dapat didegradasi (Zulkhairi, 2018). Hasil uji statistik analisis regresi linear
sederhana juga membuktikan bahwa lama waktu dalam perlakuan menggunakan
aerasi dan tidak menggunakan aerasi memiliki nilai probabilitas sig < 0,05 yang
artinya berpengaruh terhadap penurunan nilai parameter COD. Nilai probabilitas
perlakuan menggunakan aerasi adalah 0,041 < 0,05 dan perlakuan tidak
menggunakan aerasi adalah 0,034 < 0,05.
4. Parameter TSS
Lama waktu tinggal dalam perlakuan aerasi tidak berpengaruh terhadap
penurunan nilai parameter TSS. Berdasarkan data hasil eksperimen pada Tabel 4.1,
membuktikan bahwa nilai parameter TSS mengalami kenaikan di hari ke 3 dan hasil
uji statistik analisis regresi linear sederhana membuktikan lama waktu dalam
perlakuan menggunakan aerasi memiliki nilai probabilitas sig > 0,05 yang artinya
tidak berpengaruh terhadap penurunan nilai parameter TSS. Nilai probabilitas
perlakuan menggunakan aerasi adalah 0,140 > 0,05. Menurut Rahmatiyas (2021),
nilai TSS naik dikarenakan adanya pengaruh dari gaya gravitasi serta pergerakan
air pada saat pengambilan sampel air, meskipun akar tanaman uji mempunyai
kemampuan dalam mengikat padatan tersuspensi air limbah. Sementara itu, lama
waktu tinggal tanaman dalam perlakuan tidak menggunakan aerasi berpengaruh
terhadap penurunan nilai TSS. Menurut Nono dkk. (2020), semakin lama waktu
kontak tanaman dengan air limbah, maka semakin banyak peluang tanaman uji
untuk menyerap polutan dalam air limbah. Hasil uji statistik analisis regresi linear
45

sederhana membuktikan bahwa lama waktu dalam perlakuan tidak menggunakan


aerasi memiliki nilai probabilitas sig < 0,05 yang artinya berpengaruh terhadap
penurunan nilai parameter TSS. Nilai probabilitas perlakuan tidak menggunakan
aerasi adalah 0,043 < 0,05.
5. Parameter Kekeruhan
Berdasarkan data hasil eksperimen pada Tabel 4.1, dapat dilihat bahwa lama
waktu tinggal tanaman dalam perlakuan menggunakan aerasi dan tidak
menggunakan aerasi berpengaruh terhadap penurunan nilai parameter kekeruhan.
Menurut Novita dkk. (2020), aerator akan menyuplai udara secara terus-menerus
sehingga mampu melarutkan ataupun memperkecil ukuran dari bahan organik
dalam air limbah sehingga nilai kekeruhan menjadi turun. Sementara itu menurut
Masturah dkk. (2014), semakin lama waktu tinggal tanaman maka semakin besar
penurunannya dan tanaman dapat memerankan fungsinya dengan baik dalam
mendegradasi. Hasil uji statistik analisis regresi linear sederhana juga membuktikan
bahwa lama waktu dalam perlakuan menggunakan aerasi dan tidak menggunakan
aerasi memiliki nilai probabilitas sig < 0,05 yang artinya berpengaruh terhadap
penurunan nilai parameter kekeruhan. Nilai probabilitas perlakuan menggunakan
aerasi adalah 0,032 < 0,05 dan perlakuan tidak menggunakan aerasi adalah 0,033 <
0,05.
6. Parameter DO
Lama waktu tinggal tanaman dalam perlakuan menggunakan aerasi dan
tidak menggunakan aerasi berpengaruh terhadap kenaikan nilai parameter DO. Hal
tersebut dibuktikan dengan data hasil eksperimen yang ditunjukkan pada Tabel 4.1,
yang dari hari ke hari nilai parameter DO semakin naik. Menurut Mirwan dkk.
(2010), lama waktu dari penggunaan aerasi dapat menyuplai banyak udara sehingga
meningkatkan laju penguraian bagi populasi organisme yang tumbuh dengan baik.
Sementara itu, nilai DO naik pada perlakuan tidak menggunakan aerasi karena
semakin lama proses fitoremediasi maka semakin besar jumlah senyawa organik
dalam air limbah teroksidasi menjadi gas CO2 serta air (Nurhidayanti dkk., 2021).
Hasil uji statistik analisis regresi linear sederhana juga membuktikan bahwa lama
waktu dalam perlakuan menggunakan aerasi dan tidak menggunakan aerasi
46

memiliki nilai probabilitas sig < 0,05 yang artinya berpengaruh terhadap kenaikan
nilai parameter DO. Nilai probabilitas perlakuan menggunakan aerasi adalah 0,000
< 0,05 dan perlakuan tidak menggunakan aerasi adalah 0,003 < 0,05.
Tabel 4.4 Hasil uji statistik analisis regresi linear sederhana dalam pengaruh lama waktu
penggunaan aerasi dan tidak menggunakan aerasi
Perlakuan
Parameter
Aerasi Keterangan Non Aerasi Keterangan
pH (0,013 < 0,05) Berpengaruh (0,001 < 0,05) Berpengaruh
BOD (0,104 > 0,05) Tidak (0,164 > 0,05) Tidak
berpengaruh berpengaruh
COD (0,041 < 0,05) Berpengaruh (0,034 < 0,05) Berpengaruh
TSS (0,140 > 0,05) Tidak (0,043 < 0,05) Berpengaruh
berpengaruh
Kekeruhan (0,032 < 0,05) Berpengaruh (0,033 < 0,05) Berpengaruh
DO (0,000 < 0,05) Berpengaruh (0,003 < 0,05) Berpengaruh
Berdasarkan hasil-hasil eksperimen yang telah dilakukan, terdapat potensi
Limnocharis flava untuk digunakan dalam pengolahan limbah cair di masa
mendatang. Tanaman ini adalah tanaman yang mudah dijumpai, karena dianggap
sebagai hama pada lahan-lahan pertanian. Atas dasar tersebut, penggunaannya
sebagai agen fitoremediasi, khususnya pada limbah domestik dapat dianggap
sebagai metode yang murah dan ramah lingkungan. Di sisi lain, terdapat potensi
untuk mengadopsi prinsip-prinsip pengolahan rakit apung untuk pengolahan limbah
domestik pada sebuah unit IPAL, khususnya pada IPAL komunal. Namun, hal ini
memerlukan penelitian-penelitian lanjutan di masa mendatang untuk melakukan uji
coba pada skala besar dalam pengolahan limbah domestik pada suatu unit IPAL.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil eksperimen serta analisis yang telah dilakukan, dapat
diambil kesimpulan mengenai fitoremediasi limbah cair domestik menggunakan
genjer dengan sistem hidroponik rakit apung adalah:
1. Pengolahan limbah domestik dengan tanaman genjer pada perlakuan
menggunakan aerasi dalam sistem hidroponik rakit apung mampu menurunkan
nilai BOD dengan persentase efektivitas sebesar 96,09%, COD sebesar 79,27%,
TSS sebesar 99,49%, kekeruhan sebesar 94,83%, nilai pH dari 9 menjadi 7,2
dan nilai DO dari 4,2 mg/L menjadi 8,5 mg/L. Sedangkan pada perlakuan tidak
menggunakan aerasi, mampu menurunkan nilai BOD dengan persentase
efektivitas sebesar 97,68%, COD sebesar 77,87%, TSS sebesar 97,98%,
kekeruhan sebesar 90,94%, nilai pH dari 9 menjadi 7,4 dan nilai DO dari 4,2
mg/L menjadi 7,7 mg/L.
2. Lama waktu tinggal pada perlakuan menggunakan aerasi berpengaruh terhadap
penurunan parameter pH, COD, kekeruhan dan DO, dengan hasil uji statistik
parameter pH yaitu (0,013 < 0,05), COD yaitu (0,041 < 0,05), kekeruhan yaitu
(0,032 < 0,05) dan DO yaitu (0,000 < 0,05). Lama waktu tinggal pada perlakuan
tidak menggunakan aerasi juga berpengaruh terhadap parameter pH, COD,
TSS, kekeruhan dan DO, dengan hasil uji statistik parameter pH yaitu (0,001 <
0,05), COD yaitu (0,034 < 0,05), TSS yaitu (0,043 < 0,05), kekeruhan yaitu
(0,033 < 0,05) dan DO yaitu (0,003 < 0,05). Sementara itu, lama waktu tinggal
pada perlakuan menggunakan aerasi tidak berpengaruh terhadap penurunan
parameter BOD dan TSS, dengan hasil uji statistik yaitu (0,104 > 0,05) dan
(0,140 < 0,05). Lama waktu tinggal pada perlakuan tidak menggunakan aerasi
juga tidak berpengaruh terhadap penurunan parameter BOD, dengan hasil uji
statistik (0,164 > 0,05).
5.2 Saran
Adapun saran dari hasil eksperimen ini adalah:

47
49

1. Diperlukannya penelitian lebih lanjut untuk parameter total coliform, amoniak


dan minyak dan lemak.
2. Diperlukan adanya penambahan variasi lama waktu penggunaan aerasi dan
penambahan jumlah tanaman genjer dalam fitoremediasi limbah cair domestik.
3. Diperlukan adanya penambahan pengujian nilai parameter pada eksperimen
tanpa adanya perlakuan dan tanaman genjer.
DAFTAR PUSTAKA
Adinata, C. (2020). Efektivitas Tanaman Melati Air (Echinodorus palaefolius)
Dalam Pengolahan Limbah Cair Domestik Dengan Sistem Hidroponik Rakit
Apung. Skripsi. Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh.
Anwari, F., Muslim, G. R., Hadi, A., dan Mirwan, A. (2011). Studi Penurunan
Kadar BOD, COD, TSS Dan pH Limbah Pabrik Tahu Menggunakan Metode
Aerasi Bertingkat. 1(1), 6.
Astuti, S. W., dan Sinaga, M. S. (2015). Pengolahan Limbah Laundry
Menggunakan Metode Biosand Filter Untuk Mendegradasi Fosfat. Jurnal
Teknik Kimia USU, 4(2), 54.
Bahtiar, L. A., dan Hidayat, J. W. (2019). Pengaruh Bioremediasi Tanaman Eceng
Gondok (Eichornia crassipes) Terhadap Penurunan Amoniak , pH , Minyak
dan Lemak pada Limbah Minyak Mentah Wonocolo Bojonegoro. Prosiding
Seminar Nasional Teknologi Industri, Lingkungan Dan Infrastruktur, 2, 5.
Butarbutar, R. (2019). Pengaruh Pemberian EM4 Dalam Biofilter Untuk
Menurunkan BOD5 Dan COD Pada Limbah Cair Sebagai Media Hidup Ikan
Mas (Cyprinus carpio). Jurnal Sumberdaya dan Lingkungan Akuatik (JSLA),
10.
Estuningsih, S. P., Muharni., dan Rynanda, M. (2012). Isolasi dan Identifikasi
Bakteri Hidrokarbon di Sekitar Rizosfer Rumput Belulang (Eleusine Indica
(L.) Gaertn) yang Berperan dalam Fitoremediasi Limbah Minyak Bumi.
Jurnal Penelitian Sains, 15(1), 40.
Filliazati, M., Apriani, I., dan Zahara, T. A. (2013). Pengolahan Limbah Cair
Domestik Dengan Biofilter Aerob Menggunakan Media Bioball Dan Tanaman
Kiambang. Jurnal Teknologi Lingkungan Lahan Basah, 1(1), 2-3.
Haryati, M., Purnomo, T., dan Kuntjoro, S. (2012). Kemampuan Tanaman Genjer
(Limnocharis flava (L.) Buch.) Menyerap Logam Berat Timbal (Pb) Limbah
Cair Kertas Pada Biomassa Dan Waktu Pemaparan Yang Berbeda. Jurnal
Lentera Bio, 1(3),131.
Herlambang, P., dan Hendriyanto, O. (2015). Fitoremediasi Limbah Deterjen
Menggunakan Kayu Apu (Pistia stratiotes L.) dan Genjer (Limnocharis flava

49
L.). Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan, 7(2), 100–108.
Hidayah, E. N., dan Aditya, W. (2010). Potensi Dan Pengaruh Tanaman Pada
Pengolahan Air Limbah Domestik Dengan Sistem Constructed Wetland.
Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan, 2(2), 12.
Ikawati, S., Zulfikar, A., dan Azizah, D. (2013). Efektivitas Dan Efisiensi
Fitoremediasi Pada Deterjen Dengan Menggunakan Tanaman Genjer
(Limnocharis flava). Jurnal Umrah, 3.
Imron., Sriyani, N., Dermiyati., Suroso, E., dan Yuwono, S. B. (2019).
Fitoremediasi dengan Kombinasi Gulma Air untuk Memperbaiki Kualitas Air
Limbah Domestik. Jurnal Ilmu Lingkungan, 17(1), 54.
Indra, O. S., Itnawita., dan Kartika, G. F. (2017). Fitoremediasi Fosfat Dalam
Larutan Simulasi Menggunakan Tanaman Genjer (Limnocharis flava),
Kangkung Air (Ipomoea aquatica Forsk) dan Eceng Gondok (Eichhornia
crassipes). Jurnal Repository, 1.
Irfansyah, A. (2018). Respon Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Genjer
(Limnocharis flava L.) Pada Berbagai Dosis Pupuk Nitrogen. Skripsi.
Universitas Sriwijaya
Irmanto., Suyata., dan Zusfahair. (2013). Optimasi Penurunan COD, BOD, dan TSS
Limbah Cair Industri Etanol (vinasse) Psa Palimanan Dengan Metode Multi
Soil Layering (MSL). Jurnal Ilmiah Kimia, 8(2), 134.
Irsyad, M., Sikanna, R., & Musafira. (2014). Translokasi Merkuri (Hg) Pada Daun
Tanaman Bayam Duri (Amaranthus Spinosus L) Dari Tanah Tercemar. Online
Journal of Natural Science, 3(1), 8–17.
Jacoeb, A. M., Abdullah, A., & Rusydi, R. (2010). Karakteristik Mikroskopis dan
Komponen Bioaktif Tanaman Genjer (Limnocharis flava) Dari Situ Gede
Bogor. Jurnal Sumberdaya Perairan, 4(2), 1.
Lestari, W. (2013). Penggunaan Ipomoea aquatica Forsk . untuk Fitoremediasi
Limbah Rumah Tangga. Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung,
1(1), 441.
Manasika, A. P. (2015). Analisis Pengaruh Variasi Densitas Eceng Gondok
(Eichornia crassipes (Mart.) Solm.) pada Fitoremediasi Limbah Cair Kopi.

50
Skripsi. Universitas Jember.
Marfiana, E. (2019). Pemanfaatan Genjer (Limnocharis flava) Sebagai Pewarna
Alam Colet Dengan Teknik Malam Dingin. Skripsi. Universitas Negeri
Semarang.
Masturah, A., Darmayanti, L., dan Lilis H, Y. (2014). Pengolahan Air Limbah
Domestik Menggunakan Tanaman Alisma Plantago Dalam Sistem Lahan
Basah Buatan Aliran Bawah Permukaan (Ssf-Wetland). Jurnal Online
Mahasiswa (JOM) Bidang Teknik Dan Sains, 1(1), 3.
Maulana, M. F. (2016). Penggunaan Tanaman Genjer (Limnocharis flava) Pada
Sistem Akuaponik Untuk Mengolah Limbah Greywater. Skripsi. Universitas
Islam Indonesia Yogyakarta.
Mirwan, A., Wijaya, U., Ananda, A. R., dan Wahidayanti, N. (2010). Penurunan
Kadar BOD, COD, TSS, CO2 Air Sungai Martapura Menggunakan Tangki
Aerasi Bertingkat. Kalimantan Scientiae, 28(76), 75–76.
MM, Dr. Priyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif. Surabaya: Zifatama
Publishing.
Mulasari, S. A. (2018). Penerapan Teknologi Tepat Guna (Penanam Hidroponik
Menggunakan Media Tanam) Bagi Masyarakat Sosrowijayan Yogyakarta.
Jurnal Pemberdayaan: Publikasi Hasil Pengabdian Kepada Masyarakat,
2(3), 426.
Ni’mah, L., Anshari, M. A., dan Saputra, H. A. (2019). Pengaruh Variasi Massa
dan Lama Kontak Fitoremediasi Tumbuhan Parupuk (Phragmites karka)
Terhadap Derajat Keasaman (pH) dan Penurunan Kadar Merkuri Pada
Perairan Bekas Penambangan Intan Dan Emas Kabupaten Banjar. Jurnal
Konversi, 8(1), 56-59.
Ningrum, Y. D., Ghofar, A., dan Haeruddin. (2020). Efektivitas Eceng Gondok
(Eichhornia crassipes .Mart) Solm ) sebagai Fitoremediator pada Limbah Cair
Produksi Tahu. Journal of Maquares, 9(2), 104.
Ningsih, R. I. W., dan Aini, N. (2021). Pengaruh Durasi Penggunaan Aerator dan
Pengaplikasian PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Selada (Lactuca sativa L.) pada Hidroponik

51
Sistem Rakit Apung. Plantropica: Journal of Agricultural Science, 6(2), 107–
108.
Nirmala, K., Wardani, S., Hastuti, Y. P., dan Nurussalam, W. (2016). Penentuan
Bobot Kayu Apu Pistia stratiotes L. Sebagai Fitoremediator Dalam
Pendederan Ikan Gurami Lac. Ukuran 3 Cm. Jurnal Akuakultur Indonesia,
15(2), 186.
Nono, K. M., Amalo, D., dan Bakok, A. (2020). Pengaruh Tumbuhan Talas
(Colocasia esculenta (L.) Schott var. aquatilis Hassk) Sebagai Fitoremediasi
Terhadap Kualitas Air Limbah Laundry. Jurnal Biotropikal Sains, 17(2), 43.
Novita, E., Hermawan, A. A. G., dan Wahyuningsih, S. (2019). Komparasi Proses
Fitoremediasi Limbah Cair Pembuatan Tempe Menggunakan Tiga Jenis
Tanaman Air . Jurnal Agroteknologi, 13(1), 16–21.
Novita, E., Wahyuningsih, S., Jannah, D. A. N., dan Pradana, H. A. (2020).
Fitoremediasi Air Limbah Laboratorium Analitik Universitas Jember Dengan
Pemanfaatan Tanaman Eceng Gondok dan Lembang. Jurnal Bioteknologi &
Biosains Indonesia (JBBI), 7(1), 121–130.
Nurhidayanti, N., Ardiatma, D., dan Tarnita, T. (2021). Studi Pengolahan Limbah
Greywater Domestik menggunakan Sistem Hidroponik dengan Filter Ampas
Kopi. Jurnal Tekno Insentif, 15(1), 22.
Patandungan, A., HS, S., dan Aisyah. (2016). Fitoremediasi Tanaman Akar Wangi
(Vetiver zizanioides) Terhadap Tanah Tercemar Logam Kadmium (Cd) Pada
Lahan TPA Tamangapa Antang Makassar. Al-Kimia, 4(2), 10-11.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2017 Tentang Standar Baku
Mutu Kesehatan Lingkungan Dan Persyaratan Kesehatan Air Untuk
Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua dan Pemandian
Umum.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. (2016).
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia
Nomor: P.68/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016 Tentang Baku Mutu Air Limbah
Domestik.

52
Pradana, T. D., Antono, R., dan Violani, C. D. (2019). Efektifitas Cone Aerator dan
Filtrasi Kulit Kerang Dalam Menurunkan Kadar Besi (Fe) Dan Kadar
Kekeruhan Pada Air Sumur Gali. Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan: Wawasan
Kesehatan, 5(2), 244.
Qurrohman, B. F. T. (2019). Bertanam Selada Hidroponik Konsep dan Aplikasi.
Bandung: Pusat Penelitian dan Penerbitan UIN SGD Bandung.
Rahadian, R., Sutrisno, E., dan Sumiyati, S. (2017). Efisiensi Penurunan COD dan
TSS dengan Fitoremediasi Menggunakan Tanaman Kayu Apu (Pistia
stratiotes L.) Studi Kasus: Limbah Laundry. Jurnal Teknik Lingkungan, 6(3),
7.
Rahmatiyas, H. (2021). WL-Port (Waste Laundry Portable) Sebagai Sarana
Pengelolaan Limbah Laundry Menggunakan Konsep Fitoremediasi dan
Filtrasi. Skripsi. Universitas Islam Indonesia.
Raissa, D. G., dan Tangahu, B. V. (2017). Fitoremediasi Air Yang Tercemar
Limbah Laundry Dengan Menggunakan Kayu Apu (Pistia stratiotes). Jurnal
Teknik ITS, 6(2), 232.
Roni, K. A. (2020). Pembuatan Biofilter Dari Tumbuhan Fitoremediasi Apu Apu
Sebagai Media Penurunan Kadar COD dan BOD Limbah Cair Di Pertamina
RU III PLAJU. Jurnal Redoks, 5(2), 83.
Sandria, I. V. (2017). Desain Sarana Vertikultur Hidroponik Sistem Alir Semi
Otomatis. Skripsi. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Santoso, S., Lestari, S., dan Anggorowati, S. (2010). Efisiensi Eceng Gondok
Dalam Penyisihan Bahan Organik Pada Lindi TPA Gunung Tugel Purwokerto.
Jurnal Purifikasi, 11(2), 168.
Sari, E., dan Sari, D. Y. (2018). Efektivitas Media Penyaring Dan Kayu Apu (Pistia
stratiotes L.) Dalam Fitoremediasi Air Lindi (Leachate). Prosiding Seminar
Nasional Pendidikan Biologi, 802.
Sari, F. D. N. (2018). Fitoremendiasi Air Limbah Rumah Tangga Menggunakan
Tanaman Wlingen (Scirpus grossus) dan Teratai (Nymphea firecrest). Jurnal
Ready Star, 1(1), 80.
Sari, N. D. (2019). Uji Fitoremediasi Pada Limbah Cair Tahu Menggunakan Genjer

53
(Limnocharis flava L.) Untuk Mengurangi Kadar Pencemaran Air Sebagai
Penunjang Mata Kuliah Ekologi dan Masalah Lingkungan. Skripsi.
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh.
Sari, S. V., Narwati, dan Hermiyanti, P. (2020). Pengaplikasian Kayu Apu (Pistia
stratiotes L) Dalam Menurunkan Kadar BOD, COD dan TSS Pada Limbah
Cair Laboratorium Di RSUD Besuki Kabupaten Situbondo. Jurnal
Keperawatan Profesional (JKP), 8(1), 9.
Setyaningsih, Y. D. (2018). Modifikasi Proses Lumpur Aktif dan Proses Desinfeksi
Pada Pengolahan Limbah Domestik. Skripsi. Institut Teknologi Sepuluh
Nopember.
Siswandari, A. M., Hindun, I., dan Sukarsono. (2016). FItoremediasi Phospat
Limbah Cair Laundry Menggunakan Tanaman Melati Air (Echinodorus
paleafolius) Dan Bambu Air (Equisetum hyemale) Sebagai Sumber Belajar
Biologi. Jurnal Pendidikan Biologi Indonesia, 2(3), 222-223.
Standar Nasional Indonesia. (2004). Air dan Air Limbah- Bagian 3: Cara Uji
Padatan Tersuspensi Total (Total Suspended Solid, TSS) Secara Gravimetri.
(SNI 06-6989.3-2004). Badan Standardisasi Nasional.
Standar Nasional Indonesia. (2004). Air dan air limbah – Bagian 11: Cara Uji
Derajat Keasaman (pH) Dengan Menggunakan Alat pH Meter (SNI 06-
6989.11-2004). Badan Standardisasi Nasional Indonesia.
Standar Nasional Indonesia. (2004). Air dan Air Limbah – Bagian 14: Cara Uji
Oksigen Terlarut Secara Yodometri (Modifikasi Azida) (SNI 06-6989.14-
2004). Badan Standardisasi Nasional.
Standar Nasional Indonesia. (2005). Air dan Air Limbah – Bagian 25: Cara Uji
Kekeruhan Dengan Nefelometer (SNI 06-6989.25-2005). Badan Standardisasi
Nasional.
Standar Nasional Indonesia. (2008). Air dan Air Limbah – Bagian 59: Metoda
Pengambilan Contoh Air Limbah (SNI 6989.59:2008). Badan Standardisasi
Nasional Indonesia
Standar Nasional Indonesia. (2009). Air dan Air Limbah - Bagian 2: Cara Uji
Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand/COD) Dengan

54
Refluks Tertutup Secara Spektrofotometer (SNI 6989.2:2009). Badan
Standardisasi Nasional.
Standar Nasional Indonesia. (2009). Air dan Air Limbah – Bagian 72: Cara Uji
Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen Demand/ BOD) (SNI
6968.72:2009). Badan Standardisasi Nasional.
Sulistia, S., dan Septisya, A. C. (2019). Analisis Kualitas Air Limbah Domestik
Perkantoran. Jurnal Rekayasa Lingkungan, 12(1), 43.
Suoth, A. E., dan Nazir, E. (2016). Karakteristik Air Limbah Rumah Tangga Pada
Salah Satu Perumahan Menengah Keatas Di Tangerang Selatan. Jurnal
Ecolab, 10(2), 81.
Susilawati. (2019). Dasar – Dasar Bertanam Secara Hidroponik. Palembang:
UNSRI PRESS.
Thuraidah, A., Puspita, E. I., Oktiyani, N. (2016). Pengaruh Genjer (Limnocharis
flava) Terhadap Penurunan Biological Oxygen Demand (BOD) Limbah
Industri Karet. Medical Laboratory Technology Journal. 2(1), 6–8.
Tallei, T. E., Rumengan, I. F. M., dan Adam, A. A. (2017). Hidroponik Untuk
Pemula. Manado: LPPM UNSRAT.
Umar, M. A., Baiquni, M., dan Ritohardoyo, S. (2011). Peran Masyarakat Dan
Pemerintah Dalam Pengelolaan Air Limbah Domestik Di Wilayah Ternate
Tengah. Majalah Geografi Indonesia, 25(1), 44.
Wachjar, A., dan Anggayuhlin, R. (2013). Peningkatan Produktivitas dan Efisiensi
Konsumsi Air Tanaman Bayam (Amaranthus tricolorL.) pada Teknik
Hidroponik melalui Pengaturan Populasi Tanaman. Jurnal Buletin Agrohorti,
1(1), 128.
Wirawan, W. A., Wirosoedarmo, R., & Susanawati, L. D. (2014). Pengolahan
Limbah Cair Domestik Menggunakantanaman Kayu Apu (Pistia Stratiotes L.)
Dengan Teknik Tanam Hidroponik Sistem DFT (Deepflowtechnique). Jurnal
Sumberdaya Alam dan Lingkungan, 1(2), 64–66.
Wulansari, A. N. D. (2012). Pengaruh Macam Larutan Nutrisi Pada Hidroponik
Sistem Rakit Apung Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Baby Kailan (Brassica
oleraceae var. alboglabra). Skripsi. Universitas Sebelas Maret Surakarta.

55
Yulvizar, C. (2011). Efektivitas Pengolahan Limbah Cair Dalam Menurunkan
Kadar Fenol Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin (RSUDZA)
Banda Aceh. Biologi Edukasi: Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi, 3(2), 14.
Zulkhairi. (2018). Efektivitas Penggunaan Biofilter Dengan Proses Anaerob, Aerob
dan Kiapu (Pistia stratiotes) Untuk Menurunkan Kadar COD, BOD5 Pada
Limbah Cair Laundry. Jurnal Sumberdaya dan Lingkungan Akuatik (JSLA),
5(2), 5.

56
LAMPIRAN I
ALAT YANG DIGUNAKAN DALAM PENELITIAN
Tabel 1. Alat yang digunakan dalam eksperimen
No Nama Alat Jumlah
1 Netpot 10 buah
2 Box styrofoam 2 buah
3 Pompa air 1 buah
4 Gayung 1 buah
5 Jerigen 2 buah
6 Pisau cutter 1 buah
7 Gunting 1 buah
8 Kertas label 1 bungkus
9 Spidol 1 buah
Tabel 2. Alat yang digunakan untuk pengujian sampel pH, BOD, COD, TSS, kekeruhan
dan DO.
No. Nama Alat
I. pH (SNI 06-6989.11-2004)
1 pH meter dengan perlengkapannya
2 Pengaduk gelas atau magnetik
3 Gelas piala 250 mL
4 Timbangan analitik
5 Kertas tissue
6 Termometer
II. BOD (SNI. 06.6989.72.2009).
1 Botol DO
2 Botol dari gelas 5 L – 10 L
3 Lemari inkubasi, suhu 20°C ± 1°C, gelap
4 Pipet volumetrik 1,0 mL dan 10,0 mL
5 Labu ukur 100,0 mL, 200,0 mL dan 1000,0 mL
6 DO meter yang terkalibrasi
7 Oven
8 pH meter

57
9 Shaker
10 Blender
11 Timbangan analitik
III. COD (SNI. 06.6989.73.2009).
1 Digestion vessel
2 Pemanas dengan lubang-lubang penyangga tabung (heating block)
3 Labu ukur 100,0 mL dan 1000,0 mL
4 Pipet volumetrik 5,0 mL, 10 mL dan 25,0 mL.
5 Pipet ukur 5 mL, 10 mL dan 25 mL
6 Mikroburet
7 Erlenmeyer
8 Magnetic stirrer
9 Gelas piala
10 Timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg.
IV. TSS (SNI. 06.6989.3.2004).
1 Digestion vessel
2 Pemanas dengan lubang-lubang penyangga tabung (heating block)
3 Labu ukur 100,0 mL dan 1000,0 mL
4 Pipet volumetrik 5,0 mL, 10 mL dan 25,0 mL.
5 Pipet ukur 5 mL, 10 mL dan 25 mL
6 Mikroburet
7 Erlenmeyer
8 Magnetic stirrer
9 Gelas piala
10 Timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg.
V. Kekeruhan (SNI. 06.6989.25.2005)
1 Turbidymeter
2 Gelas ukur
VI. DO (SNI. 06.6989.14.2004)
1 DO meter
3 Gelas ukur

58
LAMPIRAN II
DOKUMENTASI TAHAPAN PENELITIAN
No. Gambar Keterangan
1.

Pembuatan lubang netpot


hidroponik rakit apung

Pembuatan netpot hidroponik rakit


apung

3.

Pengambilan genjer di sawah

4.

Membersihkan genjer dari lumpur

59
5.

Proses aklimatisasi tanaman

6.

Pengambilan air limbah domestik

7.

Pemindahan genjer kedalam netpot

8.

Pengambilan sampel limbah


domestik

60
9.

Pengukuran COD

10.

Pengukuran pH

11.

Pengukuran kekeruhan

12.

Pengukuran DO

61
LAMPIRAN III
METODA PENGAMBILAN CONTOH AIR LIMBAH MENURUT
SNI 6989.59:2008
1. Persyaratan alat pengambil contoh
Alat pengambil contoh harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) terbuat dari bahan yang tidak mempengaruhi sifat contoh;
b) mudah dicuci dari bekas contoh sebelumnya;
c) contoh mudah dipindahkan ke dalam botol penampung tanpa ada sisa bahan
tersuspensi di dalamnya;
d) mudah dan aman di bawa;
e) kapasitas alat tergantung dari tujuan pengujian.
1. Jenis alat pengambil contoh
Alat pengambil contoh sederhana dapat berupa ember plastik yang
dilengkapi dengan tali atau gayung plastik yang bertangkai panjang.
2. Pengambilan contoh untuk pengujian kualitas air
a) siapkan alat pengambil contoh sesuai dengan saluran pembuangan;
b) bilas alat dengan contoh yang akan diambil, sebanyak 3 (tiga) kali;
c) ambil contoh sesuai dengan peruntukan analisis dan campurkan dalam
penampung sementara, kemudian homogenkan;
d) masukkan ke dalam wadah yang sesuai peruntukan analisis;
e) lakukan segera pengujian untuk parameter suhu, kekeruhan dan daya hantar
listrik, pH dan oksigen terlarut yang dapat berubah dengan cepat dan tidak
dapat diawetkan;
f) hasil pengujian parameter lapangan dicatat dalam buku catatan khusus;
g) pengambilan contoh untuk parameter pengujian di laboratorium dilakukan
pengawetan

62
LAMPIRAN IV
DATA HASIL UJI PARAMETER TSS DAN BOD

63
64
LAMPIRAN V
DATA HASIL UJI PENDAHULUAN

65
LAMPIRAN VI
HASIL ANALISIS REGRESI LINEAR SEDERHANA

1. Pengaruh lama waktu penggunaan aerasi terhadap pH


Model Summary
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 .906a .820 .775 .35804
a. Predictors: (Constant), HARI

ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 2.341 1 2.341 18.259 .013a
Residual .513 4 .128

Total 2.853 5
a. Predictors: (Constant), HARI

b. Dependent Variable: pH

Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 8.681 .259 33.501 .000

HARI -.366 .086 -.906 -4.273 .013


a. Dependent Variable: pH

2. Pengaruh lama waktu tidak menggunakan aerasi terhadap pH


Model Summary
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 .976a .953 .941 .16359
a. Predictors: (Constant), HARI

ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 2.161 1 2.161 80.760 .001a
Residual .107 4 .027

Total 2.268 5
a. Predictors: (Constant), HARI

b. Dependent Variable: pH

66
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 8.995 .118 75.974 .000

HARI -.351 .039 -.976 -8.987 .001


a. Dependent Variable: pH

3. Pengaruh lama waktu penggunaan aerasi terhadap BOD


Model Summary
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 .724a .524 .404 20.34056
a. Predictors: (Constant), HARI

ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1818.661 1 1818.661 4.396 .104a
Residual 1654.953 4 413.738

Total 3473.613 5
a. Predictors: (Constant), HARI

b. Dependent Variable: BOD

Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 41.052 14.721 2.789 .049

HARI -10.194 4.862 -.724 -2.097 .104


a. Dependent Variable: BOD

4. Pengaruh lama waktu tidak menggunakan aerasi terhadap BOD


Model Summary
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 .648a .420 .275 22.78921
a. Predictors: (Constant), HARI

67
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1502.436 1 1502.436 2.893 .164a
Residual 2077.393 4 519.348

Total 3579.828 5
a. Predictors: (Constant), HARI

b. Dependent Variable: BOD

Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 38.081 16.494 2.309 .082

HARI -9.266 5.448 -.648 -1.701 .164


a. Dependent Variable: BOD

5. Pengaruh lama waktu penggunaan aerasi terhadap COD


Model Summary
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 .829a .687 .609 29.75126
a. Predictors: (Constant), HARI

ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 7782.737 1 7782.737 8.793 .041a
Residual 3540.551 4 885.138

Total 11323.288 5
a. Predictors: (Constant), HARI

b. Dependent Variable: COD

Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 113.105 21.532 5.253 .006

HARI -21.089 7.112 -.829 -2.965 .041


a. Dependent Variable: COD

68
6. Pengaruh lama waktu tidak menggunakan aerasi terhadap COD
Model Summary
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 .846a .716 .645 27.68225
a. Predictors: (Constant), HARI

ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 7715.400 1 7715.400 10.068 .034a
Residual 3065.228 4 766.307

Total 10780.628 5
a. Predictors: (Constant), HARI

b. Dependent Variable: COD

Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 116.576 20.035 5.819 .004

HARI -20.997 6.617 -.846 -3.173 .034


a. Dependent Variable: COD

7. Pengaruh lama waktu penggunaan aerasi terhadap TSS


Model Summary
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 .676a .458 .322 196.17242
a. Predictors: (Constant), HARI

ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 129860.357 1 129860.357 3.374 .140a
Residual 153934.476 4 38483.619

Total 283794.833 5
a. Predictors: (Constant), HARI

b. Dependent Variable: TSS

69
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 323.524 141.979 2.279 .085

HARI -86.143 46.894 -.676 -1.837 .140


a. Dependent Variable: TSS

8. Pengaruh lama waktu tidak menggunakan aerasi terhadap TSS


Model Summary
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 .825a .681 .601 144.70616
a. Predictors: (Constant), HARI

ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 178618.514 1 178618.514 8.530 .043a
Residual 83759.486 4 20939.871

Total 262378.000 5
a. Predictors: (Constant), HARI

b. Dependent Variable: TSS

Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 410.571 104.731 3.920 .017

HARI -101.029 34.591 -.825 -2.921 .043


a. Dependent Variable: TSS

9. Pengaruh lama waktu penggunaan aerasi terhadap kekeruhan


Model Summary
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 .850a .722 .653 12.30208
a. Predictors: (Constant), HARI

70
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1574.344 1 1574.344 10.403 .032a
Residual 605.365 4 151.341

Total 2179.709 5
a. Predictors: (Constant), HARI

b. Dependent Variable: KEKERUHAN

Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 40.390 8.904 4.536 .011

HARI -9.485 2.941 -.850 -3.225 .032


a. Dependent Variable: KEKERUHAN

10. Pengaruh lama waktu tidak menggunakan aerasi terhadap kekeruhan


Model Summary
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 .849a .720 .650 12.14739
a. Predictors: (Constant), HARI

ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1520.185 1 1520.185 10.302 .033a
Residual 590.236 4 147.559

Total 2110.421 5
a. Predictors: (Constant), HARI

b. Dependent Variable: KEKERUHAN

Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 41.499 8.792 4.720 .009

HARI -9.320 2.904 -.849 -3.210 .033


a. Dependent Variable: KEKERUHAN

71
11. Pengaruh lama waktu penggunaan aerasi terhadap DO
Model Summary
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 .985a .970 .962 .33145
a. Predictors: (Constant), HARI

ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 13.996 1 13.996 127.398 .000a
Residual .439 4 .110

Total 14.435 5
a. Predictors: (Constant), HARI

b. Dependent Variable: DO

Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 4.314 .240 17.985 .000

HARI .894 .079 .985 11.287 .000


a. Dependent Variable: DO

12. Pengaruh lama waktu tidak menggunakan aerasi terhadap DO


Model Summary
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 .958a .918 .898 .43381
a. Predictors: (Constant), HARI

ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 8.436 1 8.436 44.825 .003a
Residual .753 4 .188

Total 9.188 5
a. Predictors: (Constant), HARI

b. Dependent Variable: DO

72
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 3.748 .314 11.936 .000

HARI .694 .104 .958 6.695 .003


a. Dependent Variable: DO

73

Anda mungkin juga menyukai