Anda di halaman 1dari 4

Kuliah Kedua

Hadis-hadis tentang
KEUTAMAAN BERBISNIS

A. Teks Hadis

‫ب قَ َال َع َم ُل الهر ُج ِل بِيَ ِدهِ َوُك ُّل بَْي ٍع َمْب ُرور‬ ِ ُّ ‫اَّللِ أ‬
ُ َ‫َي الْ َك ْسب أَطْي‬ ‫ول ه‬ َ ‫يل يَا َر ُس‬ِ ٍ ‫َع ْن َرافِ ِع بْ ِن َخ ِد‬
َ ‫يج قَ َال ق‬ .1
Dari Rif’ah Ibn Rafi’ sesungguhnya Rasulullah pernah ditanya “usaha apa yang paling baik?
Rasulullah saw. menjawab “Usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang
mabrur (jujur)”. (HR. Al-Al-Bazzar)
ُّ َ‫َح ٌد طَ َعاماً ق‬
‫ط‬ ِ‫ول ه‬ ِ ‫ عن رس‬- ‫ رضي هللا عنه‬- ‫عن املقدام‬
َ ‫ َما أ َك َل أ‬: ‫ قَ َال‬- ‫ صلى هللا عليه وسلم‬- ‫اَّلل‬ َُ .2
2ِ ِ ِ
‫ َكا َن يَأ ُك ُل ِم ْن َع َم ِل يَده‬- ‫ عليه السالم‬- ‫يب هللا َد ُاوَد‬ ِ ِ
‫ َوإ هن نَ ه‬، ‫َخ ْْياً م ْن أ ْن يَأ ُك َل م ْن َع َم ِل يَده‬
Dari al-Miqdam ra. dari Rasulillah saw. bersabda: Tidak ada seorang pun yang makan
makanan yang lebih baik daripada makan dari hasil kerja tangannya. Dan sesungguhnya
Nabiyullah Dawud juga makan dari hasil usahanya sendiri. (HR. al-Bukhari)
ِِ ِ ِ ِ ِ ‫اَّللِ صلهى ه‬
َ ‫ َواَلهذي نَ ْفسي بيَده الَ ْن يَأْ ُخ َذ أ‬:‫اَّللُ َعلَْيه َو َسله َم قَ َال‬
ُ‫َح ُد ُك ْم َحْب لَه‬ َ ‫ول ه‬ َ ‫َع ْن أَِِب ُهَريْ َرَة أَ هن َر ُس‬ .3
3
.ُ‫ضلِ ِه فَيَ ْسأَلَهُ أ َْعطَاهُ أ َْو َمنَ َعه‬
ْ َ‫اَّللُ ِم ْن ف‬
‫ب َعلَى ظَ ْه ِرهِ َخْي ٌر لَهُ ِم ْن أَ ْن يَأِِْتَ َر ُجالً أ َْعطَاهُ ه‬ ِ
َ ‫فَيَ ْحتَط‬
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda: demi zat yang jiwaku berada di Tangan-Nya,
sesungguhnya salah seorang dari kalian mengambil seutas talinya lalu mencari kayu bakar dan
memikulnya di punggungnya, hal itu lebih baik daripada mendatangi seseorang lalu ia meminta
kepadanya, baik diberi atau tidak. (HR. al-Bukhari)
ِ‫ِ ه‬ ِ ِ ِ ‫ول هللاِ صلهى ه‬ ُ ‫ قَ َال َر ُس‬:‫ قَ َال‬،‫َع ْن ُم َع ِاذ بْ ِن َجبَ ٍل‬
‫ين‬
َ ‫ب التُّ هاَّجار الذ‬ُ ‫ب الْ َك ْسب َك ْس‬ َ َ‫ " إ هن أَطْي‬:‫اَّللُ َعلَْيه َو َسله َم‬ َ .4
ِ ِ ِ
ْ‫ َوإِ َذا بَاعُوا ََل‬،‫ َوإِ َذا ا ْشتَ َرْوا ََلْ يَ ُذ ُّموا‬،‫ َوإِ َذا َو َع ُدوا ََلْ َُيْل ُفوا‬،‫ َوإِ َذا ائْ تُمنُوا ََلْ ََيُونُوا‬،‫إِ َذا َح هدثُوا ََلْ يَكْذبُوا‬
4
"‫ َوإِ َذا َكا َن ََلُ ْم ََلْ يُ َع ِس ُروا‬،‫ َوإِ َذا َكا َن َعلَْي ِه ْم ََلْ َيَْطُلُوا‬،‫يُطُْروا‬
Dari Mu’az bin Jabal, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya sebaik-baik usaha
adalah menjadi pedagang, yang apabila mereka berbicara tidak berdusta, jika berjanji tidak
menyalahi, jika dipercaya tidak khianat, jika membeli tidak mencela produk, jika menjual tidak
memuji-muji barang dagangan, jika berhutang tidak melambatkan pembayaran, jika memiliki
piutang tidak mempersulit” (HR. al-Baihaqi)
‫ َوإِ َذا‬، ‫اع‬ ‫ َرِح َم ه‬: ‫ قَ َال‬، ‫اَّللُ َعلَْي ِه َو َسله َم‬
َ َ‫اَّللُ َر ُجال سَْ َحا إِ َذا ب‬ ‫صلهى ه‬
َ ‫اَّلل‬
‫ول ه‬ ‫عن َجابِ ِر بْ ِن َعْب ِد ه‬
َ ‫ أَ هن َر ُس‬، ِ‫اَّلل‬ ْ .5

َ َ‫ َوإِذَا اقْ ت‬، ‫ا ْشتَ َرى‬


5
‫ضى‬
Dari Jabir bin Abdullah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda, Allah mengasihi orang-orang yang
memberikan kemudahan ketika ia menjual dan membeli serta ketika menagih haknya. (HR. al-
Bukhari)

1
Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, Juz IV (Kairo: Muassasah al-Qurtubah, t.th.), h. 141.
2
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, Juz II (Beirut: Dar Ibnu Kasir, 1987), h. 730
3
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, Juz II, h. 535
4
Abu Bakar al-Baihaqi, Syi’b al-Iman, Juz VI (Riyad: Maktabah al-Rusyd, 2003), h. 488.
5
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, Juz II, h. 730.
ِ ُ ‫ص ُد‬ ِ ‫ الت‬: ‫ قَ َال‬، ‫اَّلل علَي ِه وسلهم‬ ِ‫اَّلل‬ ِ ‫ َعن رس‬، ‫يد‬ ٍ ِ‫عن أَِِب سع‬
َ ِ‫ني َم َع النهبِي‬
‫ني‬ ُ ‫وق األَم‬ ‫هاج ُر ال ه‬ َ َ َ ْ َ ُ‫ه‬ ‫ى‬‫صله‬
َ ‫ه‬ ‫ول‬ ُ َ ْ َ َْ .6
6
‫ُّه َداء‬ ِِِ
َ ‫ني َوالش‬
َ ‫َوالصديق‬
“Dari Abi Said, dari Nabi saw. bersabda, kaum saudagar yang jujur dan terpercaya itu akan
dikumpulkan nanti di hari kiamat dengan nabi-nabi, dan sahabat-sahabat, serta orang yang mati
syahid. (HR. al-Tirmizi)
ِْ َ‫اَّلل وأ‬
ِ َ‫ْجلُوا ِِف الطهل‬
‫ب‬ َ َ‫هاس اته ُقوا ه‬ ‫صلهى ه ِ ه‬
ُ ‫اَّللُ َعلَْيه َو َسل َم أَيُّ َها الن‬
ِ‫ول ه‬
َ ‫اَّلل‬ ُ ‫اَّللِ قَ َال قَ َال َر ُس‬ ‫َع ْن َجابِ ِر بْ ِن َعْب ِد ه‬ .7
7
‫ِف ِرْزقَ َها َوإِ ْن أَبْطَأَ َعْن َها‬ِ َ ُ‫فَِإ هن نَ ْف ًسا لَ ْن ََت‬
َ ‫وت َح هَّت تَ ْستَ ْو‬
Dari Jabir bin Abdullah, Nabi saw. telah bersabda: Wahai sekalian manusia bertaqwalah
kepada Allah berbuat baiklah dalam mencari (rezeki). Karena sesungguhnya suatu jiwa tidak
akan pernah meninggal dunia hingga ia menghabiskan rezekinya, walaupun lambat datangnya.
(HR. Ibnu Majah).
B. Penjelasan
1. Pengertian Jual Beli
Dalam bahasa Arab, jual disebut al-Bai’ (‫ )البﯿع‬yang merupakan bentuk masdar dari ‫باع‬
yang artinya menjual.8 Sedangkan kata beli dalam bahasa Arab dikenal dengan ‫ شراء‬yaitu masdar
dari kata ‫ شرى‬artinya membeli.9 Namun pada umumnya kata ‫ بﯿع‬itu sudah mencakup keduanya,
jual dan beli. Kata ‫ بﯿع‬diartikan dengan ‫ مطلﻖ المبادلﺔ‬yang artinya mutlak tukar menukar.10 Selain al-
bai’, ada kata al-tijarah, yang berari jual-beli, perdagangan atau bisnis.
Kata ba’a ( ‫ )باع‬yang artinya menjual dengan bentuk ‫ بيع‬disebut sebanyak 4 kali dalam Al-
quran, yaitu 1). Surah Al-Baqarah :254, 2). Al-Baqarah : 275, 3). Surah Ibrahim 31 dan 4. Surah Al-
Jum’ah :9. Kata As-Syira terdapat dalam 25 ayat, tetapi setelah diteliti, hanya 2 ayat saja yang
berkonotasi perdagangan dalam konteks bisnis yang sebenarnya, yaitu yang terdapat dalam surah
Yusuf ayat 21 dan 22. Sedangkan kata tijarah disebut sebanyak 8 kali dalam Al-Quran yang
tersebar dalam tujuh surat, yaitu surah Al-Baqarah :16 dan 282 , An-Nisa’ : 29, At-Taubah : 24, An-
Nur:37, Fathir : 29, Shaf : 10 dan Al-Jum’ah :11. Di antara delapan ayat tersebut hanya 5 ayat yang
berkonotasi bisnis. Sedangkan 3 ayat lagi makna tijarah tidak berkonotasi bisnis (perdagangan)
yang riel.
Menurut istilah yang dimaksud dengan jual beli adalah “Tukar menukar harta dengan
harta yang dilakukan berdasarkan kerelaan atau memindahkan hak milik dengan (mendapatkan
benda lain) sebagai ganti dengan jalan yang diizinkan oleh syariat”.11
Jual beli bertujuan untuk memperlancar perekonomian pribadi secara langsung dan
perekonomian negara secara tidak langsung, serta dapat membuat orang lain lebih produktif
dalam menjalankan kehidupan di dunia sehingga hidupnya lebih terjamin. Tetapi sebagai umat
beragama, tujuan yang terpenting dalam jual beli adalah untuk mendapatkan ridhā Allah agar

6
Abu Isa al-Tirmizi, Sunan al-Tirmizi, Juz III (Beirut: Dar Ihya al-Turas al-Arabi, t.th.), h. 515.
7
Muhammad bin Yazid al-Qazwini, Sunan Ibn Majah, Juz II (Beirut: Dar al-Kutub, t.th.), h. 725.
8
A.W. Munawir, Kamus al-Munawir (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), h. 124
9
A.W. Munawir, Kamus al-Munawir, h. 716.
10
Al-Sayyid Sābiq, Fiqh al-Sunnah, Juz III (Kairo: Dār al-Fath Lili'lāmi al-'Arabi, 1990), h. 198.
11
Muhammad al-Syarbini, al-Iqna’, Juz II (Bandung: Syirkah al-Ma’ārif, t.th.), h. 2.
jual beli tersebut menjadi berkah dan berhasil. Untuk itu hendaklah setiap pedagang
(pengusaha) muslim dan pembeli dapat menerapkan syari’at Islam dalam segala usahanya.
2. Keutamaan Jual Beli
Dalam Islam, jual beli merupakan salah satu aktifitas manusia yang diatur secara terperinci,
baik melalui ayat-ayat Al-Quran maupun melalui hadis-hadis Nabi saw. Hal ini karena aktifitas jual
dan beli itu sendiri adalah aktifitas utama setiap manusia, yang kepadanya bergantung hidup dan
kehidupan manusia. Setiap orang dipastikan pasti terlibat dalam aktifitas ini, baik sebagai penjual
atau pun sebagai pembeli.
Nabi Muhammad saw. sendiri terkenal sebagai seorang praktisi ekonomi yang jujur.
Demikian pula dengan sahabat-sahabat Nabi, banyak yang merupakan pedagang manca negara yang
piawai. Tersebarnya Islam ke seluruh penjuru dunia, tak lepas dari jasa para pedagang muslim, yang
berkeliling dunia, selain untuk berdagang, juga menyebarkan Islam di tempat-tempat yang mereka
kunjungi. Oleh karena itu, ketika ada seseorang yang bertanya kepadanya tentang usaha apa yang
paling baik? Maka jawaban Nabi saw. adalah pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri dan
jual beli (bisnis) yang mabrur.
Pekerjaan seseorang dengan tangan sendiri bisa jadi identik dengan istilah wirausaha atau
(entrepneurship) saat ini. Secara sederhana, wirausaha dapat dipahami sebagai seseorang atau
kelompok-kelompok yang mempunyai modal yang besar untuk mendirikan suatu usaha, baik itu
usaha yang menguntungkan untuk diri sendiri dan orang lain. Belum ada terminology yang persis
sama tentang kewirausahaan (entrepneurship) akan tetapi pada umumnya memiliki hakikat yang
hampir sama yaitu merujuk pada sifat, watak dan ciri-ciri yang melekat pada seseorang yang
mempunyai kemauan keras untuk mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia usaha yang nyata
dan dapat mengembangkan dengan tangguh.12 Kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan
inovatif yang dijadikan dasar, kiat, dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses.13
Kata wirausaha sendiri merupakan gabungan kata dari wira yang berarti gagah berani, dan
perkasa, dan kata usaha. Jadi wirausaha berarti orang yang gagah berani atau perkasa dalam usaha.
Dalam kata ini terkandung makna seorang wirausahawan adalah seorang yang berani mengambil
resiko dalam menjalankan usaha. Sealain itu, dalam kata wira usaha terkandung makna
kemandirian, yaitu kepercayaan diri dalam memulai usaha dengan modal yang ditanggungnya
sendiri dengan memanfaatkan peluang-peluang usaha yang ada.
Adapun jual-beli yang mabrur, maknanya adalah jula beli yang baik, yang memenuhi segala
rukun dan syarat yang telah ditetapkan dalam al-Quran dan hadis. Dalam Islam, jual-beli (bisnis)
adalah ibadah. Karena itu, dalam menjalankan bisnis ini setiap pelaku usaha harus mengikuti
aturan-aturan yang telah digariskan.
Bukan hanya Nabi saw. saja menjadi wirausahawan yang bekerja dengan tangan mereka
sendiri, para Nabi yang lain pun demikian. Salah satu di antaranya adalah Nabi Daud as. yang
terkenal sebagai pande besi. Karena itulah Nabi saw. menetapkan bahwa tidak ada yang lebih baik
dikonsumsi oleh seseorang selain mengkonsumsi seuatu yang berasal dari hasil jerih payahnya
sendiri.

12
Aprijon, “Kewirausahaan dan Pandangan Islam”, dalam Menara, Vol. 12 No. 1 Januari – Juni 2013, h. 3
13
Suryana. Kewirausahaan Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju Sukses, (Jakarta: PT.Salemba, 2003),
h. 2
Nabi saw. melarang seseorang menjadi seorang pengemis, yang hanya bisa hidup dari belas
kasih orang lain. Menjadi kuli bangunan, atau seseorang yang mengambil seutas tali lalu
menggunakan tali itu untuk mengumpulkan kayu bakar lalu dijualnya untuk memenuhi
kebutuhannya adalah jauh lebih baik dari sekedar menjadi pengemis, yang datang kepada orang lain
meminta-minta sambil nunggu nasib, dikasihkah atau tidak.
Nabi saw. juga telah menggariskan bahwa sebaik-baik usaha adalah usaha perdagangan
yang apabila mereka berbicara tidak berdusta, jika berjanji tidak menyalahi, jika dipercaya tidak
khianat, jika membeli tidak mencela produk, jika menjual tidak memuji-muji barang dagangan, jika
berhutang tidak melambatkan pembayaran, jika memiliki piutang tidak mempersulit. Oleh karena
itu, seorang pedagang menghindari dusta dalam promosi dan iklan-iklanusaha bisnisnya dan tidak
mengumbar janji-janji yang belum tentu dapat dipenuhi. Jika diberi kepercayaan oleh orang lain
atau rekan bisnisnya, misalnya berupa modal atau titipan barang/uang, maka kepercayaan itu harus
dijaga dengan baik, tidak dikhianati.
Seorang pedagang juga tidak boleh melakukan trik-trik kotor dalam menjalankan usahanya.
Mencela suatu barang agar harganya turun, atau memuji-mujinya agar harganya tinggi dan cepat
laku adalah sebagian trik kotor yang banyak dipraktekkan para pedagang. Berkaitan dengan utang,
seorang pedagang tidak dibenarkan menunda-nunda pembayaran utangnya pada orang lain atau
rekan bisnis. Sebaliknya, jika memiliki piutang, tidak dibenarkan baginya untuk melakukan hal-hal
yang dapat mempersulit orang lain melunasi utang kepadanya.
Bagi para pedagang yang menjalankan bisnisnya dengan benar, kebahagiaan di dunia dan di
akhirat. Allah swt. menjanjikan akan memberikan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada pedagang
yang memberikan kemudahan ketika ia menjual dan membeli serta ketika menagih haknya. Di
akhirat, para pedagang yang jujur dan terpercaya itu akan dikumpulkan bersama para nabi, dan
sahabat, serta para syuhada.
Satu hal yang penting dicatat, seseorang tak akan meninggal dunia sebelum rezeki yang
ditakdirkan kepadanya sampai dan dihabiskannya. Tetapi rezekinya itu bisa datang cepat, bisa juga
lambat. Karena itu, setiap orang mesti berusaha agar rezekinya itu cepat datang kepadanya.

Anda mungkin juga menyukai