PENDAHULUAN
Keotentikan hadits seringkali dipersoalkan. Sejumlah kritikan ditujukan
kepada hadis, bahkan ada yang menolaknya. Sekalipun telah sekian lama
melengkapi sumber ajaran agama Islam (al-Quran), hadis sekiranya masih
perlu diuji keabsahan dan validitasnya. Salah satu penyebabnya adalah selain
tidak adanya jaminan yang tegas, juga akibat keterlambatan penulisan hadis.
Sehingga sangat mungkin diduga periwayatan hadis banyak yang palsu.
Kritik hadis perlu dilakukan, dikarenakan banyak silang pendapat,
perbedaan, serta konflik di tengah kehidupan masyarakat muslim akibat hadis-
hadis yang mengundang interpretatif, baik dari sanad dan matannya. Padahal,
hadis adalah pendamping al-Quran yang keduanya harus menjadi sumber
rujukan sebagai penjelas (bayan), petunjuk (hudan), serta sebagai obat (syifa)
bagi ummatnya.1 Kritik dalam konteks ilmu hadis, tidak sinonim dengan istilah
kritik yang secara umum digunakan oleh orientalis.
Wacana studi kritik hadis selain dipandang penting untuk menguji
validitas hadits, juga untuk melahirkan ilmu hadis. Sebab semakin berkembang
ilmu hadis, akan menjadikan wilayah studi Islam semakin luas. Dengan begitu
diharapkan wacana studi kritik hadis bermanfaat bagi dinamika perkembangan
peradaban Islam. Studi kritik hadis difungsikan untuk menguji kualitas dan
otensitasnya agar kita dapat membedakan dan mengambil yang terbaik dari
sekian hadis-hadis yang ada
Oleh karena itu, penelitian ini diupayakan sebagai salah satu studi kritik
hadis tentang keutamaan mendidik anak, sehingga dapat diuji kualitas serta
otentisitasnya. Sehingga kita bisa membedakan, serta memilah-milah manakah
hadis yang bisa dijadikan hujjah atau tidak dan sebagainya. Serta dapat
menyegarkan ghirah kita akan pentingnya pendidikan.
1
Mujtahid, www.uin-malang.ac.id, Wacana Kritik Hadis, akses tanggal 11 Januari 2012
Hadis tentang Keutamaan Mendidik Anak | 1
B. PENELITIAN SANAD
Kegiatan menelusuri hadis pada sejumlah kitab hadis yang asli disebut
sebagai takhrij al-hadith. Ada dua metode penelusuran hadis, yakni melalui
sistem digital dan sistem manual. Sistem digital adalah penelusuran hadis
melalui komputer atau data-data koleksi kitab hadis yang telah
terdokumentasikan dalam koleksi VCD hadis. Sedangkan sistem manual yang
dimaksud adalah cara takhrij al-hadith melalui sumber-sumber koleksi kitab-
kitab hadis.2
Penelitian ini menggunakan dua metode dalam menguji kualitas dan
otentisitas hadis. Hal ini perlu dilakukan karena sebagai bahan perbandingan
terhadap proses penelitian melalui sistem manual dan sistem digital. Dan tentu
saja dimungkinkan hasil yang diperoleh dari kedua metode tersebut juga
berbeda, baik dari segi penemuan data hingga berpengaruh pada analisis yang
dilakukan.
1. Penelitian Melalui Kitab Klasik
Setelah melacak kamus hadis dengan kata kunci addaba, hadis
tersebut ditemukan pada lebih dari satu kitab dengan beragam redaksi
matan yang berbeda. Klasifikasi perbedaan matan tersebut adalah sebagai
berikut.
:
:
3
Artinya:
Menceritakan kepada kami Qutaibah, menceritakan kepada kami Yahya
bin Yala dari Nashih, dari Simak bin Harb, dari Jabir bin Samurah,
beliau berkata: Rasulullah SAW. bersabda: Jika ada seseorang yang
2
Umi Sumbulah, Kritik Hadis Pendekatan Historis dan Metodologis, (Malang: UIN-
Malang Press, 2008), hal. 113
3
Pencarian hadis ini secara lengkap dengan perawinya, mula-mula dengan menggunakan
Mujam al-Mufahras karya Wensinck dengan kata kunci ". Lihat A.J. Wensinck, Mujam al-
Mufahras Li Alfadz al-Hadith al-Nabawi, (Leiden: E.J Brill, 1936), hal. 36
Hadis tentang Keutamaan Mendidik Anak | 2
mendidik anaknya, itu lebih baik daripada bersedekah sebanyak satu
sha .4
Hadis ini terdapat pada satu jalur sanad yang diriwayatkan oleh
al-Tirmidzi dalam kitab Sunan al-Tirmidzi.
Selain hadis tersebut terdapat juga hadis di bawah ini.
5
Artinya:
Menceritakan kepada kami Ali Ibn Tsabit al-Bazary dari Nashih Abi
Abdillah, dari Simak Ibn Harb, dari Jabir Ibn Samurah, sesungguhnya
Nabi SAW bersabda: Jika ada seseorang mendidik anak atau salah satu
dari anaknya, itu lebih baik baginya daripada bersedekah setiap hari
dengan setengah sha.
Hadis riwayat Ibn Hanbal ini hampir sama dengan hadis yang
diriwayatkan oleh al-Tirmidzi, namun terdapat perbedaan pada redaksi
matan hadis.
Hadis serupa diriwayatkan juga oleh Imam Ahmad Ibn Hanbal.
Artinya:
4
Al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th), hal. 382. Lihat Bab 33
Kitabu Birr wa Shilah Juz 3, Hadits no. 1958. Diketahui dari Mujam al-Mufahras, hadis ini juga
diriwayatkan oleh Imam Ahmad Ibn Hanbal dalam Musnadnya, lihat Abu Abd Allah Ahmad Ibn
Hanbal, Musnad Ahmad Ibn Hanbal, (Beirut: Al-Maktabah al-Islami, 1978), Jilid 5 no 96, 102.
5
Ahmad Ibn Hanbal, Musnad Ahmad Ibn Hanbal, (Beirut: al-Maktabah al-Islamiy,
1978), Juz 5, hal. 96
6
Ibid., hal. 102
Hadis tentang Keutamaan Mendidik Anak | 3
Menceritakan kepada kami Ali Ibn Tsabit, dari Nashih Abi Ubdillah, dari
Simak Ibn Harb, dari Jabir Ibn Samurah, sesungguhnya Rasulullah SAW.,
bersabda: Jika seseorang mendidik anaknya itu lebih baik baginya
daripada bersedekah setiap hari dengan setengah sha.
Redaksi matan hadis di atas berbeda pula dengan hadis yang
diriwayatkan Tirmidzi dan Ahmad Ibn Hanbal, dan melalui jalur sanad
perawi Ali Ibn Tsabit.
Hadis yang di takhrij oleh al- Tirmidzi ini melalui jalur sanad yaitu,
Qutaibah, Yahya Ibn Yala, Nashih, Simak Ibn Harb, dan Jabir Ibn
Samurah.7 Mengenai biografi masing-masing perawi, analisis
kebersambungan sanad, kualitas pribadi dan kapasitas intelektual perawi,
serta terbebasnya sanad dari syadz dan illat, secara singkat dapat disimak
dalam tabel berikut.
7
Ibid.
Hadis tentang Keutamaan Mendidik Anak | 5
Tabel 3.
Nama TL- Guru Murid Jarh wa Tadil
Perawi TW/Umur
Qutaibah : 148/158 115 Orang 46 Orang Abu Hatim
H dan An-NasaI
(Qutaibah Ibn W: 240 H Ismail Ibn Al Jamaah menilai thiqah,
Said Ibn U: 90/92 Abi Uwais, selain Ibn shaduq;
Jamil Ibn th Al-Laits Ibn Majah Ibn Kharasy
Tharif Ibn Said Abu al- menyatakan
Abdillah al- Yahya Ibn Abbas Ibn shaduq;
Tsaqafi) Yala al- Ishaq al- Abdullah Ibn
Aslamy Tsaqafy al- Muhammad
Sarajy Ibn Sayyar al-
Abu Hatim Farhayaniy
Muhammad berkomentar
Ibn Idris al- shaduq;
Razi Abu al-Hakim
berkomentar
hadza hadisu
ruwatuhu
aimmatu
thiqat;
Abu
Abdurrahaman
mengatakan
thiqah
mamun;
Abi Zubair
berkomentar
Qutaibah
taajjuban min
isnadihi wa
matnihi;
Abu Dawud
mengatakan la
yarwiya hadza
al-hadis illa
Qutaibah
wahdah;
al-Tirmidzi
berkata hasan
12
Ibid, hal. 524-527
13
Istilah al Jamaah merupakan istilah dalam wacana hadis yang diperuntukkan bagi
sekumpulan Mukharrij al-Hadith, yang karya-karyanya terkumpul dalam al-Kutub al-Sittah.
Mereka adalah al-Bukhari, al-Muslim, al-Tirmidzi, al-NasaI, Abu Daud, dan Ibn Majah.
14
Ibid, hal. 527-528
15
Berdasarkan informasi, al-Tirmidzi lahir pada tahun 209 H dan wafat pada tanggal 13
Rajab tahun 279 H, 39 tahun setelah wafat gurunya, Qutaibah. Lihat, Tarjamah al-Tirmidzi, hal.
48
16
Al-Mazzi, Tahdzib al-Kamal fi Asma al-Rijal, (Beirut: Dar al-Fikr, 1998), Juz. 20, hal.
264
Hadis tentang Keutamaan Mendidik Anak | 11
Muhallimiy. Sedangkan di antara perawi yang meriwayatkan hadis
darinya yaitu, Ibrahim Ibn al-Hasan al-Taghliby, Qutaibah Ibn
Said, dan Yaqub Ibn Yusuf Ibn Ziyad al-Dhabbiy.
Yahya Ibn Yala meriwayatkan hadis dari Nashih secara
muanan (ditandai dengan lafadz an). Keduanya terdapat hubungan
guru murid. Hal ini terbukti dengan data-data yang menyatakan nama
Yahya Ibn Yala merupakan salah satu murid Nashih, dan nama
Nashih termasuk dalam jajaran gurunya. Hal ini membuktikan bahwa
adanya kebersambungan antara keduanya.
c. Nashih
Nama lengkapnya adalah Nashih Ibn Abdillah. Berdasarkan
data dikatakan bahwa Ibn abd Rahman, al-Tamimi al-Maruf di
Muhallimi, Abu Abdullah al-Kufi, sahabatnya Simak Ibn Harb,
sesungguhnya ia tinggal di Bani Muhallim.17 Ia meriwayatkan hadis
dari 4 orang guru yaitu, Simak Ibn Harb, Atha Ibn Saib, Yahya
Ibn Abi Katsir, dan Abi Ishaq al-Sabiiy. Sedangkan muridnya
berjumlah 10 orang, di antaranya tersebut nama Ishaq Ibn Manshur
al-Saluliy, al-Qasim Ibn Abd al-Karim al-Urfuthy, dan Yahya Ibn
Yala al-Aslamy.18
Nashih meriwayatkan hadis dari Simak Ibn Harb dengan
shighat an (secara muanan). Adanya pertautan dan hubungan guru
murid antara keduanya, cukup memberikan keyakinan akurat bahwa
Nashih Ibn Abdillah adalah salah seorang murid Simak Ibn Harb.
Demikian pula Simak Ibn Harb juga berposisi sebagai guru Nashih.
Maka antara kedua perawi tersebut terjadi kebersambungan.
17
Ibid. Juz 19, hal. 11
18
Ibid, hal. 11-12
Hadis tentang Keutamaan Mendidik Anak | 12
Ibn Dzahl Ibn Tsalabah al-Dzahliy al-Bakriy, dan bergelar Abu al-
Mughirah al-Kufiy. Ia merupakan saudara dari Muhammad Ibn Harb
dan Ibrahim Ibn Harb.19
Sejauh yang penulis ketahui melalui literatur kitab, hanya
informasi tentang tahun wafatnya saja yang dapat diketahui.
Sementara tahun kelahirannya tidak ada yang menyebutkannya.
Hanya ada satu keterangan terkait wafatnya yaitu dari Abu al-Husain
Ibn Qani yang menyatakan, ia wafat pada tahun 123 H.20
Simak Ibn Harb memiliki sejumlah guru dan murid. Gurunya
berjumlah 51 orang, yang di antaranya yaitu Tsarwan Ibn Miljan,
Tsalabah ibn Hakam, dan Jabir ibn Samurah. Sedangkan
muridnya ada 45 orang, diantaranya tersebut nama Israil Ibn Yunus,
Zuhair Ibn Muawiyah, dan Nashih Abu Abdillah al-Muhallimiy al-
Kufiy.
Simak meriwayatkan hadis dari Jabir Ibn Samurah secara
muanan. Kedua perawi tersebut terdapat relasi guru murid. Hal ini
diketahui bahwa Jabir Ibn Samurah termasuk dalam jajaran guru
Simak Ibn Harb, begitu pula Simak merupakan salah satu murid
Jabir Ibn Samurah. Dengan demikian ada kebersambungan antara
kedua perawi tersebut (muttashil).
19
Al-Mazzi, Tahdzib al-Kamal fi Asma al-Rijal, (Beirut: Dar al-Fikr, 1998), Juz. 8,
hal.128
20
Ibid, hal. 131
21
Al-Mazzi, op.cit., (Beirut: Risalah, 2002), hal. 437. Lihat Bab al-Jim, no. 867
Hadis tentang Keutamaan Mendidik Anak | 13
riwayat al-Tustury mengatakan pada tahun 76 H; sedangkan menurut
Abu Bakar al Manjawiyah pada tahun 74 H; dan pendapat terakhir
dari Abi Ubaid mengatakan pada tahun 66 H, dengan menyertakan
keterangan dzalika wahmun, wa Allahu alamu.22
Jabir memiliki guru berjumlah 7 orang. Di antaranya yaitu,
Rasulullah SAW, sebagai guru utamanya, Abu Ayub Khalid Ibn
Zaid al-Anshary, Saad Ibn Abi Waqqash. Sedangkan jumlah
muridnya sebanyak 24 orang, di antara mereka tersebut nama-nama
Tamim Ibn Tharafah, Jafar Ibn Abi Tsaur, dan Simak Ibn Harb.23
Pertautan antara Nabi SAW dengan Jabir tidak perlu diragukan
lagi. Karena Jabir merupakan sahabat yang hidup pada zaman Nabi
serta berguru langsung kepada beliau.
22
Ibid., hal. 438-439
23
Ibid.
24
Ibid., hal 529-535
25
Ibid., hal. 534
26
Ibid., hal. 530
Hadis tentang Keutamaan Mendidik Anak | 14
ringan. Sehingga penulis berpedoman pada mayoritas penilaian
ulama yang berada pada peringkat II dan III. Dengan demikian,
Qutaibah dalam kaspasitasnya sebagai perawi hadis dapat dijadikan
sebagai hujjah.
c. Nashih
Yahya Ibn Main berkomentar laysa bi syaiin, laysa bi thiqah;
Amri Ibn Ali menilai matruk al-hadis, Al-Bukhari berkata munkarat
al hadis, Abu Daud berkomentar laysa bi Syai, Al- Tirmidzi menilai
laysa bi al-qawy, Al NasaI menilai dhaif, Abu Hatim menilai laysa
bi thiqah, dhaif, munkarat al-hadis, Al Hakim berkata, Nashih
dzahib al-hadis, Al-Daruquthniy menilai dhaif.28
Dari keseluruhan ulama yang memberi penilaian pada Nashih,
semuanya sepakat memberinya predikat jarh yang tergolong parah.
Karena tidak ada satu pun ulama yang memberikan penilaian pada
level tadil. Penulis berkesimpulan bahwa Nashih terbukti sebagai
seseorang yang mengingkari hadis-hadis Nabi SAW. Oleh karena
27
Ibn Hajar al-Asqalany, Tahdzib al Tahdzib, (Beirut: Dar al-Fikr, tt), Juz 9, no. 7956,
hal. 319-320, lihat pula Ibn Hatim al-Razi, Kitab al-Jarh wa al-Tadil, (Beirut: Dar al-Fikr, 1422
H), Jilid 9, no. 860/16470, hal. 243
28
Mazzi, op.cit., hal. 12-13, lihat juga Ibn Hajar al-Asqalaniy, Tahdzib., Juz 8, hal.
461-462, serta Abi Hatim al-Razi, Jarh., Jilid 8, hal. 572-573
Hadis tentang Keutamaan Mendidik Anak | 15
itu, hadis yang diriwayatkan oleh Nashih tidak layak dijadikan
hujjah.
29
Ibid., Juz 8, hal. 128-131, lihat juga al-Asqalaniy, Tahdzib, Juz 3, hal. 517-518
Hadis tentang Keutamaan Mendidik Anak | 16
kepribadian sosok Jabir Ibn Samurah yang tidak perlu diragukan
lagi.
Untuk memudahkan mengamati derajat jarh dan tadil masing-
masing perawi bisa dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.
Nama Perawi Peringkat Tadil Peringkat Jarh
Qutaibah Peringkat II-III Peringkat I
Yahya Ibn Yala - Peringkat II-III
Nashih - Peringkat II-III-IV-V
Simak Ibn Harb Peringkat III-IV-V Peringkat I-II
30
Umi Sumbulah, op.cit., hal. 69
31
Al Naisaburi, Muqaddimah Shahih, hal. 120. Sebagaimana di kutip Umi Sumbulah,
op.cit., hal. 71
32
Al-Mazzi, op.cit., hal. 535
33
Adapun istilah hadits hasan yang mana Tirmidzi tidak menambahkan lafal gharib
sesudahnya, maka yang beliau maksudkan adalah hadits hasan li ghairihi (hadits yang pada
Hadis tentang Keutamaan Mendidik Anak | 17
menyimpulkan bahwa hadis ini kemungkinan terdapat syadz dan illat
meskipun jalur sanadnya terdapat kebersambungan. Hal ini dikarenakan
hadis ini diriwayatkan seorang diri oleh salah seorang perawinya.
:
:
34
Sebagaimana yang terdapat pada hasil pencarian melalui sistem
digital ditemukan data dari hadis tersebut dalam bentuk tabel di bawah ini.
asalnya dhaif, namun kemudian menjadi hasan karena terdapat riwayat lain yang menaikkan
derajat hadits tersebut sehingga menjadi hasan.
34
Pencarian dengan sistem digital ini, bahts dengan kata kunci walada (huruf wawu-
lam-dal).
Hadis tentang Keutamaan Mendidik Anak | 18
Tabel 5.
Tabel 6.
habuatuQ
Nama Qutaibah Ibn Said Ibn Jamil Ibn
Tharif Ibn Abdillah
Al-Tarjamah
Kunyah Abu Raja
Balad al-Iqamah Hamsh
huhQaQ
Nama Nashih Ibn Abdillah
Kunyah Abu Abdillah
Balad al-Iqamah Kufah
Al-Tarjamah
Tarikh al-Wafat -
Al-Tabaqah Kibaru tabii al-Ittiba
Al-Nasab Al-Tamimiy al-Muhallimy
Syuyukh Simak Ibn Harb Ibn Aus (Abu
1 Orang*
(guru) Al-Mughirah)
Talamidz Yahya Ibn Yala (Abu
1 Orang*
(murid) Zakaria)
Rutbah Dhaif
Yahya Ibn Main Laisa bi syaiin
Amri Ibn Ghalas Matruk al-Hadis, ruwiya an
Simak ahaditsu munkarah
Jarh wa Al-Bukhari Munkar al-hadis
Tadil Abu Daud Laysa bi syaiin
Al-Tirmidzi Laysa bi al-qawy
inda ahlu al-hadis
Al-Nasai Laysa thiqah
hutabbStnbIurabuQ
Nama Jabir Ibn Samurah Ibn Junadah
Kunyah Abu Abdillah
Al-Tarjamah Balad al-Iqamah Kufah
Tarikh al-Wafat 74 H
Al-Tabaqah Shahabi
Said Ibn Abi Waqqash (Abu
Syuyukh
2 Orang Ishaq)
(guru)
Samurah Ibn Junadah
Simak Ibn Harb
Abi Bakar Ibn Abi Musa
Talamidz
5 Orang* Abdillah Ibn Qais
(murid)
Muhammad Ibn Ubaidillah Ibn
Said
Min al-shahabah wa rutbatuhuma ala muratib al-
Rutbah
adalah wa al-tawtsiq
Jarh wa Min al-shahabah wa rutbatuhuma ala muratib al-
Tadil adalah wa al-tawtsiq
*Catatan : Jumlah Guru dan Murid tersebut adalah versi program Mawsuah
Hadis Syarif, yang mana hanya disebutkan sebanyak tiga orang
(jika jumlahnya lebih dari tiga orang). Namun apabila jumlah
masing-masing di bawah tiga orang, maka disebutkan seluruhnya.
D. PEMAHAMAN HADIS
Meskipun hadis tersebut berkualitas dhaif al-isnad, namun kandungan
maknanya yang penuh semangat memperkuat term al-Quran dan hadis lainnya.
Kandungan makna hadis ini, memberikan maksud bahwa betapa pendidikan
yang diberikan kepada anak-anaknya tidak hanya berimplikasi sekilas (pahala
yang singkat), lebih kepada menjalankan perintah Allah untuk senantiasa
memberikan pendidikan kepada anak-anaknya agar menjadi insan yang
berakhlak mulia serta memiliki kapasitas intelektual yang tinggi.
Hal ini seiring dengan perintah Allah untuk senantiasa mendidik
keluarga terutama anak-anaknya.36
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-
malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
35
Umi Sumbulah, op.cit., hal. 144
36
QS. Al-Tahrim: 6
Hadis tentang Keutamaan Mendidik Anak | 23
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.
Artinya:
Penulis tidak menemukan satu literatur pun, terkait dengan sebab turun
(asbab al-wurud) hadis tersebut. Kemungkinan hadis tersebut tidak memiliki
sebab turun karena berkualitas dhaif. Meskipun hadis yang memiliki asbab al-
wurud tidak lantas serta merta berkualitas shahih.
Berkenaan dengan hadis tersebut, memang sudah kewajiban orang tua
untuk memberikan pendidikan bagi anak-anaknya. Seperti halnya disitir oleh
Ibnul Qayyim radhiyallah 'anhu. Ia berkata:
"Barangsiapa menelantarkan pendidikan anaknya dan meninggalkan apa yang
bermanfaat buat mereka, maka dia telah merusak masa depan anak;
kebanyakan anak tidak bermoral hanya karena bapak mereka tidak peduli
terhadap pendidikan mereka, sehingga para bapak tidak dapat mengambil
manfaat dari anak, dan anak (pun) tidak akan memberikan manfaat kepada
bapaknya ketika telah besar."38
Karena dengan mendidik anak-anaknya adalah sebuah nikmat yang tak
ternilai harganya, sebagaimana firman Allah.39
37
Muhammad Ibn Yazid Al-Qazwini, Sunan Ibn Majah, (Kairo: Dar al-Hadith, t.t), bab
III, no. 3361
38
Ibn Qayyim al-Jawziyah, Tuhfah al-Maudud bi Ahkam al-Maulud, terjemahan.
(Yogyakarta: Al-Qalam,)
39
QS. Al-Kahfi: 46
Hadis tentang Keutamaan Mendidik Anak | 24
Artinya:
harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-
amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu
serta lebih baik untuk menjadi harapan.
40
QS. al-Mudatsir: 1 7
Hadis tentang Keutamaan Mendidik Anak | 25
Artinya:
Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah
peringatan .!dan Tuhanmu agungkanlah!, dan pakaianmu bersihkanlah dan
perbuatan dosa tinggalkanlah dan janganlah kamu memberi (dengan
maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak, dan untuk (memenuhi
perintah) Tuhanmu, bersabarlah.
Setelah turun ayat ini Rasulullah saw mulai mengajar shahabatnya, dan
jumlah yang belajar selama 3 tahun setelah kenabian; 53 orang, laki-laki 43
dan wanita 10 orang, Nabi bersama orang-orang yang beriman belajar di
rumahnya Al-Arqam bin Abi Arqam.41 Hal ini juga terlihat bagaimana Nabi-
nabi mendidik anak-anak mereka. Model pendidikan informal, kisah Nabi
Yakub yang menasihati anak-anaknya42, dan kisah Luqman43.
Namun fenomena dunia pendidikan sekarang yang dicibir oleh
masyarakat kita sendiri. Kesalahan-kesalahan pendidikan lebih banyak
dilimpahkan pada lembaga pendidikan. Padahal pendidikan yang paling
penting adalah berangkat dari lingkungan terkecil seorang anak yaitu keluarga.
Apabila anak tidak dididik secara baik dalam lingkup keluarga, maka
kemungkinan besar dia berperilaku baik ketika di sekolah dan bertolak
belakang perilakunya ketika di luar sekolah.
Fenomena kegagalan pendidikan itu, salah satunya terlihat dari
banyaknya tawuran di kalangan pelajar dan mahasiswa saat ini cenderung
dijadikan tren. Akibatnya, fenomena tersebut sangat mudah menular dari satu
tempat ke tempat yang lain serta dari satu institusi ke institusi lainnya. Upaya
antisipasi telah dilakukan oleh berbagai pihak yang berkepentingan seperti
guru, orangtua siswa, masyarakat, dan pemerintah. Namun, agaknya antisipasi
itu belum membuahkan hasil yang menggembirakan. Oleh karena itu
41
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2007), cet. ke-1., hal. 5
42
QS. al-Baqarah/2: 132-133
43
Luqman ayat 12-19.
Hadis tentang Keutamaan Mendidik Anak | 26
diperlukan upaya yang lebih serius sehingga menyentuh langsung ke dalam
hati sanubari kalangan pelajar dan mahasiswa.44
Hal inilah yang kemudian menjadi satu poin penting, bahwa anggapan
pendidikan hanya dibebankan kepada pihak sekolah adalah pemahaman yang
sangat keliru, karena hal tersebut akan menafikan peran keluarga dalam
pendidikan anak-anaknya. Pendidikan dilakukan secara kerjasama, antara
pihak lembaga sekolah, keluarga dan masyarakat.
Kiranya esensi hadis yang diriwayatkan al-Tirmidzi ini, bisa menjadikan
sebuah pola penyadaran baru bahwa pendidikan yang utama di mulai dari
lingkup keluarga. Serta semangat baru untuk senantiasa mendidik anak-
anaknya menjadi sosok shalih dan shalihah, sehingga pahala yang diperoleh
tidak hanya sebatas setengah atau satu sha. Namun, akan menjadi simpanan
pahala yang tidak henti-hentinya mengalir, sebab kita telah berhasil mendidik
anak-anak kita menjadi shalih dan shalihah.
E. KESIMPULAN
Sanad hadis tentang keutamaan mendidik anak yang diriwayatkan oleh
al-Tirmidzi tersebut tergolong berkualitas dhaif (lemah) namun masih bisa
dijadikan itibar. Al-Tirmidzi mengatakannya dengan istilah hasan gharib, atau
bisa dikatakan kualitasnya hasan lighairihi. Hal ini dikarenakan terdapat
kaedah yang tidak bisa dipenuhi oleh sanad hadis ini, yaitu aspek keadilan dan
kedhabitan perawi.
44
Gede Putra Adnyana, Tawuran: Kegagalan Pendidikan Karakter,
http://edukasi.kompasiana.com, akses tanggal 13 Januari 2012.
Hadis tentang Keutamaan Mendidik Anak | 27
senantiasa memberikan pendidikan kepada anak-anaknya agar menjadi insan
yang berakhlak mulia serta memiliki kapasitas intelektual yang tinggi.
F. DAFTAR RUJUKAN
Al Quran dan Terjemahan, Depag RI.
Abi Hatim al-Razi, Kitab al-Jarh wa al-Tadil. Beirut: Dar al-Fikr, 1422 H.
Jilid 8
___________________, Jilid 9