Oleh:
Nanang Sulistiyono
S0052102004
2021
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wayang merupakan kesenian pertunjukan tradisional Indonesia yang
berkembang pesat di wilayah Jawa. Selain itu wayang juga berkembang
dibeberapa daerah di Indonesia seperti Sumatra dan Bali, namun tidak sejauh
wilayah Jawa. Wayang merupakan seni tradisional Indonesia yang lahir dari akar-
akar budaya nenek moyang sejak dahulu.
Wayang sebagai kreasi fisik seni, bisa berubah dalam penampilan dan cara
menyatakan diri. Bisa mengambil dari media seabgai alat peraga dan
pertunjukannya, sesuai dengan kebutuhan dan kehidupan alami manusia yang
harus terbuka pada perubahan (Bakar, 1974:02). Di Indonesia sendiri memiliki
bermacam-macam jenis kesenian wayang yaitu: wayang kulit, wayang golek,
wayang wong, wayang purwa, wayang klasik, atau wayang modern. Akan tetapi,
apapun namanya image dan landasan ideal wayang hampir selamanya satu falsafat
dasar antara idea jahat dan kontra idea baik (Bakar, 1974:02). Dalam buku bahan
ajar mata kuliah teori pedalangan disebutkan, ketika pertunjukan “Tuhan” atau
“Dewa” dalam wujud manusia dilarang, munculah boneka wayang yang terbuat
dari kulit sapi, dimana saat pertunjukan yang ditonton hanyalah bayangannya saja.
Wayang inilah yang sekarang dikenal dengan istilah wayang kulit (Suyanto,
2017:95).
Dalam dunia pakeliran dan pedalangan, jumlah cerita-cerita wayang kulit
mencapai ratusan. Cerita-cerita dalam dunia pakeliran dan pedalangan lebih
dikenal dengan isitilah “lakon”. Dalam lakon wayang kulit sebagian besar masih
berupa cerita yang hidup dalam dunia kesadaran kolektif para dalang, sedang
sebagian kecil berupa kitab yang berisi cerita-cerita tersebut (Wahyudi,
2012:XV).
Wayang kulit merupakan kesenian yang berkembang mengikuti alur
perkembangan zamannya. Perkembangan wayang kulit bisa dilihat dari kemasan
2
cerita, pembawaan karakter, sabeten, gojegan, bahasa, dan masih banyak lainnya.
Perkembangan zaman tidak hanya berdampak terhadap kesenian wayang kulit itu
sendiri. Akan tetapi, perkembangan zaman juga berdampak kepada pendukung
sajian wayang kulit tersebut. Hal yang demikian bisa dilihat dari instrumen
pendukung iringan, gending-gending pendukung iringan, kelir yang digunakan,
dan lain sebagainya. Perkembangan tersebut dilakukan untuk menyesuaikan diri
terhadap zamannya supaya wayang kulit masih tetap eksis. Akan tetapi,
perkembangan wayang kulit dengan mengikuti alur zamannya tidak merubah dua
fungsi utama wayang kulit yaitu wayang sebagai tontonan dan tuntunan.
Melalui pertunjukan wayang kulit manusia dapat mengambil pelajaran
hidup, karena seni pertunjukan wayang kulit pada hakikatnya adalah cerminan
pendidikan yang dibutuhkan oleh kehidupan manusia (Suyanto, 2013:02). Belajar
melalui dunia wayang, manusia juga dianggap berpartisipasi dalam
mengembangkan nilai-nilai yang terkandung dalam dunia wayang tersebut
menjadi nilai budaya yang digunakan dan dikembangkan dalam kehidupan sehari-
hari dan lebih lanjut untuk kehidupan dimasa depan. Salah satu pelajaran hidup
yang dapat diambil dalam pertunjukan wayang kulit adalah pendidikan budi
pekerti.
Budi-pekerti merupakan bagian dari kebudayaan yang mencerminkan
kualitas moral dan kepribadian setiap individu dalam kehidupan bermasyarakat
(Suyanto, 2013:01). Dewasa ini, nilai-nilai moral budi-pekerti pada anak-anak
mulai berkurang, hal itu bisa dilihat dari siswa-siswi SMK Warga Surakarta.
Berkurangnya nilai moral budi pekerti pada siswa-siswi berdampak pada
kanakalan remaja.
Akibatnya dari kenakalan remaja sendiri bermacam-macam. Siswa siswa
SMP 1 Polanharjo banyak yang melakukan tindakan-tindakan yang kurang
senonoh. Siswa-siswi SMP sering mengolok-olok temannya, sering menggunakan
kata-kata yang kurang baik terhadap gurunya, kurang sopan terhadap
lingkungannya, sering kebut-kebutan di jalan raya, dan tidak jarang siswa sering
berkelahi baik sama teman sekolahnya maupun sama teman beda sekolah. Dari
3
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
pekerti yang lebih baik dan berharap dapat memiliki karakter seperti yang dimiliki
oleh Prabu Puntadewa.
Dari refrensi yang ada, peneliti belum menemukan penelitian yang serupa
yaitu menggunakan media wayang kulit Prabu Puntadewa sebagai media
meningkatkan nilai budi-pekerti siswa.
C. Kerangka Berfikir
Hasil : Siswa dapat meningkatkan nilai budi pekerti, dapat menerapkan teori yang
dipelajarinya mengenai budi-pekerti.
7
BAB III
METODE PENELITIAN
B. Objek Penelitian
Data adalah sesuatu yang diolah. Data merupakan sumber informasi yang
digunakan sebagai bahan kajian dalam satu penelitian. Data dalam meningkatkan
nilai karakter budi-pekerti melalui media wayang prabu puntadewa pada SMP 1
Polanharjo adalah teks-teks tentang nilai karakter budi-pekerti pada tokoh wayang
Prabu Puntadewa.
Alat pengumpul data yang memiliki nilai tertinggi, yaitu alat pengumpul
data yang berupa catatan lapangan (Sukardi, 2015:47). Catatan lapangan bisa
diperoleh dari catatan-catatan yang dimiiki oleh guru dan catatan pribadi siswa
SMK Warga Surakarta. Dalam proses pengumpulan data ini, guru dapat mencatat
situasi yang terjadi didalam kelas dan membuat catatan pribadi untuk siswa SMP
8
1. Angket
2. Wawancara
3. Observasi
F. Analisis Data
H. Prosedur Penelitian
Pada penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan tiga siklus atau tiga
kali penelitian. Langkah-langkah dalam setiap siklus terdiri dari; perencanaan,
tindakan, obeservasi, dan refleksi.
Siklus I
1. Mengidentifikasi masalah
2. Mengannalisis dan merumuskan masalah
3. Merencanakan metode pembelajaran
4. Merencanakan media pembelajaran
5. Merencanakan tugas siswa
Siklus II
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
Data penelitian ini diperoleh dari hasil pengamatan dari siswa SMK Warga
Surakarta yang terdapat dari dua siklus yang setiap siklusnya memiliki empat
tahapan yakni: 1. Perencanaan. 2. Tindakan, 3. Observasi 4. Refleksi
Pada tabel tersebut menunjukan hasil belajar budi pekerti siswa sebelum
dilakukan pembelajaran menggunakan media wayang Prabu Puntadewa. Nilai
yang dapat siswa siswi SMK Warga Surakarta rata-rata dibawah KKM yaitu 70.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa-siswi memiliki
permasalahan dalam pembelajarannya. Untuk mengatasi masalah tersebut peneliti
13
a. Siklus ke-1
1. Perencanaan
2. Pelaksanaan
1) Pertemuan awal
Kegiatan awal pertemuan diawali dengan pembukaan terlebih dahulu.
Sebelum melakukan perkenalan, guru mengawali dengan mengucapkan salam
terlebih dahulu. Setelah salam dan berdoa, kemudian guru memanggil satu-
persatu siswanya untuk memperkenalkan diri.
Setelah selesai melakukan pembukaan, kemudian masuk pada
pembelajaran inti. Seorang guru mengambil tokoh wayang Prabu Puntadewa
kemudian memperkalkan tokoh wayang tersebut kepada siswa-siswai SMK
Warga Surakarta, setelah itu guru menjelaskan sifat-sifat Prabu Puntadewa. Guru
memberi pengarahan terhadap siswa-siswi umtuk mengikuti sifat-sifat Prabu
Puntadewa. Penggunaan media wayang Prabu Puntadewa diharapkan memberi
tanggapan baik kepada siswa-siswi SMK Warga Surakarta. Ketika pembelajaran
sudah memasuki menit ke 60, siswa-siswi diberi soal untuk dikerjakan dalam
14
3. Observaasi
4. Refleksi
Berdasarkan hasil dari pembelajaran dari siklus ke-1 diperoleh:
1) Kegiatan pembelajaran budi-pekerti dalam siklus ke-1 kurang efektif, dan
masih banyak metode-metode yang harus dibenahi.
2) Hasil observasi siswa meningkat sedikit dibandingkan dengan
sebelumnya.
b. Siklus ke-1
1. Perencanaan
2. Pelaksanaan
Pertemuan ke-2
3. Observaasi
4. Refleksi
Berdasarkan hasil dari pembelajaran dari siklus ke-1 diperoleh:
1) Kegiatan pembelajaran budi-pekerti dalam siklus ke-2 sudah efektif
2) Hasil observasi siswa meningkat sangat pesat dibandingkan dengan
peningkatan sebelumnya.
18
BAB V
PENUTUP
1. KESIMPULAN
2. SARAN
Dari hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan terdapat beberapa saran yang
harus dilakukan untuk mendapatkan nilai yang lebih baik:
a. Guru
1. Dalam melakukan pembelajaran harus menggunakan metode yang sesuai
dengan kemampuan siswa.
2. Dalam melakukan pembelajaran harus ada musyawarah antara guru dan
siswa
3. Fokus pembelajaran harus terfoskuskan kepada siswa dan guru.
b. Peneliti Berikutnya
1. Penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu sumber refrensi untuk
meningkatkan pembelajaran siswa.
2. Seorang peneliti harus memikirkan metode pembelajaran yang tepat untuk
siswa yang akan diteliti
19
DAFTAR PUSTAKA
Wahyudi, Aris. 2012. “Lakon Dewa Ruci: Cara Menjadi Jawa”. Yogyakarta:
Penerbit Bagaskara.