Aisyah Safira
Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia
aisyahsfrr@gmail.com
Abstrak: Karya ilmiah ini bertujuan mengetahui bagaimana hubungan antara religiusitas dan
stres pengasuhan. Karya ilmiah ini dibuat dengan metode studi literatur yang menggunakan
hasil karya tulis ataupun penelitian yang sudah ada dan dilakukan dengan cara me-review atau
pengkajian ulang untuk memperoleh data hasil penelitian. Karya ilmiah ini mengkaji lima jurnal
penelitian yang berkaitan-dengan religiusitas dan stres pengasuhan dengan subjek penelitian
yang berbeda-beda. Hasil penelitian menunjukkan religiusitas dan stres pengasuhan memiliki
hubungan negatif yang signifikan.
Abstract: In this article has purpose to investigate how the relationship among religiousness and
parenting stress. The article used the literature review methods which mean by using another
research by reviewing for getting research’s information. In this article was reviewing about five
research journals related to religiousness and parenting stress with different subjects. The results
of the research showed that religiousness has significant negative correlation to the parenting
stress.
Menurut Brooks (2008) menjadi orangtua berarti menjadi sosok yang paling
bertanggungjawab dalam mengasuh anak. selain itu, orangtua juga merupakan sosok yang
mendorong segala aspek pertumbuhan anak dengan menyediakan kebutuhan, melindungi,
serta memberikan bimbingan agar anak dapat menjalani kehidupan dengan baik (Brooks,
2008). Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya peran orangtua bagi kehidupan sang
anak.
Pada saat anak berusia 12-36 bulan atau biasa disebut dengan toddler, orangtua
memiliki tantangannya tersendiri. Menurut Davies (2011), meski toddler mengalami banyak
kemajuan yang pesat dalam berbagai aspek perkembangannya, namun toddler tetap memiliki
berbagai keterbatasan dalam dirinya. Toddler belum mampu melihat hal dari sudut pandang
selain dirinya dan belum memiliki self-control yang mana keterbatasan tersebut dapat
menimbulkan permasalahan berupa perilaku agresif, impulsive, tidak menurut, mudah
frustasi dan sering marah (Davies, 2011).
Perilaku yang ditampilkan toddler terkadang juga tampak tidak resional dan sulit
dipahami karena memang anak belum mampu mengungkapkan dengan jelas mengenai hal
yang diinginkannya (Davies, 2011). Permasalahan yang berasal dari karakteristik
perkembangan anak usia toddler ini kemudian menjadi salah satu hal yang dapat
menyebabkan orangtua mengalami stress pengasuhan. Sementara itu, stress pengasuhan yang
termasuk daily hassles orangtua bahkan diketahui mencapai puncaknya saat anak berusia
toddler (Muslow, Caldera, Pursley, Reifman, & Huston, 2002).
Selain anak usia toddler, anak usia sekolah dasar juga memiliki tantangannya tersendiri.
Salah satu tantangan pengasuhan ibu yang memiliki anak usia sekolah dasar ini dapat
bersumber dari tuntutan keterampilan yang harus dikuasai oleh anak maupun terkait dengan
kehidupan sekolah anak. Anak kelas 1 sekolah dasar mendapat tuntutan baru, yakni untuk
menguasai calistung (membaca, menulis, dan berhitung). Hal ini tentu saja menjadi tuntutan
baru bagi orangtua untuk memerhatikan pola belajar anak serta mengajari anak-anaknya yang
akan memasuki sekolah dasar untuk menguasai ketiga hal tersebut (Marbun, 2015).
Contoh lainnya yaitu tugas mandiri pada anak sekolah dsar yang biasanya memerlukan
pendampingan dari orangtua, atau dengan kata lain tidak dapat dikerjakan sendiri oleh anak.
Hal ini berakibat pada bertambahnya tugas maupun beban baru bagi orangtua, yakni untuk
membantu anakanak mereka dalam mengerjakan pekerjaan rumah. Tugas baru yang dimiliki
oleh orangtua ini sering dikeluhkan oleh para orangtua yang merasa direpotkan oleh tugas
sekolah anak mereka (Hasibuan, 2015). Jika ibu tidak dapat menghadapi tantangan yang
dimilikinya serta tidak dapat menyeimbangkan tuntutan seperti contoh diatas dengan sumber
daya yang mereka miliki, maka hal ini dapat menyebabkan suatu reaksi tekanan yang disebut
dengan stres (McGrath, dalam Baqutayan, 2015).
Disamping usia anak, latar belakang orang tua juga berpengaruh terhadap stress
pengasuhannya. Andriyani (2014) artikel ini menunjukkan bahwa dalam mengatasi stress
akibat peran ganda yang dijalani oleh seorang ibu tergantung dari kepribadian, usia,
inteligensi dan status sosial serta pekerjaan. Kim (2015) dalam penelitiannya terhadap ibu
bekerja menemukan bahwa konflik antara pekerjaan dan pengasuhan pada ibu bekerja
berpengaruh secara tidak langsung terhadap parenting stress. Ibu yang bekerja di luar rumah
sekaligus mengurus anak dimungkingkan memiliki parenting stress yang lebih tinggi dari
pada ibu yang tidak bekerja di luar rumah. Alasannya adalah tuntutan waktu, pikiran dan
tenaga yang ekstra pada ibu dalam menjalankan kedua peran yang diembannya. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Apreviadizy & Puspitacandri (2014) Ibu yang memiliki
pekerjaan di luar rumah lebih stress dari pada ibu yang hanya mengurus rumah tangga.
Ibu yang bekerja perlu memilih coping stress untuk mengurangi kondisi stress yang
dialami. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Putri & Sudhana (2013) menyatakan bahwa
stress dialami oleh ibu tanpa pembantu rumah tangga, sehingga ibu rumah tangga juga perlu
memilih coping stress untuk mengurangi stressnya (Rosalina & Hapsari, 2014). Ibu yang tidak
memiliki coping stress yang tepat dapat berdampak pada pengasuhan anak, misalnya
melampiaskan emosi negatif kepada anak dengan cara membentak, menendang, memukul
bahkan sampai melakukan tindak pembunuhan.
Dapat disimpulkan bahwa dalam menjalankan perannya sebagai orangtua, ada banyak
tugas yang perlu dilakukan sehingga dapat menimbulkan stres dalam pelaksanaannya. Abidin
(1990) menyatakan bahwa tugas orangtua dalam pengasuhan merupakan tugas yang memiliki
kompleksitas yang tinggi, seringkali dilakukan dalam situasi yang menekan dan dengan
keterbatasan diri orangtua, serta berhubungan dengan karakteristik tertentu baik dari segi
fisik dan mental sang anak. Kesulitan yang dialami orangtua dalam menjalankan tugas
pengasuhan dapat menimbulkan stres pengasuhan (Abidin, 1990). Stres pengasuhan
merupakan suatu fenomena psikologis yang muncul saat individu merasakan kecemasan dan
tekanan berlebihan yang secara spesifik berkaitan dengan peran sebagai orangtua dan
interaksi yang terjalin antara orangtua dengan anaknya (Abidin, 1990). Abidin (1992)
menyebutkan terdapat tiga aspek stress pengasuhan antara lain aspek pengalaman stres
orangtua, aspek perilaku anak yang sulit, dan aspek ketidakberfungsian interaksi antara
orangtua dan anak.
Lazarus & Folkman (1984) mengungkapkan bahwa salah satu sumber kekuatan
individu dalam menghadapi stres adalah positive belief yang berasal dari berbagai hal
termasuk keyakinan bahwa Tuhan pasti akan memberikan hasil yang baik dalam kondisi sulit
yang dihadapi. Selain itu, ritual ibadah yang merupakan ajaran dari agama juga dapat
memberikan efek rileks pada tubuh serta menjadi sumber ketenangan dan kenyamanan
(Astri, 2009). Hal tersebut menunjukkan bahwa agama bukan hanya dapat menjadi metode
dalam coping stres, namun juga mampu menjadi faktor pelindung bagi individu saat
mengalami stres. Penghayatan dan pelaksanaan terhadap nilai-nilai religius yang
komprehensif akan memunculkan perasaan bahagia, senang, puas, merasa aman yang pada
akhirnya akan mengacu pada ketenangan batin sehingga mampu menjalankan tuntutan peran
sebagai ibu selama proses pengasuhan anak (Rahayu dkk, 2019).
Pargament, Koenig, dan Perez, (2000) menjelaskan konsep religious coping mengacu
pada fungsi-fungsi agama. Beberapa fungsi dari agama yang dijabarkan oleh Pargament et al.,
(2000) yakni : berperan dalam pencarian makna hidup dari individu, memberikan
kenyamanan saat individu menghadapi hal-hal yang sulit dalam hidupnya, menguatkan
kohesivitas sosial dan membantu setiap individu untuk melakukan perubahan atau
transformasi dalam hidupnya. Fungsi-fungsi dari agama tersebut dapat diterapkan oleh para
ibu dalam menghadapi stres dalam berbagai konteks dalam hidupnya.
Metode
Penelitian ini menggunakan metode studi literatur dengan mengkaji 5 jurnal yang
mengkaji tentang religiusitas dan stres pengasuhan. Melfianora (2017) menyatakan bahwa
studi literatur merupakan suatu penelitian yang tidak mengharuskan peneliti turun ke
lapangan untuk menemukan subjek penelitian. Perolehan data penelitian didapatkan dari
pustaka, artikel jurnal yang telah dipublikasikan, maupun artikel jurnal yang belum
dipublikasikan. Studi literatur merupakan suatu penelusuran ilmiah berdasarkan sumber-
sumber kepustakaan seperti buku, jurnal, maupun terbitan-terbitan yang ada serta berkaitan
dengan topik penelitian. Studi literatur berfungsi untuk menghasilkan suatu tulisan yang
merujuk pada suatu isu tertentu (Marzali, 2016).
Kajian literatur bertujuan untuk menghasilkan sebuah tulisan atau hasil karya seseorang
untuk mengenal kajian baru yang berkaitan dengan topik tertentu yang perlu diketahui oleh
masyarakat. Selain itu kajian literatur juga bertujuan untuk memperluas wawasan terkait
topik penelitian dan membantu peneliti dalam menentukan kajian dan metode yang tepat
untuk digunakan di dalam penelitian (Marzali, 2016). Prosedur pada penelitian ini terdiri dari
menentukan topik penelitian, menentukan teori bahasan yang akan dialokasikan ke dalam
topik penelitian, mencari laporan penelitian terkait seperti artikel, jurnal, skripsi, ataupun
buku. Kemudian menyusun kajian literatur berdasarkan topik penelitian yang telah diambil.
Metode analisis data pada penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif yang
bertujuan untuk mengetahui performa data pada penelitian-penelitian sebelumnya untuk
memperoleh kesimpulan dari hasil studi literatur.
Hasil
Penelitian ini mendeskripsikan gambaran eratnya hubungan religiusitas dan stres
pengasuhan. Berdasarkan review dari lima jurnal berikut diperoleh kesimpulan bahwa
religiusitas memiliki korelasi negatif terhadap stres pengasuhan pada 5 subjek yang berbeda.
Sehingga dapat dikatakan bahwa antara religiusitas dan stres pengasuhan memiliki hubungan
yang erat dimana jika religiusitas pada seorang individu tinggi, maka akan menyebabkan
penurunan pada stres pengasuhannya.
Tabel 1. Hasil Review Jurnal
Pembahasan
Secara umum, hasil review jurnal menyatakan bahwa terdapat hubungan antara
religiusitas dan stres pengasuhan. Hal tersebut terjadi karena adanya korelasi negatif antara
kedua variabel dari lima jurnal yang yang telah dikaji sebelumnya dengan subjek yang
berbeda-beda.
Argyle (2000) mengemukakan bahwa religiusitas seseorang terhadap agama yang
terdiri dari dimensi intrinsik (seseorang yang secara tulus dan sadar meyakini agamanya) dan
ekstrinsik (seseorang yang meyakini agamanya disebabkan konsekuensi yang bisa diperoleh)
menyebabkan penganutnya bertingkah laku sesuai agama di setiap aspek kehidupan yang
diyakini akan membawa keselamatan bagi orang tersebut dan keselarasan serta kesuksesan
dalam hidupnya. Penerapan agama dalam kehidupan akan mempengaruhi perilaku seseorang
secara keseluruhan.
Di dalam agama Islam, segala aspek dalam kehidupan pemeluknya telah diatur,
termasuk hal-hal yang terkait dengan tugas yang dijalankan sebagai orangtua. Berikut ayat
dalam Al-Qur’an yang berkaitan dengan hal tersebut:
Al Baqarah : 233
ف اَل تُ َكلَّفُ نَ ْفسٌ اِاَّل ْ ,ِ َوتُه َُّن ب,ضا َعةَ ۗ َو َعلَى ْال َموْ لُوْ ِد لَهٗ ِر ْزقُه َُّن َو ِك ْس
ِ ۗ ْال َم ْعرُو, َ ض ْعنَ اَوْ اَل َده َُّن َحوْ لَي ِْن كَا ِملَ ْي ِن لِ َم ْن اَ َرا َد اَ ْن يُّتِ َّم ال َّرِ ْت يُرُ َو ْال َوالِ ٰد
َ ِث ِم ْث ُل ٰذل ۤ َ ُ ۚ اَل ت,ُو ْس َعهَا
ا َح َعلَ ْي ِه َما,,َاض ِّم ْنهُ َما َوتَشَا ُو ٍر فَاَل ُجن ٍ صااًل ع َْن تَ َر َ ِك ۚ فَاِ ْن اَ َرادَا ف ِ ار ِ ضا َّر َوالِ َدةٌ ۢبِ َولَ ِدهَا َواَل َموْ لُوْ ٌد لَّهٗ بِ َولَ ِد ٖه َو َعلَى ْال َو
هّٰللا هّٰللا
ص ْي ٌر ِ َف َواتَّقُوا َ َوا ْعلَ ُم ْٓوا اَ َّن َ بِ َما تَ ْع َملُوْ نَ ب ِ ۗ ْضع ُْٓوا اَوْ اَل َد ُك ْم فَاَل ُجنَا َح َعلَ ْي ُك ْم اِ َذا َسلَّ ْمتُ ْم َّمٓا ٰاتَ ْيتُ ْم بِ ْال َم ْعرُوِ ْۗ َواِ ْن اَ َر ْدتُّ ْم اَ ْن تَ ْستَر
“Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin
menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka
dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah
seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena
anaknya. Ahli waris pun (berkewajiban) seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih
dengan persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas
keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa
bagimu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”
Dalam surah Al Baqarah ayat 233 diatas sudah dijelaskan mengenai tugas masing-
masing orangtua bagi anaknya. Seorang ibu diperintahkan untuk menyusui anaknya dan
seorang ayah diperintahkan untuk memberi nafkah kepada sang anak. Dalam ayat ini juga Allah
SWT menekankan bahwa seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya.
Al Baqarah : 286
رًا َك َما, ص ْ لْ َعلَ ْينَٓا ِإ,,ينَٓا َأوْ َأ ْخطَْأنَا ۚ َربَّنَا َواَل تَحْ ِم, ذنَٓا ِإن نَّ ِس,
ْ ,ت ۗ َربَّنَا اَل تَُؤ ا ِخ
ْ َب, ت َو َعلَ ْيهَا َما ٱ ْكت ََس َ َعهَا ۚ لَهَا َما ك, ا ِإاَّل ُو ْس, اَل يُ َكلِّفُ ٱهَّلل ُ نَ ْف ًس
ْ َب, َس
ََح َم ْلتَ ۥهُ َعلَى ٱلَّ ِذينَ ِمن قَ ْبلِنَا ۚ َربَّنَا َواَل تُ َح ِّم ْلنَا َما اَل طَاقَةَ لَنَا بِِۦه ۖ َوٱعْفُ َعنَّا َوٱ ْغفِرْ لَنَا َوٱرْ َح ْمنَٓا ۚ َأنتَ َموْ لَ ٰىنَا فَٱنصُرْ نَا َعلَى ْٱلقَوْ ِم ْٱل ٰ َكفِ ِرين
Dalam mengelola stres pengasuhan, terdapat beberapa macam strategi coping yang bisa
dilakukan. Religiusitas dapat membantu individu dalam mengelola stres pengasuhan melalui
strategi coping turning back to religion yang diklasifikasikan dalam jenis emotion focused
coping yang diteliti oleh (Carver & Scheier dalam Rahayu dkk 2019). Penelitian Carver &
Scheier (dalam Rahayu dkk 2019) memaparkan alasan individu menggunakan religiusitas
sebagai sarana coping, hal ini dikarenakan agama dapat menjadi sumber daya emosional
individu saat menghadapi hal-hal yang sulit, misalkan individu menjadi lebih sabar dan tabah
dalam menghadapi hal-hal sulit dalam hidupnya. Selain itu Carver & Scheier memaparkan jika
strategi coping mampu menjadikan individu memiliki perspektif yang lebih positif dalam
memandang sesuatu hal, contohnya ketika individu melihat kondisi sulit yang dihadapinya
sebagai suatu proses pengembangan dirinya.
Emotion focused coping memungkinkan individu melihat sisi kebaikan (hikmah) dari
suatu kejadian, mengharap simpati dan pengertian orang lain, atau mencoba melupakan
segala sesuatu yang berhubungan dengan hal yang telah menekan emosinya, namun hanya
bersifat sementara (Lazarus & Folkman, 2004). Dalam ajaran Islam diajarkan mengenai
konsep husnudzon dan tawakal. Hal ini merupakan bentuk emotion focused coping adaptif.
Menurut Muzakkir (2012) dalam Islam ada beberapa langkah yang bisa dilakukan seseorang
saat menghadapi permasalahan, yaitu:
Husnudzon
Al Insyirah : 1-6
َ ك ِو ْز َر
2 )ك َ ض ْعنَا عَن
َ َو َو
َ َى َأنق
َ ض ظَ ْه َر
3 )ك ٓ ٱلَّ ِذ
َ ك ِذ ْك َر
4 )ك َ ََو َرفَ ْعنَا ل
“Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu? (1) dan Kami telah menghilangkan
daripadamu bebanmu (2) yang memberatkan punggungmu? (3) dan Kami tinggikan bagimu
(nama)mu (4) karena sesungguhnya sesudah kesulitanitu ada kemudahan (5) sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan (6)”
Dalam ayat-ayat diatas terdapat janji dan kabar bahagia dari Allah SWT bahwa semua
kesulitan dari setiap persoalan manusia selalu ada jalan kelaurnya. Maka hadapilah dengan hati
yang lapang. Maka langkah pertama saat mengalami masalah, termasuk masalah dalam
pengasuhan anak adalah dengan melapangkan dada sehingga lahirlah husnudzon terhadap
masalah yang ada. Karena dengan husnudzon, otak manusia dapat berfikir secara jernih
mengenai jalan keluar dari permasalahan yang ada (Indirawati, 2010).
Al Baqarah : 45
َصب ِْر َوالص َّٰلو ِة ۗ َواِنَّهَا لَ َكبِ ْي َرةٌ اِاَّل َعلَى ْال ٰخ ِش ِع ْي ۙن
َّ َوا ْستَ ِع ْينُوْ ا بِال
“Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Dan (salat) itu sungguh
berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk”
Sabar adalah menahan diri dari sifat membenci atas takdir-Nya dan menahan lisan dari
ungkapan keluh kesah. Juga menahan anggota badan dari perbuatan tercela seperti melakukan
kekerasan pada anak (Al-Jauziyah, 2002).
Selain sholat dan sabar, dzikir juga mampu membantu seseorang dalam meminimalisir
tuntutan kehidupan karena dapat menimbulkan ketentraman hati. Allah SWT berfirman:
Ar Rad : 28
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah.
Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”
Dzikir secara garis besar dapat dipahami dalam pengertian sempit dan luas. Pengertian
sempitnya adalah bahwa dzikir dilakukan dengan lisan saja. Yaitu dengan menyebut Allah SWT
atau apa yang berkaitan dengan-Nya. Sedangkan dalam pengertian luas, dzikir adalah
kesadaran akan kebersamaan-Nya dengan makhluk (Shihab, 2008).
Simpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya hubungan negatif yang signifikan antara
religiusitas dan stres pengasuhan pada berbagai subjek penelitian. Hal ini dapat dilihat dari
hasil review jurnal dari Sharak, Bonab, dan Jahed (2017); Henderson, Uecker, dan Stroope
(2016); Arimukti (2017); Wuriana (2016); Rahayu, Ni'matuzahroh, & Amalia (2019).
Religiusitas dan stres pengasuhan memiliki korelasi negatif yang apabila salah satunya
berkategori tinggi maka variabel lainnya rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
religiusitas memiliki kontribusi terhadap stres pengasuhan.
Saran
Adapun saran dari peneliti terhadap artikel ilmiah ini adalah sebagai berikut:
Abidin, R. (1992). The Determinant of Parenting. Journal of Clinical Child Psychology, 407-412.
Andriyani, J. (2014). Coping stress pada wanita karier yang berkeluarga. Jurnal Al-Bayan, (21)30.
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/bayan/article/vi ew/119/0
Apreviadizy, P., & Puspitacandri, A. (2014). Perbedaan stres ditinjau dari ibu bekerja dan ibu tidak
bekerja. Jurnal Psikologi Tabularasa, 9(1), 58–65. http://jurnal.unmer.ac.id/index.php/jpt
/article/view/233Baqutayan, S. M. S. (2015). Stress and coping mechanism: a historical
overview. Mediterranean. Journal of Social Sciences, 6(2), 479- 488.
Astri, K. (2009). Hubungan antara Stres dan Religiusitas pada Dewasa Muda Beragama Islam.
Depok: Universitas Indonesia.
Ayun, Q. (2017). Keyakinan (Believe) Beragama Sebagai Coping Pada Individu Yang Mengalami
Kondisi Stres. Proceedings International Conference On Indonesian Islam, Education And
Science (Iciies) 2017.
Chi, L.C., & Xu, H. X. (2018). Parenting stress and its associated factors among parents working in
hospitality and services industries of Macau. Journal of Tourism & Hospitality, 7(3), 1000362.
https://www.longdom.org/openaccess/parenting-stress-and-itsassociated-factors-among-
parentsworking-inhospitality-and-servicesindustries-of-macau-2167-0269- 1000362.pdf
Davies, D. (2011). Child Development: A Practitioner's Guide (3 Edition). New York: Guilford
rd
Press.
Deater-Deckard, K. (2004). Parenting Stress. United States of America: Yale University Press.
Henderson, W. M., Uecker, J. E., & Stroope, S. (2016). The Role of Religion in Parenting Satisfaction
and Parenting Stress Among Young Parents. Sociological Quarterly, 57(4), 675–710.
https://doi.org/10.1111/tsq.12147
Kim, A. (2015). Study on the effect of working mom ’ s conflict between job and nurturing on
parenting stress - focus on mediating effect of core competence in nurturing.
https://doi.org/10.17485/ijst/2015/v8i26
Lazarus, R. S., & Folkman, S. (1984). Stress, appraisal, and coping. Springer Publishing Company.
Lazarus, R. S., & Folkman, S. (2004). Stres, Appraisal ,and Coping. (terjemahan). Springer New
York
Mahjoob, M., Nejati, J., Hoesseini, A., & Bakhshani, N. M. (2014) The effect of Holy Qur'an voice
on mental health. Journal of religion and health, 55(1), 38-42.
Marzali, A. (2016). Menulis kajian literatur. Jurnal Etnografi Indonesia, 1(2), 27–36.
doi.org/10.31947/etnosia.v1i2.1613
Mayasari, R. (2014). Religiusitas Islam Dan Kebahagiaan (Sebuah Telaah dengan Perspektif
Psikologi, 7(2).
Melfianora. (2017). Penulisan karya tulis ilmiah dengan studi literatur. Open Science Framework, 1–
3. Retrieved from osf.io/efmc2
Morawska, A., & Sanders, M. R. (2018). Measuring child, parent, and family outcomes at individual
and population levels. In M. R. Sanders & T. G.
Morgan, J., Robinson, D., & Aldridge, J. (2002). Parenting Stress and Externalizing Child Behaviour.
Child & Family Social Work, 7(3), 219-225.
Muslow, M., Caldera, Y. M., Pursley, M., Reifman, A., & Huston, A. C. (2002). Multilevel Factors
Influencing Maternal Stress during the First Three Year. Journal of Marriage and Family, 944-
956.
Pargament, K. I., Koenig, H. G., & Perez, L. M. (2000). The many methods of religious coping:
Development and initial validation of the RCOPE. Journal of clinical psychology, 56(4), 519-
543.
Putri, K. A. K. & Sudhana, H. (2013). Perbedaan tingkat stres pada ibu rumah tangga yang
menggunakan dan tidak menggunakan pembantu rumah tangga. Jurnal Psikologi Udayana, 1(1),
94-105. https://ojs.unud.ac.id/index.php/psikol ogi/article/view/25052
Rahayu, A. T. D., Ni’matuzahroh, & Amalia, S. (2019). Religiusitas dan Stres Pengasuhan pada Ibu
dengan Anak Autis. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 7(2), 252–269.
https://doi.org/10.22219/jipt.v7i2.8282
Rosalina, A. B. & Hapsari, I. I. (2014). Gambaran coping stress pada ibu rumah tangga yang tidak
bekerja. Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, 3(1). https://docplayer.info/58881855-
Gambaran-coping-stress-pada-iburumah-tangga-yang-tidak-bekerja.html
Sharak, F., Bonab, B., & Jahed, M. (2017). Relationship between stress and religious coping and
mental health in mothers with normal and intellectually disabled children. International Journal
of Educational and Psychological Researches, 3(3), 198. https://doi.org/10.4103/2395-
2296.219422
Wuriana, N. (2016). Hubungan Antara Religiusitas Islam dan Stress Pengasuhan dengan Kecerdasan
Emosi pada Orang Tua.
Woodrum, E. (2002). Religious Coping and Church-Based Social Support as Predictors of Mental
Health Outcomes : Testing a Conceptual Model, 2, 359–368.