Anda di halaman 1dari 13

RELIGIUSITAS TERHADAP STRES PENGASUHAN: SEBUAH STUDI LITERATUR

Aisyah Safira
Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia
aisyahsfrr@gmail.com

Abstrak: Karya ilmiah ini bertujuan mengetahui bagaimana hubungan antara religiusitas dan
stres pengasuhan. Karya ilmiah ini dibuat dengan metode studi literatur yang menggunakan
hasil karya tulis ataupun penelitian yang sudah ada dan dilakukan dengan cara me-review atau
pengkajian ulang untuk memperoleh data hasil penelitian. Karya ilmiah ini mengkaji lima jurnal
penelitian yang berkaitan-dengan religiusitas dan stres pengasuhan dengan subjek penelitian
yang berbeda-beda. Hasil penelitian menunjukkan religiusitas dan stres pengasuhan memiliki
hubungan negatif yang signifikan.

Kata Kunci: Religiusitas, Stres Pengasuhan, Hubungan

Abstract: In this article has purpose to investigate how the relationship among religiousness and
parenting stress. The article used the literature review methods which mean by using another
research by reviewing for getting research’s information. In this article was reviewing about five
research journals related to religiousness and parenting stress with different subjects. The results
of the research showed that religiousness has significant negative correlation to the parenting
stress.

Kata Kunci: Religiousness, Parenting Stress, Relationship


Pendahuluan
Peran sebagai orangtua dapat menjadi sesuatu yang membahagiakan sekaligus penuh
dengan tantangan (Morawska & Sanders, 2018). Tantangan pengasuhan yang dihadapi oleh
orangtua terutama dialami oleh ibu akan bertambah seiring dengan bertambahnya usia anak.

Menurut Brooks (2008) menjadi orangtua berarti menjadi sosok yang paling
bertanggungjawab dalam mengasuh anak. selain itu, orangtua juga merupakan sosok yang
mendorong segala aspek pertumbuhan anak dengan menyediakan kebutuhan, melindungi,
serta memberikan bimbingan agar anak dapat menjalani kehidupan dengan baik (Brooks,
2008). Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya peran orangtua bagi kehidupan sang
anak.

Pada saat anak berusia 12-36 bulan atau biasa disebut dengan toddler, orangtua
memiliki tantangannya tersendiri. Menurut Davies (2011), meski toddler mengalami banyak
kemajuan yang pesat dalam berbagai aspek perkembangannya, namun toddler tetap memiliki
berbagai keterbatasan dalam dirinya. Toddler belum mampu melihat hal dari sudut pandang
selain dirinya dan belum memiliki self-control yang mana keterbatasan tersebut dapat
menimbulkan permasalahan berupa perilaku agresif, impulsive, tidak menurut, mudah
frustasi dan sering marah (Davies, 2011).

Perilaku yang ditampilkan toddler terkadang juga tampak tidak resional dan sulit
dipahami karena memang anak belum mampu mengungkapkan dengan jelas mengenai hal
yang diinginkannya (Davies, 2011). Permasalahan yang berasal dari karakteristik
perkembangan anak usia toddler ini kemudian menjadi salah satu hal yang dapat
menyebabkan orangtua mengalami stress pengasuhan. Sementara itu, stress pengasuhan yang
termasuk daily hassles orangtua bahkan diketahui mencapai puncaknya saat anak berusia
toddler (Muslow, Caldera, Pursley, Reifman, & Huston, 2002).

Selain anak usia toddler, anak usia sekolah dasar juga memiliki tantangannya tersendiri.
Salah satu tantangan pengasuhan ibu yang memiliki anak usia sekolah dasar ini dapat
bersumber dari tuntutan keterampilan yang harus dikuasai oleh anak maupun terkait dengan
kehidupan sekolah anak. Anak kelas 1 sekolah dasar mendapat tuntutan baru, yakni untuk
menguasai calistung (membaca, menulis, dan berhitung). Hal ini tentu saja menjadi tuntutan
baru bagi orangtua untuk memerhatikan pola belajar anak serta mengajari anak-anaknya yang
akan memasuki sekolah dasar untuk menguasai ketiga hal tersebut (Marbun, 2015).

Contoh lainnya yaitu tugas mandiri pada anak sekolah dsar yang biasanya memerlukan
pendampingan dari orangtua, atau dengan kata lain tidak dapat dikerjakan sendiri oleh anak.
Hal ini berakibat pada bertambahnya tugas maupun beban baru bagi orangtua, yakni untuk
membantu anakanak mereka dalam mengerjakan pekerjaan rumah. Tugas baru yang dimiliki
oleh orangtua ini sering dikeluhkan oleh para orangtua yang merasa direpotkan oleh tugas
sekolah anak mereka (Hasibuan, 2015). Jika ibu tidak dapat menghadapi tantangan yang
dimilikinya serta tidak dapat menyeimbangkan tuntutan seperti contoh diatas dengan sumber
daya yang mereka miliki, maka hal ini dapat menyebabkan suatu reaksi tekanan yang disebut
dengan stres (McGrath, dalam Baqutayan, 2015).

Disamping usia anak, latar belakang orang tua juga berpengaruh terhadap stress
pengasuhannya. Andriyani (2014) artikel ini menunjukkan bahwa dalam mengatasi stress
akibat peran ganda yang dijalani oleh seorang ibu tergantung dari kepribadian, usia,
inteligensi dan status sosial serta pekerjaan. Kim (2015) dalam penelitiannya terhadap ibu
bekerja menemukan bahwa konflik antara pekerjaan dan pengasuhan pada ibu bekerja
berpengaruh secara tidak langsung terhadap parenting stress. Ibu yang bekerja di luar rumah
sekaligus mengurus anak dimungkingkan memiliki parenting stress yang lebih tinggi dari
pada ibu yang tidak bekerja di luar rumah. Alasannya adalah tuntutan waktu, pikiran dan
tenaga yang ekstra pada ibu dalam menjalankan kedua peran yang diembannya. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Apreviadizy & Puspitacandri (2014) Ibu yang memiliki
pekerjaan di luar rumah lebih stress dari pada ibu yang hanya mengurus rumah tangga.

Ibu yang bekerja perlu memilih coping stress untuk mengurangi kondisi stress yang
dialami. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Putri & Sudhana (2013) menyatakan bahwa
stress dialami oleh ibu tanpa pembantu rumah tangga, sehingga ibu rumah tangga juga perlu
memilih coping stress untuk mengurangi stressnya (Rosalina & Hapsari, 2014). Ibu yang tidak
memiliki coping stress yang tepat dapat berdampak pada pengasuhan anak, misalnya
melampiaskan emosi negatif kepada anak dengan cara membentak, menendang, memukul
bahkan sampai melakukan tindak pembunuhan.

Dapat disimpulkan bahwa dalam menjalankan perannya sebagai orangtua, ada banyak
tugas yang perlu dilakukan sehingga dapat menimbulkan stres dalam pelaksanaannya. Abidin
(1990) menyatakan bahwa tugas orangtua dalam pengasuhan merupakan tugas yang memiliki
kompleksitas yang tinggi, seringkali dilakukan dalam situasi yang menekan dan dengan
keterbatasan diri orangtua, serta berhubungan dengan karakteristik tertentu baik dari segi
fisik dan mental sang anak. Kesulitan yang dialami orangtua dalam menjalankan tugas
pengasuhan dapat menimbulkan stres pengasuhan (Abidin, 1990). Stres pengasuhan
merupakan suatu fenomena psikologis yang muncul saat individu merasakan kecemasan dan
tekanan berlebihan yang secara spesifik berkaitan dengan peran sebagai orangtua dan
interaksi yang terjalin antara orangtua dengan anaknya (Abidin, 1990). Abidin (1992)
menyebutkan terdapat tiga aspek stress pengasuhan antara lain aspek pengalaman stres
orangtua, aspek perilaku anak yang sulit, dan aspek ketidakberfungsian interaksi antara
orangtua dan anak.

Deater-Deckard (2004) menambahkan bahwa stres pengasuhan termasuk dalam


distress karena dapat menimbulkan perasaan dan hal-hal negatif bagi individu yang
mengalaminya. Morgan, Robinson, dan Aldridge (2002) menjelaskan bahwa tingkat stres
pengasuhan lebih sering dialami oleh ibu dibanding ayah karena dalam penerapannya, ibu
lebih banyak terpapar dengan proses pengasuhan anak.

Lazarus & Folkman (1984) mengungkapkan bahwa salah satu sumber kekuatan
individu dalam menghadapi stres adalah positive belief yang berasal dari berbagai hal
termasuk keyakinan bahwa Tuhan pasti akan memberikan hasil yang baik dalam kondisi sulit
yang dihadapi. Selain itu, ritual ibadah yang merupakan ajaran dari agama juga dapat
memberikan efek rileks pada tubuh serta menjadi sumber ketenangan dan kenyamanan
(Astri, 2009). Hal tersebut menunjukkan bahwa agama bukan hanya dapat menjadi metode
dalam coping stres, namun juga mampu menjadi faktor pelindung bagi individu saat
mengalami stres. Penghayatan dan pelaksanaan terhadap nilai-nilai religius yang
komprehensif akan memunculkan perasaan bahagia, senang, puas, merasa aman yang pada
akhirnya akan mengacu pada ketenangan batin sehingga mampu menjalankan tuntutan peran
sebagai ibu selama proses pengasuhan anak (Rahayu dkk, 2019).

Pargament, Koenig, dan Perez, (2000) menjelaskan konsep religious coping mengacu
pada fungsi-fungsi agama. Beberapa fungsi dari agama yang dijabarkan oleh Pargament et al.,
(2000) yakni : berperan dalam pencarian makna hidup dari individu, memberikan
kenyamanan saat individu menghadapi hal-hal yang sulit dalam hidupnya, menguatkan
kohesivitas sosial dan membantu setiap individu untuk melakukan perubahan atau
transformasi dalam hidupnya. Fungsi-fungsi dari agama tersebut dapat diterapkan oleh para
ibu dalam menghadapi stres dalam berbagai konteks dalam hidupnya.

Dister (1990) mengartikan religiusitas sebagai keberagamaan karena adanya


internalisasi agama dalam diri seseorang. Monks dkk (dalam Ghufron, 2010) juga memaknai
keberagamaan itu sebagai keterdekatan yang lebih tinggi dari manusia kepada Yang Maha
Kuasa dimana itu memberikan rasa aman. Semakin manusia mengakui adanya Tuhan dan
kekuasaan-Nya, maka akan semakin tinggi tingkat religiusitasnya. Selain itu Mayasari (2014)
menyebutkan religiusitas merupakan suatu bentuk hubungan manusia dengan penciptanya
melalui ajaran agama yang sudah terinternalisasi dalam diri seseorang dan tercermin dalam
sikap dan perilakunya sehari-hari. Studi menemukan bahwa orang sering menggunakan doa
sebagai bentuk mengatasi emosi negatif yang berhubungan dengan stres dan perasaan tidak
berdaya (Woodrum, 2002).
Berdasarkan uraian diatas, artikel ilmiah ini bertujuan untuk menggambarkan
bagaimana keeratan hubungan religiusitas terhadap stres pengasuhan pada ibu. Artikel ilmiah
ini memiliki manfaat untuk memberikan sumbangan pemikiran terkait religiusitas dan stres
pengasuhan terhadap perkembangan ilmu psikologi.

Metode

Penelitian ini menggunakan metode studi literatur dengan mengkaji 5 jurnal yang
mengkaji tentang religiusitas dan stres pengasuhan. Melfianora (2017) menyatakan bahwa
studi literatur merupakan suatu penelitian yang tidak mengharuskan peneliti turun ke
lapangan untuk menemukan subjek penelitian. Perolehan data penelitian didapatkan dari
pustaka, artikel jurnal yang telah dipublikasikan, maupun artikel jurnal yang belum
dipublikasikan. Studi literatur merupakan suatu penelusuran ilmiah berdasarkan sumber-
sumber kepustakaan seperti buku, jurnal, maupun terbitan-terbitan yang ada serta berkaitan
dengan topik penelitian. Studi literatur berfungsi untuk menghasilkan suatu tulisan yang
merujuk pada suatu isu tertentu (Marzali, 2016).

Kajian literatur bertujuan untuk menghasilkan sebuah tulisan atau hasil karya seseorang
untuk mengenal kajian baru yang berkaitan dengan topik tertentu yang perlu diketahui oleh
masyarakat. Selain itu kajian literatur juga bertujuan untuk memperluas wawasan terkait
topik penelitian dan membantu peneliti dalam menentukan kajian dan metode yang tepat
untuk digunakan di dalam penelitian (Marzali, 2016). Prosedur pada penelitian ini terdiri dari
menentukan topik penelitian, menentukan teori bahasan yang akan dialokasikan ke dalam
topik penelitian, mencari laporan penelitian terkait seperti artikel, jurnal, skripsi, ataupun
buku. Kemudian menyusun kajian literatur berdasarkan topik penelitian yang telah diambil.
Metode analisis data pada penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif yang
bertujuan untuk mengetahui performa data pada penelitian-penelitian sebelumnya untuk
memperoleh kesimpulan dari hasil studi literatur.

Hasil
Penelitian ini mendeskripsikan gambaran eratnya hubungan religiusitas dan stres
pengasuhan. Berdasarkan review dari lima jurnal berikut diperoleh kesimpulan bahwa
religiusitas memiliki korelasi negatif terhadap stres pengasuhan pada 5 subjek yang berbeda.
Sehingga dapat dikatakan bahwa antara religiusitas dan stres pengasuhan memiliki hubungan
yang erat dimana jika religiusitas pada seorang individu tinggi, maka akan menyebabkan
penurunan pada stres pengasuhannya.
Tabel 1. Hasil Review Jurnal

No JUDUL TUJUAN METODE SUBJEK ALAT UKUR HASIL

1 Religiusitas Menguji Kuantitatif Ibu yang 1. Skala Terdapat


dan Stres hubungan memiliki Religiusitas hubungan negatif
Pengasuhan antara variabel anak autis Kendler yang signifikan
pada Ibu religiusitas (N = 60) 2. Parenting antara religiusitas
dengan Anak dengan stres Stress Index dan stres
Autis pengasuhan ibu Abidin pengasuhan pada
yang memiliki ibu yang memiliki
anak autis anak autis. Besar
nilai kontribusi
variabel
religiusitas
terhadap variabel
stres pengasuhan
sebesar 0.199 atau
sebesar 19.9 %

2 Hubungan Mengetahui Kuantitatif Pria atau 1. The Revised Terdapat


antara hubungan wanita Muslim hubungan negatif
Religiusitas antara beragama Religiousity yang signifikan
Islam dan religiusitas Islam yang -Personality antara religiusitas
Stres Islam dan stres memiliki Inventory Islam dan stres
Pengasuhan pengasuhan anak (R-MRPI) pengasuhan (r = -
pada pada orangtua toddler (N 2. Parenting 0.365)
Orangtua dari toddler = 107) Stress Index
dari Toddler (PSI-SF)

3 Hubungan Mengetahui Kuantitatif Orangtua 1. Trait Hasil perhitungan


antara apakah ada Indonesia Emotional menunjukkan
Religiusitas hubungan (Ayah atau Intelligence bahwa terdapat
Islam Stres antara Ibu) yang Questionnai hubungan positif
Pengasuhan religiusitas beragama re-Short signifikan antara
dengan Islam dan stres Islam dan Form religiusitas dan
Kecerdasan pengasuhan berdomisili (TEIQue- kecerdasan emosi
Emosi pada dengan di SF) (r = +0,469),
Orangtua kecerdasan Jabodetabe 2. The Revised hubungan negatif
emosi pada k (N = 90) Muslim signifikan antara
orangtua Religiousity stres pengasuhan
-Personality dan kecerdasan
Inventory emosi (r = -0,529),
(R-MRPI) hubungan antara
3. Parenting religiusitas Islam
Stress dan stres
Index-Short pengasuhan
Form (PSI- dengan kecerdasan
SF) emosi (r = 0,614),.
Hasil menunjukkan
bahwa nilai
religiusitas Islam
orangtua yang
tinggi
berhubungan
dengan tinggi pula
kecerdasan emosi
yang dimiliki
sehingga dapat
mengurangi stres
pengasuhan

4 The Role of Mengetahui Kuantitatif Wanita National Perbedaan lintas


Religion in apakah agama atau laki- Longitudinal Study tradisi agama
Parenting memiliki laki of Adolescent to memiliki pengaruh
Satisfaction pengaruh berumur Adult Health terhadap stres
and terhadap 24-34 pengasuhan
Parenting kepuasan tahun yang
Stress pengasuhan dan memiliki
among stres anak
Young pengasuhan di
Parents kalangan orang
tua muda

5 Relationship Mengetahui Kuantitatif Ibu yang 1. Religious Stres pada ibu


between hubungan memiliki Coping yang memiliki
Stress and antara stres dan anak Scale anak dengan
Religious religious coping normal (N (Pargament, disabilitas fisik
Coping and dengan = 193) dan 2000) lebih tinggi
Mental kesehatan anak 2. General daripada stres
Health in mental ibu yang dengan Health pada ibu yang
Mothers memiliki anak disabilitas Questionnai memiliki anak
with Normal normal dan anak intelektual re normal. Terdapat
and dengan (N = 190) (Goldberg hubungan yang
Intellectual disabilitas and Hillier, signifikan pada
Disabled intelektual 1979) stres ibu yang
Children 3. Questionnai memiliki anak
re on disabilitas
Resources intelektual dengan
and Stress metode religious
(GreenBerg coping
and Crick,
1983)

Pembahasan

Secara umum, hasil review jurnal menyatakan bahwa terdapat hubungan antara
religiusitas dan stres pengasuhan. Hal tersebut terjadi karena adanya korelasi negatif antara
kedua variabel dari lima jurnal yang yang telah dikaji sebelumnya dengan subjek yang
berbeda-beda.
Argyle (2000) mengemukakan bahwa religiusitas seseorang terhadap agama yang
terdiri dari dimensi intrinsik (seseorang yang secara tulus dan sadar meyakini agamanya) dan
ekstrinsik (seseorang yang meyakini agamanya disebabkan konsekuensi yang bisa diperoleh)
menyebabkan penganutnya bertingkah laku sesuai agama di setiap aspek kehidupan yang
diyakini akan membawa keselamatan bagi orang tersebut dan keselarasan serta kesuksesan
dalam hidupnya. Penerapan agama dalam kehidupan akan mempengaruhi perilaku seseorang
secara keseluruhan.
Di dalam agama Islam, segala aspek dalam kehidupan pemeluknya telah diatur,
termasuk hal-hal yang terkait dengan tugas yang dijalankan sebagai orangtua. Berikut ayat
dalam Al-Qur’an yang berkaitan dengan hal tersebut:

Al Baqarah : 233

‫ف اَل تُ َكلَّفُ نَ ْفسٌ اِاَّل‬ ْ ,ِ‫ َوتُه َُّن ب‬,‫ضا َعةَ ۗ َو َعلَى ْال َموْ لُوْ ِد لَهٗ ِر ْزقُه َُّن َو ِك ْس‬
ِ ۗ ْ‫ال َم ْعرُو‬, َ ‫ض ْعنَ اَوْ اَل َده َُّن َحوْ لَي ِْن كَا ِملَ ْي ِن لِ َم ْن اَ َرا َد اَ ْن يُّتِ َّم ال َّر‬ِ ْ‫ت يُر‬ُ ‫َو ْال َوالِ ٰد‬
َ ِ‫ث ِم ْث ُل ٰذل‬ ۤ َ ُ‫ ۚ اَل ت‬,‫ُو ْس َعهَا‬
‫ا َح َعلَ ْي ِه َما‬,,َ‫اض ِّم ْنهُ َما َوتَشَا ُو ٍر فَاَل ُجن‬ ٍ ‫صااًل ع َْن تَ َر‬ َ ِ‫ك ۚ فَاِ ْن اَ َرادَا ف‬ ِ ‫ار‬ ِ ‫ضا َّر َوالِ َدةٌ ۢبِ َولَ ِدهَا َواَل َموْ لُوْ ٌد لَّهٗ بِ َولَ ِد ٖه َو َعلَى ْال َو‬
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
‫ص ْي ٌر‬ ِ َ‫ف َواتَّقُوا َ َوا ْعلَ ُم ْٓوا اَ َّن َ بِ َما تَ ْع َملُوْ نَ ب‬ ِ ۗ ْ‫ضع ُْٓوا اَوْ اَل َد ُك ْم فَاَل ُجنَا َح َعلَ ْي ُك ْم اِ َذا َسلَّ ْمتُ ْم َّمٓا ٰاتَ ْيتُ ْم بِ ْال َم ْعرُو‬ِ ْ‫ۗ َواِ ْن اَ َر ْدتُّ ْم اَ ْن تَ ْستَر‬

“Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin
menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka
dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah
seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena
anaknya. Ahli waris pun (berkewajiban) seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih
dengan persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas
keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa
bagimu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”

Dalam surah Al Baqarah ayat 233 diatas sudah dijelaskan mengenai tugas masing-
masing orangtua bagi anaknya. Seorang ibu diperintahkan untuk menyusui anaknya dan
seorang ayah diperintahkan untuk memberi nafkah kepada sang anak. Dalam ayat ini juga Allah
SWT menekankan bahwa seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya.

Dalam ayat lain Allah SWT berfirman:

Al Baqarah : 286

‫رًا َك َما‬, ‫ص‬ ْ ‫لْ َعلَ ْينَٓا ِإ‬,,‫ينَٓا َأوْ َأ ْخطَْأنَا ۚ َربَّنَا َواَل تَحْ ِم‬, ‫ذنَٓا ِإن نَّ ِس‬,
ْ ,‫ت ۗ َربَّنَا اَل تَُؤ ا ِخ‬
ْ َ‫ب‬, ‫ت َو َعلَ ْيهَا َما ٱ ْكت ََس‬ َ ‫ َعهَا ۚ لَهَا َما ك‬, ‫ا ِإاَّل ُو ْس‬, ‫اَل يُ َكلِّفُ ٱهَّلل ُ نَ ْف ًس‬
ْ َ‫ب‬, ‫َس‬
َ‫َح َم ْلتَ ۥهُ َعلَى ٱلَّ ِذينَ ِمن قَ ْبلِنَا ۚ َربَّنَا َواَل تُ َح ِّم ْلنَا َما اَل طَاقَةَ لَنَا بِِۦه ۖ َوٱعْفُ َعنَّا َوٱ ْغفِرْ لَنَا َوٱرْ َح ْمنَٓا ۚ َأنتَ َموْ لَ ٰىنَا فَٱنصُرْ نَا َعلَى ْٱلقَوْ ِم ْٱل ٰ َكفِ ِرين‬

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat


pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa
atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat
sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami;
ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami
terhadap kaum yang kafir”
Dalam ayat ini, Allah SWT menekankan lagi bahwa seseorang tidak akan dibebani
melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Apa pula balasan pahala bagi mereka yang
melakukan kebaikan dan mendapat siksa jika berbuat kejahatan. Ayat ini merupakan ayat
yang dapat menenangkan bagi orang-orang dengan religiusitas yang tinggi. Ayun (2017)
menambahkan bahwa para ibu yang memiliki keyakinan tinggi terhadap agama yang
diyakininya dapat merasakan adanya emosi positif untuk bangkit dari kondisi yang menekan,
kemudian keyakinan yang dibarengi dengan aktivitas atau ritual terkait keagamaan membuat
para ibu memiliki kedekatan kepada Tuhan sehingga menjadikan perasaannya menjadi sabar,
ikhlas, penerimaan diri positif serta rasa syukur kepada Tuhan.

Dalam mengelola stres pengasuhan, terdapat beberapa macam strategi coping yang bisa
dilakukan. Religiusitas dapat membantu individu dalam mengelola stres pengasuhan melalui
strategi coping turning back to religion yang diklasifikasikan dalam jenis emotion focused
coping yang diteliti oleh (Carver & Scheier dalam Rahayu dkk 2019). Penelitian Carver &
Scheier (dalam Rahayu dkk 2019) memaparkan alasan individu menggunakan religiusitas
sebagai sarana coping, hal ini dikarenakan agama dapat menjadi sumber daya emosional
individu saat menghadapi hal-hal yang sulit, misalkan individu menjadi lebih sabar dan tabah
dalam menghadapi hal-hal sulit dalam hidupnya. Selain itu Carver & Scheier memaparkan jika
strategi coping mampu menjadikan individu memiliki perspektif yang lebih positif dalam
memandang sesuatu hal, contohnya ketika individu melihat kondisi sulit yang dihadapinya
sebagai suatu proses pengembangan dirinya.

Lazarus and Folkman (2004) bahwa emotional focused coping berdasarkan


penggolongannya dibagi menjadi dua: Pertama, adaptif, adalah strategi coping yang
mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah
berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan
seimbang, dan aktivitas konstruktif. Kedua, Maladaptif, adalah strategi coping yang
menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung
menguasai lingkungan. Kategorinya adalah makan berlebihan atau tidak makan, bekerja
berlebihan dan menghindar.

Emotion focused coping memungkinkan individu melihat sisi kebaikan (hikmah) dari
suatu kejadian, mengharap simpati dan pengertian orang lain, atau mencoba melupakan
segala sesuatu yang berhubungan dengan hal yang telah menekan emosinya, namun hanya
bersifat sementara (Lazarus & Folkman, 2004). Dalam ajaran Islam diajarkan mengenai
konsep husnudzon dan tawakal. Hal ini merupakan bentuk emotion focused coping adaptif.
Menurut Muzakkir (2012) dalam Islam ada beberapa langkah yang bisa dilakukan seseorang
saat menghadapi permasalahan, yaitu:

Husnudzon

Al Insyirah : 1-6

َ َ‫َألَ ْم نَ ْش َرحْ لَك‬


1) َ‫ص ْدرَك‬

َ ‫ك ِو ْز َر‬
2 )‫ك‬ َ ‫ض ْعنَا عَن‬
َ ‫َو َو‬

َ َ‫ى َأنق‬
َ ‫ض ظَ ْه َر‬
3 )‫ك‬ ٓ ‫ٱلَّ ِذ‬

َ ‫ك ِذ ْك َر‬
4 )‫ك‬ َ َ‫َو َرفَ ْعنَا ل‬

ِ ‫فَِإ َّن َم َع ْٱل ُعس‬


5)‫ْر يُ ْسرًا‬

ِ ‫ِإ َّن َم َع ْٱل ُعس‬


6)‫ْر يُ ْسرًا‬

“Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu? (1) dan Kami telah menghilangkan
daripadamu bebanmu (2) yang memberatkan punggungmu? (3) dan Kami tinggikan bagimu
(nama)mu (4) karena sesungguhnya sesudah kesulitanitu ada kemudahan (5) sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan (6)”

Dalam ayat-ayat diatas terdapat janji dan kabar bahagia dari Allah SWT bahwa semua
kesulitan dari setiap persoalan manusia selalu ada jalan kelaurnya. Maka hadapilah dengan hati
yang lapang. Maka langkah pertama saat mengalami masalah, termasuk masalah dalam
pengasuhan anak adalah dengan melapangkan dada sehingga lahirlah husnudzon terhadap
masalah yang ada. Karena dengan husnudzon, otak manusia dapat berfikir secara jernih
mengenai jalan keluar dari permasalahan yang ada (Indirawati, 2010).

Sabar, Sholat, dan Dzikir

Al Baqarah : 45

َ‫صب ِْر َوالص َّٰلو ِة ۗ َواِنَّهَا لَ َكبِ ْي َرةٌ اِاَّل َعلَى ْال ٰخ ِش ِع ْي ۙن‬
َّ ‫َوا ْستَ ِع ْينُوْ ا بِال‬

“Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Dan (salat) itu sungguh
berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk”

Sabar adalah menahan diri dari sifat membenci atas takdir-Nya dan menahan lisan dari
ungkapan keluh kesah. Juga menahan anggota badan dari perbuatan tercela seperti melakukan
kekerasan pada anak (Al-Jauziyah, 2002).

Selain sholat dan sabar, dzikir juga mampu membantu seseorang dalam meminimalisir
tuntutan kehidupan karena dapat menimbulkan ketentraman hati. Allah SWT berfirman:
Ar Rad : 28

ْ ‫َط َمِئ ُّن قُلُوبُهُم بِ ِذ ْك ِر ٱهَّلل ِ ۗ َأاَل بِ ِذ ْك ِر ٱهَّلل ِ ت‬


ُ‫َط َمِئ ُّن ْٱلقُلُوب‬ ۟ ُ‫ٱلَّ ِذينَ َءامن‬
ْ ‫وا َوت‬ َ

“Orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah.
Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”

Dzikir secara garis besar dapat dipahami dalam pengertian sempit dan luas. Pengertian
sempitnya adalah bahwa dzikir dilakukan dengan lisan saja. Yaitu dengan menyebut Allah SWT
atau apa yang berkaitan dengan-Nya. Sedangkan dalam pengertian luas, dzikir adalah
kesadaran akan kebersamaan-Nya dengan makhluk (Shihab, 2008).

Simpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya hubungan negatif yang signifikan antara
religiusitas dan stres pengasuhan pada berbagai subjek penelitian. Hal ini dapat dilihat dari
hasil review jurnal dari Sharak, Bonab, dan Jahed (2017); Henderson, Uecker, dan Stroope
(2016); Arimukti (2017); Wuriana (2016); Rahayu, Ni'matuzahroh, & Amalia (2019).
Religiusitas dan stres pengasuhan memiliki korelasi negatif yang apabila salah satunya
berkategori tinggi maka variabel lainnya rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
religiusitas memiliki kontribusi terhadap stres pengasuhan.

Saran

Adapun saran dari peneliti terhadap artikel ilmiah ini adalah sebagai berikut:

1. Peneliti mengharapkan perkembangan dari penelitian terkait religiusitas dan


stress pengasuhan di Indonesia dengan beragam subjek dan kriterianya secara
meluas.

2. Peneliti mengharapkan berkembangnya penelitian yang membahas terkait


strategi coping stress berdasarkan ajaran agama Islam pada orang tua terutama
ibu yang mana ini berpengaruh pada tingkat religiusitasnya

3. Peneliti mengharapkan agar penelitian dengan metode studi literatur dapat


dikembangkan lagi khususnya di jurusan psikologi. Karena menurut peneliti
metode studi literatur dapat memperluas wawasan terkait konstrukkonstruk
psikologi dengan subjek penelitian yang berbeda-beda. Selain itu seiring
berkembangnya zaman, metode studi literatur juga dapat memberikan
sumbangan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang psikologi.
Referensi
Abidin, R. (1990). Introduction to Special Issues: The Stresses of Parenting. Journal of Clinical
Psychology, 298-301.

Abidin, R. (1992). The Determinant of Parenting. Journal of Clinical Child Psychology, 407-412.

Andriyani, J. (2014). Coping stress pada wanita karier yang berkeluarga. Jurnal Al-Bayan, (21)30.
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/bayan/article/vi ew/119/0

 Apreviadizy, P., & Puspitacandri, A. (2014). Perbedaan stres ditinjau dari ibu bekerja dan ibu tidak
bekerja. Jurnal Psikologi Tabularasa, 9(1), 58–65. http://jurnal.unmer.ac.id/index.php/jpt
/article/view/233Baqutayan, S. M. S. (2015). Stress and coping mechanism: a historical
overview. Mediterranean.  Journal of Social Sciences, 6(2), 479- 488.

Argyle, M. (2000). Psychology and Religion: An Introduction. London: Routledge.

Astri, K. (2009). Hubungan antara Stres dan Religiusitas pada Dewasa Muda Beragama Islam.
Depok: Universitas Indonesia.

Ayun, Q. (2017). Keyakinan (Believe) Beragama Sebagai Coping Pada Individu Yang Mengalami
Kondisi Stres. Proceedings International Conference On Indonesian Islam, Education And
Science (Iciies) 2017.

Brooks, J. (2008). The Process of Parenting 7 Edition. New York: McGraw-Hill.


th

Chi, L.C., & Xu, H. X. (2018). Parenting stress and its associated factors among parents working in
hospitality and services industries of Macau. Journal of Tourism & Hospitality, 7(3), 1000362.
https://www.longdom.org/openaccess/parenting-stress-and-itsassociated-factors-among-
parentsworking-inhospitality-and-servicesindustries-of-macau-2167-0269- 1000362.pdf

Davies, D. (2011). Child Development: A Practitioner's Guide (3 Edition). New York: Guilford
rd

Press.

Deater-Deckard, K. (2004). Parenting Stress. United States of America: Yale University Press.

Dister. N. (1990). Pengantar Psikologi Agama. Yogyakarta: Kanisius.

Ghufron, M. N & Risnawita, R. S. (2010). Teori-teori Psikologi. Yogyakarta: Ar-Ruzz.

Henderson, W. M., Uecker, J. E., & Stroope, S. (2016). The Role of Religion in Parenting Satisfaction
and Parenting Stress Among Young Parents. Sociological Quarterly, 57(4), 675–710.
https://doi.org/10.1111/tsq.12147

Kim, A. (2015). Study on the effect of working mom ’ s conflict between job and nurturing on
parenting stress - focus on mediating effect of core competence in nurturing.
https://doi.org/10.17485/ijst/2015/v8i26

Lazarus, R. S., & Folkman, S. (1984). Stress, appraisal, and coping. Springer Publishing Company.

Lazarus, R. S., & Folkman, S. (2004). Stres, Appraisal ,and Coping. (terjemahan). Springer New
York

Mahjoob, M., Nejati, J., Hoesseini, A., & Bakhshani, N. M. (2014) The effect of Holy Qur'an voice
on mental health. Journal of religion and health, 55(1), 38-42.
Marzali, A. (2016). Menulis kajian literatur. Jurnal Etnografi Indonesia, 1(2), 27–36.
doi.org/10.31947/etnosia.v1i2.1613 

Mayasari, R. (2014). Religiusitas Islam Dan Kebahagiaan (Sebuah Telaah dengan Perspektif
Psikologi, 7(2).

Melfianora. (2017). Penulisan karya tulis ilmiah dengan studi literatur. Open Science Framework, 1–
3. Retrieved from osf.io/efmc2

Morawska, A., & Sanders, M. R. (2018). Measuring child, parent, and family outcomes at individual
and population levels. In M. R. Sanders & T. G.

Morgan, J., Robinson, D., & Aldridge, J. (2002). Parenting Stress and Externalizing Child Behaviour.
Child & Family Social Work, 7(3), 219-225.

Muslow, M., Caldera, Y. M., Pursley, M., Reifman, A., & Huston, A. C. (2002). Multilevel Factors
Influencing Maternal Stress during the First Three Year. Journal of Marriage and Family, 944-
956.

Pargament, K. I., Koenig, H. G., & Perez, L. M. (2000). The many methods of religious coping:
Development and initial validation of the RCOPE. Journal of clinical psychology, 56(4), 519-
543.

Putri, K. A. K. & Sudhana, H. (2013). Perbedaan tingkat stres pada ibu rumah tangga yang
menggunakan dan tidak menggunakan pembantu rumah tangga. Jurnal Psikologi Udayana, 1(1),
94-105. https://ojs.unud.ac.id/index.php/psikol ogi/article/view/25052

Rahayu, A. T. D., Ni’matuzahroh, & Amalia, S. (2019). Religiusitas dan Stres Pengasuhan pada Ibu
dengan Anak Autis. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 7(2), 252–269.
https://doi.org/10.22219/jipt.v7i2.8282

Rosalina, A. B. & Hapsari, I. I. (2014). Gambaran coping stress pada ibu rumah tangga yang tidak
bekerja. Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, 3(1). https://docplayer.info/58881855-
Gambaran-coping-stress-pada-iburumah-tangga-yang-tidak-bekerja.html

Sharak, F., Bonab, B., & Jahed, M. (2017). Relationship between stress and religious coping and
mental health in mothers with normal and intellectually disabled children. International Journal
of Educational and Psychological Researches, 3(3), 198. https://doi.org/10.4103/2395-
2296.219422

Wuriana, N. (2016). Hubungan Antara Religiusitas Islam dan Stress Pengasuhan dengan Kecerdasan
Emosi pada Orang Tua.

Woodrum, E. (2002). Religious Coping and Church-Based Social Support as Predictors of Mental
Health Outcomes : Testing a Conceptual Model, 2, 359–368.

Anda mungkin juga menyukai