Keluarga, terutama oleh orang tua atau caregivers, adalah lingkaran pertama dan
utama bagi anak, dengan banyak tugas penting yang diemban. Selain berkewajiban dalam
pendidikan dan sosialisasi, perkembangan fisik, mental, dan psikologis anak, sangat
bergantung pada fungsi keluarga dalam menjalankan perannya. Zeitlin, et.al. (1995) dalam
Sundberg (2007) menyatakan, keluarga yang berfungsi secara sehat akan memberikan
Namun kenyataannya, saat ini banyak anak yang mengalami gangguan dan masalah
psikologis. Hal itu memang sangat mungkin disebabkan oleh lingkungan eksternal mereka,
seperti perundungan atau sikap abusif guru di sekolah, yang dapat menimbulkan sikap anti
sosial dan ketakutan berlebih (Shirk, 1999). Tetapi bagaimana jika sikap disruptif anak justru
datang dan berhulu dari keluarga atau caregivers mereka? Apakah artinya keluarga juga perlu
Teori Koersi Patterson menyatakan bahwa perilaku negatif anak turut melibatkan pola
interaksi kompleks dalam sistem keluarga (Patterson, 1982). Pengasuhan caregivers dan
perilaku anak adalah sebuah hubungan dua arah, jika salah satu bermasalah tentu akan
berimbas pada yang lain (Burke, 2008 dalam Moens, et.al., 2017). Reyes (2011) dalam Giessen,
et.al., (2017), menyebutkan orang tua yang mengalami stress akan lebih mudah bersikap kasar
terhadap putranya dan dapat menimbulkan konflik dalam interaksi caregivers-anak, hingga
perilaku disruptif anak. Dari permasalahan tersebut, keluarga yang seharusnya menjadi
Gangguan ini pada akhirnya harus dilihat dari sisi psikopatologi dan psikososial
(Adelman, 1995; dalam Sundberg, 2007). Artinya, bukan hanya gejala anak yang perlu
dipertimbangkan, melainkan juga interaksi lingkungan sosial mereka. Dalam kasus ini,
meskipun klien utama dalam konseling adalah anak dengan gangguan (disebut identified
client), pendekatan intervensi dapat diarahkan pada orang tua atau caregivers, supaya sistem
Banyak caregivers yang menunjukkan kecemasan karena takut terapis menemukan kegagalan
pengasuhan, kurangnya kehangatan dalam keluarga, atau fakta bahwa banyak masalah
menerpa yang dapat memperburuk gejala anak (Kottman, 2011; dalam Jeon, 2017).
Kurangnya perhatian dan keterlibatan caregivers menunjukkan bagaimana topik ini cukup
terabaikan dalam diskusi elemen penting kesuksesn hasil konseling (Lolan, 2011).
Padahal, keterlibatan caregivers merupakan salah satu dari lima elemen kunci untuk
keberhasilan praktik kesehatan mental dalam kesejahteraan anak (Romanelli et al., 2009).
Meta-analisis pada hasil terapi anak menunjukkan kemanjuran terapi anak ketika caregivers
disertakan. Misalnya, melibatkan orang tua dalam terapi bermain (play therapy) berefek lebih
besar 0,83 SD daripada terapi tanpa keterlibatan orang tua (Bratton et al., 2005; dalam Jeon,
2017). Demikian pula, Dowell (2010) melaporkan 48 studi yang menemukan bahwa sesi
bersama caregivers dianggap memiliki hasil yang jauh lebih baik daripada terapi individu
anak (d = 0,27). Dalam Sundberg (2007), suatu penelitian ilmiah dari Pettigrew (1990) juga
menemukan anak dengan keluarga yang berpartisipasi dalam terapi lebih baik daripada 76%
Partisipasi orang tua atau Parent’s Participation Engagement (PPE) sangat penting
dalam konseling anak dan keluarga, mengingat PPE mencerminkan kontribusi aktif, mandiri,
dan responsif orang tua terhadap pengobatan (Tetley, et. al. 2011). Terapis mengintervensi
keberhasilan konseling. Misalnya, terapis Theraplay (Booth, & Jernberg, 2010) secara aktif
melatih orang tua dengan menonton rekaman sesi anak, yang menggambarkan pola interaksi
orang tua dengan anak, sebelum nantinya bergabung dalam sesi tersebut. Setelah sesi, mereka
akan menerima umpan balik menyeluruh tentang kinerja mereka dari terapis.
Selain itu, Filial Therapy (VanFleet 2009, 2014) merupakan model psikoedukasi
dimana caregivers mencari tahu masalah yang ada dan belajar berkomunikasi dengan anak
untuk memperkuat hubungan mereka. Pertama, terapis mengajarkan keterampilan dasar dan
kepercayaan diri. Kemudian, mereka berlatih sesi bermain dengan anak di rumah secara
mandiri, sementara terapis memantau sesi dengan mengadakan pertemuan rutin dengan
caregivers. Kedua contoh pendekatan ini bertujuan untuk mengajarkan disiplin pengasuhan
anak, membantu caregivers memahami wawasan tentang diri dan dinamika antara masalah
mereka dengan anak. Dukungan emosional dan pemahaman tentang posisi orang tua juga
sangat penting, mengingat mereka memutuskan untuk mencari bantuan profesional ketika
mereka merasa tekanan emosional terlalu berlebihan untuk diatasi (Landreth, 2012). Terapis,
dalam hal ini, akan menyampaikan dukungan emosional melalui pendekatan kehangatan,
Perilaku anak sangat bergantung pada berjalannya fungsi keluarga. Mengingat dua
hal tersebut berkolerasi erat, orang tua sebagai caregivers diharapkan mampu menunjukkan
sehingga anak-anak merasa berharga dan dicintai. Kemampuan pengasuhan ini sangat
dipengaruhi oleh kondisi emosional orang tua yang memang tidak selalu stabil. Oleh karena
itu, sangat dianjurkan bagi orang tua atau caregivers untuk melakukan konseling keluarga dan
orang tua-anak yang sehat. Dimana hal ini akan bermuara pada kesuksesan hasil konseling
Referensi
Sundberg, N. D., Winebarger, A. A., & Taplin, J. R. (2007). Clinical Psychology Evolving, Theory,
Practice, and Research. (4th ed.). Upper Saddle River: Prentice Hall.
Roles Using Bernard’s Discrimination Model. The Journal of Counselor Preparation and
Moens, M. A., Weeland, J., Giessen, D. Van Der, Chhangur, R. R., & Overbeek, G. (2017). In
https://doi.org/10.1007/s10802-017-0381-7
Child and Family Mental Health Treatment. Clinical Child and Family Psychology Review,
Kramer, G. P., Bernstein, D. A., & Phares, V. (2014). Introduction to Clinical Psychology. (8th ed.).
London: Pearson.