https://journal.ilininstitute.com/index.php/caradde
Volume 4 | Nomor 2 | Desember |2021
e-ISSN: 2621-7910 dan p-ISSN: 2621-7961
DOI: https://doi.org/10.31960/caradde.v4i2.763
207
Caradde: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Vol 4 No 2, December 2021
menjalani kehidupannya sehari-hari, anak 2014). Salah satu masalah psikososial keluarga
tidak mampu berkomunikasi secara efektif. dengan anak retardasi mental adalah ansietas.
Dengan keterbatasan tersebut akan berdampak Ansietas terjadi ketika seseorang mengalami
terhadap intelektual dan keterampilan. kesulitan menghadapi situasi, masalah, dan
Adanya keterbatasan tersebut menjadi dasar tujuan hidup (Keliat A. B. et al, 2013).
munculnya ketergantungan anak retardasi Hosseinkhanzadeh, A. A., Yeganeh, T.,
mental terhadap keluarga atau caregiver. Rashidi, N., Zareimanesh, G., & Fayeghi,
Keluarga atau caregiver dituntut untuk 2013, Kecemasan yang dialami keluarga
dapat memberikan perawatan secara akan berdampak pula terhadap motivasi
khusus dibandingkan dengan anak-anak keluarga dalam melakukan perawatan
pada umumnya . Keluarga harus rela dan menyebutkan bahwa kecemasan dapat
bersedia untuk meluangkan waktu dan energi muncul sebagai dampak dari kegagalan
lebih guna membantu anak memenuhi seseorang didalam memaknai dan
kebutuhannya sehari- hari, Jika keluarga mengendalikan emosi saat menghadapi suatu
tidak mampu beradaptasi maka akan permasalahan. Kecemasan dapat muncul
membuatnya merasa lelah sehingga sebagai akibat dari sulitnya menerima
berpengaruh terhadap sistem parental kehadiran anak retardasi mentalsehingga
akibatnya keluarga merasa mendapatkan menimbulkan kepenatan dan keletihan
tekanan lebih dalam yang berdampak ketika memberikan perawatan
padaketidakstabilan sistem keluarga kepada anak. Selain itu, adanya stigma
menyebabkan kondisi emosional dan pola masyarakat yang menganggap bahwa anak
pikir menjadi abnormal sehingga muncul retardasi mental merupakan suatu aib bagi
masalah psikososial yakni kecemasan. keluarga sehingga mendorong keluarga
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa untuk lebih memilih menyembunyikan
keluarga dengan anak retardasi mental anak mereka dari masyarakat. Selain
menunjukkan ansietas yang dihubungkan permasalahan diatas, kecemasan yang
dengan beratnya tingkat retardasi mental pada dialami keluarga juga disebabkan karena
anak(Ambarwati, 2015). kekhawatiran terhadap masa depan anak,
Keluarga atau caregiver merupakan pihak perlindungan kehidupan anak dan
yang seharusnya mendapatkan informasi perawatan di masa depan.Perasaan inilah
pertama tentang diagnosa retardasi mental sering sekali menimbulkan rasa bersalah
setelah keluarga mendapatkan informasi, pada diri keluarga sebab membiarkan anak
maka keluarga akan mengalami suatu periode mengalami kecacatan. Keluarga juga
krisis. Periode ini terdiri dari tiga tahapan. merasa kecewa dan putus asa karena anak
Pertama, tahap penolakan atau penyangkalan. mereka tidak mampu untuk mencapai cita-cita
Kedua, tahap duka cita dan kesedihan yang yang telah diinginkan sebelumnya oleh
mendalam. Ketiga, tahap penerimaan. keluarga sehingga membuatnya rentan
Masing-masing keluarga akan memiliki respon mengalami cemas disebabkan adanya rasa
yang unik dalam menyikapi kondisi yang malu, gelisah, frustasi dan tidak berdaya.
menimpa anaknya. Respon pada masing- Berdasarkan hasil penelitian yang
masing tahapan memerlukan waktu yang dilakukan oleh Katalinic, S., Jengic, V. S.,
berbeda untuk setiap keluarga, dan tidak Pavelic, M. S., & Zudenigo, (2012)
semua keluarga dengan anak retardasi mental menyatakan bahwa saat ini jumlah penderita
akan melalui ketiga tahapan tersebut. Respon retardasi mental secara global diperkirakan
keluarga terhadap masing-masing tahapan telah mencapai 1-3% dari jumlah populasi
perlu dikaitkan dengan konsep keluarga seluruh penduduk di dunia. Sekitar 87% anak
sebagai sistem pendukung (Ambarwati, 2015). mengalami retardasi mental ringan, sebanyak
Respon keluarga terhadap masing- 11-12% retardasi mental sedang dan 1-2%
masing tahapan perlu dikaitkan dengan adalah retardasi mental berat. Sementara itu,
konsep keluarga sebagai sistem pendukung. pada tahun 2013 telah mencapai 324 (48,15%)
Sebagai sebuah sistem, keluarga terdiri dari populasi anak retardasi mental ringan, tipe
anggota keluarga yang saling berinteraksi dan sedang sebanyak 29%, berat berkisar 14,2%
bergantung, yang hidup dalam lingkungan dan sangat berat sebesar 8,6% (Ramakrishna,
fisik, psikologis, dan sosial (Indriyani. A., B., Bhagya, 2013) Hasil Survei Kementerian
208
Isti Harkomah, Sutinah, Nofrida Saswati. Terapi Suportif Terhadap Penurunan Tingkat...
(Kemenkes RI, 2015) melaporkan bahwa memiliki masalah yang sama. Kemampuan
populasi anak retardasi mental di Indonesia dukungan keluarga dapat ditingkatkan dengan
telah menempati urutan kedua dari sepuluh pemberian terapi kelompok, seperti kelompok
kategori anak disabilitas lainnya. Penyandang suportif (Sadock, B. J., & Sadock, 2010).
retardasi mental telah mencapai 30.460 anak Membuktikan bahwa terapi kelompok
setelah urutan pertama ditempati oleh populasi suportif sangat berpengaruh terhadap
tunadaksa yang mencapai 32.990 anak dari kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor
130.572 total populasi anak penyandang orangtua dalam memberikan self care terhadap
disabilitas. Sementara itu, di wilayah provinsi anak tunanetra ganda (Widiastuti, 2010).
Jawa Timur pada tahun 2014, prevalensi anak Buckley, L. A., Maayan, N., Weiser, K. S.,
retardasi mental mencapai 6.633 (61,21%) dari Adams, (2015) menguraikan bahwa terapi
populasi seluruh anak disabilitas yang terdiri suportif juga efektif untuk diberikan kepada
dari retardasi mental ringan sejumlah 3.994 individu yang mengalami skizofrenia.
(60,22%) dan sedang sebanyak 2639 (39,78%). Menurut (Erti Ikhtiarini Dewi, 2011), terapi
Mengingat adanya kecemasan yang kelompok suportif yang diberikan terbukti
dirasakan keluarga yang mempunyai anak mampu menurunkan tingkat ansietas keluarga
retardasi mental peran perawat jiwa dalam selama merawat anak tunagrahita. Sedangkan
mengatasi masalah kesehatan jiwa, maka perlu menurut (Rizka Yunita1, 2018), terdapat
dilakukan kegiatan pengabdian masyarakat pengaruh terapi suportif terhadap kecemasan
yang dilakukan dalam bentuk pemberian keluarga dalam merawat anak RM ringan.
informasi terkait Terapi Suportif Terhadap Selain itu, nilai signifikansi motivasi sebesar
Penurunan Tingkat Kecemasan Keluarga ρ=0,000 sehingga terdapat pengaruh terapi
Merawat Anak Retardasi Mental yang suportif terhadap motivasi keluarga dalam
menjelaskan tengtang: Penjelasan kecemasan merawat anak RM ringan. Diharapkan dengan
dan Tingkat Kecemasan, dan Pemberian adanya pemberian terapi psikoedukasi dan
Terapi Suportif, dalam Merawat Anak suportif, akan berpengaruh dan efektif
Retardasi Mental. terhadap penurunan beban dan ansietas
Beberapa upaya yang bisa dilakukan keluarga merawat anak retardasi mental,
untuk mengatasi hambatan keluarga dalam sehingga beban dan ansietas yang dialami
perawatan meningkatkan kemampuan keluarga berkurang.
keluarga dalam merawat anak retardasi mental
berupa menjelaskan, memperagakan cara METODE
mengidentifikasi masalah dan menggunakan
sumber pendukung yang ada didalam Metode pelaksanaan kegiatan dengan
keluarga, menggunakan sistem pendukung cara memberikan pendidikan kesehatan,
diluar keluarga dan mengevaluasi hasil dan pemberian leaflet, relaksasi nafas dalam, dan
hambatan yang ditemukan dalam pemberian terapi. Kegiatan dilakukan di Aula
menggunakan sumber pendukung, Panti Teratai Kota Jambi dengan jumlah
memberikan penyuluhan kesehatan. peserta sebanyak 27 keluarga. Peserta kegiatan
Kemampuan memberikan dukungan kepada penyuluhan keluarga yang mempunyai anak
keluarga dapat ditingkatkan dengan retardasi mental di Kota Jambi. Penyuluhan
pemberian terapi individu dan kelompok. yang dilakukan oleh terapis dengan cara
Bentuk penatalaksanaan terhadap keluarga menjelaskan bagaimana cara keluarga
anak retardasi mental, semakin memperkuat mengurangi kecemasan saat menghadapi anak
konsep bahwa diperlukan intervensi tidak dalam merawat anak retardasi mental dengan
hanya pada anaknya, tetapi keluarga sebagai cara mengenal tentang kecemasan, tingkat
sebuah sistem juga memerlukan intervensi kecemasan, tanda dan gejala kecemasan,
pula. Akan tetapi, beberapa keluarga masih bagaimana cara mengurangi cemas dengan
menunjukkan manifestasi negatif terhadap cara latihan relaksasi tarik nafas dalam dan
situasi penuh stres yang mereka alami, pemberian terapi latihan relaksasi progresif
walaupun telah memperoleh konseling sebagai (meregangkan dan melemaskan otot). Terapi
suatu bentuk terapi individu pada keluarga. dilakukan minimal 3-5 kali, dengan durasi 5-
Keluarga membutuhkan dukungan sosial tidak 10 menit. Dengan pemberian terapi suportif
hanya dari keluarga itu sendiri, tetapi juga dapat memberikan support terhadap keluarga
dukungan dari keluarga lainnya yang juga
209
Caradde: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Vol 4 No 2, December 2021
sehingga mampu menyelesaikan secara kritis Haider, 2013, menjelaskan bahwa di Pakistan,
yang dihadapinya dengan cara membangun sebanyak 77% keluarga mengalami kecemasan
hubungan yang bersifat suportif, saat mengasuh anak retardasi mental. Menurut
meningkatkan kekuatan keluarga, Hosseinkhanzadeh, A. A., Yeganeh, T.,
meningkatkan keterampilan koping keluarga, , Rashidi, N., Zareimanesh, G., & Fayeghi,
meningkatkan kemampuan keluarga 2013, menyatakan bahwa kecemasan dapat
menggunakan sumber kopingnya, muncul sebagai akibat dari kegagalan
meningkatkan otonomi keluarga dalam seseorang dalam menginterpretasikan dan
keputusan tentang pengobatan, meningkatkan mengendalikan emosi ketika menghadapi
kemampuan keluarga mencapai kemandirian suatu masalah.
seoptimal mungkin serta meningkatkan Pengaruh masyarakat sangat besar
kemampuan mengurangi disteres subyektif dalam rehabilitasi dan pemulihan anak
dan respon koping yang maladaptif. tunagrahita. Penyedia layanan kesehatan,
Pemberian terapi suportif dengan pelaksanaan termasuk perawat, harus memainkan peran
4 sesi diantaranya sesi I: Identifikasi utama dalam menilai kecukupan dan
kemampuan keluarga dan sumber pendukung efektivitas sumber daya masyarakat dan dalam
yang ada, sesi 2: Menggunakan system merekomendasikan perubahan untuk
pendukung dalam keluarga, monitor dan meningkatkan akses dan kualitas layanan
hambatannya, sesi 3: Menggunakan system kesehatan mental. Kondisi keluarga secara
pendukung diluar keluarga, memonitor dan keseluruhan memiliki pengaruh yang sangat
hambatannya, sesi 4: Evaluasi hasil dan besar terhadap kesehatan setiap anggota
hambatan penggunaan sumber. Metode keluarga. Pernyataan beban keluarga
statistic yang digunakan yaitu deskriptif menunjukkan bahwa kurangnya kemampuan
kategorik. keluarga dalam merawat anak tunagrahita.
Berdasarkan penjelasan di atas, orang
HASIL DAN PEMBAHASAN tua menilai bahwa keterbatasan yang ada pada
anak sulit diatasi sehingga orang tua tidak
Hasil penyuluhan pada keluarga yang membawa anaknya untuk terapi. Sedangkan
mengikuti kegiatan terapi suportif terhadap sosialisasi anak dilarang karena orang tua
penurunan tingkat kecemasan keluarga dalam merasa kekurangan anak dapat menjadi bahan
merawat anak retardasi mental di Panti tingkat ejekan teman sebaya. Orang tua dapat
pengetahuan keluarga setelah diberikan terapi meningkatkan kemampuannya dalam
sebanyak 15 keluarga (55,55%) baik, sebanyak mengasuh anak tunagrahita dengan cara
12 keluarga (44,44% ) cukup. Sedangkan meningkatkan pengetahuan tentang cara
tingkat kecemasan tidak ansietas 15 keluarga merawat anak tunagrahita melalui media
(68,4%), cemas ringan 12 keluarga (31,6%), massa dan sekolah anak.
ansietas sedang 27 keluarga(100%). Hal ini Gejala kecemasan juga dapat dilihat
menunjukkan mayoritas sebagian besar berdasarkan tiga aspek yaitu gejala fisik seperti
keluarga tidak mengalami kecemasan dalam kegelisahan, anggota tubuh bergetar, banyak
merawat anak retardasi mental. berkeringat, sulit bernafas, jantung berdetak
Ansietas diartikan sebagai suatu respon kencang, merasa lemas, panas dingin, mudah
terhadap situasi yang penuh dengan stres. marah atau tersinggung, gejala perilaku seperti
Situasi yang penuh stres dapat terjadi menghindar, dan tergunjang sedangkan gejala
dikarenakan keluarga mengalami suatu kognitif seperti khawatir tentang sesuatu,
periode krisis selama merawat anak retardasi perasaan terganggu akan ketakutan terhadap
mental. Periode krisis ini terdiri dari tiga sesuatu yang terjadi dimasa depan, ketakutan
tahapan, yaitu: penolakan atau penyangkalan, akan ketidakmampuan untuk mengatasi
duka cita atau kesedihan, dan tahap masalah, pikiran terasa bercampur aduk,
penerimaan (Yusuf, AH, Rizky Fitryasari, kebingungan dan sulit kosentrasi.
2015). Kecemasan diartikan sebagai respons
Salah satu masalah psikososial keluarga terhadap situasi stres. Situasi stres bisa terjadi
dengan anak tunagrahita adalah kecemasan. karena keluarga mengalami masa krisis saat
Azeem, M. W., Dogar, I. A., Shah, S., mengasuh anak tunagrahita. Masa krisis ini
Cheema, M. A., Asmat, A., Akbar, M., . . . terdiri dari tiga tahap, yaitu: penolakan atau
210
Isti Harkomah, Sutinah, Nofrida Saswati. Terapi Suportif Terhadap Penurunan Tingkat...
212
Isti Harkomah, Sutinah, Nofrida Saswati. Terapi Suportif Terhadap Penurunan Tingkat...
Rashidi, N., Zareimanesh, G., & Sadock, B. J., & Sadock, V. A. (2010). Buku
Fayeghi, N. (2013). Effects of stress ajar psikiatri klinis (2nd ed.). Jakarta: EGC.
management training by using cognitive-
Soetjiningsih. (2010). Tumbuh Kembang Anak.
behavioral method on reducing anxiety
Jakarta: EGC.
and depression among parents of children
with mental retardation. Scientific Stuart, G. W. (2016). Prinsip dan Praktik
Research, 3(3), 62–66. Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart. (B. A.
https://doi.org/10.4236/sm.2013.31011 Keliat, Ed.) (Ed. Indone). Fakultas
Keperawatan Universitas Indonesia.
Indriyani. A. (2014). Buku Ajar Keperawatan
Maternitas. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Widiastuti, S. H. (2010). Pengaruh Terapi
Kelompok Suportif terhadap Kemampuan
Katalinic, S., Jengic, V. S., Pavelic, M. S., &
Keluarga Melatih“Self Care” Anak
Zudenigo, S. (2012). Reproductive rights
Tunanetra Ganda di SLB G Rawinala
of mentally retarded persons. Psychiatria
Jakarta 2010. Tesis tidak dipublikasikan.
Danubina, 24(1), 38–43.
Depok: Universitas Indonesia.
Keliat A. B. et al. (2013). Model Praktek
Workshop Keperawatan Jiwa FIK UI. ke-IX.
Keperawatan Jiwa Profesional Tim MPKP.
2015). Modul Terapi Keperawatan Jiwa
(EGC, Ed.). Jakarta.
Program Spesialis Jiwa.
Kemenkes RI. (2015). Profil Kesehatan Indonesia
Yusuf, AH, Rizky Fitryasari, H. E. N. (2015).
2015. www.depkes.go.id.
Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Ramakrishna, B., Bhagya, A. (2013). EGC.
Prevalence of mental retardation among
Zahra. (2010). Psikologi Anak dan Remaja.
children In Mangalore. Nitte University
Yogyakarta : Nuha Medika.
Journal of Health Science, 3(4), 21-28.
Rizka Yunita1. (2018). Pengaruh Terapi
Suportif Terhadap Kecemasan dan
Motivasi Keluarga Dalam Merawat
Anak Retardasi Mental Ringan Di SLB
Dharma Asih Kraksaan PRobolingo.
Journal of Borneo Holistic Health, 1(02),
190–204.
213