Pengertian Resep
Permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan kepada Apoteker, baik dalam bentuk kertas
maupun elektronik untuk menyediakan dan menyerahkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan bagi
pasien.
Kelengkapan Resep
COPIE RESEP
SK
MENKES Resep=
NO rahasia,
347/1990 = simpan
Aturan
OWA Resep/copy 3 th
resep
OWA yg boleh
liahat resep/
dijual copy R/ = dr.
tanpa penulis R/,
pasien,
resep petugas lain
dokter sesuai per uu
Pengelolaan Resep
Resep yg telah dikerjakan, disimpan menurut urutan tanggal dan nomor berita acar pemusnahan
yang mencantumkan :
1. Hari & tanggal pemusnahan
2. Tanggal yang terawal dan terakhir dari resep
3. Berat resep yg dimusnahkan dlm kilogram.
Skrining Resep
Skrining = kegiatan apoteker dalam mengkaji sebuah resep, meliputi pengkajian administrasi, farmasetik
dan klinis sebelum resep diracik. Tujuannya untuk menjamin keamanan (safety) dan kemanjuran (efficacy)
dari obat dalam resep ketika digunakan pasien serta memaksimalkan tujuan terapi.
A. Jika terdapat permasalahan ketika apoteker melakukan skrining resep maka apoteker harus
melakukan konfirmasi kepasien atau kedokter. Yang perlu diingat adalah bedakan antara
informasi yang perlu anda tanyakan kepasien dan kedokter.
B. Ketika anda melakukan konfirmasi dengan menghubungi dokter penulis resep, sangat diwajibkan
untuk tidak hanya menyampaikan masalah, namun juga harus disertai memberikan alternatif
penyelesaian untuk masalah yang ada dalam resep. Saya gunakan bahasa konfirmasi, karena
belum tentu dokter salah, misal bisa jadi dokter memberikan dosis lebih tinggi dari dosis lazim
karena pertimbangan tertentu. Hubungan baik dengan dokter harus dipertahankan dan
dikembangkan dengan positive thinking, teliti namun pikiran positif. Kita disini tidak mencari
kesalahan dokter, tapi mindset kita adalah untuk pasien.
C. Ketika menghubungi dokter harus disertai evidence yang kuat. Ingat bahwa fokus pembicaraan
adalah pasien. Anda juga harus belajar bagaimana berkomunikasi secara efektif dengan sesama
tenaga kesehatan seperti penggunaan SOAR (subjective, objective, assessment, recommendation).
Untuk masalah ini kita bahas lebih lanjut kapan2 deh..
D. Pada skrining kesesuaian farmasetis terdapat kekuatan sediaan, sedangkan pada pertimbangan
klinis terdapat dosis obat. Apa bedanya? Sediaan lazim dari amlodipin adalah tablet 5 mg dan 10
mg. Kita katakan kekuatan sediaan dari amlodipin adalah 5mg dan 10 mg. Namun dosis kita
tentukan dari kebutuhan pasien, dari hitungan kita apakah sesuai atau tidak untuk pasien. Biar
mudah membedakan, kita kasih contoh ekstrimnya “1 kali sehari 2 tablet amlodipin 5 mg”, berarti
kekuatan sediaan 5mg namun dosisnya adalah 10mg. Bisa jadi kekuatan sediaan dan dosis yang
diminum pasien sama, misal “1 x sehari 1 tablet amlodipin 10 mg”.
Interaksi Obat
Interaksi obat adalah modifikasi efek satu obat akibat obat lain yang diberikan pada awalnya
atau diberikan bersamaan atau bila dua atau lebih obat berinteraksi sedemikian rupa sehingga
keefektifan atau toksisitas satu obat atau lebih berubah. Bagaimanapun harus diperhatikan bahwa
makanan, asap rokok, etanol dan bahan-bahan kimia lingkungan dapat mempengaruhi efek obat.
Bilamana kombinasi terapeutik mengakibatkan perubahan yang tidak diinginkan atau komplikasi
terhadap kondisi pasien, maka interaksi tersebut digambarkan sebagai interaksi bermakna klinis
(Fradgley, 2003).
Kejadian interaksi obat yang penting dalam klinik sukar diperkirakan karena
Bila menganalisis interaksi obat potensial, perlu diperhatikan pula signifikansi interaksi klinik.
Signifikansi interaksi klinik adalah derajat dimana obat yang berinteraksi akan mengubah kondisi pasien.
Keparahan potensial interaksi digolongkan menjadi tiga, yaitu mayor, moderat, minor. Dikatakan mayor bila
efeknya potensial mengancam jiwa atau bisa menyebabkan kerusakan permanent. Moderat, bila efeknya
menyebabkan kemunduran status klinik pasien, perlu dilakukan terapi tambahan, masuk rumah sakit, atau
perlu rawat jalan. Minor, bila efek yang ditimbulkan ringan, secara signifikan tidak mempengaruhi outcome
terapi.
Perhitumgan
fluoxetine 5 mgx28/10mg = 14 capsul
haloperidol 0,5mgx28/1,5 mg= 9,3 tablet
diazepam 1mgx28/2mg =14 tablet
alprazolam 0,5mgx28/1mg=14 tablet
Kerasionalan Obat
pemeriksaan dosis
Fluoxetine
dosis dewasa 20 mg / hari
indikasi : mengatasi serangan panic, depresi, gangguan obsesif, kompulsif, bulimia, dan sindrom
pramenstruasi
kontraindikasi :pasien yang mendapat obat2 beta bloker bisa menimbulkan aritmia dan gangguan
jantung, dengan golongan statin akan menimbulkan risiko timbulnya rhabdomyolisis, dengan
warfarin atau heparin meningkatkan risiko perdarahan
efek samping : sakit kepala, mual, diare, lemas, termor dan penurunan kesadaran
Haloperidol
dosis dewasa 0,5-5mg/hari
indikasi : skizofrenia, sindrom Tourette
kontraindikasi :hipersensitivitas obat , depresi ssp, kejang, dan Parkinson
efek samping :parkinsonisme, distonia dan aktisia
interaksi obat : dengan carbamazepine dan rifampicin dapat menurunkan kadar obat dlm darah tapi
sebaliknya jika dengan clozapine atau chlorpromazine dan mengkatkan kadar obat
Diazepam
dosis dewasa 2mg 3x/hari, maximal 30mg/hari
indikasi : gangguan kecemasan, insomnia, melemaskan otot kejang,kejang karena epilepsy atau
demam dan anestesi
kontraindikasi : riwayat hipersensitivitas, miastenia gravis, glaucoma,depresi pernafasan
efek samping :mengantuk, lemas, sakit kepala,mudah lupa dan bersikap agresif
interaksi : dapat meningkatkan efek depresan terhadap ssp dengan obat antiviral, obat
anestesi,analgesic narkotik,antidepresan, antipsikotik,antiepileptic,antihistamin,antihipertensi ,obat
relaksan dan nabilone, dapat mengurangi efek terapi dari teofilin
Alprazolam
dosis dewasa 0,5 mg 3x/hari
indikasi : gangguan kecemasan dan panic
kontraindikasi : pasien yang hipersensitiv golongan benzodiazepine, glaucoma, miastenia gravis dan
anak dan bayi premature.
efek samping :peningkatan produksi air liur, gangguan ingatan, perubahan gangguan seksual, dan
perubahan suasana hati
interaksi obat : dengan cimetidine, sertraline dan antibiotic macrolide dapat meningkatkan
konsentrasi obat dalam darah, dengan digoxin dapat meningkatkan kadar digoxin dalam darah
adanya polifarmasi : alprazolam dan diazepam satu golongan obat benzodiazepine.
DINAS KESEHATAN ANGKATAN
UDARA
RSAU SALAMUN
Jl. Ciumbuleuit No. 203 Bandung Telp. 022-
2032090
Dokter : tgl:
20/08/2019
Dr. A. HARIS L, Sp.KK
SIP: 445/12081-DINKES/276-SIP-OSP-
VII/20
Riwayat alergi obat :
Tidak
Ya,
Obat…….
R/ Loratadin no. V
S 0-0-1
R/ Piderma II
Sporex II
Mf.cream
SUE (did)
NAMA : AWEN/ NY (P)
Tgl.Lahir : 15/06/1935, 84 thn 2 bulan 25 hari
BB :
NO.RM : 01120616 - 190837
KAJIAN ADMINISTRATIF
NO URAIAN KELENGKAPAN RESEP
I Inscriptio
6. nama dokter
7. SIP Dokter
8. alamat dokter
9. nomor telp.dokter
10. tempat dan alamat penulian resep
II Invocatio
2. tanda R/ diawal penulisan resep
III Prescriptio/Ordinatio
4. nama obat
5. Kekuatan Obat
6. Jumlah obat
IV Signatura
8. Nama pasien
9. Jenis kelamin
10. Umur pasien X
11. Berat badan
12. Alamat pasien
13. Aturan pakai obat
14. Iter/ tanda lain
V Subscriptio
2. Tanda tangan/paraf dokter x
pembuatan
ambil pyderma sebanyak 2 tube dan sporex 2 tube kemudian di campur sampai homogen dalam
mortir, dimasukan ke pot salep dan beri etiket
pemakaian : di oles 2x/hari
Pyderma
komposisi : desoksimetason
indikasi : eczema, dermatitis dan psoriasis
kontra indikasi : sifilis, cacar air,TBC,vaksinasi dan dermatitis perioral
efek samping : rasa gatal, iritasi, kulit kering dan jerawat
dosis : dioleskan 2-3 kali sehari
kemasan 0,25%x10 gram
Sporex
komposisis : ketokonazol2%
indikasi : infeksi jamur
kontra indikasi :hipersensitivitas ketokonazol
efek samping : gatal kulit, kekeringan,folikulitis,ruam kulit
dosis : dioleskan 1-2x/hari
perhitungan
salbutamol 0,6 mgx15/2mg=4,5 tablet
cetirizine 1mgx15/10mg=1,5tablet
kerasionalan obat
pemeriksaan dosis
salbutamol :dosi pada bayi sesuai petunjuk dokter
indikasi :asma, bronchitis dan emfisema
kontra indikasi :hipersensitivitas
efek samping : reaksi alergi dan nyeri dada, diare,demam,sakit kepala
interaksi obat ; salbutamol memiliki interaksi obat dengan kortikosteroid,digoxin maupun diuretic
cetirizine
NO :50
NO RM : 00178085
Alergi obat : tidak
Hamil : tidak
DX : i10
R/
Amlodipine 5 mg No X
0-0-1
R/
ibuprofen 400mg No VIII
2dd 1
perhitungan
amlodipine 10 mg, 10mg X 1 = 10 tablet ( untuk 10 hari ) diminum malam hari
ibuprofen 400 mg, 1200 mg/ hari = 8 (untuk 3 hari )
kerasionalan obat
pemeriksaan dosis
amlodipine 10 mg :dosi sesuai petunjuk dokter
indikasi : menurunkan tekanan darah tinggi/ hipertensi
kontra indikasi : penderita hipersensitif terhadap dihidropiridin
efek samping : sakit kepala, edema, lelah, mual, pusing-pusing
interaksi obat ; digoxin, fenitoin, walfarin
Ibuprofen 400 Mg
NO :
NO RM :
Alergi obat : tidak
Hamil : tidak
DX : M13
R/
Na Diclofenak No VI
2 dd 1
R/
Prednisone 5 mg No VIII
3dd 1
R/
Vit b complex NO IV
1 dd 1
KAJIAN ADMINISTRATIF
NO URAIAN KELENGKAPAN RESEP
I Inscriptio
21. nama dokter
22. SIP Dokter -
23. alamat dokter -
24. nomor telp.dokter -
25. tempat dan alamat penulian resep -
II Invocatio
5. tanda R/ diawal penulisan resep
III Prescriptio/Ordinatio
13. nama obat
14. Kekuatan Obat -
15. Jumlah obat
IV Signatura
29. Nama pasien
30. Jenis kelamin
31. Umur pasien
32. Berat badan -
33. Alamat pasien
34. Aturan pakai obat
35. Iter/ tanda lain
V Subscriptio
5. Tanda tangan/paraf dokter x
perhitungan
natrium diclofenak 25mg, 50mg/ hari = 6 tablet untuk 3 hari
prednisone 5 mg, 15mg/ hari = 9 tablet untuk 3 hari
vitamin b complex 1tablet/ hari= 4 untuk 4 hari
kerasionalan obat
pemeriksaan dosis
vitamin b complex
dosis sesuai petunjuk dokter
indikasi : untuk suplementasi vit b complex
kontraindikasi : hipersensitif terhadap b complex
efek samping: pemakaian vit b6 dosis besar dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan sindroma
neuropati
interaksi obat : tidak diberika kepada pasien yang sedang terapi levodopa
RANGKUMAN C&D PREPARASI SEDIAAN STERIL
Steril adalah suatu keadaan dimana suatu zat bebas dari mikroba hidup, baik yang patogen (menimbulkan
penyakit) maupun apatogen / non patogen (tidak menimbulkan penyakit), baik dalam bentuk vegetatif (siap untuk
berkembang biak) maupun dalam bentuk spora (dalam keadaan statis, tidak dapat berkembang biak, tetapi
melindungi diri dengan lapisan pelindung yang kuat).
Sterilisasi adalah suatu proses untuk membuat ruang / benda menjadi steril atau suatu proses untuk
membunuh semua jasad renik yang ada, sehingga jika ditumbuhkan di dalam suatu medium tidak ada lagi jasad renik
yang dapat berkembang biak. Sterilisasi harus dapat membunuh jasad renik yang paling tahan panas yaitu spora
bakteri. Sedangkan sanitasi adalah suatu proses untuk membuat lingkungan menjadi sehat..
Tujuan obat dibuat steril (seperti obat suntik) karena berhubungan langsung dengan darah atau cairan tubuh
dan jaringan tubuh yang lain dimana pertahanan terhadap zat asing tidak selengkap yang berada di saluran cerna
/ gastrointestinal, misalnya hati yang dapat berfungsi untuk menetralisir / menawarkan racun
(detoksikasi = detoksifikasi).
Diharapkan dengan steril dapat dihindari adanya infeksi sekunder. Dalam hal ini tidak berlaku relatif steril atau
setengah steril , hanya ada dua pilihan yaitu steril dan tidak steril.
Sediaan farmasi yang perlu disterilkan adalah obat suntik / injeksi, tablet implant, tablet hipodermik dan
sediaan untuk mata seperti tetes mata / Guttae Ophth., cuci mata / Collyrium dan salep mata / Oculenta.
Cara bekerja :
Otoklaf dipanaskan, ventilasi dibuka untuk membiarkan udara keluar. Pengusiran udara pada otoklaf berdinding dua,
uap air masuk dari bagian atas dan udara keluar dari bagian bawah yang dapat ditunjukkan pada gelembung yang
keluar dari ujung pipa karet dalam air.
Setelah udara bersih, bahan yang akan disterilkan dimasukkan sebelum air mendidih, tutup otoklaf dan dikunci,
ventilasi ditutup dan suhu serta tekanan akan naik sesuai dengan yang dikehendaki. Atur klep pengaman supaya
tekanan stabil. Setelah sterilisasi selesai, otoklaf dibiarkan dingin hingga tekanannya sama dengan tekanan atmosfir.
Cara sterilisasi ini lebih efektif dibanding dengan pemanasan basah yang lain, karena suhunya lebih tinggi.
Bahan / alat yang dapat disterilkan :
Alat pembalut, kertas saring, alat gelas ( buret, labu ukur ) dan banyak obat-obat tertentu.
3. Sterilisasi gas
Bahan aktif yang digunakan adalah gas etilen oksida yang dinetralkan dengan gas inert, tetapi keburukan gas
etilen oksida ini adalah sangat mudah terbakar, bersifat mutagenik, kemungkinan meninggalkan residu toksik di dalam
bahan yang disterilkan, terutama yang mengandung ion klorida.
Pemilihan untuk menggunakan sterilisasi gas ini sebagai alternatif dari sterilisasi termal, jika bahan yang akan
disterilkan tidak tahan terhadap suhu tinggi pada sterilisasi uap atau panas kering.
Proses sterilisasinya berlangsung di dalam bejana bertekanan yang didesain seperti pada otoklaf dengan
modifikasi tertentu. Salah satu keterbatasan utama dari proses sterilisasi dengan gas etilen oksida adalah terbatasnya
kemampuan gas tersebut untuk berdifusi sampai ke daerah yang paling dalam dari produk yang disterilkan.
Cara-cara menyaring :
Ada 2 cara untuk menyaring , yaitu :
1. Dengan tekanan positip : larutan dalam penyaring ditekan dengan tekanan yang lebih besar dari udara luar.
2. Dengan tekanan negatip : larutan dalam penyaring diisap (penampung di vakumkan).
Udara yang dipakai untuk itu harus udara bersih, biasanya digunakan gas nitrogen (N 2) yang dialirkan melalui kapas
berlemak dalam tabung gelas atau platina yang dipanaskan.
Kemudian bahan obat, zat pembawa, zat pembantu disimpan secara aseptic dalam ruang aseptic hingga terbentuk
obat / larutan injeksi dan dimasukkan ke dalam wadah secara aseptic.
Pemilihan cara sterilisasi
Pemilihan cara sterilisasi harus mempertimbangkan beberapa hal seperti berikut:
1. Stabilitas : sifat kimia, sifat fisika, khasiat, serat, struktur bahan obat tidak boleh mengalami perubahan setelah proses
sterilisasi.
2. Efektivitas : cara sterilisasi yang dipilih akan memberikan hasil maksimal dengan proses yang sederhana, cepat dan
biaya murah.
3. Waktu : lamanya penyeterilan ditentukan oleh bentuk zat, jenis zat, sifat zat dan kecepatan tercapainya suhu
penyeterilan yang merata.
Yang disterilkan : Penisillin-Na, Streptomycin sulfat, Hidrolisat protein, Hormon pituitarium, insulin, vaksin influensa,
vaksin cacar.
INDIKATOR STERILISASI
1. Indikator Biologis Adalah sediaan berisi populasi mikroorganisme spesifik dalam bentuk spora.
Spora bersifat resisten terhadap beberapa parameter yang terkontrol dan terukur dalam suatu proses
tertentu.
Prinsipnya, mensterilkan spora hidup mikroorganisme yang non-patogenik dan sangat resisten dalam jumlah
tertentu.
berupa strip kertas yang mengandung spora kering dan dikemas dalam kantong bersegel.
dikemas tersendiri, strip berisi spora dikemas dalam vial bersama dengan media pertumbuhan spora.
perkembangan selanjutnya dipakai indikator biologi yang mengandung sistem deteksi cepat (rapid).
indikator biologi yang berbentuk vial tertutup yang mengandung strip spora dan ampul berisi media
pertumbuhan yang mengandung zat warna.
2. Indikator Kimiawi Adalah indikator yang menandai terjadinya paparan sterilitas (uap panas atau gas ETO)
pada objek yang disterilkan dengan adanya perubahan warna.
Indikator kimia diproduksi dalam bentuk strip, kartu,dan vial.
Indikator sensitif terhadap satu atau lebih parameter sterilisasi.
Indikator memberikan informasi tercapainya kondisi steril pada tiap kemasan.
3. Indikator Fisika Adalah bagian instrumen mesin sterilisasi seperti tabel, dan indikator suhu maupun tekanan
yang menunjukkan apakah alat sterilisasi bekerja dengan baik.
Pengukuran temperatur dan tekanan merupakan fungsi penting sistem monitoring sterilisasi. Apabila
indikator mekanik berfungsi dengan baik, maka akan memberikan informasi segera mengenai temperatur,
tekanan, waktu, dan fungsi mekanik lainnya dari alat.
Memberikan indikasi adanya masalah apabila alat rusak dan memerlukan perbaikan.
Keterbatasannya :
Indikator mekanik tidak menunjukkan bahwa keadaan steril sudah tercapai,melainkan hanya memberikan
informasi tentang fungsi alat sterilisasi.
Karena bersifat mekanis, maka bila tidak dilakukan kalibrasi alat dengan tepat atau pemakaian yang terlalu
sering indikator dapat memberikan informasi yang tidak tepat.
UJI PIROGEN
Pirogen Adalah Zat yang mengakibatkan reaksi demam apabila disuntikkan ke dalam tubuh manusia. Sumber utama
pirogen adalah endotoksin.
Endotoksin Adalah bagian dari membran luar dinding sel bakteri Gram negatif, dan suatu molekul kompleks dengan
berat molekul tinggi yang terdiri dari lipid A, inti polisakarida (lipopolisakarida) dan rantai antigenik spesifik-O, yang
menimbulkan demam apabila diinjeksikan ke dalam tubuh manusia atau mamalia lain.
Uji pirogen dimaksudkan untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang dapat diterima oleh
pasien pada pemberian sediaan injeksi. Pengujian meliputi pengukuran kenaikan suhu kelinci setelah penyuntikan
larutan uji secara i.v dan ditujukan untuk sediaan yang perlu penyiapan pendahuluan atau cara pemberiannya perlu
kondisi khusus ikuti petunjuk tambahan yang tertera pada masing-masing monografi.
Alat dan pengencer. Alat suntik, jarum dan alat kaca dibebas pirogenkan dengan pemanasan pada suhu
250oC selama tidak kurang dari 30 menit atau dengan cara lain sesuai dengan perlakuan semua pengencer dan
larutan untuk pencuci dan pembilas alat suntik dengan cara sedemikian rupa yang dapat menjamin alat tersebut
steril dan bebas pirogen. Lakukan uji pirogen terhadap pengencer dan larutan pencuci dan pembilas secara berkala.
Apabila digunakan injeksi NaCl sebagai pengencer, gunakan injeksi yang mengandung larutan NaCl PO 9 %.
1. Rabbit Test (Dari Farmakope)
a. Rekaman suhu
Gunakan alat pengukur suhu yang teliti seperti termometer klinik atau termistor atau alat sejenis yang telah
dikalibrasi untuk menjamin ketelitian skala kurang lebih 0,1 yang telah diuji bahwa pembacaan suhu maximum
tercapai <5 menit masukkan alat pengukur suhu kedalam anus kelinci dengan kedalam tidak <7,5 cm dan sesudah
jangka waktu tidak kurang dari yang telah ditetapkan sebelumnya, tekan suhu tubuh kelinci.
b. Hewan uji
Gunakan kelinci dewasa yang sehat. Tempatkan kelinci satu ekor dalam satu kandang dalam ruang dengan suhu yang
seragam antara 20-23oC dan bebas dari gangguan yang menimbulkan kegelisahan. Beda suhu tidak boleh berbeda
kurang lebih 3oC dari suhu yang telah ditetapkan. Untuk kelinci yang belum pernah digunakan untuk uji pirogen,
adaptasikan kelinci tidak boleh lebih dari tujuh hari dengan uji pendahuluan yang meliputi semua tahap pengujian
yang tertera pada prosedur, kecuali penyuntikan, kelinci tidak boleh digunakan untuk uji pirogen lebih dari sekali
dalam waktu 48 jam atau sebelum 2 minggu setelah digunakan untuk uji pirogen bila menunjukkan kenaikan suhu
maksimal 0,6oC atau lebih.
c. Prosedur
Lakukan pengujian dalam ruang terpisah yang khusus untuk uji pirogen dan dengan kondisi lingkungan yang sama
dengan ruang pemeliharaan, bebas dari keributan yang menyebabkan kegelisahan. Kelinci tidak diberi makan selama
waktu pengujian. Minum dibolehkan pada tiap saat, tetapi dibatasi pada saat pengujian. Apabila pengujian
menggunakan termistor, masukkan kelinci kedalam kotak penyekap sedemikian rupa sehingga kelinci tertahan
dengan letak leher yang longgar sehingga dapat duduk dengan bebas. Tidak lebih dari 30 menit sebelum
penyuntikan larutan uji, tentukan “suhu awal” masing-masing kelinci yang merupakan dasar untuk menentukan
kenaikan suhu. Beda suhu tiap kelinci dalam satu kelompok tidak boleh lebih 1oC dan suhu awal setiap kelinci tidak
boleh lebih dari 39,8oC. Kecuali dinyatakan lain pada masing-masing monografi, suntikkan 10 ml/kg bb, melalui vena
tepi telinga 3 ekor kelinci dan penyuntikan dilakukan waktu 10 menit. Larutan uji berupa sediaan yang bila perlu
yang dikonstitusi seperti yang tertera pada masing-masing monografi dan disuntikkan dengan dosis seperti yang
tertera. Untuk uji pirogen alat atau perangkat injeksi, gunakan sebagai larutan uji hasil cucian atau bilasan dari
permukaan alat yang berhubungan langsung dengan sediaan parenteral, tempat penyuntikan atau jaringan tubuh
pasien. Semua larutan harus bebas dari kontaminasi. Hangatkan larutan pada suhu 37o + 2o sebelum penyuntikan.
Rekam suhu berturut-turut antara jam ke-1 dan jam ke-3 setelah penyuntikan dengan selang waktu.
d. Penafsiran hasil
Setiap penurunan suhu dengan nol. Sediaan memenuhi syarat apabila tak seekor kelinci pun menunjukkan kenaikan
suhu 0,5oC atau lebih. Jika ada kelinci yang menunjukkan kenaikan suhu 0,5oC atau lebih. Lanjutkan pengujian
dengan menggunakan lima ekor kelinci. Jika tidak lebih dari tiga ekor dari 8 ekor kelinci masing-masing menunjukkan
kenaikan suhu 0,5oC atau lebih dan jumlah kenaikan suhu maksimal 8 ekor kelinci tidak lebih dari 3,3oC sediaan
dinyatakan memenuhi syarat bebas pirogen
Ekstrak sel darah ketam sepatu kuda (Limulus polyphemus) mengandung sistem enzim dan protein yang
menggumpal bila ada liposakarida dalam jumlah kecil. Penemuan ini, merangsang perkembangan uji Limulus
amebocyte lysate (LAL) untuk mengetahui adanya pirogen dalam kerja penelitian dan pengawasan selama proses
berlangsung.
Uji LAL adalah metode spesifik untuk bakteri endotoksin, hanya untuk pirogen yang signifikan pada kebanyakan
pabrik farmasetikal dan peralatan medis. Test didasarkan pada mekanisme primitif penggumpalan darah dari
kepiting seperti Kuda Amerika (Limulus polyphemus). Berberapa enzim diletakkan pada sel darah amoeba kepiting
yang dipicuh oleh endotoksin perpanjangan koagulasi enzimatik yang di akhiri dengan produksi di gel protenose.
Test harus dihindarkan dari kontaminasi antimikroba sebelum dihindarkan, test ini penting untuk memastikan bahwa
tidak ada factor campuran dalam sediaan, peralatan tidak menyerap endotoksin (seperti pada beberapa plastic) dan
sensitifitas dari lisat diketahui.
Reagen test LAL disediakan dengan lyopilisasi sel di mubasit limulus. Volume setara reagen LAL dan larutan test (0,1
mikron per masing-masing) dicampurkan dalam gelas tube test elipirogenasi. Tube diinkubasikan pada suhu 37oC
selama 1 jam, setelah test wadah dibaca. Tube diambil dari inkubator dan diubah. Bekuan oleh yang rusak
mengandung energi padatan merupakan factor dari test positif. Ketika digunakan pada bagian ini bekuan gel uji
awalnya, melewati test kegagalan dibatasi dan reagen sensitive LAL.
Test LAL tambahan test ini dapat digunakan dalam laboratorium farmaseutikal. Test ini spesifik untuk endotoksin
gram negatif, dimana test pirogen kelinci sensitif untuk semua pirogen endotoksin dan sumber lain disbanding gram
negatif.
Pencampuran sediaan steril harus memperhatikan perlindungan produk dari kontaminasi mikroorganisme,
sedangkan untuk penanganan sediaan sitostatika selain kontaminasi juga memperhatikan perlindungan terhadap
petugas, produk dan lingkungan.
Resiko yang tidak diinginkan dapat terjadi dalam transpportasi, penyimpanan, pendistribusian, rekonstitusi
dan pemberian sediaan steril. Oleh karena itu, preparasi sediaan steril memerlukan SDM yang terlatih, fasilitas dan
peralatan serta prosedur penanganan secara khusus.
A. Apoteker
Setiap Apoteker yang melakukan persiapan/peracikan sediaan steril harus memenuhi beberapa syarat sebagai
berikut :
• Memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang penyiapan dan pengelolaan komponen sediaan steril termasuk
prinsip teknik aseptis.
• Memiliki kemampuan membuat prosedur tetap setiap tahapan pencampuran sediaan steril.
Apoteker yang melakukan pencampuran sediaan steril sebaiknya selalu meningkatkan pengetahuan dan
keterampilannya melalui pelatihan dan pendidikan berkelanjutan.
Dalam melakukan pencampuran sediaan steril diperlukan ruangan dan peralatan khusus untuk menjaga
sterilitas produk yang dihasilkan dan menjamin keselamatan petugas dan lingkungannya.
Pencampuran sediaan steril memerlukan ruangan khusus dan terkontrol. Ruangan ini terdiri dari :
a. Ruangan Persiapan
Ruangan yang digunakan untuk administrasi dan penyiapan alat kesehatan dan bahan obat (etiket, pelabelan,
perhitungan dosis dan volume cairan).
Sebelum masuk ke ruang antara, petugas harus mencuci tangan, ganti pakaian kerja dan memakai alat ppelindung
diri (APD).
Petugas yang akan masuk ke ruang steril melalui suatu ruang antara.
1) Jumlah partikel berukuran 0,5 mikron tidak lebih dari 350.000 partikel
2) Jumlah jasad renik tidak lebih dari 100 per meter kubik udara.
3) Suhu 18-22°C
4) Kelembapan 35-50%
6) Tekanan udara di dalam ruang lebih positif dari pada tekanan udara di luar ruangan.
7) Pass box adalah tempat masuk dan keluarnya alat kesehatan dan bahan obat sebelum dan sesudah dilakukan
pencampuran. Pass box ini terletak di antara ruang persiapan dan ruang steril.
C. Peralatan :
Peralatan yang harus dimiliki untuk melakukan pencampuran sediaan steril meliputi:
Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan dalam pencampuran sediaan steril meliputi :
a. Baju Pelindung
Baju Pelindung ini sebaiknya terbuat dari bahan yang impermeable (tidak tembus cairan), tidak melepaskan serat
kain, dengan lengan Panjang, bermanset dan tertutup di bagian depan.
b. Sarung Tangan
Sarung tangan yang dipilih harus memiliki permeabilitas yang minimal sehingga dapat memaksimalkan perlindungan
bagi petugas dan cukup Panjang untuk menutup pergelangan tangan. Sarung tangan terbuat dari latex dan tidak
berbedak (powder free). Khusus untuk penanganan sediaan sitostatika harus menggunakan dua lapis.
c. Kacamata pelindung
d. Masker disposable
2. Laminar Air Flow (LAF) mempunyaisistem penyaringan ganda yang memiliki efisiensi tingkat tinggi, sehingga dapat
berfungsi sebagai :
Terdapat dua tipe LAF yang digunakan pada pencampuran sediaan steril :
Aliran udara langsung menuju depan, sehingga petugas tidak terlindungi dari partikel ataupun uap yang berasal dari
ampul atau vial. Alat ini digunakan untuk pencampuran obat steril non sitostatika.
b. Aliran Udara Vertikal (Vertical Air Flow). Aliran udara langsung mengalir kebawah dan jauh dari petugas
sehingga memberikan lingkungan kerja yang lebih aman.
Untuk penanganan sitostatika menggunakan LAF vertical Biological Safety Cabinet (BSC) kelas II dengan syarat
tekanan udara di dalam BSC harus lebih negatif dari pada tekanan udara di ruangan.
LAF (Laminar Air Flow) dengan BSC (Biosafety Cabinet) secara garis besar memiliki nilai fungsional yang sama yaitu
Meja kerja steril untuk melakukan kegiatan inokulasi/ penanaman dengan meniupkan udara steril secara kontinu
melewati tempat kerja sehingga tempat kerja bebas dari debu dan spora-spora yang mungkin jatuh kedalam media
saat kegiatan penanaman. Perbedaan keduanya terletak pada "siapa/apa yang akan diproteksi saat kerja?" sehingga
prinsip alatnya akan menjadi berbeda.
Prinsip LAF yaitu Udara ruangan ditarik ke dalam alat dengan menggunakan blower (D) melalui filter pertama (pre-
filter), yang kemudian ditiupkan ke meja kerja melalui filter yang sangat halus yang disebut HEPA (High efficiency
Particulate Air Filter) (C). Selanjutnya udara keluar melalui pintu depan/sash (tempat analis bekerja) tanpa adanya
filter lagi.
Sedangkan prinsip BSC yaitu udara ruangan ditarik dari depan alat. Udara dialirkan melewati bagian bawah meja
kerja (F), kemudian disaring dengan pre-filter (E). Udara yang telah tersaring akan difilter kembali menggunakan
HEPA (D) dengan bantuan blower. Udara steril yang telah melalui double filter tersebut akan disirkulasi kembali
dalam alat dan sisanya dibuang ke luar BSC (C).
Dari kedua prinsip alat tersebut kita dapat mengetahui perbedaan keduanya yaitu:
1. Aliran udara (pada LAF udara kotor masuk melalui bagian atas alat dan keluar melalui bagian depan/sash.
Sedangkan pada BSC udara kotor masuk melalui bagian depan/sash dan keluar melalui bagian atas alat)
2. Subjek yang diproteksi (pada LAF yang diproteksi hanya produk/ materi yang diteliti saja, karena udara steril akan
melalui produk terlebih dahulu sebelum dibuang ke bagian depan sash/ tempat analis bekerja tanpa adanya filter
lagi. Sedangkan pada BSC yang diproteksi ada 3 yaitu produk, analis dan lingkungan kerja, karena aliran udara tidak
terpapar langsung ke analis, udara di meja kerja juga telah steril karna adanya double filter, udara yang ke luar ruang
kerja pun telah melalui filter terlebih dahulu.
Teknik Aseptis
Penyimpanan sediaan steril non sitostatika setelah dilakukan pencampuran tergantung pada stabilitas
masing-masing obat. Kondisi khusus penyimpanan :
A. Terlindung dari cahaya langsung, dengan menggunakan karbon/kantong plastic warna hitam atau aluminium foil.
Distribusi
Proses distribusi dilakukan sesuai SOP. Pengiriman sediaan steril yang telah dilakukan pencampuran harus
terjamin sterilitas dan stabilitasnya dengan persyaratan :
A. Wadah
2. untuk obat yang harus dipertahankan stabilitasnya pada suhu tertentu, ditempatkan dalam wadah yang mampu
menjaga konsistensi suhunya.
B. Waktu pengiriman
C. Rute Pengiriman
Pengiriman sediaan sitostatika sebaiknya tidak melalui jalur umum/ramai untuk menghindari terjadinya tumpahan
obat yang akan membahayakan petugas dan lindungannya.
Penanganan Limbah
Limbah sediaan steril harus dimasukkan dalam wadah tertentu. Tempatkan limbah pada container buangan
tertutup. Untuk benda-benda tajam seperti syringe, vial, ampul, tempatkan di dalam container yang tidak tembus
benda tajam, untuk limbah lain tempatkan dalam kantong berwarna dan berlogo cytotoxic. Beri label peringatan
pada bagian luar kantong. Bawa limbah ke tempat pembuangan menggunakan troli tertutup. Musnahkan limbah
dengan incinerator 1000°C.
Rangkuman CND Sediaan farmasi dan permasalahannya
1.Serbuk adalah partikel halusa yang diperoleh dari partikel kering yang dihaluskan. Menurut Farmakope Indonesia
IV serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan, ditujukan untuk pemakaian oral
atau pemakaian luar
a) Keuntungan dari bubuk halus sebagai produk farmasi adalah sebagai berikut;
Mudah untuk di tambahkan
Mudah untuk di gunakan
Menyerap dan melembabkan kulit, dimana dapat mengurangi gesekan antara permukaan kulit, pertumbuhan
bakteri dan efek dingin
Kerapatan serbuk.
Sifat adhesi dan kohesi serbuk.
Daya mengalir serbuk.
Muatan elektrostatik serbuk.
Polimorfisme serbuk.
2. Solutio atau larutan adalah satu dari sediaan farmasi yang sering digunakan dalam perawatan pasien dan obat
yang terlarut mampu menyerap dengan cepat
a) Keuntungan :
Merupakan campuran yang homogen
Dosis dapat diubah-ubah dalam pembuatan
Dapat diberikan dalam larutan encer, sementara kapsul dan tablet tidak dapat diencerkan
Kerja awal obat lebih cepat karena absorpsi lebih cepat dibandingkan sediaan padat
Lebih cocok untuk anak-anak, kerena dapat ditambahkan pemanis, zat warna, dan aroma tertentu sehingga
menarik
b) Kerugian :
Bahan obat ada yang tidak larut dalam larutan
Bahan obat tidak stabil dalam sediaan cair
Bau dan rasa yang tidak dapat ditutupi jika dalam bentuk sediaan cair
Sifat dari solute (zat terlarut) dan solvent (pelarut) Zat terlarut yang sifatnya polar akan mudah larut dalam
solvent yang polar pula
Cosolvensi (zat penambah kelarutan)
Kelarutan.
Temperatur
Salting Out.
Salting In
Pembentukan Kompleks.
3.Suspensi farmasi didefinisikan sebagai sediaan di mana setidaknya salah satu bahan aktifnya terdispersi dalam zat
pendispersnya. British Pharmacopoeia (BP) mendefinisikan suspensi oral sebagai cairan Oral yang mengandung
satu atau lebih bahan aktif tersuspensi dalam fase pendispers yang sesuai
a) Keuntungan
Rasa sediaan yang tidak enak mungkin akan ditutupi oleh bentuk sediaan ini
Zat yang tidak larut akan lebih stabil dalam bentuk sediaan ini
Lebih mudah untuk menelan
Memungkinkan administrasi yang mudah dari pada sediaan serbuk
Penyerapan akan lebih cepat daripada bentuk sediaan padat
b) Kerugian
Perlu pengocokan sediaan, akurasi dosis cenderung
Kondisi penyimpanan bias mempengaruhi sistem disperse
Kemasan yang besar, sulit diangkut dan rentan terhadap wadah kerusakan
Yang perlu dioerhatikan dalam sediaan suspense adalah stabilitas.Adapun hal-hal yang dapat mempengaruhi
stabilitas suspensi adalah
Ukuran partikel
Kekentalan
Jumlah partikel
Muatan partikel
4.Suatu emulsi pada dasarnya adalah suatu sediaan cair yang mengandungcampuran minyak dan air yang
diberikanhomogen dengan penambahan zat pengemulsi
5.Menurut FI V, Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput
lender
Menurut Farmakope Indonesia Edisi V Pasta adalah sediaan semipadat yang mengandung satu atau lebih bahan obat
yang ditujukan untuk pemakaian topical.
Kelebihan Salep
Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit.
Sebagai bahan pelumas pada kulit.
Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak permukaan kulit dengan larutan berair dan rangsang kulit.
Sebagai obat luar
Kekurangan Salep
· Berdasarkan basis :
1. Kekurangan basis hidrokarbon
Sifatnya yang berminyak dapat meninggalkan noda pada pakaian serta sulit tercuci ga sulit di bersihkan dari
permukaan kulit.
2. Kekurangan basis absorpsi :
Kurang tepat bila di pakai sebagai pendukung bahan bahan antibiotik dan bahan bahan kurang stabil dengan adanya
air
Mempunyai sifat hidrofil atau dapat mengikat air .
Pelepasan obat dari dasar salep secara “In-vitro” dapat digambarkan dengan kecepatan pelarutan obat yang
dikandungnya dalam medium tertentu. Ini disebabkan karena kecepatan pelarutan merupakan langkah yang
menentukan dalam proses berikutnya.
6.Krim adalah sediaan emulsi kental semi solid, untuk pemakaian luar. Obat dapat terlarut atau terdispersi dalam
basis krim.Krim dapat berupa emulsi m/a atau a/m tergantung dari bahan pengemulsiyang digunakan.
b) Kekurangan krim :
Susah dalam pembuatannya karena dalam pembuatan krim harus dalam keadaan panas
Mudah pecah disebabkan dalam pembuatan formula tidak pas
Mudak kering dan mudah rusak khususnya tipe a/m karena terganggu sistem pencampuran terutama disebabkan
oleh perubahan suhu dan komposisi diakibatkan penambahan salah satu fase yang berlebihan
Kestabilan krim akan terganggu jika sistem pencampurannya terganggu terutama disebabkan oleh perubahan suhu
dan komposisi yang disebabkan perubahan salah satu fasae yang berlebihan.
7.Gel Pengertian Menurut FI V, Gel kadang-kadang disebut Jeli, merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi
yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar
Kekurangan gel
harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air sehingga diperlukan penggunaan peningkat kelarutan seperti
surfaktan agar gel tetap jernih pada berbagai perubahan temperatur, tetapi gel tersebut sangat mudah dicuci atau
hilang ketika berkeringat, kandungan surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi pembentukan gel hidrokoloid, faktor-faktor ini dapat berdiri sendiri atau
berhubungan satu sama lain sehingga memberikan pengaruh yang sangat kompleks. Diantara faktor-faktor
tersebut yang paling menonjol adalah konsentrasi, suhu, pH,dan adanya ion atau komponen aktif lainnya
8.Supositoria adalah bentuk sediaan satuan padat yang dibentuk sesuai untuk dimasukkan ke dalam rektum.
8. Tablet (compressi)
Merupakan sediaan padat kompak dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler kedua
permukaan rata atau cembung mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa bahan tambahan.
a. Tablet kempa
paling banyak digunakan, ukuran dapat bervariasi, bentuk serta penandaannya tergantung desain cetakan.
b. Tablet cetak
Dibuat dengan memberikan tekanan rendah pada massa lembab dalam lubang cetakan
c. Tablet trikurat
tablet kempa atau cetak bentuk kecil umumnya silindris. sudah jarang ditemukan
d. Tablet hipodermik
Dibuat dari bahan yang mudah larut atau melarut sempurna dalam air. Dulu untuk membuat sediaan injeksi
hipodermik, sekarang diberikan secara oral.
e. Tablet sublingual
dikehendaki efek cepat (tidak lewat hati). Digunakan dengan meletakan tablet di bawah lidah.
f. Tablet bukal
Digunakan dengan meletakan diantara pipi dan gusi
g. tablet Effervescent
Tablet larut dalam air. harus dikemas dalam wadah tertutup rapat atau kemasan tahan lembab.
Pada etiket tertulis "tidak untuk langsung ditelan"
h. Tablet kunyah
Cara penggunaannya dikunyah. Meninggalkan sisa rasa enak dirongga mulut, mudah ditelan, tidak meninggalkan
rasa pahit atau tidak enak.
9. Pil (pilulae)
Merupakan bentuk sediaan padat bundar dan kecil mengandung bahan obat dan dimaksudkan untuk pemakaian
oral. Saat ini sudah jarang ditemukan karena tergusur tablet dan kapsul. Masih banyak ditemukan pada seduhan
jamu.
Biofarmasetika
Biofarmasetika adalah ilmu yang mempelajari hubungan sifat fisikokimia formulasi obat terhadap
bioavaibilitas obat. Bioavaibilitas akan menyatakan kecepatan dan jumlah obat aktif yang mencapai sirkulasi
sistemik.
Banyak faktor yang telah mempengaruhi proses suatu obat dalam plasma, diantaranya adalah
makanan yang dimakan oleh pasien, efek dari keadaan penyakit, pada penyerapan obat, usia pasien, tempat
penyerapan obat yang diberikan, pemberian bersamaan obat-obat lain, sifat fisik dan kimia dari obat yang
diberikan, jenis obat yang diberikan, komposisi dan metode pembuatan bentuk sediaan dan ukuran dosis dan
frekuensinya. Obat tertentu yang bioavaibilitasnya jika diberikan dalam jenis sediaan yang sama dangan
rute pemberian yang berbeda, misalnya suatu larutan obat yang diberikan melalui rute oral dan
intramuskular. Obat yang diberikan juga dapat menunjukan perbedaan kemampuan dari jenis bentuk dosis
kebentuk lain ketika diberikan dengan rute yang sama, misalnya, tablet, kapsul glatin keras dan suspensi
yang diberikan secara rute oral. Obat yang diberikan mungkin menunjukan bioavibilitas yang berbeda.
Fase biofarmasetik melibatkan seluruh unsur-unsur yang terkait mulai saat permberian obat hingga
terjadinya penyerapan zat aktif. Peristiwa tersebut tergantung pada cara pemberian dan bentuk sediaan.
1. Liberasi (Pelepasan)
Pelepasan zat aktif dipengaruhi oleh keadaan lingkungan biologis dan mekanisme pada tempat
pemasukan obat, misalnya gerak peristaltik usus, hal ini penting untuk bentuk sediaan yang keras atau yang
kenyal (tablet, supo sitoria dan lain-lain). Tahap pelepasan ini dapat dibagi dalam dua tahap yaitu tahap
pemecahan dan peluruhan, misalnya untuk sebuah tablet (Aiache, 1993).
2. Disolusi (Pelarutan)
Setelah terjadi pelepasan, maka tahap kedua adalah pelarutan zat aktif. Tahap kedua ini merupakan
keharusan agar selanjutnya terjadi penyerapan (Aiache, 1993).
3. Absorpsi (Penyerapan)
Absorpsi atau penyerapan suatu zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat ke dalam tubuh
atau menuju ke peredaran darah tubuh setelah melewati membran biologik. Penyerapan ini hanya dapat
terjadi bila zat aktif .
Bioavailabilitas
Bioavailability (BA) adalah presentase obat yang diabsorbsi tubuh dari suatu dosis yang diberikan dan
tersedia, untuk melakukan efek terapeutisnya. Di beberapa Negara (AS, Jerman), BA mencakup pula
kecepatan dengan mana obat muncul di sirkulasi darah. Biasanya, efek obat baru mulai nampak sesudah
obat melalui sistem pembuluh portal serta hati dan kemudian tiba di peredaran darah besar yang
mendistribusikannya ke seluruh jaringan.
Bioavailabilitas terbagi menjadi dua, yaitu :
a. Bioavailabilitas absolut : bioavailabilitas zat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik dari suatu sediaan
obat dibandingkan dengan bioavailabilitas zat aktif tersebut dengan pemberian intra vena.
b. Bioavailabilitas relatif : bioavailabilitas zat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik dari suatu sediaan
obat dibandingkan dengan bentuk sediaan lain selain intra vena.
b. Subjek : karakteristik subjek (umur, bobot badan), kondisi patologis, posisi, dan
aktivitas tubuh (pada subjek yang sama)
c. Rute pemberian
d. Interaksi obat/makanan : misalnya grisovulvin sukar larut dalam air. Apabila dberikan bersama
makanan berlemak jadi mudah larut. Di dalam tubuh, digunakan surfaktan alami sehingga baik
diabsorbsi. Pemberian vitamin B12 dengan coca cola menghasilkan absorbs yang lebih baik.
B. Ph Cairan Pencernaan
PH cairan sangat bervariasi di sepanjang saluran pencernaan. Cairan lambung sangat asam.
Menunjukkan ph dalam kisaran 1-3,5, cairan dalam usus kecil umumnya dianggap memiliki ph dalam
kisaran 5-8, umumnya dari kisaran ph 5-6 dalam duodenum hingga sekitar ph 8 di ileum bawah. Cairan
dalam usus besar umumnya dianggap memiliki ph sekitar 8. PH cairan lambung meningkat secara bertahap
selama beberapa jam berikutnya.
Ph gastrointestinal dapat memengaruhi penyerapan obat dalam berbagai cara. Sejauh mana
diberikan obat elektrolit lemah terionisasi dalam larutan dalam cairan gastrointestinal yaitu fungsi ph (dan
PKa obat) secara umum bentuk obat yang disatukan dalam larutan akan diserap lebih cepat daripada bentuk
terionisasi dari obat yang sama atau tertentu di sepanjang saluran pencernaan. Jadi setiap perubahan ph
cairan lambung (disebabkan oleh salah satu variabel di atas) yang meningkatkan sejauh mana obat elektrolit
yang lemah dalam larutan ada dalam bentuk serikatnya. Akan menghasilkan penyerapan lebih cepat dari
perut dari pada yang diamati. Namun, sebagian besar obat dalam larutan diserap lebih cepat dari usus kecil
terlepas dari perbedaan ph lambung, usus kecil dan usus besar.
C. Tingkat pengosongan lambung
Sebagian besar obat diserap secara optimal dari usus kecil setelah pemberian peroral. Oleh karena itu
setiap pengurangan dalam tingkat di mana obat dalam larutan meninggalkan lambung dan memasuki
duodenum (yaitu tingkat pengosongan lambung)
Tingkat pengosongan lambung juga penting untuk obat-obatan yang rentan terhadap degradasi kimia
dalam lambung karena rendahnya pH atau aktivitas enzim yang terkait dengan cairan lambung. Semakin
lama waktu obat yang rentan akan terdegradasi dengan pengurangan yang menyertainya dalam konsentrasi
efektif dan meningkatkan ketersediaan hayati. Obat yang terkandung dalam dosis salut enterik. Yang
diformulasikan untuk mencegah pelepasan obat ke dalam cairan lambung dalam duodenum, akan
menunjukkan onset yang tertunda dari aktivitas terapi dari tingkat pengosongan lambung yang ditekan.
Faktor-faktor yang mendorong laju pengosongan lambung meliputi kelaparan, kecemasan, posisi
tubuh pasien (yaitu berbaring di sisi kanan), asupan cairan dan obat antiemetik (Metokloramid).
Laju pengosongan lambung terhambat oleh faktor-faktor seperti makanan berlemak, diet tinggi
(kental), depresi mental, tukak lambung, bakteri H-pylori, hipotiroidisim, posisi tubuh pasien (berbaring di
sede kiri) dan obat-obatan seperti antikolinergik, antidepresan trisiklik, aluminium hidroksida dan alkohol.
Mengingat banyak faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pengosongan lambung, tidak menekankan
bahwa ini adalah parameter yang sangat bervariasi baik di antara individu yang berbeda dan dalam satu
individu pada waktu yang berbeda. Sangat mungkin bahwa variasi dalam tingkat pengosongan lambung
berkontribusi pada variasi intersubjek dan intersubjek yang diamati dalam bioavailabilitas obat yang
diberikan.
D. Stabilitas obat di saluran pencernaan
Suatu obat dapat terdegradasi secara kimia dan dimetabolisme dalam saluran pencernaan.
Konsekuensi dari ini biasanya bioavaibility tidak lengkap karena hanya sebagian kecil dari dosis yang
diberikan mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk obat utuh. Degradasi kimiawi terutama reaksi ph
dependen seperti hidrolisis dapat terjadi pada cairan saluran pencernaan. Nukleotida atau asam lemak sangat
rentan terhadap hidrolisis endemik di saluran pencernaan. Selain metabolisme enzim dalam obat cairan
gastrointestinal dapat dimetabolisme oleh enzim yang terletak di mukosa usus.
E. Metabolisme hati
Semua obat yang diserap melalui lambung, usus kecil masuk ke sistem portal hati dan disajikan ke
hati sebelum mencapai sistem sirkulasi. Hati adalah tempat utama metabolisme obat. Oleh karena itu obat
yang diserap melalui hati dapat menghasilkan metabolisme obat yang luas dan proporsi yang signifikan dari
dosis yang diserap obat yang utuh atau mungkin tidak pernah mencapai sirkulasi sistemik. Fenomena ini
dikenal sebagai efek lintas pertama dan menghasilkan penurunan bioavailabilitas obat yang dimetabolisme
oleh hati atau memerlukan dosis oral yang berkali-kali lebih besar dari pada dosis intravena (mis.
Propranolol). Obat lain yang terkena efek lintas pertama termasuk propanolol, pemberian, nitrat organik dan
propoksifen.
Faktor-faktor fisikokimia yang mempengaruhi absorpsi obat pada saluran gastrointestinal
Pada bagian sebelumnya, absorpsi obat telah terbukti dipengaruhi oleh banyak faktor fisiologis.
Karena itu absorpsi dan bioavailabilitas obat juga terpengaruh oleh sifat fisikokimia obat, terutama pKa,
kelarutan lemak, laju disolusi, stabilitas kimia dan kompleksasi.
A. Konstanta Disosiasi Obat dan Kelarutan Lemak
Konstanta disosiasi dan kelarutan lemak suatu obat dan pH tempat obat diabsorpsi sering menentukan
karakteristik absorpsi obat sepanjang saluran gastrointestinal. Keterkaitan antara derajat ionisasi dari suatu
obat ion lemah (dimana hal tersebut ditentukan oleh derajat ionisasi dan pH tempat obat diabsorpsi) dan
tingkat penyerapan obat dapat dilihat dalam hipotesis pH-partisi absorpsi obat.
Dengan demikian rasio konsentrasi dari bentuk ionik dan nonionik obat asam lemah (pKa 3,0) dalam
larutan cairan lambung (pH 1,2) masing-masing adalah 0,0016:1. Sebagian besar (98,4%) dari obat dalam
cairan lambung berada dalam bentuk nonionik yang terserap. Dengan demikian sebagian besar obat dalam
larutan di dalam cairan lambung akan diabsorpsi secara pasif melalui dinding membran saluran
gastrointestinal dan masuk ke dalam aliran darah. Pada saat memasuki partisi ke dalam darah, obat akan
berada pada pH 7,4. Tingkat ionisasi pada obat asam lemah (pKa 3,0) dalam darah (pH 7,4) dapat dihitung
menggunakan persamaan 2.1 seperti di bawah ini:
[A−] = pH – pKa
log
[HA]
= 7,4 – 3,0 = 4,4
Sehingga,
[A−] = antilog (4,4) = 25119
[HA]
Dengan demikian konsentrasi rasio masing-masing bentuk ionik dan nonionik dari obat asam lemah
dalam larutan dalam darah adalah 25119:1. Hal ini membuktikan bahwa obat asam lemah, sekali berada
dalam darah hampir seluruhnya akan ada (99,996%) dalam bentuk terionisasi, A−. Jadi terlepas dari kondisi
akhir obat yang terserap dalam aliran darah sistemik, tidak ada kecenderungan untuk obat asam lemah dalam
darah diabsorpsi kembali ke dalam perut karena hanya 0,004% dari obat di dalam darah yang berada dalam
bentuk nonionik.
Jika lambung dan darah adalah 2 kompartemen tertutup yang berbeda dengan dinding membran
saluran gastrointestinal sebagai pembatas yang mudah dilalui oleh obat asam lemah dalam bentuk nonionik
tetapi sulit dilalui jika bentuknya ionik. Lalu bentuk nonionik ini akan terdistribusi merata antara cairan
lambung dan darah hingga kesetimbangan tercapai, yaitu konsentrasi obat bentuk nonionik di tiap sisi
pembatas dinding membran saluran gastrointestinal sama. Bagaimanapun, karena pH di tiap sisi dinding
membran saluran gastrointestinal berbeda dan diasumsikan membran sulit ditembus oleh obat dalam bentuk
ionik, konsentrasi bentuk ionik obat pada tiap sisi dinding membran saluran gastrointestinal tidak dapat
mencapai kesetimbangan. Distribusi kesetimbangan dari obat asam lemah (pKa = 3,0) antara cairan lambung
(pH 1,2) dan darah (pH 7,4) dapat dilihat pada gambar berikut.
Gbr. 2.1. Diagram representasi kesetimbangan distribusi dari obat asam lemah (pKa 3,0) antara lambung dan
darah
Pada contoh gambar diatas total konsentrasi kesetimbangan 6nteric6 obat asam lemah dalam
lambung dan darah rasionya untuk bentuk 6nteric6 dan 6nter masing-masing adalah 1016:25120. Dengan
demikian, konsentrasi total kesetimbangan obat asam lemah sekitar 25000 kali lebih besar di dalam darah
daripada di lambung. Menurut hipotesis pH-partisi obat-obat seperti obat asam lemah yang terutama berada
dalam bentuk 6nteric6 pada pH lambung akan diabsorpsi lebih baik oleh lambung.
Karenanya, dalam darah (pH 7,4) rasio konsentrasi kesetimbangan dalam bentuk 7enter dan
7enteric7 obat basa lemah (pKa 5,0) masing-masing adalah 0,004:1. Hal ini membuktikan bahwa obat basa
lemah yang diabsorpsi dari lambung ke dalam darah akan berada (99,6%) terutama dalam bentuk 7enteric.
Jika kita perhatikan bahwa darah dan lambung adalah dua kompartemen tertutup berbeda yang dipisahkan
oleh dinding 7nteric7 saluran gastrointestinal yang bebas dilalui dalam bentuk 7nteric7 [B] tetapi sulit dilalui
dalam bentuk 7nter [BH+] dari obat basa lemah, lalu bentuk 7enteric7 akan terdistribusi di antara dua
kompartemen tersebut sampai konsentrasi sama di kedua sisi dinding 7enteric. Kesetimbangan distribusi
dari obat basa lemah (pKa 5,0) antara lambung dan darah dapat dilihat pada gambar berikut.
Gbr 2.2 Diagram representasi kesetimbangan distribusi dari obat basa lemah (pKa 5,0) antara lambung dan
darah
Pada contoh gambar diatas total konsentrasi kesetimbangan 8nteric8 obat basa lemah dalam larutan
dalam cairan lambung dan darah untuk bentuk 8nter dan 8nteric8 rasionya masing-masing adalah
6310,6:1004. Pada konsentrasi total kesetimbangan obat basa lemah di dalam lambung sekitar 6300 kali
lebih besar daripada di dalam darah. Menurut hipotesis pH-partisi, obat-obat seperti obat basa lemah yang
terutama berada dalam bentuk 8nter pada pH lambung akan diabsorpsi lebih buruk oleh lambung.
Bioavailabilitas obat juga dapat dipengaruhi oleh 10nteri-faktor yang berhubungan dengan formulasi
dan produksi bentuk sediaan.
A. Pengaruh Zat Tambahan
Obat hampir tidak pernah diberikan kepada pasien hanya bentuk zat aktifnya, tetapi sudah dalam
bentuk sediaan obat yang isinya terdiri dari zat aktif dan zat tambahan. Zat tambahan biasanya terdiri dari
pengisi, disintegrating agen, lubrikan, suspending agen, emulsifying agen, perasa, pewarna, penstabil dan
lain-lain. Zat tambahan harusnya inert, tidak mempengaruhi zat aktif, tidak memiliki khasiat atau aksi
biologis atau mengubah aksi biologis zat aktif dalam sediaan, tetapi sekarang diketahui bahwa zat tambahan
dapat mempengaruhi bioavailabilitas obat. Seperti contohnya zat aktif dengan kelarutan buruk dapat dibuat
bentuk sediaan matriks untuk meningkatkan bioavailabilitas obat.
Pengisi
Pengisi dapat mempengaruhi bioavailabilitas obat contohnya pada Phenytoin kapsul. Zat aktif
Natrium Phenytoin dengan zat pengisi Kalsium Sulfat Dihidrat membentuk ikatan kompleks yang sukar
larut dalam cairan gastrointestinal sehingga zat aktif tidak terserap dengan baik. Namun, ketika zat pengisi
diganti dengan Laktosa dengan jumlah zat aktif yang sama dengan zat pengisi pertama banyak pasien
epilepsi yang mengalami overdosis Phenytoin.
Surfaktan
Surfaktan biasa digunakan juga sebagai penstabil suspensi, emulsifying agen, zat pembasah dalam
sediaan. Surfaktan secara umum tidak dapat dikatakan inert ketika dapat mempengaruhi kinerja zat aktif
dengan cara meningkatkan, menurunkan atau mengubah aksi biologis zat aktif dengan cara mempengaruhi
metabolisme enzim atau ikatan obat pada reseptor.
Zat Penambah viskositas
Zat penambah viskositas biasanya ada pada sediaan cair pada penggunaan oral. Ada beberapa
mekanisme kerja zat penambah viskositas yang dapat mengubah absorpsi obat pada saluran gastrointestinal.
Formasi kompleks antara obat dan polimer hidrofilik dapat menurunkan konsentrasi obat dalam larutan yang
tersedia untuk diabsorpsi. Pemberian larutan kental atau suspensi dapat meningkatkan viskositas cairan
gastrointestinal yang akan emmberi efek:
o Menurunkan rata-rata waktu pengosongan lambung
o Menurunkan motilitas usus
o Menurunkan laju disolusi obat
o Menurunkan laju pergerakan molekul obat untuk diabsorpsi membran
Umumnya obat harus berada dalam bentuk larutan dalam cairan gastrointestinal sebelum dapat diabsorpsi.
Beberapa tipe bentuk sediaan yang dapat mempengaruhi bioavailabilitas obat antara lain:
Larutan
Untuk obat yang larut dalam air dan secara kimia stabil, maka formula yang tepat adalah larutan.
Suspensi
Untuk obat yang memiliki kelarutan buruk sediaan suspensi adalah bentuk yang tepat. Pemberian
oral suspensi menghasilkan area permukaan yang luas dari obat yang terdispersi merata pada cairan
gastrointestinal. Area permukaan yang luas membantu meningkatkan disolusi dan absorpsi obat.
Kapsul Gelatin Lunak
Kapsul gelatin lunak mengkombinasikan kenyamanan bentuk sediaan dengan potensi kecepatan
absorpsi obat seperti pada sediaan larutan dan suspensi. Cangkang kapsul terbuat dari minyak sayur,
polietilenglikol. Faktor-faktor yang terkait dengan formulasi kapsul gelatin lunak yang dapat mempengaruhi
bioavailabilitas obat antara lain: kelarutan obat dalam cangkang kapsul dan cairan gastrointestinal, ukuran
partikel obat, cangkang hidrofilik atau lipofilik, penambahan surfaktan sebagai zat pembasah, penambahan
zat suspending agen, kompleksasi, seperti formasi kompleks yang sukar diabsorpsi antara obat dan zat
tambahan.
Kapsul Gelatin Keras
Umumnya bioavailabilitas obat dengan bentuk sediaan kapsul gelatin keras lebih baik atau setidaknya
sama dengan bioavailabilitas obat dari bentuk sediaan tablet. Faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas
obat dalam bentuk kapsul gelatin keras yaitu:
1. Area permukaan dan ukuran partikel obat
2. Menggunakan bentuk garamnya dari obat asam atau basa lemah
3. Bentuk obat kristal
4. Stabilitas kimia obat
5. Jumlah pengisi, lubrikan, dan zat pembasah
6. Interaksi obat dan zat tambahan (kompleks, adsorpsi)
7. Tipe dan kondisi proses pengisian
8. Densitas kemasan dan isi kapsul
9. Komposisi cangkang kapsul
10. Interaksi antara cangkang kapsul dan isi
Tablet
Sediaan attapugite akan memecah dalam bentuk obat bebas dan obat terikat oleh reseptor. Hal ini
bergantung pada afinitas obat pada protein plasma. Jika protein yang mengikat obat terikat secara
reversible (mudah terlepas) maka akan terdapat kesetimbangan kimia (kompleks protein obat). Obat
bebas ini yang disebut dengan jumlah kadar obat dalam darah yang akan memberikan efek
farmakologis pada pasien diare dengan cara kerja obat yang mengikat bakteri (toksin) dalam tubuh.