Anda di halaman 1dari 3

Ujian Tengah Semester Agama.

Menurut Edwars Burnett yang dikutip dari Seven Theories of Religion (1996) karya
Daniel L., Agama merupakan kepercayaan seseorang terhadap makhluk spiritual, misalnya roh,
jiwa, dan hal-hal lain yang punya peran dalam kehidupan manusia. Terdapat 8 agama dengan
pemeluk terbesar yaitu Islam, Kristen, Buddha, Hindu, agama tradisional tionghoa, sikhisme,
judaisme, dan bahá’í.1 Di Indonesia sendiri terdapat 6 agama yang diakui yaitu kristen, katolik,
buddha, hindu, islam, dan Konghucu. Penulis merupakan seorang mahasiswa yang memeluk
agama Kristen Katholik. Pada dasarnya semua agama tidak ada yang salah, semuanya sama-
sama mengajarkan kebaikan kepada umatnya. Pada kesempatan kali ini penulis akan membahas
mengenaik agama, kaum muda, dan krisis lingkungan.
Seringkali penulis menemukan adanya radikalisme agama. Hal ini sangat disayangkan
karena pada dasarnya tidak ada agama yang mengajarkan kebencian pada umatnya. Di dalam
ajaran Katolik terdapat pernyataan bahwa Allah membenci segala bentuk kekerasan (Kej. 6:13;
2Sam. 3:39; 22:3; Maz.7:16; 11:5, 140:11; Yeh. 12:19, dan lainnya). Allah membenci kekerasan
karena Dia menginginkan umatnya di mana pun berada dapat menunjukkan kasih di dalam
dirinya (I Yoh. 2:10, 3:23, 4:7,21; Yoh. 13:34, 15:12; I Tes. 4:9; Rom. 12:20, dan lain- lain). 2
Namun radikalisme ini juga tidak selalu terjadi. Nyatanya beberapa pemimpin agama sendiri
telah memberi contoh mengenai adanya sikap toleransi. Seperti adanya Pendeta Gilbert yang
berhubungan baik dengan Ustadz Maulana. Hal ini sangat penting dilakukan agar setiap agama
dapat hidup dengan rukun. Tidak berhenti pada pemimpin agama saja, nyatanya orang tua
maupun guru juga berperan sangat penting terhadap sifat toleransi pada setiap orang terutama
pada kaum muda.
Kaum muda cenderung memiliki sifat yang labil serta masih mencari jati diri mereka.
Maka dari itu sangatlah penting untuk menanamkan moral yang baik mulai sejak kecil hingga
remaja. Hal yang sering penulis temukan adalah adanya kaum muda yang memiliki sifat radikal
terhadap agama yang tidak mereka peluk. Namun, nyatanya kebanyakan dari mereka melakukan
ini secara bersama-sama. Hal ini dapat terjadi karena adanya pergaulan yang buruk pada kaum
muda yang telah mengubah pola pikir mereka terhadap agama lain. Di kitab agama penulis
sendiri terdapat ayat yang mengatakan bahwa pergaulan yang buruk merusak kebiasaan yang
baik (1 Kor 15:33). Penulis sangat setuju dengan ayat ini karena berdasarkan pengalaman
penulis, kaum muda cenderung lebih mendengarkan temannya dibandingkan orang tua, guru,
bahkan agama. Sehingga ketika pertemanan yang buruk atau toxic juga dapat merusak moral
baik pada kaum muda. Hal ini dapat dicegah dengan adanya pengajaran terhadap agama sejak

1
Iqbal, M., Mukhammad Iqbal An English Literature graduate. A bibliophile. A midnight gamer. A cinema enthusiast. F.,
Rahmatika, E., Saktika, G., & Hanifah. (2 September, 2021). 8 Agama Terbesar di dunia Menurut JUMLAH
PEMELUKNYA. Diambil pada 25 September , 2021, dari https://www.99.co/blog/indonesia/agama-terbesar-di-dunia/.

2
Zega, Y. K. (2020). RADIKALISME AGAMA DALAM Perspektif ALKITAB Dan IMPLIKASINYA bagi Pendidikan
AGAMA KRISTEN. Jurnal Shanan, 4(1), 1–20. https://doi.org/10.33541/shanan.v4i1.1765
kecil dan pengajaran mengenai moral dan etika sejak kecil. Berdasarkan psikologi, anak kecil
harus sudah diajarkan mengenai ketaatan sejak usia 6 bulan. Anak-anak pada umumnya akan
nurut hingga pada usia 9-13 dimana mereka mulai memasuki fase mulai ingin memberontak.
Maka dari itu pengajaran mengenai agama, moral, dan etika sangat penting untuk ditanamkan
sejak kecil. Faktanya, kaum muda lah yang akan meneruskan generasi selanjutnya. Jika mereka
saja tidak bisa menamkan moral yang baik, bagaimana dengan generasi selanjutnya.?
Generasi selanjutnya tentu akan menikmati dunia yang jauh lebih kejam dan rusak jika
anak muda saja tidak memiliki moral yang baik. Hal ini sendiri dapat dilihat dari adanya
kerusakan lingkungan yang semakin hari semakin parah. Dengan adanya kemajuan dalam
pembangungan maupun teknologi serta meningkatnya populasi manusia, terdapat alam yang
turut terancam seiring dengan berjalannya waktu. Pada zaman ini, banyak manusia yang
menganggap remeh sumber daya alam itu tidak akan ada habisnya. Manusia pun cenderung
menganggap dirinya sebagai pencipta sambil merusak ciptaan Allah seperti alam dalam
memajukan teknologi dan pembangunan. Menurut penulis, hal ini disebabkan oleh banyaknya
manusia yang telah menghilangkan nilai etika dalam melakukan pengolahan sumber daya alam.
Terlebih lagi dengan adanya sifat duniawi manusia yang cenderung menganggap apa yang
mereka miliki itu segalanya. Padahal moral-moral ini telah diajarkan pada agama, seperti pada
kitab penulis yang tertulis, “Hai anak manusia, bernubuatlah melawan gembala-gembala Israel,
bernubuatlah dan katakanlah kepada mereka, kepada gembala-gembala itu: Beginilah firman
Tuhan ALLAH: Celakalah gembala-gembala Israel, yang menggembalakan dirinya sendiri!
Bukankah domba-domba yang seharusnya digembalakan oleh gembala-gembala itu? Kamu
menikmati susunya, dari bulunya kamu buat pakaian, yang gemuk kamu sembelih, tetapi domba-
domba itu sendiri tidak kamu gembalakan. Yang lemah tidak kamu kuatkan, yang sakit tidak
kamu obati, yang luka tidak kamu balut, yang tersesat tidak kamu bawa pulang, yang hilang
tidak kamu cari, melainkan kamu injak-injak mereka dengan kekerasan dan kekejaman.” (Yeh
34: 2-4). Jika diartikan lebih dalam, ayat ini menuliskan bagaimana manusia cenderung egois
dan melupakan gembala disekitarnya. Gembala disini dapat diartikan dengan lingkungan yang
telah Tuhan percayakan kepada kita namun kita tidak bisa menjaga dan mengolahnya dengan
baik. Tertulis juga apa akibat dari keserakahan manusia ini, “Bumi berkabung dan layu, ya, dunia
merana dan layu, langit dan bumi merana bersama. Bumi cemar karena penduduknya, sebab mereka
melanggar undang-undang, mengubah ketetapan dan mengingkari perjanjian abadi. Sebab itu sumpah
serapah akan memakan bumi, dan penduduknya akan mendapat hukuman; sebab itu penduduk bumi akan
hangus lenyap, dan manusia akan tinggal sedikit.” (Yesaya 24: 4-6) Dari ayat ini dapat kita simpulkan
bahwa kita lah yang merusak bumi ini dan kita juga yang akan menganggung akibat dari
kerusakan bumi yang merupakan tempat tinggal kita.
Sebagai manusia, marilah kita mendekatkan diri kepada Tuhan dengan mengetahui
perkataanya agar kita dapat mengetahui lebih lagi apa yang benar dan yang salah di bumi ini.
Jangan sampai hal-hal duniawi dan dosa-dosa kita menuntun kita pada maut. Alangkah baiknya
jika kita menanamkan moral-moral agama dimulai dari diri kita sendiri lalu kepada orang-orang
disekitar kita. Tidak perlu dengan mengajari orang lain, cukup dengan memulai dengan
menanamkan kebiasaan baik dari diri sendiri dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain
terutama anak-anak dan para kaum muda. Dengan adanya kesadaran dalam setiap diri manusia
maka generasi selanjutnya dapat menikmati lingkungan maupun alam yang telah Tuhan
sediakan.
Referensi

Iqbal, M., Mukhammad Iqbal An English Literature graduate. A bibliophile. A midnight gamer. A cinema
enthusiast. F., Rahmatika, E., Saktika, G., & Hanifah. (2021, September 2). 8 Agama Terbesar di dunia
Menurut JUMLAH PEMELUKNYA. 99 Berita Properti. Retrieved September 26, 2021, from
https://www.99.co/blog/indonesia/agama-terbesar-di-dunia/.

Mahoney, K. (2021). Ayat-ayat Alkitab Tentang Melindungi Lingkungan. Ayat-ayat Alkitab Tentang
MELINDUNGI Lingkungan. Retrieved September 26, 2021, from https://id.eferrit.com/ayat-ayat-alkitab-
tentang-melindungi-lingkungan/.

Patora, M. (2019). Peranan KEKRISTENAN dalam MENGHADAPI masalah Ekologi. JURNAL TERUNA
BHAKTI, 1(2), 117. https://doi.org/10.47131/jtb.v1i2.19

Zega, Y. K. (2020). RADIKALISME AGAMA DALAM Perspektif ALKITAB Dan IMPLIKASINYA bagi
Pendidikan AGAMA KRISTEN. Jurnal Shanan, 4(1), 1–20. https://doi.org/10.33541/shanan.v4i1.1765

Anda mungkin juga menyukai