Anda di halaman 1dari 36

PENGARUH CRYOTHERAPY COLD WATER IMMERSION

(CWI) TERHADAP RECOVERY ATLET GULAT GAYA BEBAS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh


Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi
Pendidikan Kepelatihan Olahraga

oleh
Muhamad.Yusril.Nugraha
NIM 1606071

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEPELATIHAN OLAHRAGA


DEPARTEMEN PENDIDIKAN KEPELATIHAN
FAKULTAS PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2022

i
2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Prestasi olahraga merupakan indikator yang dapat digunakan secara
langsung untuk melihat status atau tingkat pencapaian dan keberhasilan dalam
olahraga. Prestasi yang baik didukung pula oleh performa yang baik, salah satu
penyebab menurunnya performa seseorang bisa diakibatkan oleh kelelahan.
Seperti menurut Giriwijoyo dan Sidik, (2010, hlm 31) “menurunnya kualitas dan
kuantitas kerja atau olahraga yang disebabkan karena melakukan kerja atau
olahraga”. Semakin tinggi aktivitas yang di lakukan maka semakin cepat pula
kelelahan akan timbul. Salah satu hal terpenting yang perlu diperhatikan pasca
latihan yaitu pemulihan. Pemulihan berguna agar tubuh beradaptasi setelah
melakukan aktifitas fisik. Menurut Zulkarnain, (2014, hlm 2) “meningkatkan
waktu pemulihan akan membantu atlet dalam menjaga kondisi kesehatan dan
kinerja sehingga dapat meningkatkan kesempatan untuk mengikuti atau menjalani
kompetisi dengan baik”.
Penyebab terjadinya kelelahan pada atlet adalah akibat dari penumpukan
asam laktat pada otot, seperti yang dikemukakan oleh Ningrum, (2012, hlm 31)
“kelelahan timbul karena penumpukan asam laktat dalam jaringan". Hal ini
disebabkan oleh kemampuan tubuh menetralisir tumpukan asam laktat tersebut
tidak sebanding dengan kecepatan asam laktat yang terbentuk akibat beratnya
aktivitas olahraga yang dilakukan. Jika berlangsung lama, keadaan ini akan sangat
mengganggu performa seseorang.
Pada olahraga dengan intensitas tinggi dan durasi singkat, pemenuhan
kebutuhan energi meningkat hampir seratus kali lipat. Tubuh tidak mampu
menghasilkan energi yang besar dalam waktu singkat, sehingga pemenuhan
kebutuhan energi pada olahraga ini bergantung pada sistem fosfagen dan glikolisis
anaerob. Sistem fosfagen hanya dapat menyediakan energi untuk aktivitas dengan
rentan waktu dibawah sepuluh detik, sehingga glikolisis anaerobik merupakan
jalur metabolisme utama pada olahraga dengan intensitas tinggi. Namun jalur
metabolisme glikolisis anaerobik ini menghasilkan produk samping yaitu asam
3

laktat. Menurut Septiani, (2010, hlm 15) “penimbunan asam laktat dapat
menyebabkan terjadinya kelelahan”. Asam laktat dalam otot akan menghambat
kerja enzim-enzim dan mengganggu reaksi kimia di dalam otot. Dikatakan oleh
Widiyanto, (2012 hlm 7) “keadaan ini akan menghambat kontraksi otot sehingga
menjadi lemah dan akhirnya otot menjadi kelelahan”.
Seorang atlet dibutuhkan latihan yang intensif sehingga tubuh semakin
bertambah kuat saat melakukan pertandingan agar pada saat pertandingan atlet
tersebut mempunyai stamina yang bugar tetapi dibalik tingkat intensitas latihan
yang padat/tinggi juga tingkat kelelahan pun akan semakin meningkat. Menurut
Bompa, (2009 hlm 3) “ketika seorang atlet melakukan pelatihan dalam volume
besar atau pada intensitas sangat tinggi, kebugaran akan meningkat tetapi
kelelahan juga akan meningkat”. Maka diperlukan usaha untuk mengurangi
tingkat kelelahan dengan melaksanakan program recovery pada atlet yang
bersangkutan. Seperti yang dijelaskan oleh Parwata, (2015, hlm 2), “recovery
dibagi menjadi dua yaitu Recovery Aktif dan Recovery Pasif”. Recovery aktif
adalah latihan dengan intensitas rendah atau ringan.pemulihan aktif (recovery)
mengacu pada pemulihan dari latihan menggunakan intensitas kegiatan rendah
dengan tujuan untuk pemulihan. Pemulihan aktif membantu membersihkan otot-
otot dari asam laktat yang menyebabkan rasa sakit dan kelelahan. Recovery pasif
yaitu latihan yang tidak melibatkan aktifitas atau dilakukan duduk diam atau
aktifitas istirahat total. Jadi recovery pasif yaitu suatu aktivitas fisik tanpa adanya
aktifitas fisik, yaitu diam, istirahat total (duduk, terlentang atau tidur). Kelelahan
dapat dibagi dalam dua tipe, yaitu lelah mental dan lelah fisik. Lelah mental
biasanya disebabkan karena kerja mental sedangakan lelah fisik karena pekerjaan
otot. Pemulihan sangat penting setelah melaksanakan program latihan atau
pertandingan. Pemulihan (recovery) adalah mengembalikan kondisi tubuh
sebelum pertandingan, pemahaman ini sangat penting bagi atlet dan pelatih dalam
melakukan program pelatihan untuk mendapatkan hasil atau prestasi yang terbaik.
Pemulihan secara cepat merupakan hal yang penting dilakukan oleh seorang
atlet gulat gaya bebas. Hal ini merupakan pondasi yang baik untuk menunjang
performance terbaik bagi atlet selanjutnya. Jika para atlet gagal dalam pemulihan
yang baik, maka atlet tidak dapat memberikan performance terbaik, mudah sakit
4

dan bahkan mudah mengalami cedera. Dengan melakukan pemulihan diharapkan


secara cepat atlet dapat memberikan keunggulan kompetitif, baik dalam berlatih
maupun bertanding. Selain itu dengan pemulihan cepat atlet tidak merasa lelah
pada saat latihan maupun bertanding, sehingga atlet selalu dalam kondisi prima
dan mampu menampilkan permainan terbaik di sela- sela pertandingan.
Beberapa penelitian tentang metode atau cara pemulihan cepat dalam
kelelahan dilakukan, sehingga atlet dapat melanjutkan aktivitas fisik saat latihan
atau kompetisi dalam kondisi bugar. Terdapat banyak metode yang dikemukakan
oleh Kovacs dan Ellenbecker, (2010, hlm. 323) “yang digunakan untuk
melakukan pemulihan antara lain istirahat pasif, istirahat aktif, sport massage,
acupressure, accupunture, relaksasi sampai perendaman air hangat dan air
dingin”. Selain itu ada juga metode yang digunakan untuk mengobati luka trauma
akut yang dapat menyebabkan cedera otot seperti yang dikemukakan oleh Swärd,
& Karlsson, (2009 hlm 193-200) “perendaman air dingin (cryotherapy) pasca-
latihan secara luas digunakan untuk mengobati luka trauma akut dan juga dapat
digunakan sebagai strategi pemulihan setelah pelatihan intensif yang
menyebabkan cedera otot”. Melakukan pemulihan dengan menggunakan suhu air
yang dingin dan panas sering dilakukan oleh atlet renang sebagai sarana untuk
pemulihan pada tubuh atlet setelah melakukan aktivitas fisik yang sangat padat,
seperti yang dikemukakan oleh Reeza dkk, (2012, hlm 16) “meneliti tentang
pemulihan kelelahan pada atlet renang yaitu dengan membandingkan suhu antara
dingin (23 oC) dan panas (40 oC) hasilnya sama-sama dapat memulihkan
kelelahan”. Selain itu ada juga dengan melakukan perendaman dengan air dingin
untuk pemulihan olahraga seperti yang dikemukakan oleh Cochrane, (2004, hlm
26-32) “banyak artikel yang menunjukkan bahwa dengan perendaman air dingin
cold water immersion (CWI) lebih efektif dalam pemulihan olahraga dengan suhu
10-15 oC dalam durasi 5-10 menit”.
Secara fisiologis, metode cryotherapy menyebabkan terjadinya
vasokontriksi arteriola dan venula secara lokal. Vasokontriksi ini disebabkan oleh
aksi reflek dari otot polos yang timbul akibat stimulasi system saraf otonom dan
pelepasan epinehrin dan norepinephrin. Menurut Novita, (2008, hlm 23)
“walaupun demikian apabila dingin tersebut terus diberikan selama 15 sampai
5

dengan 30 menit akan timbul fase vasodilatasi yang terjadi intermiten selama 4
sampai 6 menit”. Periode ini dikenal sebagai respon hunting. Respon hunting
terjadi untuk mencegah terjadinya kerusakan jaringan akibat dari jaringan
mengalami anoxia jaringan. Dalam keadaan dingin, hipotalamus akan mengatur
otot rangka untuk vasokonstriksi secara aktif. Hal ini akan menyebabkan
seseorang mengigil dan meningkatkan suhu badan. Pada saat yang sama, kelenjar
adrenal akan mensekresikan hormon adrenalin dan noradrenalin, adapun tiroid
akan mensekresikan hormon tiroksin, semua hormon ini bertujuan untuk
meningkatkan suhu badan dengan cara meningkatkan metabolisme tubuh.
Meningkatnya suhu dalam tubuh membuat peredaran darah menjadi lancar
sehingga suplai glukosa dan oksigen dalam otot terpenuhi untuk proses energi, hal
ini akan membantu proses pemulihan kelelahan pada otot.
Berdasarkan permasalahan yang ada, atlet gulat gaya bebas yang telah
melakukan latihan dan perlombaan ini masa pemulihan (recovery) terbilang cukup
lama, maka dari itu penulis ingin meneliti pengaruh cryotherapy Cold Water
Immersion (CWI) terhadap recovery atlet gulat gaya bebas

1.2. Rumusan Masalah Penelitian


Berdasarkan latar belakang yang di uraikan dari permasalahan di atas
peneliti merumuskan sebuah rumusan masalah penelitian, “Apakah Cryotherapy
Cold Water Immersion (CWI) berpengaruh terhadap penurunan tingkat asam
laktat?”.

1.3. Tujuan Penelitian


Mengacu pada latar belakang masalah penelitian dan identifikasi masalah
maka tujuan penelitian dari penelitian ini adalah “Untuk mengetahui pengaruh
yang signifikan dari Cryotherapy Cold Water Immersion (CWI) terhadap
penurunan asam laktat”.

1.4. Manfaat Penelitian


Berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitian, maka yang diharapkan
penulis melalui penelitian ini adalah secara teoritis dan secara praktis yang
dipaparkan sebagai berikut:
6

1. Manfaat Secara Teoritis


a) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan bacaan, sumber
informasi yang akurat dan bermanfaat dalam dunia olahraga.
b) Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu mengungkap berbagai
hal secara tepat sasaran dan bertanggung jawab dalam perkembangan
ilmu pengetahuan.
c) Dapat menambah pengetahuan bagi mahasiswa Olahraga tentang cara
mengurangi/menurunkan tingkat asam laktat pada atlet Gulat gaya bebas.

2. Manfaat Secara Praktis


a) Dapat digunakan sebagai data awal untuk penelitian selanjutnya.
b) Memberikan informasi kepada Terapis Olahraga mengenai efektivitas
Cold Water immersion (CWI) terhadap tingkat asam laktat pada atlet
Gulat gaya bebas
c) Memberikan alternatif recovery bagi atlet setelah melakukan latihan.

1.5. Batasan Masalah


Agar penelitian ini lebih terarah dan tidak mencangkup terlalu luas, maka
diperlukan pembatasan terhadap permasalahan penelitian. Batasan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Variabel Bebas dalam penelitian ini adalah Cold Water Immersion (CWI)
2. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat asam laktat.
3. Populasi dan sampel dalam peneliaitan ini adalah atlet Gulat gaya bebas
SWC

1.6. Struktur Penelitian


Penelitian ini akan dituliskan dalam bentuk laporan penelitian yang terdiri
dari lima bab; pendahuluan, kajian teoritis, metodologi penelitian, temuan dan
pembahasan, simpulan, implikasi danrekomendasi. Adapun rincian tentang
penulisan tersebut sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, pada bagian latar belakang penelitian, peneliti akan
memaparkan mengenai Cryotherapy Cold Water Immersion (CWI)., membahas
fungsi Cryotherapy Cold Water Immersion (CWI) terhadap recovery atlet Gulat
gaya bebas. menjelaskan keadaan recovery terhadap atlet Gulat gaya bebas SWC.
7

Rumusan masalah pada penelitian ini terdiri dari pertanyaan-pertanyaan untuk


mencari ada tidaknya pengaruh Cryotherapy Cold Water Immersion (CWI)
berpengaruh terhadap recovery atlet Gulat gaya bebas?, Tujuan penelitian
merupakan cerminan dari rumusan masalah yang dimana menjadi tujuan ketika
terjawabnya rumusan masalah tersebut. Manfaat penelitian menggambarkan
kontribusi dari hasil penelitian yang diperoleh yang dapat bermanfaat untuk
peneliti, terapis olahraga, atlet, mahasiswa kepelatihan, dan pembaca penelitian
ini. Batasan masalah menjadi pemabatas supaya penelitian ini lebih mengkerucut
dalam penelitian yang akan di teliti dalam permasalahan. Selain itu, peneliti akan
menjelaskan struktur organisasi dalam penyusunan skripsi dengan memberikan
gambaran kandungan setiap bab, urutan penulisannya, serta keterkaitan antar satu
bab dengan bab lainnya dalam membentuk sebuah kerangka untuk skripsi.
Bab II berupa Kajian Pustaka, berisi konsep-konsep, teori-teori dan
penelitian terdahulu yang relevan dengan bidang yang diteliti seperti gulat,
metode latihan cryotherapy Cold Water Immersion (CWI). Kajian dan paparan
dalam kajian pustaka skripsi lebih deskriptif dan berfokus pada topik dengan lebih
mengedepankan sumber rujukan terkini.
Bab III Metode Penelitian, Bagian ini merupakan bagian procedural. Pada
bab 3, peneliti akan menjelaskan mengenai metode penelitian yang di aplikasikan
pada penelitian ini. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
one-shot case study dengan partisipan yang terlibat atlet Gulat gaya bebas SWC.
Instrument yang digunakan untuk test Accutrend Lactacid. analisis dan
pengolahan data juga dijelaskan pada bab ini sebagai prosedur atau langkah-
langkah untuk mengintrepetasikan hasil penelitian. Metode Penelitian Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan metode pre-experimental. Metode eksperimen
bertujuan untuk mengetahui peningkatan recovery melalui perlakuan dengan
menggunakan metode latihan cryotherapy Cold Water Immersion (CWI).
Bab IV akan menjelaskan temuan dari hasil pengolahan data dan membahas
temuan berdasarkan teori yang tercantum di dalam bab II. Pada bab ini peneliti
akan mengungkapkan temuan mengenai pengaruh cryotherapy Cold Water
Immersion (CWI) terhadap recovery atlet gulat gaya bebas. Semua hasil temuan
akan dibahas dalam pembahasan untuk menjawab rumusan masalah.
8

Bab V Simpulan, Implikasi, dan Rekomendasi, akan menjelaskan


mengeanai simpulan, implikasi, dan rekomendasi berdasar hak hasil temuan dan
pembahasan penelitian. Berdasakan hasil temuan dan pembahasan, peneliti akan
menarik kesimpulan megenai penelitian pengaruh latihan mengenai pengaruh
cryotherapy Cold Water Immersion (CWI) terhadap recovery atlet gulat gaya
bebas Selain itu, akan menjelaskan mengenai implikasi dan rekomendasi dari
hasil penelitian ini.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah gulat


Menurut beberapa sumber, olahraga tenaga ini sudah dikenal sejak 2050 SM
di Mesir sesuai peninggalan bangsa Mesir ketika itu. Tahun 2500 SM, jauh
sebelum Mesin, malah di Cina sudah dijadikan sebagai mata pelajaran di sekolah.
Disebutkan oleh Gustiawan dan Ali, (2021 hlm 2) “olahraga gulat merupakan
olahraga bela diri tertua”. Selain itu, olahraga gulat juga sudah menjadi olahraga
kesehatan dan prestasi yang dipertandikan sejak olimpiade kuno sampai sekarang.
Dalam sejarah Yunani Kuno olahraga gulat sudah dikenal sejak dahulu kala
yang disebutkan menjadi olahraga bangsa pada zaman Yunani dan dikembangkan
bangsa yang banyak meminjam teknik gulat itu. Dalam tradisi barat pertandingan
gulat ini telah ditemukan dalam bangsa Babilonia yang telah diceritakan dengan
kemenangan seorang pahlawan yang menumpas kejahatan untuk dapat
mempraktekkan teknik gulat dengan mengalahkan musuhnya.

2.2 Perkembangan di Indonesia


Tahun 1959 di Bandung pernah diadakan pertandingan gulat bayaran antara
Batling Ong melawan Muh. Kunyu dari Pakistan. Dari Pakistan pertandingan itu
mendapat perhatian yang cukup besar dari pencadu olahraga gulat di Indonesia,
khususnya masyarakat di kota Bandung. Pertandingan itu diselenggarakan oleh
PERTIGU (Persatuan Tinju dan Gulat), suatu wadah olahraga amatir dan
profesional tinju dan gulat di Indonesia. Mengingat pada waktu itu pemerintah
dalam hal ini menteri olahraga tidak membernarkan adanya Organisasi Olahraga
Tinju dan Gulat bayaran. Terlebih-lebih dengan adanya kebutuhan nasional
dimana Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah penyelenggaraan Asian Games IV
tahun 1962, maka ketua OC Asian Games menunjuk Kolonel CPM R. Rusli
(sekarang Mayjen Purn), untuk membentuk suatu organisasi gulat amatir.
Maksudnya Pemerintah berkeinginan agar Indonesia dapat menerjunkan pada
pegulatnya dalam arena Asian Games IV itu. Kol. Rusli yang mendapatkan
mandat dari Ketua OC Asian Games IV tahun 1962 itu segera melaksanakan

9
tugasnya. Dihubunginya beberapa tokoh olahraga yang ada di Bandung
diantaranya Batling Ong, Ong Sik Lok, M.Cc. M.F. Siregar, M.Sc., H.B.
Alisahbana dan Abdul Djalil di Indonesia.

2.3 Metode Latihan


Metode latihan adalah metode yang merupakan suatu cara mengajar yang
baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu, juga sebagai sarana untuk
memperoleh suatu ketangkasan, ketepatan, kesempatan dan keterampilan. Sepeti
yang dikemukakan oleh Rusman (2011; hlm 9) “Metode latihan dapat diartikan
sebagai suatu cara mengajar di mana peserta didik melaksanakan kegiatan latihan,
peserta didik memiliki ketangkasan atau keterampilan yang lebih tinggi dari apa
yang telah dipelajari”.

2.4 Metode Latihan Tahap Pra Pertandingan


Tujuan dari metode latihan tahap pra pertandingan adalah untuk melibatkan
atlet dalam berbagai jenis pertandingan atau eksibishi tidak resmi, sehingga
pelatih dapat mengevaluasi secara obyektif dan mengamati serta menilai sampai
seberapa jauh tingkat kemampuan atletnya di segala aspek latihan (Fisik, teknik,
taktik, dan mental). Berikut adalah karateristik dari latihan tahap pra
pertandingan:
1. Volume latihan menurun, yaitu sekitar 60%
2. Intensitas latihan naik menjadi sekitar 80%
3. Latihan fisik, yaitu dalam bentuk mempertahankan kondisi fisik yang
telah dikembangkan pada tahap sebelumnya
4. Latihan teknik, berupa keterampilan teknik harus sudah mendekati
sempurna
5. Penekanan latihan pada taktik pola pertahanan dan penyerangan, baik
pada olahraga perorangan maupun beregu, serta pola dan formasi-
formasi dalam permainan harus diketauhi oleh atlet.

2.5 Latihan Fisik Gulat


Latihan fisik gulat adalah kesatuan dari seluruh komponen latihan fisik yang
melekat atau harus dimiliki seseorang dan tidak dapat dipisahkan begitu saja baik
dari peningkatan maupun pemeliharaannya. Latihan fisik merupakan prasyarat
yang harus dimiliki oleh seseorang atlet didalam meningkatkan dan
mengembangkan prestasi olahraga yang optimal, sehingga segenap kondisi
fisiknya harus dikembangkan dan ditingkatkan sesuai dengan ciri, karakteristik
dan kebutuhan masing-masing dari cabang olahraga. Seperti yang dikemukakan
oleh M. Sajoto, (1995:8), “Latihan fisik adalah suatu kesatuan utuh dari
komponen yang tidak dapat dipisahkan begitu saja, baik peningkatan maupun
pemeliharaannya”. Macam-macam komponen dari aspek fisik yang perlu untuk
selalu dikembangkan dalam pelatihan adalah:
1. Kekuatan (Strength)
Kekuatan adalah komponen latihan fisik seseorang tentang
kemampuannya dalam mempergunakan otot untuk menerima beban
sewaktu melakukan latihan fisik. Seperti yang dikemukakan oleh Rusli
Lutan, (2000:66) “Kekuatan adalah komponen yang sangat penting guna
meningkatkan latihan fisik seseorang secara keseluruhan”. Olahraga
gulat adalah olahraga yang indentik dengan bantingan dan jatuhan,
sehingga kekuatan sangatlah dibutuhkan dalam olahraga gulat. Misalnya
pada saat pegulat akan menggulung lawannya dibutuhkan kekuatan
untuk mengangkat tubuh lawannya.
2. Daya tahan (Endurance)
Pergulatan berlangsung selama dua ronde dengan total waktu 10
menit. Untuk melakukan pergulatan selama 10 menit dibutuhkan daya
tahan yang baik dari pegulat. Sehingga latihan daya tahan sangatlah
dibutuhkan. Seperti yang dikemukakan oleh Ruslu Lutan, (2000:71)
“Daya tahan dapat diartikan sebagai suatu keadaan atau kondisi tubuh
yang mampu untuk bekerja dalam waktu yang cukup lama”.
3. Daya otot (Muscular Power)
Dalam olahraga gulat, daya otot digunakan oleh pegulat untuk
melakukan tolakan kaki pada saat mengangkat pegulat lawan dari matras
untuk kemudian di gulung. Seperti yang dikemukakan oleh M. Satojo
(1995: 8) “Daya ledak otot adalah kemampuan seseorang untuk
mempergunakan kekuatan maksimum yang dikerahkan dalam waktu
yang sependek-pendeknya”.
4. Kecepatan (Speed)
Kecepatan di dalam gulat yaitu digunakan ketika lawan berhasil
dikuasai, lawan segera digulung dengan cepat. Hal tersebut bertujuan
agar pegulat lawan belum melakukan tahan yang maksimal sehingga
beban akan terasa lebih ringan. Seperti yang dikemukakan oleh Rusli
Lutan (2000: 74) “Kecepatan adalah kemampuan untuk berjalan, berlari
atau bergerak dengan cepat seperti kemampuan biomotorik lain,
kecepatan dapan di rinci menjadi beberapa macam”.
5. Daya Lentur (Flexibility)
Efektivitas seseorang dalam penyesuaian diri untuk segala aktifitas
dengan penguluran tubuh yang luas. Hal ini akan sangat mudah ditandai
dengan tingkat fleksibilitas persendian pada seluruh tubuh. Seperti yang
dikemukakan oleh Rusli Lutan, (2000 :75) “Kelenturan adalah
kemampuan untuk melakukan gerakan persendian melalui jangkauan
gerak alami tiap sendi pada tubuh tergantung pada pengaturan tendo-
tendo, ligament, jaringan penghubung dan otot-otot”.
6. Kelincahan (Aglity)
Kelincahan sangatlah diperlukan bagi setiap olahraga beladiri
termasuk olahraga gulat. Dengan kelincahan yang tinggi lawan akan
kesulitan untuk melakukan serangan, karena kelincahan dalam olahraga
gulat digunakan untuk menghindari serangan lawan. Seperti yang
dikemukakan oleh M. Sajoto (1995:9) “Kelincahan adalah kemampuan
seseorang mengubah posisi di area tertentu”.

7. Koordinasi (Coordination)
Dalam olahraga gulat gerakan koordinasi adalah kemampuan yang
dikuasai oleh pegulat, karena gerakan dalam ollahraga gulat sangatlah
kompleks, seperti yang dikemukakan oleh Rusli Lutan, (2000: 77)
“Koordinasi adalah kemampuan untuk melakukan gerakan dengan
berbagai tingkat kesukaran dengan cepat dan efisien dan penuh
ketepatan”.
8. Keseimbangan (Balance)
Dibidang olahraga banyak hal yang harus dilakukan atlet dalam
masalah keseimbangan ini, baik dalam menghilangkan ataupun
mempertahankan keseimbangan. Keolahraga gulat, seporang pegulat
akan berhasil menjatuhkan lawannya apabila keseimbangan pegulat
lawannya hilang. Seperti yang dikemukakan oleh M. Sajoto (1995:9)
“Keseimbangan adalah kemampuan seseorang mengendalikan organ-
organ syaraf otot, seperti dalam hand stand atau dalam mencapai
keseimbangan sewaktu seseorang sedang berjalan kemudian terganggu”.
9. Ketepatan (Accuracy)
Dalam melakukan serangan pada olahraga gulatm dengan teknik
yang baik pegulat haruslah melakukan serangan dengan ketepatan yang
baik, sehingga lawan akan kesulitan untuk melakukan blok (tahanan).
Seperti yang dikemukakan oleh M. Sajoto (1995:9) “Kemampuan
seseorang untuk mengendalikan gerak-gerak bebas terhadap suatu
sasaran”. Sasaran ini dapat merupakan suatu jarak atau mungkin suatu
objek langsung yang harus dikenal dengan salah satu bagian tubuh.
10. Reaksi (Reaction)
Dapat suatu pergulatan, reaksi yang cepat sangatkan diperlukan
baik oleh pegulat yang melakukan serangan maupun pegulat yang
diserang. Seperti yang dikemukakan oleh M. Satojo (1995: 10)
“Kemampuan seseorang untuk segera bertindak secepatnya dengan
menanggapi rangsangan yang ditimbulkan lewat indera, syaraf atau
feeling lainnya”. Pegulat yang melakukan serangan haruslah mempunyai
reaksi yang cepat serangannya meleset atau dapat di blok pegulat lawan.
Pegulat harus segera kembali ke posisi siap atau menggunakan teknik
yang dapat dilakukan, bagi pegulat yang diserang, segeralah melakukan
pengeblokan serangan, sehingga membutuhkan latihan fisik untuk
reaksi.
2.6 Latihan Sparing
Dalam olahraga, istilah sparing adalah jenis latihan bertanding yang
menggunakan pihak lain sebagai partner berlatih dan bertanding sehingga latihan
menjadi lebih menarik dan menantang. Sebelum melakukan latihan sparing atlet
gulat melakukan pemanan terlebih dahulu, dengan peregangan otot diteruskan
dengan lari 10 menit, lalu melakukan senam gulat setelah itu melakukan pasang
kepala, pik-plak, dan setelah itu atlet diistirahatkan 2 menit untuk minum, setelah
selesai istirahat atlet melakukan latihan semi sparing dengan waktu 2 menit x 4
ronde, setelah latihan semi sparing atlet gulat mempersiapkan untuk melakukan
full sparing dengan waktu 5 menit x 2 ronde. Setelah melakukan sparing atlet
diistirahatkan 10 menit lalu atlet mengikuti program perendaman air es dengan
metode Cryotherapy.

2.7 Cryotherapy
Cryotherapy adalah teknik penyembuhan menggunakan es dan air es dalam
pengobatan cedera. Secara fisiologi es mengurangi aktivitas metabolisme dalam
jaringan sehingga mencegah kerusakan jaringan sekunder dan mengurangi sinyal
rasa sakit ke sistem saraf pusat. Terapi es mengurangi rasa sakit dapat membantu
untuk mengurangi pengembangan pembengkakak. Oleh karena itu Cryotherapy
biasanya digunakan oleh atlet professional untuk memulihkan diri dari cedera.

Gambar 2.1 Es Batu


(Sumber: Google)
Perlakuan terapi dingin Cryotherapy mempunyai efek menurunkan suhu
otot dan menunda kelelahan otot. Tinggi rendahnya suhu otot mempengaruhi
durasi kontraksi. Menurut Verducci, (2000, hlm 422) temperatur yang lebih tinggi
memeberi efek kelelahan otot lebih cepat.
Selain itu, Cryotherapy dapat membantu merawat dermatitis, psoriasis, dan
memperbaiki jaringan kulit. Dapat meningkatkan kadar endorfin yang akan
meredakan stres, depresi, dan meningkatkan kualitas tidur. Terapi es mengurangi
rasa sakit dapat membantu untuk mengurangi pengembangan pembengkakan.
Oleh karena itu Cryotherapy biasanya digunakan oleh atlit profesional untuk
memulihkan diri dari cedera. Berikut di bawah ini ada beberapa bentuk latihan
Cryotherapy :Ice Bath/Cold Water Immersion (CWI).Untuk menggunakan terapi
es berikut sample direndam kedalam baik air yang berisikan air dan es.

Gambar 2.2 Bak Air


(Sumber: Google)

2.7.1 Cold Water Immersion (CWI)


Perendaman air dingin pasca latihan (CWI) adalah modalitas pemulihan
populer yang ditujukan untuk meminimalkan kelelahan dan mempercepat
pemulihan setelah berolahraga. Dalam hal ini, CWI telah terbukti bermanfaat
untuk mempercepat pemulihan pasca latihan dari berbagai parameter termasuk
kekuatan otot, nyeri otot, peradangan, kerusakan otot, dan persepsi kelelahan.
Seperti yang dikemukakan oleh Arovah, (2009, hlm 114) “Cold Baths atau Cold
Water Immersion merupakan terapi dingin dengan cara berendam dengan air
dingin dengan tujuan pemulihan pasca latihan maupun kompetisi”. Terapi
perendaman air dingin akhir akhir-akhir ini menjadi protokol pemulihan yang
sangat popular, dan telah terbukti meningkatkan pemulihan pasca latihan. Efek
dari perendaman air es ini akan mempengaruhi DOMS (Delayed Onset of Muscle
Soreness) Ratings of perceived Exertion (RPE), Efek kronis dari perendaman air
dingin masih belum sepenuhnya ditemukan, tetapi beberapa penelitian telah
menyebutkan bahwa hal itu dapat menghambat adaptasi pembuluh darah dan otot
dari latihan endurance. Walker, (2016 hlm 18) “mengemukakan sebuah penelitian
baru-baru ini melaporkan bahwa durasi perendaman optimal adalah antara 11-15
menit”.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas terkait Cold Water Immersion .
Dapat disimpulkan bahwa Cold Water Immersion adalah suatu bentuk terapi yang
dilakukan oleh seorang terapis untuk pemulihan pasca latihan.

2.7.2 Manfaat Cold Water Immersion (CWI)


Metode CWI memberikan efek positif terhadap penurunan kadar laktat, rasa
nyeri otot dan tingkat stres setelah latihan dengan intensitas tinggi. Hal lain
dijelaskan oleh Peck et al., (2014, hlm 15)
Pada penelitian serupa dimana penggunaan metode CWI dan SS secara
bergantian yang disesuaikan dengan jenis dan tingkat kelelahan yang
dialami, mampu mempercepat proses regenarasi, mengurangi resiko cidera
akibat overtraining sekaligus mempertahankan performa.
Pemberian treatment Cold Water Immersion juga dapat mengukur tingkat
kondisi fisik seorang atlet dari jenis kelelahannya yang dapat mengakibatkan
penumpukan kadar asam laktat yang tinggi yang dapat memberikan efek negatif
bagi seorang atlet, seperti yang dikemukakan oleh Baar, (2014, hlm 5)
Beberapa literature menjelaskan bahwa CWI merupakan metode yang tepat
untuk diberikan pada jenis kelelahan yang bersifat structural dimana
mengakibatkan penumpukan laktat yang tinggi, muscle soreness dan tingkat
stress yang tinggi namun akan memberikan efek negatif jika diberikan pada
jenis kelalahan yang bersifat hormonal yang diakibatkan oleh latihan
endurance.

2.7.3 Efek Samping Cold Water Immersion (CWI)


Efek dari Cold Water Immesion berupa efek fisiologis yaitu, Cold Water
Immersion (CWI) atau terapi dingin dapat dipakai dalam beberapa modalitas
seperti penggunaan es dan cold baths. Aplikasi dapat mengurangi suhu daerah
yang sakit, membatasi aliran darah dan mencegah cairan masuk ke jaringan
disekitar luka. Hal ini akan mengurangi nyeri dan sensitivitas pembengkakan.
Aplikasi syaraf dingin yang dapat mengurangi berakibat terjadinya peningkatan
ambang batas nyeri. Terapi dingin juga mengurangi kerusakan jaringan dengan
jalan mengurangi metabolisme lokal sehingga kebutuhan oksigen jaringan
menurun. Berdasarkan Ernst dalam Arovah, (2009 hlm 105) terdapat beberapa
efek fisiologis dan efek terapetis terapi dingin.
 Efek Fisiologis Sistemik : vasokontriksi, piloereksi, menggigil
 Efek Fisiologis Lokal : vasokontriksi local, desensitisasi akhiran saraf bebas,
penururunan refill kapiler, penurunan metabolisme
sel
 Efek Terapetis : relaksasi otot, menghambat pertumbuhan bakteri,
mencegah pembengkakan, mengurangi nyeri,
mengurangi perdarahan
Aplikasi dingin juga dapat mengurangi tingkat metabolisme sel sehingga
limbah menjadi berkurang. Penurunan limbah metabolisme yang nantinya dapat
menurunkan spasme otot. Dilain sisi dari efek fisiologis terdapat juga dampat dari
terapi dingin bila terapi dingin dilakukan dalam jangka waktu yang lama, hal ini
akan menyebabkan :
- Hypothermia yang merupakan suatu kondisi medis dimana suhu
tubuh menurun secara cepat dibawah suhu normal, sehingga merusak
metabolisme tubuh.
- Excema kulit dapat terjadi pada pendinginan kulit selama 1 jam pada
suhu 0° sd -9°C. Excema ini dapat bertahan sampai dengan 24 jam.
- Frostbite yang merupakan kondisi medis dimana kulit dan jaringan
tubuh rusak karena suhu dingin. Frostbite (rusakya anggota tubuh
perifer) dapat terjadi pada suhu -3° sd -4°C.

2.8 Kelelahan
Kelelahan bisa diistilahkan dengan kecapekan, kepenatan, atau kepayahan.
Secara umum, mengacu pada kondisi tubuh yang tidak bertenaga lagi karena
aktivitas yang begitu tinggi. Prestasi yang baik didukung pula oleh performa yang
baik, salah satu penyebab menurunnya performa seseorang bisa diakibatkan oleh
kelelahan. Menurut Giriwijoyo & Zafar Sidik, (2010, hlm 31) tentang kelelahan
adalah “menurunnya kualitas dan kuantitas kerja atau olahraga yang di sebabkan
oleh karena melakukan kerja atau olahraga”.
Kelelahan fisik yang disebabkan oleh melakukan pekerjaan sehingga
menurunnya kualitas dan kuantitas kerja/gerak fisik, bila lingkupnya dipersempit
pada kualitas gerakan, maka kelelahan ditujukan oleh menurunnya kualitas gerak.
Semakin tinggi aktivitas yang di lakukan maka semakin cepat pula kelelahan akan
timbul. Seperti yang dijelaskan Mulyana, (2011, hlm 4) “kelelahan merupakan
faktor penyebab dalam penurunan performa seseorang setelah olahraga”. Seorang
atlet akan sulit menampilkan kemampuan yang maksimal pada saat betanding jika
mengalami kelelahan. Kelelahan merupakan suatu proses alami yang terjadi pada
seseorang ketika melakukan olahraga. Disebutkan juga oleh Giriwijoyo, (2010,
hlm 15) “aktivitas fisik yang harus dipertahankan pada intensitas yang relative
tinggi selama dua sampai tiga menit setiap olahraga, sumber daya yang digunakan
untuk kontraksi otot adalah anaerobic yang akan menghasilkan zat sampah yaitu
asam laktat”. Pada saat seorang atlet melakukan aktivias fisik yang tinggi tingkat
kelelahan pada tubuh seseorang akan semakin meningkat, apalagi kapasitas kerja
otot yang semakin lama akan semakin mengencang seiring penggunaan aktivitas
yang tinggi. Apalagi ketika melakukan olahraga yang bersifat anaerobik yang
semakin meninggi maka akan diikuti dengan meningginya aerobik. Seiring
dengan meningginya aktivitas dari tubuh itu sendiri maka resiko tubuh mengalami
kelelahan fisik itu akan semakin besar. Seperti dikutip dari Alpert, (2010, hlm 19),
“kelelahan yang dialami seorang atlet akan menurunkan performanya maka ari itu
pemulihan merupakan hal penting pada saat latihan serta dalam kompetisi antara
pertandingan dan selama turnamen dilakukan”. Dengan keleahan yang besar
seperti itu maka latihan saja tidak cukup untuk seorang atlet memulihkan
performa terbaiknya seperti sedia kala, maka dari itu butuh waktu pemulihan.
Dengan pemulihan tersebut maka kelelahan akan dapat dikurangi dan dapat
mencapai kondisi terbaiknya. Diperkirakan sebanyak 20% dari semua atlet cabang
olahraga mengalami overtraining syndrome, seperti yang dikemukaan oleh Alpert,
(2010, hlm 108) “overtraining syndrome dapat didefinisikan sebagai titik akhir
dimana atlet mengalami kelelahan kronis dan pemulihan yang tidak memadai”.

2.8.1 Indikasi Kelelahan


Hal-hal yang dapat menyebabkan kelelahan yaitu seperti, Aktivitas
berlebihan, kurang istirahat, kondisi fisik lemah, olahraga dan tekanan sehari-hari
dapat menyebabkan kelelahan. Berdasarkan kutipan dari Giriwijoya & Sidik,
(2013) “kelelahan dibagi kedalam dua tipe, yaitu kelelahan mental dan kelelahan
fisik”. Kelelahan mental adalah kelelahan yang merupakan akibat dari kerja
mental seperti kejamuan sebab kurangnya minat. Sedangkan kelelahan fisik
disebabkan karna kerja fisik atau kerja otot, seperti yang dikemukaan oleh Ament
& Verkerke, (2009, hlm 35) “mengatakan bahwa kelelahan didefinisikan sebagai
keadaan saat seseorang tidak dapat mempertahankan kontraksi otot (gerak) yang
dibutuhkan atau beban kerja yang diberikan”. Kelelahan biasanya dihubungkan
dengan lemahnya atau menghilangnya kemampuan orang untuk mengadakan
reaksi terhadap suatu rangsangan, Bila latihan dengan intensitas yang tinggi, maka
kadar oksigen yang didapat oleh tubuh akan semakin rendah seperti yang
dikemukaan oleh Brooks (2018, hlm 25) “Terjadinya kelelahan berhubungan
dengan keterbatasan suplai oksigen, dan latihan intensitas tinggi sehingga
menghasilkan akumulasi laktat”. Kelelahan otot membatasi kinerja otot, kinerja
otot dapat bersifat local maupun menyeluruh, depat menyertai olahraga enduran
maupun olahraga yang berintensitas tinggi yang berlangsung tinggi/padat, Ketika
atlet melakukan latihan fisik yang padat/tinggi akan mengakibatkan penumpukan
asam laktat yang sangat signifikan seperti yang dikemukaan oleh Peterson (2006,
hlm 108) “bahwa penumpukan asam laktat pada tendon otot seringkali
mengakibatkan rasa pegal atau nyeri setelah melakukan latihan”.

2.8.2 Penyebab Kelelahan


Penyebab terjadinya kelelahan pada atlet adalah akibat dari penumpukan
asam laktat pada otot, seperti yang dikemukakan oleh (Dinagsit, 2009 hlm 6)
“kelelahan timbul karena penumpukan asam laktat dalam jaringan. Hal ini
disebabkan oleh kemampuan tubuh menetralisir tumpukan asam laktat tersebut
tidak sebanding dengan kecepatan asam laktat yang terbentuk akibat beratnya
aktivitas olahraga yang dilakukan. Jika berlangsung lama, keadaan ini akan sangat
mengganggu performa seseorang”.
Pada olahraga dengan intensitas tinggi dan durasi singkat, pemenuhan
kebutuhan energi meningkat seratus kali lipat. Tubuh tidak mampu menghasilkan
energi yang besar dalam waktu yang singkat, sehingga pemenuhan kebutuhan
energi pada olahraga ini bergantung pada sistem fosfagen dan glikolisis anaerob.
Sistem fosfagen hanya dapat menyediakan energi untuk aktivitas dengan rentan
waktu di bawah sepuluh detik, sehingga glikolisis anaerobik merupakan jalur
metabolisme utama pada olahraga dengan intensitas tinggi. Namun jalur
metabolisme anaerobik ini menghasilan produk samping yaitu asam laktat,
penimbunan asam laktat dapat menyebabkan terjadinya kelelahan. Asam laktat
dalam otot akan menghambat kerja enzim-enzim dan mengganggu reaksi kimia
didalam otot. Keadaan ini akan menghambat kontraksi otot sehingga menjadi
lemah dan akhirnya menjadi kelelahan.

2.8.3 Asam Laktat


Asam laktat merupakan hasil metabolisme karbohidrat tanpa menggunakan
oksigen (metabolisme anaerob). Proses produksinya terjadi di dalam sel otot saat
suplai oksigen tidak mencukupi untuk menunjang produksi energi. Energi sangat
dibutuhkan otot untuk berkontraksi bahkan dalam jumlah tidak sedikit. Asam
laktat adalah konversi dari asam piruvat ketika melakukan aktivitas fisik yang
cepat. Seperti yang dikemukakan oleh Giri Wiarto, (2013:142) “asam laktat yang
terbentuk dan menumpuk di otot menyebabkan sel menjadi asam yang akan
mempengaruhi kerja otot yang tidak efisien, nyeri otot dan kelelahan otot
sehingga harus di selingi dengan istirahat”.
Perubahan pH dalam otot menjadi asam ini akan menghambat kinerja enzim
glikolisis sehingga akan menggangu reaksi kimia yang berlangsung di dalam sel.
Hal ini akan mengakibatkan berkurangnya energi yang dihasilkan sehingga
kontraksi otot semakin lemah dan pada akhirnya otot akan mengalami kelelahan.
Adapun alat untuk mengetahui kadar asam laktat yang terdapat pada darah
seseorang setelah melakukan fisik gulat yaitu Accutrend Lactacid dengan merek
pasar Roche tipe 3012522. Accutrend Lactacid ini tidak mempunyai angka
validitas dan realibilitas. Akan tetapi alat ini sudah baku dan memenuhi standar
validitas untuk digunakan mengecak kadar asam laktat, seperti yang dikemukaan
oleh Ardle dkk. (1981) dan Fox et al., (1993, hlm 87) berpendapat bahwa “asam
laktat yang terbentuk dari glikolisis anaerobic akan menurunkan pH sehingga
suasana otot berubah menjadi asam”. Keadaan ini dapat meningkatkan keasaman
darah apabila berlangsung lama.

Gambar 2.1 Accutrend Lactacid


(Sumber : Google)

2.9 Recovery
Bagi pemain sudah keharusan dalam berolahraga kompetitif, setiap kali
berlatih, berlomba atau bertanding harus mengeluarkan energy yang maksimal.
Dampaknya tentu lelah fisik dan mental keadaan tersebut tentu tidak boleh
dibiarkan, karena akan menimbulkan berbagai dampak negatif, diantaranya adalah
menurunnya daya tahan otot, seperti yang dikemukaan oleh Matjan, (2012, hlm
31)
Upaya yang harus dilakukan adalah melakukan pemulihan dengan sebaik-
baiknya dengan berbagai tenik yang berdasarkan iptek olahraga diantaranya
adalah Metode recovery alami, recovery dengan physiotherapeutic, dan
recovery secara psikologis.

Recovery juga dapat dilihat dari fase-fase segi biologisnya seperti fase
sebelum memulai latihan, fase latihan dan fase setelah melakukan latihan yang
selanjutnya akan dilakukan recovery/pemulihan. Seperti yang disampaikan oleh
Purnomo, (2011, hlm 156) “Dilihat dari fasenya fungsi biologis pada latihan
terbagi menjadi tiga fase yaitu fase sebelum latihan, fase latihan dan fase setelah
latihan atau pemulihan”.
Dilain sisi recovery juga dapat diartikan sebagai bagian dari olahraga pada
saat setelah melakukan latihan dan tanding, seperti yang dikemukakan oleh
Dalleck, (2017, hlm 1) “Bahwa fase pemulihan adalah masa pengembalian
kondisi tubuh pada keadaan sebelum latihan. Pemulihan dari berlatih dan
bertanding merupakan komponen terpenting dari keseluruhan paradigma latihan
olahraga”.

2.9.1 Macam – Macam Recovery


a. Recovery Aktif
Recovery aktif merupakan bentuk istirahat yang berarti atlet tidak berdiam
diri tetapi tetap melakukan aktivitas fisik dengan intensitas sangat ringan (20%
DNM) sampai ringan (50% DNM) seperti lari ringan, renang santai, atau
melakukan olahraga lain dengan intensitas yang sangat rendah. Contoh dalam
kasus dilapangan, selama latihan interval atau pelatihan fartlek, anda akan berlari
untuk jarak tertentu. Kemudian berjalan untuk pulih. Pemulihan aktif ini
membantu membersihkan otot-otot dari asam laktat dan enzim creatine kinase,
yang menyebabkan rasa sakit dan kelelahan.
b. Recovery Pasif
Recovery pasif yaitu latihan yang tidak melibatkan aktivitas atau duduk
diam (Sat Quietly Exercise). Sedangkan menurut pendapat lain recovery pasif
yaitu aktivitas fisik diam (Rest Physical Activity). Recovery pasif adalah tidak
melakukan aktivitas fisik. Recovery pasif yaitu istirahat atau diam tanpa
melakukan aktivitas apa-apa (Sleep exercise). Recovery pasif yaitu tidak
melakukan latihan aktivitas fisik apapun (Rest Exercise). Jadi, recovery pasif
merupakan bentuk istirahat yang berarti atlet berdiam diri tanpa adanya aktivitas
fisik apapun, seperti diam, istirahat total atau dapat juga dilakukan dengan
menggunakan rangsangan dari lingkungan luar yaitu seperti message, berendam di
air hangat, whirpool, atau dengan mandi uap.
2.9.2 Manfaat Recovery
Recovery pasca olahraga sangat dibutuhkan sebagaimana dalam bentuk
upaya dalam mengembalikan kondisi fisik yang dapat bermanfaat untuk
menghilangkan asam laktat dalam tubuh. Secara umum Purnomo, (2011. hlm.
155-156) “Mengemukakan tujuan dari fase pemulihan yaitu sebagai upaya yang
dibutuhkan oleh tubuh guna mengembalikan kondisi tubuh kekeadaan awal
sebelum melakukan latihan untuk aktivitas berikutnya sehingga tidak cepat
mengalami kelelahan”.
Tujuan dari proses pemulihan sebagai bentuk pembuangan bahan sisa dari
metabolisme yang terdapat didalam tubuh seorang atlet untuk mengembalikan
fungsi energi yang telah di keluarkan selama masa latihan fisik. Seperti uang
dikemukakan oleh Badowski, (2015 hlm 7) menyebutkan tujuan spesifik dari
proses pemulihan, yaitu:
1. Tubuh dapat beradaptasi pasca berolahraga atau mengembalikan fungsi
Memenuhi cadangan energi.
2. Perbaikan jaringan dan pembuangan bahan sisa metabolisme. Ada
banyak teknik dan metode yang dapat dilakukan untuk mempercepat
waktu pemulihan bagi seorang atlet.
Adapun perlakuan yang sering dilakukan tersebut diantaranya pemulihan
aktif, massage, stretching, pemberian nutrisi, dan melakukan terapi dingin atau
Cold Water Immersion (CWI). Tentu masing-masing perlakuan memiliki
keunggulan dan kelemahan, maka pemberian perlakuan seharusnya disesuaikan
dengan kondisi lapangan.

2.9.3 Tata Cara Pemulihan


Pemulihan asal dapat dilakukan dengan cara pemulihan pasif dan pemulihan
aktif. Pemulihan pasif adalah pemulihan dengan istirahat pasif. Pemulihan aktif
adalah pemulihan dengan latihan interval atau latihan secara kontinu, seperti yang
dikemukaan oleh Nurhayati Simatupang, (2015:18) “dari kedua cara pemulihan
tersebut yang paling cepat menghilangkan asam laktat adalah pemulihan dengan
cara latihan secara kontinu dan yang paling lambat untuk menghilangkan asam
laktar adalah pemulihan pasif”.
1. Kinotherapy (Active Rest)
Kinotherapy adalah menghilangkan secara cepat asam laktat dalam latihan
aerobik level moderat. Intensitas latihan aerobik level sedang dalam kinotherapy
tidak lebih dari 60% laju detak jantung atlet, seperti yang dikemukakan oleh
Ismail Marzuki Harahap, (2017, hlm 48) “bahwa joging ringan akan
menghilangkan 62% asam laktat dalam 10 menit pertama, pada 10-20 menit
berikutnya 26% asam laktat akan hilang”. Terdapat pengaruh signifikan antara
penurunan kadar asam laktat dalam darah setelah diberi pemulihan aktif (jogging)
selama 10 menit setelah latihan interval training. Pemulihan aktif dengan
perlakuan jogging memiliki pengaruh lebih besar terhadap penurunan kadar asam
laktat daripada variabel kontrol (berjalan).
Pemulihan aktif adalah apabila penghentian latihan terjadi perlahan-lahan
baik kuantitas dan kualitas latihan sampai pada keadaan hasil metabolit berupa
asam laktat kembali pada tingkat normal. Seperti yang dijelaskan oleh Bompa,
(2009) "That active recovery is if after exercise it is continued with exercise at a
lighter quantity and quality until metabolite levels return to normal limits".
Istirahat penuh adalah mengistirahatkan untuk sementara working capacity
seorang atlet. Atlet perlu tidur 9-10 jam dimana 80-90% tidur dilakukan malam
hari. Atlet memerlukan treatmen relaksasi agar tidurnya nyenyak. Relaksasi itu
bisa dilakukan antara lain dengan relaksasi, pijat, maupun mandi air hangat.
Lampu kamar yang dimatikan, aroma terapi. Jika perlu, gunakan ear plug jika
situasi kamar berisik.

2.10 Kerangka Pemikiran


Kerangka berfikir merupakan titik tolak dalam menentukan langkah-langkah
penyelesaian penelitian, seperti yang dikemukakan oleh Arikunto (2006, hlm 24)
mengatakan bahwa “sesuatu yang diyakini kebenarannya oleh penelitian yang
akan berfungsi sebagai hal-hal yang dipakai untuk tempat berpijak bagi peneliti
dalam melaksanakan penelitiannya”. Terapi perendaman air dingin/cold water
immersion menjadi protokol pemulihan yang semakin popular, dan telah terbukti
meningkatkan pemulihan pasca latihan. Seperti yang dikemukakan oleh Vaile
dkk, (2008, hlm 29) “bahwa hidroterapi yang sifatnya cold therapy (water
immersion) dan contras water therapy lebih cocok untuk pemulihan setelah
latihan yang intensif dan bertanding”. Efek dari perendaman air es ini akan
mempengaruhi mengobati persepsi nyeri dan mengurangi gejala peradangan
lainnya. Selain itu mempunyai efek munurunkan suhu otot dan menunda
kelelahan otot. Pada terapi dingin, digunakan modalitas terapi yang menyerap
suhu jaringan sehingga jadi penurun suhu jaringan melewati mekanisme konduksi.
Pada dasarnya agar terapi efektif, lokal cedera harus dapat diturunkan suhunya
dalam jangka waktu yang mencukupi.
Terapi perendaman air dingin/cold water immersion menjadi protokol
pemulihan yang semakin populer, dan telah terbukti meningkatkan pemulihan
pasca latihan. Efek dari perendaman air es ini akan mempengaruhi mengobati
persepsi nyeri dan mengurangi gejala peradangan lainnya. Selain itu mempunyai
efek menurunkan suhu otot dan menunda kelelahan otot. Pada terapi dingin,
digunakan modalitas terapi yang dapat menyerap suhu jaringan sehingga terjadi
penurunan suhu jaringan melewati mekanisme konduksi.
Sehubungan dengan permasalahan penelitian yang telah diungkapkan, serta
berdasarkan penjelasan yang telah di paparkan di atas, penulis memiliki asumsi
bahwa metode latihan Cold Water Immersion (CWI) dapat berpengaruh recovery
atlet gulat.

2.11 Hipotesis Penelitian


Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap suatu masalah yang
memerlukan pembuktian secara empiris seperti yang dikemukakan oleh Sugiyono,
(2015, hlm 96) “Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan
masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam
bentuk kalimat pernyataan”.
Hipotesis adalah istilah ilmiah yang digunakan dalam konteks kegiatan
ilmiah yang mengikuti aturan berpikir biasa, secara sadar, hati-hati, dan
diarahkan. Hipotesis merupakan elemen penting dalam penelitian ilmiah,
khususnya penelitian kuantitatif. Ada tiga alasan utama yang mendukung
pandangan ini, di antaranya: (a) Hipotesis dapat dikatakan alat kerja teoritis.
Hipotesis ini dapat dilihat dari teori yang digunakan untuk menjelaskan masalah
yang akan diteliti. Sebagai contoh, penyebab dan konsekuensi dari konflik dapat
dijelaskan melalui teori konflik. (b) Hipotesis dapat diuji dan ditunjukkan
kemungkinan benar atau tidak benar atau pemalsuan. (c) Hipotesis adalah alat
yang hebat untuk memajukan pengetahuan karena para ilmuwan dapat membuat
keluar dari dirinya. Artinya, hipotesis disusun dan diuji untuk menunjukkan benar
atau salah dalam cara bebas dari nilai-nilai dan pendapat peneliti yang menyusun
dan mengujinya
Berdasarkan kerangka berpikir yang dibangun oleh kajian teori maka
didapatkan hipotesis penelitian yaitu “Terdapat pengaruh yang signifikan dari
Cryotherapy Cold Water Immersion (CWI) terhadap penurunan asam laktat.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian


Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan
data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Untuk melakukan sebuah penelitian,
diperlukan cara yang tepat sebagai strategi penelitian, sehingga penelitian dapat
mencapai sasaran berupa jawaban dari masalah yang hendak diteliti. Menurut
Fathoni, (2006 hlm 99), “Metode penelitian adalah cara kerja yang digunakan
dalam melakukan suatu penelitian”.
Metode yang di pilih untuk penelitian ini, yaitu metode eksperimen, metode
ini digunaka n atas dasar pertimbangan bahwa sifat penelitian eksperimen yaitu
mencoba sesuatu untuk mengetahui pengaruh akibat dari suatu perlakuan atau
treatment. Penelitian eksperimen merupakan salah satu metode yang paling
diandalkan oleh kebanyakan peneliti Yadi Sunaryadi, (2016, hlm. 91). Dari sekian
banyak jenis penelitian, metode ini merupakan cara terbaik dalam
mengungkapkan sebab akibat (cause and effect relationships) antara variabel.
Metode ini digunakan atas pertimbangan bahwa sifat penelitian eksperimental
yaitu mencobakan suatu program latihan untuk mengetahui pengaruh atau akibat
dari suatu perlakuan atau treatment.
Perlakuan ini diberikan dengan tujuan untuk melihat pengaruh penerapan
metode Cold Water Immersion terhadap hasil tingkat asam laktat. Alasan peneliti
memilih penelitian eksperimen ini karena peneliti ingin membuktikan melalui
Cold Water Immersion dapat menurunkan kadar tingkat asam laktat sehingga
dikemudian hari hasil dari penelitian ini bisa dijadikan sebagai referensi bagi
pelatih khususnya dalam meningkatkan proses recovery lebih efektif.

3.2. Desain Penelitian


Penelitian eksperimen mempunyai berbagai macam desain penelitian.
Penggunaan desain penelitian di sesuaikan dengan aspek penelitian serta pokok
masalah yang hendak diteliti. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti
menggunakan desain Pre-test Post-test Group Design.
28

Tes awal atau pre-test dilakukan sebelum mengambil data sebelum


eksperimen, dan tes akhir atau post-test dilakukan untuk mengambil data setelah
eksperimen. Penetapan kelompok dalam penelitian ini dilakukan secara rangking
setelah tes awal atau pre-test yang selanjutnya dibagi dua kelompok secara
seimbang. Dengan treatment yang berbeda diharapkan dapat menghasilkan tes
akhir atau post-test yang berbeda pula. Pengukuran atau observasi ditentukan pada
waktu yang sama. Desain penelitian yang digunakan penulis adalah sebagai
berikut:

Kelompok A (Eksperimen)
O’1 O’2
Pre Test X1 Post Test
Treatment CWI
Pengambilan Pengambilan
Keputusan Keputusan
Kelompok B (Kontrol)
O’1 O’2
Pre Test X2 Post Test
3
Pengambilan Konvensional Pengambilan
Keputusan Keptusan

Gambar 3.1 Gambar Desain Penelitian Kelompok A dan B (The Randomezed


Group Pretest-Postest Control Design)
Sumber: Jack R. Fraenkel & Norman E. Wallen (1993:247)
Keterangan:
Kelompok A : Kelompok Eksperimen dengan penggunaan treatment
Cryotherapy Cold Water Immersion (CWI)
Kelompok B : Kelompok Kontrol dengan metode konvensional
O’1 : Pre Test Accutrend Lactacid
O’2 : Post Test Accutrend Lactacid
X1 : Metode Cryotherapy Cold Water Immersion (CWI)
X2 : Metode Konvensional

28
Sedangkan untuk alur penelitian, penulis menggambarkan seperti pada
gambar dibawah ini:

Populasi

Sampel

Tes Awal

Kelompok A
Kelompok B
metode Cryotherapy
Metode
Cold Water
konvensional
Immersion

Tes Akhir

Pengolahan Data

Analisis Data

Kesimpulan

Gambar 3.2 Langkah-langkah Penelitian

Langkah pertama yaitu menentukan populasi anggota aktif Scorpion


Wrestling club 40, lalu selanjutanya menentukan sampel dari populasi yaitu atlet
gulat gaya bebas 10 orang. Langkah ketiga melakukan tes awal penelitian seluruh
sampel harus melakukan fisik dengan program pelatih, dan melakukan tes
Accutrend Lactacid untuk menentukan kadar tingkat asam laktat. Pada tahap ini
Memberikan treatment berupa Cryotherapy Cold Water Immersion (CWI) dengan
waktu 10-15 menit yang bersuhu 10°C, kemudian dilakukan kembali tes
Accutrend Lactacid. Setelah diberikan treatment Cryotherapy Cold Water
Immersion (CWI) atlet istirahat 2 menit lalu dilakukan tes kembali. Langkah yang
terakhir melakukan pengolahan data, menganalisi dan menarik kesimpulan dari
pengolaan dan analisis data.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1. Populasi
Dalam mencari sumber data penelitian perlunya dilakukan penentuan
populasi dan sampel yang akan diteliti, sehingga peneliti memperkirakan sesuatu
sesuai dengan apa yang diinginkan menurut Sugiyono, (2010 hlm 117) “Populasi
adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari atas obyek/subyek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan kemudian ditarik kesimpulan”. Populasi dalam penelitian ini adalah UKM
PAMOR anggota aktif kuliah dengan jumlah anggota 10 orang.

3.3.2. Sampel
Sampel merupakan sebagian atau wakil dari populasi sebagai sumber
informasi/data. Sampel yang akan diambil sebagai percobaan harus diperhatikan.
Menurut Lautan, Berliana dan Sunaryadi, (2007, hlm. 80) menjelaskan bahwa
“Sampel adalah kelompok yang digunakan dalam penelitian dimana
data/informasi itu diperoleh”. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian
ini adalah purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu. Adapun pertimbangan tersebut adalah atlet gulat Scorpion
Wrestling Club dengan jumlah 10 orang.

3.4. Instrument Penelitian


Instrumen merupakan poin penting dalam sebuah penelitian, instrument
berfungsi untuk memperoleh data yang dinginkan dari sebuah penelitian seperti
yang di ungkapkan Arikunto, (2010, hlm. 203) adalah “Alat atau fasilitas yang
digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih
mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis
sehingga lebih mudah diolah”.

3.4.1 Accutrend Lactacid


Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Accutrend
Lactacid dengan merek pasar Roche tipe 3012522 yaitu alat yang berfungsi untuk
mengetahui kadar asam laktat yang terdapat pada darah seseorang setelah
melakukan tes fisik gulat. Accutrend Lactacid ini tidak mempunyai angka
validitas dan realibilitas. Akan tetapi alat ini sudah baku dan memenuhi standar
validitas untuk digunakan mengecak kadar asam laktat. Adapun instrumen dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan data diperoleh dari: 3x tes pengukuran darah/laktat
masing-masing sesaat setelah tes ergometer 2000 m untuk tes awal
kemudian recovery 10 menit pertama dan 10 menit recovery kedua.
2. Alat dan perlengkapan
a. Accutrend Lactacid (laktat meter), untuk mengukur kadar asam
laktat.
b. BM Strip asam laktat, alat untuk menyimpan darah setelah ujung jari
sampel ditusuk menggunakan lancates blood yang kemudian strip
laktat tersebut dimasukan dan di cek menggunakan accutrend lactate
(laktat meter).
c. Formart penelitian
d. Perlengkapan alat tulis 41
e. Kapas
f. Alkohol
g. Betadin
h. Stopwatch
i. Lancets blood, untuk menusuk ujung jari testi
j. Masseur, untuk melakukan masase lokal atau melakukan masase di
area tubuh tertentu saja.
3. Prosedur Pelaksanaan Tes
a. Prosedur Umum
- Sebelum melaksanakan tes, responden dikumpulkan untuk
diberikan arahan dan penjelasan mengenai peraturan dalam
melaksanakan tes.
- Pelaksanaan tes mengacu pada pertandingan sebenarnya.
- Responden melakukan pemanasan terlebih dahulu sebelum
melaksanakan tes.
b. Pelaksanaan Tes
- Responden berada di mesin ergometer.
- Responden melakukan tes ergometer 2000 m.
- Responden dibagi 2 kelompok (metode recovery pasif dan metode
recovery masase manual).
- Kelompok recovery pasif, ketika sesaat setelah melakukan tes
ergometer 2000 m langsung di ambil darah/laktatnya untuk
mendapatkan hasil tes awal kemudian istirahat hanya duduk saja.
Setiap 10 menit pertama dan 10 menit kedua diambil
darah/laktatnya dari ujung jari sampel dengan mengunakan
lancets blood kemudian darah tersebut di teteskan pada strip laktat
dan di cek mengunakan accutrend lactate (laktat meter)
bersamaan denagan di cek denyut nadinya.
- Kelompok recovery masase, ketika sesaat setelah melakukan tes
ergometer 2000 m langsung di ambil darah/laktatnya untuk
mendapatkan hasil tes awal kemudian istirahat diberi metode
masase manual lokal. Setiap 10 menit pertama dan 10 menit
kedua diambil darah/laktatnya dari ujung jari sampel dengan
mengunakan lancets blood kemudian darah tersebut di teteskan
pada 42 strip laktat dan di cek mengunakan accutrend lactate
(laktat meter) bersamaan denagan di cek denyut nadinya.
4. Prosedur Pengolahan Data
Sebelum pengolahan data, penulis menggunakan alat ukur yang
dipakai dalam penelitian ini yaitu accutrend lactate. Setelah hasil data
penelitian terkumpul, maka selanjutnya dilakukan pengolahan data yang
dilakukan dengan teknik analisis statistik. Semua data yang terkumpul
dianalisisi dengan mengunakan analisis statistik non-parametrik analisa two
Samples Related Tes dengan memakai metode one Sample kolmogrov-
Semirnov Test yang pengolahan datanya dibantu dengan software SPSS 17.
Gambar 3.1 Accutrend Lactacid
(Sumber: Google)

3.4.2 Stopwatch
Stopwatch merupakan alat pengukur waktu yang memiliki tingkat
keakuratan paling tinggi di banding jam atau arloji. Berbeda dengan jam yang
selalu berjalan, stopwatch dapat diaktifkan dan dimatikan sesuai dengan
kebutuhan pengguna. Stopwatch adalah alat yang digunakan untuk mengukur
lamanya waktu. Adapun cara penggunaan dari stopwatch yaitu;
1. Mempersiapkan stopwatch yang akan digunakan untuk mengukur waktu
2. Memastikan kondisi stopwatch dalam keadaan nol atau sudah terkalibrasi
3. Menekan tombol start atau mulai untuk memulai pengukuran waktu
4. Menekan tombol stop atau berhenti untuk mengakhiri pengukuran waktu
5. Membaca hasil pengukuran waktu
6. Untuk mengulangi pengukuran waktu, yang harus dilakukan adalah
menekan tombol start atau stop 1 kali dan jarum akan kembali ke nol.
Kemudian tekan tombol start lagi untuk kembali memulai pengukuran
waktu dan tekan stop untuk mengakhiri.
Gambar 3.2 Stopwacth
(Sumber: Google)

3.5 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini bertempatkan di Gor Padjajaran Bandung, dengan sample
anak-anak, Scorpion Wrestling Club.

3.6 Prosedur Penelitian


Untuk mengetahui secara detail langkah-langkah penelitian yang dilakukan.
Penulis akan menjelaskan secara rinci bagaimana prosedur penelitian dilakukan.
Hal ini dapat dilihat sebagai berikut:
1. Populasi anggota aktif Scorpion Wrestling club 40
2. Menentukan sampel dari populasi yaitu atlet gulat gaya bebas 10 orang.
3. Melakukan tes awal penelitian seluruh sampel harus melakukan fisik
dengan program pelatih, dan melakukan tes Accutrend Lactacid untuk
menentukan kadar tingkat asam laktat
4. Memberikan treatment berupa Cryotherapy Cold Water Immersion
(CWI) dengan waktu 10-15 menit yang bersuhu 10°C, kemudian
dilakukan kembali tes Accutrend Lactacid.
5. Setelah diberikan treatment Cryotherapy Cold Water Immersion (CWI)
atlet istirahat 2 menit lalu dilakukan tes kembali.
6. Langkah yang terakhir melakukan pengolahan data, menganalisi dan
menarik kesimpulan dari pengolaan dan analisis data.
3.7 Teknik Analisis Data
Ada beberapa tahap yang harus dikerjakan untuk analisis data, tahapan
tersebut yaitu:

3.7.1 Deskriptif Statistik


Analisis deskriptif statistik adalah analisis yang digunakan untuk melakukan
pengukuran nilai rata-rata serta simpangan baku.

3.7.2 Uji Normlitas


Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data terdistrubusi
dengan normal atau tidak. Untuk mendapatkan hasil uji normalitas diperlukan
suatu perhitungan uji normalitas. Pada penelitian ini digunakan perhitungan
statistik nonparametrik. Sugiyono, (2015) menyatakan bahwa “Statistik
nonparametrik digunakan untuk menguji hipotesis deskriptif satu sampel baik itu
bentuk data nominal maupun data ordinal”. Pada perhitungan ini akan
menggunakan metode One Sample Kolmogrov-Smirnov Test, yaitu untuk menguji
normalitas data masing-masing variabel dengan bantuan software SPSS. Data
yang didistribusikan normal dapat dilihat dari kolom signifikasi (sig) dengan
ketentuan dikatakan normal jika sig bernilai ≥ 0,05 dan tidak dikatakan normal
jika sig bernilai < 0,05.

3.7.3 Uji Homogenitas


Uji Homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel memiliki
karakter yang sama atau tidak. Jika nilai probalitas atau sig > 0,05 maka varian
sampel dikatakan homogeny. Dikatakan homogennya jika nilai signifikasi (sig) >
0,05.

3.7.4 Uji Peningkatan


Setelah dilakukan pengujian analisis data uji normalitas dan uji
homogenitas, maka selanjutnya adalah melakukan uji peningkatan. Pada uji ini
menggunakan sampel yang sama, namun diberi perlakuan yang berbeda. Pedoman
pengambilan keputusan dalam uji paired sample t-test berdasarkan nilai
signifikansi dengan bantuan software SPSS ialah:
a. Jika nilai probabilitas atau Sig. (2-tailed) < 0,05, maka terdapat perbedaan
yang signifikan pada sampel.
b. Sebaliknya, jika nilai probabilitas atau Sig. (2-tailer) > 0,05, maka tidak
terdapat perbedaan yang signifikan pada sampel.

Anda mungkin juga menyukai